Anda di halaman 1dari 19

5 Ayat Paling Sering Diselewengkan

(Bagian ke-1)
Oleh
Muhamad Arief
-
Feb 20, 2015
7282
3

Mushaf Al Quran © devianart.com

Gelombang sentimen negatif terhadap Islam dan muslim akhir-akhir ini menggiring opini
publik seolah agama sejalan dengan kekerasan. Upaya ini juga menghasilkan tuduhan tak
masuk akal terhadap Al Quran.

Ayat apa saja yang paling banyak salahartikan dalam Al Quran? Apakah tuduhan
kekerasan sudah melalui penelitian akademis yang cermat, ataukah ayat-ayat ini
diselewengkan untuk mengesankan kebalikan dari maksud sebenarnya?

Agama sejak dulu selalu menjadi kambing hitam kekerasan. Para ekstrimis dan maniak
pembantaian sepanjang sejarah sering menggunakan agama sebagai tameng dalam konflik
duniawi. Konflik politik, kediktatoran dan peperangan yang menyeret negara-negara
muslim beberapa dekade terakhir ini telah melahirkan kelompok-kelompok ekstrim
modern yang berupaya menggunakan kekerasan atas nama Islam. Kekacauan,
ketidakstabilan dan perang berkepanjangan menciptakan vakum politik dimana kelompok-
kelompok yang haus kekuasaan berlomba-lomba mendapatkannya. Kelompok-kelompok
ini akan menggunakan bendera apapun untuk mencapai tujuan, apakah itu identitas etnik,
budaya, kebangsaan, ideologi tertentu ataupun agama.

Seseorang akan dengan mudah bersikap skeptis dan menyalahkan agama yang telah ada
sekitar 1400-an tahun serta dipraktekkan oleh hampir dua milyar penganut di seluruh dunia.
Beberapa ayat dari Al Quran telah digunakan oleh kelompok radikal dan anti-Islam, yang
menyatakan bahwa beberapa ayat dalam Al Quran mendukung aktivitas kekerasan

Sangatlah mudah menyelewengkan sebuah teks. Cukup dengan mengambil sebagian


kalimat dan meninggalkan konteks kalimatnya. Apa yang membuat lima ayat Al Quran
paling sering diselewangkan menjadi menarik adalah kekerasan yang mereka sangkakan
melekat pada ayat itu, tiba-tiba hilang setelah melihat pada tekstual dan konteks sejarahnya.
Yang dibutuhkan hanya melengkapi kalimat itu, atau dengan membaca kalimat sebelum
atau sesudahnya, dan ini cukup menjadi bukti bahwa ayat itu tidak mengajarkan kekerasan.
Sebagai tambahan, perspektif ini lebih mendalam saat seseorang melihat kepada surat-surat
lain dalam Al Quran dan penjelasan Nabi Muhammad SAW, yang dengan tegas mengutuk
kekerasan dan menyerukan kedamaian. Lebih dari itu, 1400 tahun analisa keilmuan
terhadap Al Quran mampu menghalau salah-tafsir dari kelompok radikal kontemporer dan
kelompok fanatik anti-muslim.

Kesalahan 1 – Al Baqoroh:191

Kalimat “Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka” sejauh ini adalah frase
yang paling banyak disalahartikan kelompok anti-islam dan ekstrimis radikal. Akam tetapi
seruan perang ini tepat setelah ayat yang menyatakan “Perangilah di jalan Alloh orang-
orang yang memerangi kamu…” dan juga sebelum bagian ayat yang menyatakan “Jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zholim”.

Apakah konteks sejarah dari ayat 2:190-193 dan kepada siapa ditujukan? Ibnu Abbas,
sahabat terkenal dan ahli tafsir Al Quran, mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada
kaum Quraish[1]. Mereka telah menganiaya dan menyiksa umat Islam selama tiga belas
tahun di Mekkah. Mereka telah mengusir umat Islam dari rumah mereka, merampas harta
benda dan memerangi umat Islam setelah hijrah ke Madinah. Oleh sebab itu muncul
kekhawatiran akan serangan lainnya di saat mereka melaksanakan ibadah haji dimana
ketika itu berperang adalah sesuatu yang dilarang. Inilah sebab ayat ini diturunkan untuk
menenangkan hati mereka bahwa mereka akan mampu membela diri dari serangan Quraish
selama haji. Perang yang dikhawatirkan tidak pernah terjadi, karena ada perjanjian damai
dan ibadah haji pun telah diperbolehkan.[2]

Kalimat “Jangan berbuat aniaya” telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas, “Jangan menyerang
wanita, anak-anak, orang tua atau siapapun yang tidak memerangi kamu”, oleh sebab itu,
mencelakai siapapun yang tidak berperang dianggap melanggar ketentuan Robb yang
Mahakuasa[3]. Ahli tafsir lain, Ibnu Ashur (w.1393H) berkata, “ Jika mereka berhenti
memerangimu, maka jangan perangi mereka karena sungguh Tuhan Maha Pengampun
dan Maha Penyayang, sepatutnyalah seorang muslim menunjukkan kasih sayang”[4].
Dalam hal ini, ayat ini senada dengan QS. Annisa:89 yang mewajibkan memerangi musuh
tetapi langsung diikuti pernyataan, “Tetapi jika mereka membiarkanmu dan tidak
memerangimu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Alloh tidak memberi
jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka.”

Kembali ke ayat 2:190-193, kata fitnah yang dimaksud adalah menganiaya dan
menghukum seseorang karena keyakinannya dan memaksanya untuk kafir dan syirik.
Ulama Quran terkemuka, Imam Kisaa’I (w.189), menjelaskan bahwa fitnah yang dimaksud
adalah “siksaan, karena Quraish bisa menyiksa mereka yang memeluk Islam”[5]. Ibnu
Jarir At Thobari (w.310H) menjelaskan bahwa kalimat “Fitnah lebih buruk dari
pembunuhan” berarti bahwa “menganiaya seorang mu’min karena keimanannya sampai
ia kembali menjadi penyembah berhala adalah lebih menyakitkan baginya daripada
dibunuh diatas keimanannya”.[6]

Oleh karena itu, ayat ini dengan gamblang menjelaskan larangan memerangi mereka yang
tidak berperang. Secara khusus kalimat yang disalahartikan menjelaskan berperang dalam
rangka membela diri dari para pelaku penganiayaan dan penyiksaan atas dasar anti-agama.

