Anda di halaman 1dari 17

Tulisan Singkat IDPC

Kebijakan Narkotika Indonesia


Gloria Lai,1 Fransiska Asmin2 & Ruth Birgin3
Januari 2013

Pendahuluan Peraturan Perundang-undangan


Narkotika Nasional Saat Ini
Diperkirakan terdapat lebih dari 100.000
pemakai narkotika suntik di Indonesia, Indonesia telah meratifikasi ketiga konvensi
dimana sepertiga diantaranya menderita HIV.1 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
Walaupun Indonesia telah memperkenalkan pengendalian narkotika,2 dan kemudian
dan mendukung layanan pengurangan dampak mengadopsi pendekatan utama yang
buruk yang berfokus pada kesehatan bagi bernafaskan penghukuman untuk mengatur
pemakai narkotika suntik, kebijakan narkotika penawaran dan permintaan narkotika yang
nasional tetap lebih dominan berfokus pada dikendalikan di bawah konvensi-konvensi
pemakaian upaya penegakan hukum. Undang- tersebut. Sebagian besar peraturan perundang-
Undang Narkotika terbaru, yaitu Undang- undangan narkotika dibuat pada tahun 1997 dan
Undang No. 35 Tahun 2009 mengenalkan memuat sanksi yang berat terhadap pemakaian
mekanisme untuk mengalihkan pemakai dan penyediaan narkotika yang dikendalikan.
narkotika dari penjara ke arah pemulihan. Termasuk di antara sanksi tersebut adalah
Namun masih ada tantangan yang signifikan ancaman hukuman mati terhadap tindak pidana
dalam upaya membangun kebijakan dan perdagangan narkotika. Walaupun Indonesia
praktik-praktik yang mampu dengan baik diklasifikasikan sebagai ‘negara dengan aplikasi
mendukung pemakai narkotika, khususnya yang rendah’ dalam hal pemakaian hukuman
dalam hal persyaratan wajib lapor dan sulitnya mati untuk tindak pidana narkotika, sampai
memastikan ketersediaan layanan pemulihan tahun 2011 tercatat ada sebanyak 67 orang
ketergantungan narkotika dan pengurangan dalam daftar penerima hukuman mati untuk
dampak buruk yang berbasis ilmiah. tindak pidana narkotika.3

Briefing paper ini meninjau kebijakan dan Dihadapkan pada adanya kecemasan yang
praktik-praktik yang terjadi saat ini yang meningkat terhadap transmisi HIV yang
telah diimplementasikan dalam merespon terjadi antar pemakai narkotika, pemerintah
pemakaian narkotika yang dikontrol di membuat undang-undang baru mengenai
Indonesia, dan menekankan pada beberapa isu pemakaian dan penyediaan narkotika, yaitu
dan tantangan utama yang masih ada. Paper ini Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang
juga menawarkan rekomendasi kebijakan untuk Narkotika. Tetapi, undang-undang tersebut masih
mengatasi tantangan tersebut. mempertahankan kriminalisasi atas pemakaian

1 Senior Policy Officer, International Drug Policy Consortium.

2 Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya, dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Reformasi Kebijakan
Narkotika (Indonesian Coalition on Drug Policy Reform).

