Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang memiliki peran


penting dalam tubuh. Kekurangan kalsium pada anak dan remaja dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan, proses pengerasan tulang menjadi
terhambat dan menyebabkan rickets. Kekurangan kalsium pada kelompok dewasa
akan menyebabkan osteoporosis yang ditandai dengan hilangnya kepadatan tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan rentan terhadap kejadian patah tulang jika
penderita terjatuh (Almatsier, 2003). Prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup
tinggi, yaitu mencapai 53.6% pada kelompok wanita dan 38% pada kelompok pria
di atas 70 tahun, dan 18-36% pada wanita dan 20-27% pada pria di bawah usia 70
tahun (Rachman & Setiyohadi, 2007). Hal tersebut tidak terlepas dari kebiasaan
konsumsi pangan sumber kalsium di kalangan masyarakat indonesia yang makin
rendah.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) kalsium untuk remaja dan dewasa masing-
masing adalah 1000 mg dan 800 mg. Kalsium merupakan mineral yang
dibutuhkan dalam jumlah tertinggi dibandingkan mineral lainnya. Melihat
tingginya kebutuhan kalsium dan beratnya dampak yang ditimbulkan jika keku-
rangan, maka perlu dikembangkan suatu produk untuk meningkatkan keragaman
produk makanan sumber kalsium yang dapat dikonsumsi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan kalsium tubuh.

Di antara beragam jenis makanan olahan, crackers merupakan jenis


makanan yang biasa dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia. Kandungan
karbohidrat dan gula sederhana yang cukup tinggi menjadikan crackers biasa
dikonsumsi sebagai makanan selingan atau saat sarapan. Meskipun demikian,
kandungan kal- sium dari beberapa jenis produk crackers yang beredar di pasaran
sangat rendah, yaitu hanya dapat memenuhi 5%-8% AKG kalsium pertakaran saji.
Hal ini dapat dipahami karena bahan utama crackers adalah tepung terigu yang
berasal dari gandum dan rendah kalsium. Permasalahan rendahnya kandungan
kalsium crackers diduga dapat diatasi dengan penambahan atau substitusi bahan
dasar tepung terigu dengan bahan tepung lain yang kaya kalsium. Kalsium banyak
terdapat pada pangan hewani, baik ruminansia, unggas, atau pun ikan, seperti ikan
lele dumbo.

Di sisi lain, ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp) merupakan salah satu
jenis ikan yang saat ini sudah banyak dibudidayakan oleh petani ikan tetapi
pemanfaatannya sebagai ba- han pangan terbatas pada bagian daging saja.
Pengolahan hasil samping ikan (by-products) seperti kepala, tulang, sisik, dan
sirip belum dimanfaatkan secara optimal padahal kan- dungan gizi pada bagian-
bagian tersebut cukup tinggi. Menurut Hadiwiyoto (1993), kepala ikan lele dumbo
memiliki komponen utama berupa protein, lemak, garam kalsium, dan fosfat.

Mempertimbangkan kedua permasalahan di atas, diduga kepala ikan lele


dumbo yang kaya kalsium dapat diolah menjadi tepung dan diaplikasikan pada
pembuatan produk crackers. Untuk itu penelitian ini ditujukan untuk mengkaji
pemanfaatan tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus sp) sebagai bahan
substitusi parsial tepung terigu dalam pembuatan crackers guna meningkatkan
kandungan kalsium crackers.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah kandungan kalsium pada crackers yang rendah dapat diatasi ?.

2. Bagaimana caranya pemanfaatan ikan lele dumbo yang terbatas ini


dapat meningkatkan kalsium pada crackers ?.

C. Tujuan

1. Dapat meningkatkan kandungan gizi crackers yang tergolong rendah.

2. Menemukan cara agar ikan lele dumbo dapat secara optimal dimanfaatkan
untuk meningkatkan kalsium pada crackers.
II. STUDI PUSTAKA

A. Crackers

Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah


memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat
dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir semua toko yang
menjual makanan kecil di perkotaan maupun hingga warung-warung di pelosok
desa. Gambaran tersebut menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat
sudah terbiasa menikmati biskuit crackers (Hendriko, 2011).

Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui
proses fermentasi / pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan
relatif renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
Bahan dasar dalam pembuatan crackers adalah tepung terigu, lemak, garam, dan
agen fermentasi seperti ragi, gula dan ditambahkan air. Bahan-bahan tambahan
lain yang digunakan adalah bahan pengembang seperti bikarbonat, susu bubuk
atau skim yang dicampurkan hingga menjadi adonan sampai homogen setelah itu
dilakukan proses fermentasi selama kurang lebih satu jam (Smith, 1972).