Kesalahan 2 – At Taubah:5

Ayat berikutnya hampir serupa – “maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja
kamu jumpai mereka”, lagi-lagi keterkaitan dengan konteks sejarah membantah kesalahan
ini. Ayat ini berbicara perihal mereka yang memegang perjanjian damai dengan orang-
orang yang tidak pernah mendukung tentara musuh melawan umat Islam- Kalau begitu
kepada siapa At Taubah:5 ini ditujukan? Al Baydhawi (w.685H) dan Al Alusi (w.127H)
menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan kepada musyrikin Arab yang melanggar perjanjian
damai dengan berperang melawan umat Islam (nakitheen)[7], oleh karena itu Abu Bakar
Al Jassas (w.370H) mencatat bahwa ayat-ayat ini khusus bagi bangsa Arab musyrik dan
tidak bisa diterapkan kepada yang lain[8]. Pendapat ini dikuatkan oleh Al Qur’an sendiri.
Pada ayat 13 dalam surat yang sama Alloh berfirman, yang artinya,” Mengapa kamu tidak
memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras
untuk mengusir Rasul dan mereka yang pertama kali mamulai memerangi kamu?” dan
ayat 36, “dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi
semuanya” konteks tekstual sangatlah jelas bahwa ayat 9:5 bukanlah perintah tanpa
pandang bulu akan tetapi berkaitan suku-suku Arab musyrik, yang tengah perang dengan
umat Islam[9]. Oleh karena itu, menafsirkan Al Quran yang tidak merujuk kepada konteks
ayatnya adalah sangat bertentangan dengan Al Quran itu sendiri.

Lebih dari itu, yang menakjubkan adalah ayat selanjutnya (At Taubah:6) menyatakan
bahwa apabila tentara musuh tiba-tiba minta perlindungan, maka seseorang diwajibkan
secara syariat untuk melindungi, menjelaskan pesan Islam kepadanya, dan apabila ia
menolak menerima, kawal ia ke tempat yang aman. Perintah untuk melindungi dan
mengamankan tentara musuh (yang meminta perlindungan) ke tempat aman jelas tidak bisa
diartikan sebagai kekerasan.

Kesalahan 3 – Al Anfaal:60

Ayat favorit lain yang sering disalahartikan adalah, “Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang” akan tetapi lagi-lagi ayat berikutnya menjelaskan, “Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya”-

Lebih dari itu, siapakah yang dimaksud dalam kutipan ayat ini? Konteks historis dengan
jelas menempatkan ayat-ayat ini, lagi-lagi merujuk kepada perang berlarut-larut antara
pasukan muslim dengan tentara musuh dari suku Quraish Mekkah dan dan sekutu-sekutu
mereka[10]. Surat ini diturunkan berkaitan dengan perang Badar antara pasukan muslim
yang mencari perlindungan di Madinah dan suku Quraish yang telah menyiksa dan
mengusir keluar dari Mekkah. Surat ini juga menggambarkan ancaman dan penganiayaan
muslim periode awal.

“Dan ingatlah (hai para muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas
di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah
memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan
pertolonganNya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.”
(QS. Al Anfaal:26)

Perlu dicatat terkadang para pelaku Islamophobia mengutif ayat Al Anfaal:12, “maka
penggallah kepala-kepala mereka”, adalah sama sekali salah kaprah. Faktanya ayat ini
menjelaskan apa yang dikatakan Tuhan kepada para malaikat saat perang badar. Bagian
pertama ayat, (Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para
malaikat,:”Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman”. Untuk menyelewengkannya menjadi sebuah perintah umum untuk
para muslim menyerang non-muslim adalah bohong besar.

Diterjemahkan dengan penyesuaian dari tulisan Dr. M. Nazir Khan dalam situr
www.spiritualperception.org yang berjudul Top Five Misquotations of The Quran

Bersambung ke bagian-2

[1] Lihat Asbabun Nuzûl oleh Al-Wahidi (d.468H)

[2] Ibnu Abbas menjelaskan bahwa saat umat Islam berangkat ke Mekkah di tahun 6 H
untuk berhaji, mereka tidak diperbolehkan oleh kaum Quraish. Sebelum kembali ke
Madinah, mereka membuat perjanjian damai yang mengijinkan umat Islam kembali
untuk berhaji di tahun berikutnya. Meski begitu mereka tetap enggan kembali lagi, karena
kuatir dibantai saat berhaji karena kaum Quraish sudah berencana menyerang mereka
pada waktu itu. Ayat-ayat ini diturunkan untuk meyakinkan mereka dapat membela diri
dari ancaman itu di wilayah Mekkah. Pada akhirnya, pertempuran itu tidak pernah terjadi
sama sekali dan umat Islam dapat berhaji dengan damai (al-Wahidi, al-Samarqandi, al-
Tabari).

[3] Lihat Tafsir Ibnu Jarir At Thabari (w. 310H) dan Tsa’labi (w. 427H). Juga, ulama
awal terkenal Abul A’liyah, Said bin Zubair dan Ibnu Zaid semuanya menjelaskan bahwa
yang dimaksud agresi (serangan) adalah “Menyerang siapapun yang tidak memerangi
kamu”. Khalifah bani Umayyah terkenal sekaligus ulama Umar bin Abdul Aziz ditanya
perihal ayat ini dan ia menyatakan bahwa dilarang memerangi orang yang tidak terlibat
dalam peperangan. Pendapat ini telah diambil oleh para ulama Islam perihal larangan
mencelakai siapapun yang tidak berperang.

