Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

RSUD DR. AGOESDJAM KETAPANG

Dokter Internsip : dr. Gregorius RBP Purba


Dokter Pembimbing : dr. Theresia, dr. Feria Kowira

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi Ny.Sumiati
Tanggal Lahir : 18 Juli 2018
Usia : 4 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL. Ampera, Desa Sutera, Sukadana
Tanggal MRS : 22 Juli 2018
Tanggal Pemeriksaan : 22 Juli 2018 pkl 13.30
No.RM : 25-79-07

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Perut bayi membesar

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke IGD RSUD Agoesdjam oleh ibunya dan perawat
puskesmas dengan keluhan perut bayi membesar yang dilihat sejak 2 hari ini. Ibu
pasien menjelaskan bahwa anaknya lahir di bidan 4 hari yang lalu dengan
persalinan normal. Ini merupakan anak ke-4nya. Bayi sudah mendapat ASI dan
diberi susu formula oleh ibunya. Minum terakhir pkl 08.00 pagi.
Ibunya juga mengatakan bahwa bayinya ada muntah 2 kali warna hijau, tapi
tidak saat atau setelah minum. Buang air kecil (+) normal, sesak nafas disangkal,
demam disangkal.

1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat sesak nafas sebelumnya.
Riwayat alergi disangkal. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat merokok
disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut ibu pasien, tidak ada keluarga atau anaknya yang memiliki riwayat
penyakit seperti bayinya.

E. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapat obat apapun, hanya diberikan oksigen di
Puskesmas Sukadana.

F. Riwayat Kehamilan dan Prenatal


Saat ibu mengandung pasien, ibu pasien melakukan pemeriksaan di bidan
Puskesmas. Frekuensi pemeriksaan kebidan sebanyak 4 kali, yaitu 1 kali pada
trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III.
Keluhan selama kehamilan pasien tidak ada. Obat-obatan yang diminum selama
kehamilan, yaitu vitamin dan tablet penambah darah.

E. Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan ditolong oleh bidan, bayi langsung menangis,
mekonium tidak ada, dengan berat badan lahir adalah 2,6 kg, dengan panjang
badan 47cm dan dilakukan inisiasi menyusui dini.

F. Riwayat Imunisasi
Belum ada

G. Riwayat Nutrisi
Pasien diberi ASI sejak lahir dan diselingi dengan susu formula sampai saat
ini.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pengukuran
Umur : 4 hari
Berat Badan : 2,6 kg
Panjang Badan : 47 cm
Kesan : normal
Tanda Vital
Laju Napas : 40x/ menit, reguler
Suhu : 36,6o C
Laju Nadi : 125x / menit, reguler
Saturasi : 97%

2. Status Generalisata
1. Kepala : Simetris, normochepal
Wajah : Tak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Edema Palpebra (-/-), Sklera
ikterik (-/-) Injeksi konjungtiva (-/-), Sekret (-/-), Kornea jernih (+/+)
Hidung : Rhinorrhae (-/-)
Telinga : Otorrhae (-/-)
Tenggorokan :
Tonsil : T1-T1 hiperemis
Faring : Hiperemis
Bibir : Sianosis (-)
Mulut : Tak ada kelainan
Leher :
Kaku Kuduk : (-)
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar

3
2. Thorax
a. Dinding Dada/Paru
1. Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-/-)
2. Palpasi : Bentuk dan gerak simetris
3. Perkusi : Sonor kedua lapang paru
4. Auskultasi : Vesikuler kanan=kiri, wheezing -/-, ronkhi-/-

b. Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Batas Jantung normal
4. Auskultasi: Bunyi Jantung I dan II regular, desah sistolik(-), desah
diastolik(-), suara tambahan(-)

3. Abdomen
1. Inspeksi : tampak membesar, retraksi epigastrium (-)
2. Palpasi : distensi
3. Perkusi : hipertimpani
4. Auskultasi: Bising usus meningkat

4. Genitalia
Jenis Kelamin : Perempuan
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal karena bayi tidak memiliki
lubang anus.

5. Ekstremitas
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan, akral hangat, sianosis tidak
ada.

4
H. Laboratorium
Hb : 18,5 gr/dl
Eritrosit : 4,99 juta/ul
Hematokrit : 50,2%
Leukosit : 22.000/ul
Trombosit : 152.000/ul
GDS : 84 mg/dl

I. Rontgen

IV. RESUME
Bayi berusia 4 hari dibawa ke IGD RSUD Agoesdjam oleh ibunya dan
perawat puskesmas dengan keluhan perut bayi membesar yang dilihat sejak 2 hari
ini. Bayi lahir secara normal ditolong oleh bidan 4 hari yang lalu, langsung
menangis, dengan berat badan 2,6kg dan panjang badan 47cm. Bayi sudah
mendapat ASI dan diberi susu formula oleh ibunya. Ibunya juga mengatakan
bahwa bayinya ada muntah 2 kali warna hijau sejak 2 hari yang lalu tapi tidak saat
atau setelah minum. Pada pemeriksaan genitalia didapati bahwa bayi tidak
memiliki lubang anus.