Bahan dasar dalam pembuatan crackers adalah tepung terigu, lemak,


garam, agen fermentasi seperti ragi, gula, proses fermentasi dan dikombinasikan
dengan menggunakan air. Bahan baku tambahan yang lain yang digunakan adalah
mencakup bahan pengembang seperti sodium bikarbonat, susu skim yang
dicampurkan menjadi adonan sampai homogeny dan melalui proses fermentasi
(Manley, 1998).

Kadar air, kandungan protein, minyak dan kealamian pati seluruhnya


memberikan dampak pada tekstur akhir snack dan perubahan komposisi yang
dimiliki selama produksi berlangsung. Karakteristik ini memberikan pengaruh
pada beberapa faktor seperti modifikasi komersial dan lingkungan penyimpanan,
dimana seluruhnya berada di luar kendali teknologi pembuatan snack. Ukuran
partikel, sebagai contoh dari dampak dehidrasi dan kinerja gelatin selama proses
pengolahan (Booth, 2005).
Mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek sifat tersembunyi (obyektif).
Penilaian mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek ini dapat dilakukan secara
laboratoris dengan analisis kimia. Syarat mutu biscuit crackers yang telah
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian (SNI. 01-2973-1992) dapat dilihat pada
Tabel 1:

No. Kriteria Klasifikasi Biscuit


Crackers
1. Keadaan

a. Bau Normal

b. rasa Normal

c. warna Normal

d. tekstur Normal

2. air, %, b/b Maks. 5

3. protein, %, b/b Min. 8

4. abu, %, b/b Maks. 2

5. bahan Tambahan Makanan

a. pewarna Tidak boleh ada

b. pemanis Tiidak boleh ada

6. cemaran logam

a. tembaga (Cu), mg/kg Maks1,0

b. timbal (Pb), mg/kg Maks 40,0

c.seng(n), mg/kg Maks 0,05

d. raksa (Hg), mg/kg Maks 0,5

7. Arsen (As), mg/kg

8. Cemaran mikoroba

a. angkalempeng total Maks 1,0 x 106

b. coliform Maks 20

c. E. Coli <3

d. kapang Maks 1,0 x 102


Sumber : Standar Nasional Indonesia, 1992.

B. Ikan Lele Dumbo


Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang dibudidayakan di
Indonesia. Ikan lele memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin
(tidak bersisik). Sesuai dengan familinya, yaitu Claridae, lele dumbo memiliki
bentuk kepala pipih dengan tulang keras sebagai batok kepala. Di sekitar mulut
terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dada terdapat patil atau duri keras yang
berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Ikan lele memiliki alat
pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang yang
memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen dari udara. Oleh karena itu, ikan
lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit mengandung kadar oksigen
(Suyanto, 2007).
Klasifikasi ikan lele dumbo
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Salah satu dari beberapa literatur menyebutkan bahwa lele dumbo
merupakan hasil perkawinan silang dua spesies, yaitu antara lele betina Clarias
fuscus dari Taiwan dan lele jantan Clarias mossambicus dari Afrika. Lele dumbo
memiliki ukuran yang besar, sehingga dikenal sebagai king catfish. Salah satu
unggulan lele dumbo adalah lele sangkuriang. Lele sangkuriang merupakan hasil
rekayasa dari Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi dan telah dilepas kepasaran melalui Keputusan Menteri No.
KEP.26/MEN/2004 (Mahyuddin, 2007).
Khusus pada ikan, bagian yang dapat dimakan kira-kira hanya sebesar
70%. Kepala, ekor, sirip, dan isi perutnya merupakan limbah ikan yang
kebanyakan tidak dapat digunakan sebagai makanan.
Bagian-bagian tubuh ikan dan manfaatnya disajikan pada Tabel 2.
Bagian Komponen Utama Manfaat
Tubuh
Daging Ikan Protein, lemak Berbagai macam
makanan
Kepala ikan Protein, Lemak, Garam Ca, dan Fosfat Tepung Ikan
Tulang, Sirip Garam Ca, Fosfat, dan Senyawa Tepung Tulang
Nitrogen
Kulit Kolagen Lem, Kulit Olahan
Sisik Kolagen, Quanin Lem
Sumber: Vaas 1956 dalam Astawan 2008
Tabel 3. komposisi Gizi Pada Ikan Lele
Zat Gizi Jumlah (%)

Protein 17,7

Lemak 4,8

Mineral 1,2

Karbohidrat 0,3

Air 76

Sumber: Vaas 1985 dalam Astawan 2008

Tabel 4. kandungan Asam Amino Esensial pada ikan Lele


Asam Amino Jumlah (%)