[4] Tahrir wat Tanwir 2:192. Beberapa sumber penafsiran awal menjelaskan bahwa
kalimat “ Jika mereka berhenti memerangimu, maka sungguh Tuhan Maha Pengampun
dan Maha Penyayang” bermakna apabila mereka berhenti memerangi kamu dan
menghentikan peperangan melawan kamu, termasuk tafsir Muqatil b. Sulaiman
(w.150H), tafsir Al Samarqandi (w.375H) dan Tafsir Tsa’labi (w.427H)

[5] Diriwayatkan oleh Tsa’labi dan Thabarani (w.360H). sebagian orang boleh jadi heran
apakah seorang ulama seperti Imam Al Kisa’I diselisihi oleh pernyataan beberapa ahli
tafsir belakangan yang mengatakan bahwa fitnah berarti kekufuran dan keryirikan. Akan
tetapi, Ibnu Jarir At Thabari (w310H) dan yang lain menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan “memaksa muslim untuk berbuat kufur/ syirik” adalah juga sebagai bentuk
penganiayaan terhadap muslim. Ulama Quran awal yang terkenal Makki bin Abi Thalib
(w.437H) mencatat “Fitnah secara Bahasa adalah ujian, oleh karena itu sebuah ujian yang
menyebabkan seseorang kehilangan imannya adalah lebih buruk dari pada dibunuh.”
Ibnu Jarir At Thabari menyatakan hal yang sama (lihat catatan kaki selanjutnya). Terlebih
lagi, kita punya dalil tak terbantahkan dari sahabat Abdullah bin Umar dalam Shahih
Bukhari. Ibnu Umar telah ditanya terkait kecondongannya berdamai selama perang di era
Khalifah Ali, khususnya saat Quran menyatakan “Perangi mereka sampai tidak adalagi
fitnah.” Ibnu Umar menjawab bahwa saat penganiayaan muslim karena keimanannya
telah berhenti dan penyiksaan serta pembunuhan telah reda, maka tidak adalagi
fitnah.” ( ‫وقاتلوهم حتى ال تكون فتنة قال ابن عمر قد فعلنا على عهد رسول هللا صلى هللا عليه وسلم إذ كان‬
‫)اإلسالم قليال فكان الرجل يفتن في دينه إما يقتلونه وإما يوثقونه حتى كثر اإلسالم فلم تكن فتنة‬

[6] Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Qur’an (2:190-193)ofImamal-Tabari menyatakan:

‫ وابتالء الـمؤمن فـي دينه حتـى يرجع عنه‬:‫وقد بـينت فـيـما مضى أن أصل الفتنة االبتالء واالختبـار فتأويـل الكالم‬
‫وأضر من أن يقتل مقـيـما ً علـى دينه متـمسكا ً علـيه مـحقّا ً فـيه‬
ّ ‫فـيصير مشركا بـاهلل من بعد إسالمه أشدّ علـيه‬

[7] Anwar At Tanzil wa Asrarut Ta’wil (9:5) Imam Al Baydhawi dan Ruhul Ma’ani (9:5)
Imam Alusi. Penafsiran semacam ini diberikan otoritas karena sesuai dengan teks Al
Quran itu sendiri. Saat membaca komentar-komentar figure klasik yang bervariasi, adalah
penting untuk mencatat konteks sejarah dari komentar-komentar mereka. Banyak ahli
tafsir hidup di era persaingan kekuasaan untuk mengendalikan satu dengan lainnya.
Sering kali, orang-orang pada masa itu menyaksikan penaklukan kerajaan dan ekspansi
politik sebagai satu-satunya cara untuk menyampaikan pesan kebenaran kepada
komunitas lain yang hidup di bawah entitas-entitas politik permusuhan, dan karena itu
beberapa dari mereka berupaya untuk mendafsirkan ulang beberapa surat dalam rangka
untuk mendapatkan cakupan yang lebih luas. Bagaimanapun, penafsiran seperti ini
disangkal oleh konteks tekstual dan sejarah Al Quran. Terlebih lagi, figure-figur itu
sendiri berkata bahwa tujuan puncak adalah membangun keamanan di tanah-tanah umat
Islam (lihat Bidayatul Mujtahid Ibnu Rusyd) atau menyampaikan pesan keimanan kepada
orang lain. Jadi ekspansi politik hukum Islam sebagai alat penyebaran menjadi tidak
relevan di era digital dan komunikasi massa serta global.

[8] Abu Bakr al-Jassas menyatakan, “ ‫صا ً في‬ ُ ‫ {فَا ْقتُلُوا ال ُم ْش ِركِينَ َحي‬:‫صار قوله تعالى‬
ّ ‫ْث َو َجدْت ُ ُمو ُه ْم} خا‬
‫مشركي العرب دون غيرهم‬.”

[9] Perhatikan juga bahwa ayat 9:8 dan 9:10 memberi karakteristik yang dimaksud oleh
ayat-ayat ini lebih jauh dengan menyatakan bahwa mereka yang dimaksud adalah orang
yang “Memperhatikan perjanjian atau hubungan kekeluargaan saat berhubungan dengan
orang beriman””. Pentingnya memahami kondisi umum kesukuan bangsa Arab tak bisa
dianggap remeh. Hari ini, seseorang bisa tenang turun ke jalanan tanpa khawatir barang
bawaannya dirampok, pun seandainya ada maka dengan mudah memanggil polisi jika
keamanannya terancam. Berbeda saat abad ke-7 di Arabia, tidak ada polisi, tidak ada
hukum, yang ada hanya perlindungan masing-masing suku. Dan suku-suku ini dahulu
saling berperang terus-menerus. Al Quran sendiri menyinggung masalah ini, “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan
(negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-
merampok.?” (QS. Al Ankabuut:67). Mengembara di tengah gurun bisa dipastikan baik
dibunuh maupun dirampok,- atau lebih buruk lagi dijual sebagai budak faktanya, persis
seperti yang terjadi pada beberapa orang sahabat Nabi-shallallahu’alaihiwasallam-
termasuk Suhaib Al Rumi, Salman Al Farisi dan Zaid bin Haritsah. Adalah tidak
mungkin membaca surat 9 (At Taubah) tanpa memahami latar belakang konteks ini untuk
membentuk perintah dan aturan yang telah ada sejak dahulu dalam perang (suku di)
Arabia

[10] Zad al-Masir (8:60) Ibnul Jawzi (d.597H) dan Nazhmud Dhurar (8:60) Al-Biqa’i
(d.885H).

Hate Speech

mbahas Tentang Hate Speech (ucapan kebencian) mulai dari Definisi, Penyebab,
hukum yang berlaku hingga contoh.