5
V. DIAGNOSIS KERJA
ATRESIA ANI

VI. DIAGNOSIS BANDING


ATRESIA RECTUM

VII. PENATALAKSANAAN
- Pasang OGT dialirkan Post Kolostomi:
- Pasien dipuasakan - Lepas OGT
- Pasang Kateter Urin - Diet ASI
- IVFD D5 ¼ NS 10 tpm mikro - IVFD D5 ¼ NS 8 tpm mikro
- inj. Cefotaxime 75mg/8jam - inj. Cefotaxime 100mg/8jam
- inj. Ranitidin 2,5mg/12jam - inj. Gentamycin 10mg/24jam
- Kolostomi - inj. Ranitidin 2,5mg/12jam
- rawat luka operasi setiap hari

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanasionam : Dubia ad malam

FOTO GENITALIA

6
TINJAUAN PUSTAKA

EMBRIOLOGI

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon


desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm usus belakang
ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra.
Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang
dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan.
Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran
kloaka.
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh
kearah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus
uroginetalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika
janin berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di
daerah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian
terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di
depan.
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan
mesenkim, yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu
ke-9, membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia
luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh
pembuluh dari usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior. Akan tetapi,
sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm
dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis.
Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng.
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon

7
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut
sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum
urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan
proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani
perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan
internus dapat tidak ada atau rudimenter.

ATRESIA ANI

A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian endoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.

B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling
banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal.

C. ETIOLOGI
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena :

8
1. faktor genetik
Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol
selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas.

D. KLASIFIKASI
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainan disebut :
1. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
(muskuluspubokoksigeus). Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan
Supralevator). Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-
laki ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak
ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum
berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada
sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula vaginal
tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki dan
perempuan biasanya rectal atresia.
2. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri – cirinya
adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak
menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau
tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe
kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa

9
rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke
bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular fistula.
3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri - cirinya adalah
rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan internal
berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum menembus muskulus
levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan
rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (
untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk
perempuan anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).

E. PATOFISIOLOGI
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran
urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal
membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal posterior.
Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rectal dan urinari secara
sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai
lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membrane. Atresia ani muncul
ketika terdapat gangguan pada proses tersebut.
Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan
kemudian menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan
untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot
tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi
dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal
sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat
semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak
terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem
reproduksi melalui fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus.

10
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain mekonium
tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui
saluran urin, vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidak dapat dilakukan
pengukuran suhu secara fekal. Distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam
8-24 jam pertama.Pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi
usus dan adanya konstipasi. Muntah pada bayi umur 24-48 jam atau bila bayi
diberi makan juga perlu diperhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya
misplaced pembukaan anal. Lebih dari 50% klien dengan atresia ani
mempunyai kelainan congenital lain.

G. PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Pada anamnesis dapat ditemukan :
1. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
2. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus
ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi
daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama
beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar
melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian
distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang
menjaga rektum tetap kolaps dan kosong.Tekanan intrabdominal harus cukup
tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu,
harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi

11
anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau
anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai
dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa
pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini
berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan
colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-
handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada
anus (tempat keluarnya mekonium).

H. PENATALAKSANAAN

12
I. PENATALAKSANAAN POST OPERASI
Perawatan Pasca Operasi PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
2. minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan


serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu
merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.

13
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7
hari.Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-
14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka
dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3
hari, dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi.Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga.Setiap minggu lebar dilator ditambah 1
mm tercapai ukuran yang diinginkan.Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari
sampai dilator dapat lewat dengan mudah.Kemudian dilatasi dilakukan sekali
sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali
sebulan selama tiga bulan.Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan
penutupan kolostomi.

J. PROGNOSIS
Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan khusus dinilai
pengendalian defekasi, pencemaran pakaian dalam.Sensibilitas rektum dan
kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).
Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita (Hamami A.H, 2004).
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya
metode PSARP (Levitt M, 2007).

K. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani adalah :
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
Komplikasi jangka panjang :

14
1. Eversi mukosa anal.
2. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
5. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
6. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E, 2010, Bronchiolitis, dalam Ilmu Kesehatan Anak, edisi 12, volume
2, Jakarta: EGC.
BMC Medical Research Methodology, 2018, The Management of children wth
bronchiolitis in Australasian hospital setting: development of a clinical
practice guideline. Diunduh dari
https://bmcmedresmethodol.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12874-
018-0478-x
Daydon Children’s Hospital, 2018, Bronchiolitis Clinical Practice Guideline.
Diunduh dari
https://www.childrensdayton.org/sites/default/files/Bronchiolitis%20CPG%
202018.pdf
DeNicola CL. 2010. Bronchiolitis. Dipublikasikan 5 Mei 2010. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/961963-overview
National Institute for Health and Care Excellence (NICE), Bronchiolitis in
Children: diagnosis and management. Dipublikasikan 1 Juni 2015. Diunduh
dari https://www.nice.org.uk/guidance/ng9/resources/bronchiolitis-in-
children-diagnosis-and-management-pdf-51048523717
NSW Health, 2018, Infants and Children – Acute Management f Bronchiolitis.
Diunduh dari
https://www1.health.nsw.gov.au/pds/ActivePDSDocuments/GL2018_001.p
df
Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan
Penerbit IDAI, Jakarta.
Rahbarimanesh, A. A., Izadi, A., dkk, 2018, Viral Aetology of Bronchiolitis in
Hospitalised Children in a Tertiary Center in Tehran, Journal of Cinical
Medicine, MEDICA, Tehran, Iran.

16

Anda mungkin juga menyukai