Arginine 6,3
Histidin 2,8

isoleusin 4,3

Leusin 9,5

Lisin 10,5

Metionin 1,4

Fenilanin 4,8

Treonin 4,8

Valin 4,7

Triptophan 0,8

Sumber: Astawan 2008


C. Tepung
1. Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir
gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mi dan roti. Kata
terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti
"gandum". Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat
kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein
dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang
terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu juga berasal dari gandum, bedanya terigu
berasal dari biji gandum yang dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole
wheat flour) berasal dari gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk (Anonim,
2011c).
Komponen yang dikandung oleh tepung terigu yang tidak terdapat pada
tepung yang lain adalah protein gluten. Komponen yang dominan pada tepung
terigu adalah karbohidrat. Kandungan pati pada tepung terigu terdiri dari amilosa
25 % dan amilopektin 75 %. Kandungan gizi tepung terigu sebagai bahan
makanan dapat dilihat pada Tabel 5:
Tabel 5. Kandungan gizi Tepung Terigu Per 100 gram
No Kandungan Zat Nilai
1 Air (g) 10,42
2 Protein (g) 10,69
3 Lemak (g) 1,99
4 Karbohidrat (g) 75,36
5 Serat (g) 12,7
6 Kalsium (mg) 34
7 Besi (mg) 5,37
8 Magnesium (mg) 50
9 Fosfor (mg) 402
10 Seng (mg) 3,46
11 Vitaminh B2 (mg) 0,107
12 Kalori (kcal) 304
Sumber : Sutomo, 2011
2. Tepung ikan
Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan
mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau
sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk
kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling
mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya
dengan sinar matahari atau dengan mekanis (Ilyas, 1993).
Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada
daging ikan. Kadar air pada daging ikan adalah hal yang menentukan pada proses
pembusukan. Bila kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat
dihambat. Bila proses pengeringannya berjalan terus-menerus, maka proses
pembentukannya akan berhenti. Selain menggunakan metode pengeringan, dalam
pembuatan tepung ikan dapat didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini
digunakan untuk menghentikan proses pembusukan baik oleh bakteri, jamur,
maupun enzim. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan
suhu yang digunakan cukup (Moeljanto, 1982b).
C. Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo
Sifat Kimia Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo
Hasil analisis sifat kimia tepung kepala ikan lele dumbo disajikan pada
Tabel 6, sedangkan hasil analisis tepung tulang kepala ikan tongkol digunakan
sebagai pembanding.
Tabel 6. Hasil Analisis Sifat Kimia Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo
dibandingkan dengan Tepung Tulang Kepala Ikan Tongkol.
No Zat Gizi Tepung kepala Tepung tulang
ikan lele dumbo ikan tongkol
(%bb) (%bb)*
1 Air 8,72 6,22
2 Abu 16,53 50,45
3 Protein 51,15 15,06
4 Lemak 8,56 16,08
5 Karbohidrat 15,03 12,19
6 Kalsium 5,68 17,5
7 Fosfor 3,78 -
Sumber : Ferazuma H, 2011
Sifat Fisik Tepung Kepala Ikan Lele Dumbo
Densitas Kamba
Densitas kamba tepung kepala ikan lele dumbo sebesar 0.45 g/ml.
Pengukuran densitas kamba tepung terigu sebesar 0.69 g/ml dilaku- kan sebagai
perbandingan. Nilai densitas kam- ba yang lebih rendah tersebut menunjukkan
bahwa pada volume yang sama, jumlah parti- kel yang menempati ruang pada
volume tersebut lebih ringan daripada tepung terigu dengan densitas yang lebih
tinggi (Ferazuma H, 2011)
Derajat Putih
Nilai derajat putih tepung kepala ikan lele dumbo sebesar 29.02%. Bila
dibandingkan dengan derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-
90%, derajat putih tepung kepala ikan lele dumbo yang dihasilkan lebih kecil
(Ferazuma H, 2011)
Aktivitas Air (Aw)
Berdasarkan pengukuran, aktivitas air (aw) tepung kepala ikan lele dumbo
sebesar 0.66. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Menurut Winarno (2002), mikroorganisme yang rentan tumbuh pada kisaran aw
tersebut adalah kapang.
III. PEMBAHASAN
Pembuatan Crackers dengan substitusi tepung kepala ikan lele dumbo
Karakteristik Organoleptik Crackers Hasil Formulasi
Sifat Kimia Crackers Hasil Formulasi
Table. Kandungan gizi dan enrgi Crackers
No Zat gizi % bb
1 Kadar air 2,4-3,3 %
2 Kadar abu 3,6-4,85 %
3 Kadar protein 9,6-11,1 %
4 Kadar lemak 18,6-19,2 %
5 Kadar karbohidrat 64-69,6 %
6 Energy 456-473 %
Sumber : ferazuma, H, 2011
Kandungan air maksimum biskuit menurut SNI adalah 5% (SNI, 1992),
sehingga dapat dikatakan kadar air crackers hasil formulasi memenuhi standar
SNI. Hasil uji sidik ragam menunjukkan kadar air tidak berbeda nyata (p > 0.05)
yang mengindikasikan bahwa perlakuan substitusi tepung kepala ikan lele dumbo
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air crackers. Berdasarkan hasil analisis,
kadar abu crackers hasil formulasi berkisar antara 3.6-4.85% (bb).
Kadar abu crackers berada di atas persyaratan kadar abu biskuit SNI. Hasil
uji sidik ragam menunjukkan kadar abu berbeda nyata (p < 0,05). Uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa kadar abu crackers F0 berbeda nyata dengan
crackers F1, F2, dan F3. Kadar protein yang dihasilkan telah memenuhi
persyaratan SNI mutu biskuit karena kadar minimum protein biskuit sebesar 9%
(bb). Hasil uji sidik ragam menunjukkan kadar protein berbeda nyata (p < 0.05).
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar protein crackers F0 berbeda nyata
dengan crackers F1, F2, dan F3.
Kadar lemak yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan SNI mutu
biskuit karena kadar minimum lemak biskuit sebesar 9.5% (bb). Hasil uji sidik
ragam menunjukkan kadar lemak tidak berbeda nyata (p > 0.05). Hasil uji sidik
ragam kadar karbohidrat berbeda nyata (p<0.05). Uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa kadar karbohidrat crackers F0 berbeda nyata dengan crackers F1, F2, dan
F3. Menurut SNI (1992), syarat kandungan energi pada biskuit terigu minimal 400
kkal per 100 gram sehingga crackers memenuhi standar mutu biskuit untuk
kandungan energi. Hasil uji sidik ragam kandungan energi tidak berbeda nyata (p
> 0.05) yang mengindikasikan bahwa perlakuan substitusi tepung kepala ikan lele
dumbo tidak berpengaruh terhadap kandungan energi crackers.