Memahami Sebab Dan Dampak Hate Speech


Tuesday, May 20, 2014 at 6:10 AM |
- Ketidak puasan seseorang
- Iri
- Kurangnya sosialisasi dalam bermasyarakat
- Kurangnya pemahaman agama
- Diskriminasi

Dalam tulisan pertama (Hate Speech: Ujar Benci Sarat Provokasi) telah dijelaskan berbagai definisi
dan pandangan dari beberapa kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri tentang apa yang
dimaksud dengan hate speech.
Kali ini, untuk mengetahui lebih lanjut tentang hate speech, ABI Press mendatangi beberapa NGO
yang menangani kasus-kasus tindak kekerasan akibat hate speech. Di antaranya adalah LBH
Jakarta.
Menilik makin maraknya aksi-aksi kekerasan atas nama agama khususnya terhadap kelompok
minoritas di Indonesia, Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta (Mayong), membenarkan bahwa salah
satu sumber masalah intoleransi dan diskriminasi adalah makin meningkatnya syiar kebencian atau
hate speech di Tanah Air.
Salah satu kriteria hate speech menurutnya adalah upaya terang-terangan seseorang untuk mengajak
orang lain melakukan perusakan, sengaja melukai (baik fisik maupun mental) pihak tertentu, atau
hal negatif lain yang memiliki potensi ke arah itu.
Sayangnya, agama juga seringkali menjadi salah satu sumber motivasi pelaku hate speech. Mayong
menengarai, dangkalnya pemahaman agama seseorang terhadap sumber-sumber agama acapkali
menjadi penyebab penafsiran secara keliru atasnya sehingga menyebabkan timbulnya ujaran
kebencian terhadap pemahaman agama dan keyakinan lain.
Lebih aneh lagi, hate speech bisa juga terjadi atas dasar sengitnya persaingan antar pemuka agama.
Sebagai contoh, bila ada pemuka agama atau ‘pendatang baru’ yang membawa pemahaman dan
pemikiran yang juga baru masuk ke dalam suatu wilayah. Sementara agama serta ulama lokal tidak
memiliki langkah untuk mempertahankan tradisinya. Maka biasanya mereka mudah sekali
menempuh cara-cara tak terpuji sekadar demi mempertahankan diri, dengan mensyiarkan
kebencian, menebar fitnah, menyematkan stigma negatif dan sebagainya.
Selain motif agama, di era kebebasan ini motif politik dan ekonomi seringkali juga menjadi pemicu.
Faktor itulah yang menyebabkan syiar kebencian terus meningkat, meluas dan semakin ditunjukkan
secara vulgar dan berani dari waktu ke waktu oleh para pelakunya.
Berbeda dengan masa Orde Baru, begitu ada syiar kebencian, biasanya pihak keamanan akan
langsung melakukan upaya peredaman karena tindakan semacam itu sudah dianggap sebagai
perilaku bernuansa SARA yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan.
Namun satu hal sangat disayangkan Mayong, pemerintahan yang ada sekarang seakan sudah
kehilangan kekuasaan dan tidak mampu lagi mengambil langkah sigap dan metode yang sama untuk
meredam aksi-aksi syiar kebencian semacam itu.
Penegak hukum pun dinilainya tidak bekerja dengan serius. Hal itu terlihat misalnya saat LBH
Jakarta melaporkan kasus syiar kebencian salah satu ormas Islam yang ditujukan kepada kelompok
Ahmadiyah, ternyata pihak kepolisian tidak segera menindaklanjutinya, bahkan sama sekali tak
memberikan respon apapun. Padahal kata Mayong, bahaya dan dampak negatif syiar kebencian ini
sangatlah besar.
Sesuai maknanya, syiar kebencian memang ditujukan untuk menggalang kebencian. Artinya, syiar
kebencian bukan hanya disebarkan terbatas pada kelompok tertentu saja, namun seringkali juga
secara sengaja ditargetkan untuk menyasar kelompok masyarakat yang lebih luas. Nah, bahayanya
adalah, karena sifat dari syiar kebencian itu mulai meluas ke tingkat populasi yang lebih besar, dari
sanalah biasanya bibit-bibit potensi kerusuhan dan konflik horisontal akan muncul. Kecenderungan
yang selama ini berlaku, konflik dan kerusuhan semacam itu biasanya akan menjadikan kelompok
minoritas sebagai sasaran. Jika hal itu terjadi, maka efek kerusakan yang ditimbulkannya pun
cenderung lebih sulit dipulihkan kembali.
Mayong mengambil contoh, kasus muslim Syiah Sampang yang sudah 2 tahun lebih diusir dari
kampung halamannya, dan hingga saat ini tetap mengungsi tanpa ada solusi yang jelas dari pihak
pemerintah. Begitu juga Ahmadiyah yang sudah lebih dari 8 tahun tinggal di pengungsian Transito.
Ada lagi kasus GKI Yasmin dan Jemaat Filadelphia yang tak diijinkan membangun tempat ibadah,
dan masih banyak lagi contoh-contoh kasus intoleransi lain akibat hate speech.
Seperti halnya LBH Jakarta, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
juga angkat bicara mengenai hate speech.
Dari sekian banyak laporan yang masuk, pihak KONTRAS menyatakan bahwa memang tidak
secara langsung berupa laporan khusus perihal hate speech atau syiar kebencian. Namun setelah
diteliti lebih lanjut, ternyata unsur hate speech lah yang kerap menjadi faktor dominan dari tindak
kekerasan yang menimpa para pelapor.
Putri Kanesia, Kepala Divisi Hak-hak Sipil Politik KONTRAS menyampaikan kekhawatiran atas
makin menjamurnya kasus syiar kebencian yang terjadi di tengah masyarakat. Ia menyontohkan
fakta yang terjadi. Misalnya ketika Menteri Agama Suryadharma Ali memberikan pernyataan tegas
agar Ahmadiyah dibubarkan. Setelah itu, banyak sekali kekerasan dan penyerangan yang menimpa
kelompok Ahmadiyah.
Jika hal semacam itu terus dibiarkan, tak mustahil menurut Putri pada akhirnya akan menimbulkan
aksi-aksi kekerasan dan kerusakan yang lebih besar. Bukan hanya terhadap Ahmadiyah, tapi juga
bisa merembet ke kelompok-kelompok minoritas yang lain.
Putri juga mengingatkan potensi meningkatnya hate speech menjelang pemilu seperti sekarang.
Tanpa perhatian serius dari semua pihak, dampak syiar kebencian atau hate speech ini menurutnya
akan semakin mengkhawatirkan dan bertambah sulit dikendalikan.
Kasus terakhir terkait dampak negatif hate speech yang ditangani KONTRAS adalah tentang
pembakaran Yayasan Al Mujahadah, di kecamatan Sawang, Aceh Selatan yang terjadi pada 5 Juli
2013 lalu. Pembakaran itu bermula dari keluarnya fatwa sesat terhadap pesantren Al Mujahadah
oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yang kemudian memicu terjadinya upaya
penutupan paksa, pengerusakan, dan pembakaran pesantren.
Banyak kasus kekerasan didasari keluarnya fatwa sesat. Dengan kata lain, fatwa sesat yang
dikeluarkan seringkali menimbulkan dampak negatif dan memakan korban dari pihak yang
disesatkan. Namun, apakah fatwa sesat yang biasanya dikeluarkan oleh MUI juga termasuk kategori
hate speech?
Dalam hal ini Abdul Khoir, peneliti Setara Institute angkat bicara. Menurutnya dalam konteks
kewenangan ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), sejauh ini memang tidak secara langsung
melakukan hate speech. Hanya saja, di tengah masyarakat, ternyata fatwa-fatwa yang dikeluarkan
MUI seringkali dijadikan justifikasi hate speech oleh kelompok-kelompok intoleran yang pada
akhirnya berujung pada tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas yang menjadi sasaran fatwa.
“Tapi anehnya, terkait hate speech itu, saya kok tidak melihat MUI melakukan upaya pencegahan
minimal melakukan koreksi internal bahwa fatwanya sangat berpeluang menjadi inspirasi bagi
kelompok-kelompok intoleran untuk menyerang pihak lain yang mereka anggap sesat setelah
merujuk fatwa MUI itu,” tandas Khoir.
Menurutnya, harus ada kesadaran bersama bahwa kebebasan menyampaikan pendapat, gagasan, dan
pikiran itu bukan berarti memberikan ruang bagi semua orang untuk melakukan hate speech. Jangan
hanya gara-gara hate speech belum diatur secara khusus dalam undang-undang, menyebabkan kita
bertindak seenaknya karena merasa akan bebas dari tuntutan hukum. Karena konstitusi sudah
menggariskan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selain hukum ada etika yang perlu
dijaga. Artinya, ketika etika sudah masuk dalam undang-undang dasar negara, maka secara tidak
langsung dapat dikatakan bahwa hal itu telah menjadi norma hukum yang harus dipatuhi dan
dijalankan. (Malik/Yudhi)

Kasus Hate Speech dan Pencemaran Nama Baik

Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, Marwan Effendy

Polri Selidiki Laporan Pencemaran Nama Baik Jamwas


JAKARTA, KOMPAS.com - Bareskrim Polri masih mengumpulkan fakta dan mendata saksi kasus
pencemaran nama baik yang dilaporkan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan
Effendi

Meskipun demikian Bareskrim Polri belum menjadwalkan pemanggilan terhadap pengacara


bernama Muhammad Fajriska Mirza yang dilapokan Marwan, maupun para saksi.

“Penyidik masih mendalami fakta-fakta, saksi, termasuk pemilik akun (Twitter),” terang Kepala
Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Boy Rafli
Amar, Jumat (6/7/2012).

Diketahui sebelumnya Marwan melaporkan Fajriska atas kasus pencemaran nama baik ke
Bareskrim Polri pada 11 Juni 2012. Pelaporan itu karena dalam akun Twitter-nya, Fajriska
menuliskan bahwa Marwan diduga melenyapkan barang bukti kasus korupsi Bank Rakyat
Indonesia (BRI) senilai Rp 500 miliar, saat menjabat sebagai Asisten Pidana Khusus Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta 2003 lalu. Fajriska juga pernah melaporkan kasus Marwan tersebut ke
Kejaksaan Agung pada 22 Maret 2012.

Selain Fajriska, pemilik akun Twitter @TrioMacan2000 juga sempat mengungkapkan kasus
Marwan di Twitter. Terkait hal ini, Mabes Polri masih menyelidiki pemilik akun yang sebenarnya.
Marwan sendiri pernah menduga pemilik akun tersebut adalah Fajriska.

“Saat ini kita sedang pemantauan pemilik akun yang diduga menyebarluaskan,” ujar Boy. Dia
mengimbau masyarakat tidak terpancing kicauan melalui Twitter. Menurutnya hal tersebut
merupakan dampak globalisasi di era teknologi.

Menteri Jero Wacik Lecehkan Jurnalis, AJI Protes

Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia, Jero Wacik usai memberikan pidatonya terhadap
karyawan eks Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) di Jakarta,
Senin (19/11). TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam pernyataan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Pidato Jero di hadapan sejumlah eks pegawai Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dinilai melecehkan profesi wartawan.
Ketua AJI Eko Maryadi menilai gaya Jero memperlakukan pekerja media tak ubahnya penguasa
pada masa Orde Baru. "(Jero) memperlakukan pers seolah-olah bisa dikontrol dengan kekuasaan
dan uang."

Padahal, Eko menegaskan, yang diperlukan wartawan adalah informasi dan fakta. "Tidak perlu
makan-makan atau hadiah supaya pemberitaan menjadi bagus," katanya ketika dihubungi Rabu,
21 November 2012. Ia menuntut Menteri Jero agar mengklarifikasi pernyataannya.

Di hadapan eks pegawai BP Migas, Senin lalu, Jero menuding humas lembaga ini tak bisa
merangkul wartawan sehingga memperburuk citranya di masyarakat. "Humas BP Migas yang
dahulu sudah mati konyol," katanya.

Ia meminta seluruh karyawan menjelaskan fungsi Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas kepada wartawan agar jelas. Jero pun tak segan-segan meminta anak
buahnya memberi hadiah atau mengajak makan siang wartawan untuk menjelaskan tugas
mereka.