Zat gizi Perlakuan


F0 F1 F1

Kalsium %bb 0,1215a 0,3515b 0,5436c


a
%bk 0,1246 0,3646b 0,5609c
Fosfor %bb 0,1197a 0,2284b 0,3050c
%bk 0,1228a 0,2362b 0,3147c
Sumber : Ferazuma, H, 2011
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa kadar kalsium dan fosfor
berbeda nyata (p < 0.05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar kalsium
dan fosfor crackers F0 berbeda nyata dengan crackers F1 dan F2.
Sifat Fisik Crackers Formula Terpilih
Sifat fisik crackers formula terpilih yang dianalisis adalah rendemen dan
tekstur crackers (kekerasan). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rendemen
crackers F1 sebesar 65.8%, sedangkan rendemen crackers F2 sebesar 64.2%.
Hasil uji menunjukkan nilai rata-rata kekerasan untuk crackers F1 adalah 782.8
N/mm dan untuk crackers F2 adalah 708.8 N/mm. Se- makin tinggi nilai
kekerasan maka tekstur crackers semakin keras. Uji Independent-Samples T Test
menunjukkan tidak terdapat per bedaan nyata antara rendemen dan kekerasan
crackers F1 dan F2 (p > 0.05) yang meng- indikasikan kekerasan dan rendemen
crackers F1 dan F2 tidak berbeda.
Kontribusi Zat Gizi Crackers Formula Terpilih terhadap Angka Kecukupan
Gizi (AKG)
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Imu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonim, 2011c. Tepung Terigu. http://23398tepungterigu.htm.Akses Tanggal 19
Oktober 2012.

Rachman IA & Setiyohadi B. 2007. Penyakit osteoporosis. [terhubung berkala].


http: //www.medicastore.com/osteoporosis/index.html [19 Oktober 2012].
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta.
Hendriko. 2011. Biscuit Crackers. http://Biscuit Crackers Substitusi Tepung
Tempe Kedelai Sebagai Alternatif Makanan Kecil Bergizi Tinggi _ Free
Download Ebook.htm. Akses Tanggal 19 Oktober 2012.
Manley Duncan, Technology of Biscuits, Crackers and Cookies, Woodhead
Publishing Limited, Third Edition, Chapter 3, Savoury or Snack Crackers, New
York, NY, pp 247-248, 1998.
Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology Production and
Management. London : Aplied Science Publisher : LTD.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Dewan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Booth, R., Gordon. 2005. Snack Food. Van Nostrand Reinhold, New York.
Sutomo, B. 2011. Memilih Tepung Terigu.
http://budiboga.blogspot.com/2006/05/memilih-tepung-terigu-yang-
benar- untuk.html. Akses Tanggal 19 Oktober 2012.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Suyanto dan Rachmatun. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mahyuddin K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.

Astawan M. Lele Bantu Pertumbuhan Janin. http://wilystra 2007 .multiply.com/


journal/item/62/Lele_Bantu_Pertumbuhan_Janin [5 maret 2008].

Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigasi Hasil Perairan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Moeljanto. 1982b. Penanganan Ikan Segar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jurnal kita juga di buat dapus y…

Anda mungkin juga menyukai