"Wartawan itu apa yang didengar, itu yang ditulis. Kalau diterangkan, ajak makan siang
wartawannya. Sekali belum mengerti, dua kali. Dua kali belum mengerti, lima kali, sampai dia
mengerti betul," ujarnya.

Bekas Menteri Pariwisata ini menyarankan pula untuk memberikan hadiah kepada wartawan
yang memuat berita dengan benar. "Kalau mau, berikan hadiah kepada pewarta. Tetapi, jika tidak
mau, ya tidak apa-apa. Tetapi, masak organisasi sebesar BP Migas tidak mau memberikan
hadiah," kata Jero.

Referensi :
http://nasional.kompas.com/read/2012/07/07/05520955/Polri.Selidiki.Laporan.Pencemaran.Na
ma.Baik.Jamwas http://www.tempo.co/read/news/2012/11/21/090443213/Menteri-Jero-
Wacik-Lecehkan-Jurnalis-AJI-Protes
Diposting oleh Kelompok3EptikBSICkp di 07.25 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rabu, 21 November 2012

Undang-Undang Pencemaran Nama baik

Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan
Pasal 311 KUHP.

Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-
VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi
menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang
berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi
manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan
dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27
ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE
tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1)
KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui
umum.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”

Pasal 310 ayat (1) KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana
berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi
pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang
bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan
dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda
maksimum 1 milyar rupiah.

Pasal 45 UU ITE

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi
pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi
orang lain”

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan


dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan
sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah
(dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Pasal 51 ayat (2) UU ITE

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Referensi :http://rydenmas.wordpress.com/2010/04/09/tentang-masalah-undang-undang-
pencemaran-nama-baik/

Diposting oleh Kelompok3EptikBSICkp di 08.23 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Macam -Macam Fitnah

Fitnah ada dua macam:


1. Fitnah Syubhat
2. Fitnah Syahwat

Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya serta fitnah syahwat. Kadang-kadang dua-duanya
menjangkit pada seorang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya. Adapun fitnah syubhat,
maka hal itu disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya ilmu,*' apalagi jika hal itu dibarengi
dengan niat yang rusak dan hawa nafsu, maka akan timbul fitnah yang sangat besar dan maksiat
yang keji. Karena itu, katakanlah apa yang kau kehendaki tentang kesesatan orang yang niatnya
rusak, yang dipimpin oleh hawa nafsu dan bukan petunjuk, dengan kelemahan bashirahnya. dan
sedikit ilmu yang dengannya Allah mengutus Rasul-Nya yang ia miliki, dan sungguh dia termasuk
orang-orang yang Allah befirman tentang mereka,
"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa
nafsu mereka." (An-Najm: 23).

Lalu, Allah mengabarkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan dari jalan Allah.
Allah berfiman, "Hai Baud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusanperkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-
orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan
Hari Perhitungan." (Shad: 26).

Fitnah tersebut akan berakhir dengan kekufuran dan nifaq. Dan itulah fitnah orang-orang
munafik serta para ahli bid'ah, sesuai dengan tingkat bid'ah mereka. Semua itu muncul karena
fitnah syubhat, di mana menjadi samar antara yang haq dengan yang batil, antara petunjuk
dengan kesesatan. Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari fitnah ini kecuali dengan
memurnikan dalam mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, berhukum kepada beliau
dalam seluruh persoalan agama, baik persoalan yang sepele maupun yang berat, secara lahir
maupun batin, dalam aqidah maupun amal perbuatan, dalam hakikat maupun syariat.
Menerima dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seluruh hakikat iman dan syariat Islam,
menerima apa yang ditetapkan bagi Allah tentang sifat-sifat, perbuatan dan nama-namaNya,
juga menerima apa yang dinafikan daripadaNya. Sebagaimana ia juga menerima sepenuhnya
dari beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang wajibnya shalat, waktu-waktu dan bilangannya,
ukuran-ukuran nisab zakat dan yang berhak menerimanya, wajibnya berwudhu dan mandi
karena jinabat serta wajibnya puasa Ramadhan. Dengan demikian, ia tidak menjadikan beliau
Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam masalah tertentu dari persoalan agama, tetapi
tidak dalam masalah agama yang lain. Sebaliknya, menjadikan beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam sebagai rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam ilmu maupun
amal, tidak menerima (ajaran agama) kecuali daripadanya, tidak mengambil kecuali
daripadanya.
Sebab seluruh petunjuk berporos pada sabda dan perbuatannya, dan setiap yang keluar
daripadanya adalah sesat.
Karena itu, jika ia mengikatkan hatinya pada hal tersebut dan berpaling dari yang selainnya,
menimbang segala sesuatu dengan apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika
berkesesuaian dengannya maka ia menerimanya, tidak karena siapa yang menyampaikannya,
tetapi karena ia sesuai dengan risalah, dan jika bertentangan ia menolaknya, meski siapa pun
yang mengucapkannya, jika semua hal itu yang ia lakukan maka itulah yang akan
menyelamatkannya dari fitnah syubhat. Dan jika ia tidak melakukan sebagian daripadanya, maka
ia akan terkena fitnah syubhat tersebut, sesuai dengan tingkat perkara yang ia tinggalkan.
Fitnah-fitnah di atas, terkadang timbul karena pemahaman yang rusak, atau karena periwayatan
yang dusta, atau karena kebenaran yang tegak itu tersembunyi dari orang tersebut, sehingga ia
tidak bisa mendapatkannya, atau karena tujuan yang rusak dan hawa nafsu yang diikuti. Dan
semua itu karena kebutaan dalam bashirah dan karenanya rusaknya iradah (keinginan).
*) Dan dari pintu sedikitnya ilmu, syetan masuk pada sebagian besar orang-orang yang bodoh
dengan cara mengelabuinya, sehingga mereka terjerat dalam perangkapnya. Karena itu, ilmu
yang bermanfaat adalah kunci segala kebaikan dan penolak segala kejahatan.
Sumber: Dari sebuah buku terjemahan karya Ibnu Qayyim yang berjudul Manajemen Qalbu
Melumpuhkan senjata syaithan hal 372~373.
Referensi :
http://faridkun.blogspot.com/2012/03/macam-macam-fitnah.html

Diposting oleh Kelompok3EptikBSICkp di 07.56 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


Pengertian Fitnah

Fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yg disebarkan dng maksud
menjelekkan orang (spt menodai nama baik, merugikan kehormatan orang): -- adalah perbuatan
yg tidak terpuji; mem·fit·nah yaitu menjelekkan nama orang (menodai nama baik, merugikan
kehormatan, dsb)

Dalam islam Fitnah artinya diantaranya :

1. Fitnah adalah kekufuran.

ُ‫َّللاِ َو ُك ْف ٌر بِ ِه َو ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام َوإِ ْخ َرا ُج أ َ ْه ِل ِه مِ ْنه‬


َّ ‫سبِي ِل‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫ص ٌّد‬َ ‫ير َو‬ ٌ ِ‫ش ْه ِر ْال َح َر ِام قِت َا ٍل فِي ِه قُ ْل قِت َا ٌل فِي ِه َكب‬
َّ ‫ع ِن ال‬َ َ‫يَ ْسأَلُونَك‬
َ ‫طاعُوا َو َم ْن يَ ْرت َ ِد ْد مِ ْن ُك ْم‬
‫ع ْن‬ َ َ ‫ع ْن دِينِ ُك ْم إِ ِن ا ْست‬ ُ ُ ْ َ ُ ْ
َ ‫َّللا َوال ِفتْنَة أ ْكبَ ُر مِ نَ القَتْ ِل َوال يَزَ الونَ يُقَاتِلونَ ُك ْم َحتَّى يَ ُردُّو ُك ْم‬ ِ َّ ‫أ َ ْكبَ ُر ِع ْن َد‬
َ‫ار ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون‬ ِ َّ‫ص َحابُ الن‬ ْ َ ‫طتْ أ َ ْع َمالُ ُه ْم فِي ال ُّد ْن َيا َواآلخِ َر ِة َوأُولَئِكَ أ‬ َ ‫دِينِ ِه فَ َي ُمتْ َوه َُو كَاف ٌِر فَأُولَئِكَ َح ِب‬
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah
lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi
kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran),
seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,
lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan
di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-
Baqarah 217)

2. Fitnah adalah menyesatkan.

‫ارعُونَ فِي ْال ُك ْف ِر مِنَ ا َّلذِينَ قَالُوا آ َمنَّا ِبأ َ ْف َوا ِه ِه ْم َولَ ْم تُؤْ مِ ْن قُلُوبُ ُه ْم َومِ نَ ا َّلذِينَ هَادُوا‬ ِ ‫س‬ َ ُ‫سو ُل ال َيحْ ُز ْنكَ الَّذِينَ ي‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها‬
َ‫اض ِع ِه يَقُولُونَ إِ ْن أُوتِيت ُ ْم َهذَا فَ ُخذُوهُ َوإِ ْن ل ْم‬ ْ ُ ْ َ
ِ ‫س َّماعُونَ ِلقَ ْو ٍم آخ َِرينَ ل ْم يَأتُوكَ يُ َح ِ ِّرفونَ ال َكل َِم مِ ْن بَ ْع ِد َم َو‬ َ ‫ب‬ ْ
ِ ‫س َّماعُونَ لِل َك ِذ‬ َ
‫ي‬
ٌ ‫ز‬ْ ِ‫خ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
َ ْ
‫ن‬ ُّ
‫د‬ ‫ال‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫م‬‫ه‬ُ
ْ ْ َ ‫ل‬ ‫م‬‫ه‬ُ ‫ب‬
َ ‫و‬ُ ‫ل‬ُ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ه‬
ِّ
َ ِ َ
‫ط‬ ُ ‫ي‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ُ ‫َّللا‬
َّ ‫د‬
ِ ‫ر‬ ُ
ِ ْ ‫ي‬ ‫م‬َ ‫ل‬ ‫ذ‬
َ‫ِين‬ َّ ‫ل‬‫ا‬ َ‫ِك‬ ‫ئ‬َ ‫ل‬‫و‬ُ ‫أ‬ ‫ا‬ً ‫ئ‬‫ي‬ْ ‫ش‬
َ ِ ‫َّللا‬
َّ َ‫مِن‬ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ ‫ل‬
َ‫ِك‬ ‫م‬
ْ َ ‫ت‬ ْ
‫ن‬ َ ‫ل‬َ ‫ف‬ ُ ‫ه‬َ ‫ت‬‫ن‬
َ ْ ‫ت‬‫ف‬
ِ ُ ‫َّللا‬
َّ ‫د‬
ِ ‫ُر‬ ‫ي‬
ِ َ َ‫ن‬ ْ ‫م‬‫و‬ ‫وا‬ ‫ر‬ ُ َ ‫ذ‬ ْ‫اح‬َ ‫ف‬ ُ ‫ه‬ ‫َو‬
ْ ‫ت‬ ْ‫ؤ‬ ُ‫ت‬
‫عظِ ي ٌم‬ َ ٌ‫عذاب‬ َ َ ِ‫َول ُه ْم فِي اآلخِ َرة‬ َ
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan
mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di
antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-
berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum
pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-
tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh
mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-
hatilah" Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu
tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh
kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS Al-Maidah 41)

3. Fitnah adalah menghalang-halangi dari jalan Allah.


4. Fitnah adalah wanita, harta dan anak.
5. Fitnah adalah ujian.
6. Fitnah adalah azab.
7. Fitnah adalah dibakar dengan api.
8. Fitnah adalah alasan.
9. Fitnah adalah perubahan keadaan menjadi semakin buruk.
10. Fitnah adalah pembunuhan atau peperangan

Referensi :
1.http://www.artikata.com/arti-327224-fitnah.html
2.http://mardiunj.blogspot.com/2011/02/pengertian-fitnah.html
3.http://belajarislamituindah.blogspot.com/2011/12/pengertian-fitnah.html

Diposting oleh Kelompok3EptikBSICkp di 07.19 Tidak ada komentar:


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Hate Speech Dalam Berinternet

Etika dalam dunia online perlu ditegaskan, mengingat dunia online merupakan hal yang sudah
dianggap penting bagi masyarakat dunia. Namun, semakin banyak pihak yang menyalahgunakan
dunia maya untuk menyebarluaskan hal-hal yang tidak lazim mengenai sesuatu, seperti suku
bangsa, agama, dan ras. Penyebaran berita yang sifatnya fitnah di dunia Internet, misalnya,
menjadi hal yang patut diperhatikan. Internet Service Provider (ISP) biasanya menjadi pihak
yang dianggap bertanggung jawab atas segala isi yang mengandung fitnah. Sesungguhnya, isi
yang mengandung fitnah berada di luar tanggung jawab ISP; terlebih ada pihak ke tiga yang
memasukkannya tanpa sepengetahuan ISP. Sama halnya seperti manajemen dalam toko buku,
dunia Internet membedakan peran antara distributor dan publisher. Dalam hal ini, ISP sekadar
bertindak sebagai publisher yang mengontrak distributor untuk mengelola jaringan mereka. Hal
di ataslah yang sering disebut dengan Libel yakni sebuah pernyataan ataupun ekspresi
seseorang yang mengakibatkan rusaknya reputasi orang lain dalam komunitas tertentu karena
ekspresinya itu. Ataupun bisa dalam bentuk pembunuhan karakter dan dalam dunia profesional
sekalipun.

Dalam bukunya yang berjudul ‘The New Communication Technology’, Mirabito menyatakan ada
12 ribu pengguna Internet yang menjadi korban kejahatan di Internet yang berkenaan dengan:
suku bangsa, ras, agama, etnik, orientasi seksual, hingga gender. Nyatanya, kemajuan Internet
berjalan seiring dengan peningkatan teror di dunia maya. Contoh kasus pada seorang anak
muda berusia 19 tahun yang menggunakan komputer di sekolahnya untuk mengirim surat
elektronik berisi ancaman pembunuhan pada 62 siswa lain yang keturunan Asia-Amerika.
Contoh kasus di atas adalah salah satu contoh kasus mengenai istilah hate yang sering dihadapi
oleh Amerika dan merupakan sebuah dilema dari kebebasan berekspresi dari first amandment
mereka. Kejahatan Hate merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Amerika, pada tahun
2001 sendiri terdapat 12.000 individu yang menjadi korban dari kejahatan Hate ini biasanya
dikarenakan ras, etnis, negara asal, agama atau kepercayaan mereka, orientasi sex, atau bahkan
karena gender mereka.[10]

Di Amerika, pernah muncul sebuah aksi yang bernama The Hate Crime Prevention Act of 2003
yang masih diperdebatkan dalam kongres yang ke-108. Jika aksi ini disahkan k edalam hukum,
maka perlindungan dari hate speech akan semakin terjamin dari lembaga federal. Aksi tersebut
didasarkan pada premis legal yaitu:

 Individu yang menjadi target Hate crime akan mencoba untuk pergi keluar batas negara
agar tidak menjadi korban penghinaan
 Pelaku kejahatan Hate crime akan mencoba untuk pergi melewati batas negara untuk
melakukan penghinaan terhadap korban
 Pelaku mungkin menggunakan artikel, termasuk komputer yang mampu menyebarkan
informasi ke berbagai negara, untuk melakukan Hate crime

Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian
Diposting oleh Kelompok3EptikBSICkp di 06.33 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Undang-Undang Hate Speech


Pasal-pasal yang mengatur tindakan Hate speech terhadap seseorang semuanya
terdapat di dalam Buku I KUHP Bab XVI khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal
315, Pasal 317, dan Pasal 318 KUHP.
Sementara, penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap pemerintah, organisasi,
atau suatu kelompok diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu :
1. Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP)
2. Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal
157 KUHP)
3. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)
4. Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan pasal 208 KUHP)
KUHP BUKU KEDUA - KEJAHATAN BAB XVI PENGHINAAN
Pasal 310
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Pasal 311
(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan
untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan
tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam
melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.
Pasal 312
Pembuktian akan kebenaran tuduhan hanya dibolehkan dalam hal-hal berikut:
1. apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu guna menimbang
keterangan terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi kepentingan umum, atau
karena terpaksa untuk membela diri;
2. apabila seorang pejabat dituduh sesuatu hal dalam menjalankan tugasnya.
Pasal 313
Pembuktian yang dimaksud dalam pasal 312 tidak dibolehkan, jika hal yang dituduhkan
hanya dapat dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak dimajukan.
Pasal 314
(1) Jika yang dihina, dengan putusan hakim yang menjadi tetap, dinyatakan bersalah
atas hal yang dituduhkan, maka pemidanaan karena fitnah tidak mungkin.
(3) Jika terhadap yang dihina telah dimulai penuntutan pidana karena hal yang
dituduhkan padanya, maka penuntutan karena fitnah dihentikan sampai mendapat
putusan yang menjadi tetap tentang hal yang dituduhkan.
Pasal 315
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat peneemaran atau
pencemaran tertulis yang dilakuknn terhadap seseorang, baik di muka umum dengan
lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan stau diterimakan kepadanya, diancam karena
penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 316
Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, dspat ditambah
dengan sepertiga jika yang dihina adalah seorang pejabat pada waktu atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
Pasal 317
(1) Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu
kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang
sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan
pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun,
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No, 1 - 3 dapat dijatuhkan.
Pasal 318
(1) Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu
persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana,
diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.
Pasal 319
Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini, tidak dituntut jika tidak ada
pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan pasal 316.
Pasal 320
(1) Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau
orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang keluarga
sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua
dari yang mati itu, atau atas pengaduan suami (istri)nya.
(3) Jika karena lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain
daripada bapak, maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 321
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan atau gambaran yang isinya menghina atau bagi orang ymg sudah mati
mencemarkan namanya, dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu ditahui atau
lehih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu hulan
dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika Yang bersalah rnelakukan kejahat.an tersehut dalam menjalankan
pencariannya, sedangkan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat. dicabut haknya
untuk menjalankan pencarian tersehut.
(3) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari orang yang ditunjuk
dalam pasal 319 dan pasal 320, ayat kedua dan ketiga.
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang
ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
(1) hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; (2) hak
memasuki Angkatan Bersenjata; (3) hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang
diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian/
http://politik.kompasiana.com/2009/12/28/kuhp-penghinan-pencemaran-nama-baik/

Anda mungkin juga menyukai