3 Konsultan harm reduction.

1
narkotika, yang mana dapat menjauhkan pemakai narkotika diduga ditangkap atas tindak pidana
narkotika dari layanan kesehatan yang penting.4 penguasaan narkotika.7
Undang-undang tersebut tidak membedakan
pemakai narkotika dan pelaku perdagangan Selama kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir,
narkotika – sebuah pembedaan yang diperlukan beberapa laporan telah mengungkapkan
mengingat pemakai narkotika membutuhkan mengenai kekerasan sistematik yang dilakukan
respon kesehatan dibandingkan pidana.5 oleh polisi terhadap pemakai narkotika, termasuk
pemukulan, penyundutan, penyetruman, dan
Namun demikian, undang-undang tersebut kekerasan seksual.8 Ada pula beberapa laporan
berupaya untuk memajukan respon terhadap mengenai korupsi yang telah menyebar dalam
HIV dan kesehatan publik yang lebih efektif, sistem peradilan pidana – polisi, jaksa, dan
dengan diperkenalkannya beberapa cara yang hakim telah diketahui meminta uang suap dari
signifikan untuk menjauhkan pemakai narkotika pemakai narkotika sebagai alat tukar untuk
dari sistem peradilan pidana dan mengarahkan dakwaan dan hukuman yang lebih ringan.9
mereka pada pemulihan. Contohnya,
undang-undang ini memperbolehkan hakim Salah satu faktor yang sistematik yang
untuk menjatuhkan putusan pemulihan mendukung meluasnya tindakan korupsi adalah
ketergantungan narkotika sebagai alternatif fakta bahwa polisi akan dipromosikan jika
dari pemenjaraan. Kementrian Kesehatan dia dapat dengan sukses menangani banyak
(Kemenkes) juga diharapkan mengeluarkan kasus narkotika. Selain penyuapan, praktik
peraturan baru yang akan mengatur tentang ini telah memfasilitasi budaya pemolisian
biaya pemulihan ketergantungan narkotika dimana penjebakan terhadap pemakai
untuk ditanggung oleh Kemenkes ketika hal narkotika, diantaranya dengan penanaman
tersebut diputus oleh hakim, dan bahkan ketika barang bukti oleh polisi, adalah hal yang biasa
terdakwa dinyatakan tidak bersalah.6 Sampai terjadi. Penyebab struktural lainnya terhadap
saat ini, banyak hakim yang enggan untuk kekerasan yang dilakukan oleh polisi termasuk
menggunakan kekuatan diskresi tambahannya ketergantungan yang berlebihan terhadap
ini karena kurangnya pengetahuan di antara pengakuan dalam sistem peradilan, biaya yang
hakim, jaksa, dan pengacara mengenai tidak cukup bagi kepolisian, dan kurangnya
peraturan Kemenkes yang baru tersebut. mekanisme yang efektif dalam menginvestigasi
Pelatihan lanjutan dibutuhkan bagi hakim, jaksa, laporan-laporan kekerasan.10
dan pengacara untuk membantu memastikan
konsistensi dalam pengimplementasian Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah
peraturan perundang-undangan yang baru di terlibat di dalam proses reformasi sektor
dalam kasus-kasus pemakaian narkotika. keamanan yang ekstensif untuk mengatasi
persoalan-persoalan korupsi, ketidakefisiensian,
danpelanggaran kewenangan lainnya sejak
1998.11 Sebagai bagian dari proses ini,
Praktik Pemolisian Terhadap Polri telah bermitra dengan lembaga donor
Pemakai Narkotika internasional dan International Organisation
for Migration (IOM) untuk melaksanakan sesi
Sebagian besar penangkapan dan tuduhan pelatihan hak asasi manusia bagi polisi senior
terkait dengan narkotika dilakukan atas dasar dan telah mengembangkan peraturan tentang
jual beli atau penguasaan. Data dari Badan tata laksana dan Undang-Undang Kepolisian di
Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bahwa tahun 2002.12
antara tahun 2007 dan 2012, 38% dari 189.294
orang yang ditangkap karena tindak pidana

2
Pemenjaraan dan Penahanan harus dipindahkan ke fasilitas penahanan pra-
persidangan di bawah otoritas yang berbeda,
Pra-Persidangan
dan dilindungi dari kontak yang tidak tersupervisi
dengan penyidik.20
Terlepas dari peraturan untuk mendiversikan
orang-orang kepada pemulihan ketergantungan
Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham),
narkotika, kriminalisasi terhadap pemakai
yang memiliki tanggung jawab atas penjara,
narkotika yang terus berlangsung ini telah
melaporkan bahwa jumlah orang yang ditahan
menghasilkan tingginya angka pemenjaraan
karena tindak pidana narkotika meningkat
pemakai narkotika.13 Sistem pemenjaraan di
dengan signifikan dari 7.122 (10% dari seluruh
Indonesia sudah jauh melebihi kapasitasnya,
narapidana) di tahun 2002 menjadi 37.295
menciptakan lingkungan yang berisiko tinggi
(26% dari seluruh narapidana) pada akhir
terjadinya transmisi HIV dan tuberkulosis.14
September 2009.21 Pada tahun 2010 dilaporkan
Pada tahun 2009 terdapat 429 penjara di
terdapat 1.341 narapidana di 13 (tiga belas)
Indonesia, termasuk 13 penjara yang dibuat
penjara khusus tindak pidana narkotika. Namun
khusus untuk tindak pidana narkotika, dan
demikian, pemakai narkotika menyebar di
140.740 narapidana (menunjukkan tingkat
seluruh sistem pemenjaraan dan tidak dapat
okupasi sebesar 164,7%). Per Januari 2012,
dengan mudah diidentifikasi.22 Di tahun 2010,
jumlah total narapidana meningkat menjadi
37% perempuan dan 25% laki-laki di penjara
143.539 orang.15
dilaporkan memakai narkotika, sebagian besar
melalui cara penyuntikkan.23 Penyebarluasan
Bagi orang-orang yang divonis atas tindak
ketersediaan narkotika di penjara, digabungkan
pidana narkotika, jangka waktu penahanan
dengan lingkungan yang beresiko tinggi yang
pra-persidangan seringkali diperpanjang dan
disebabkan oleh kapasitas berlebih di penjara,
kemungkinan mengarah pada penyuapan,
menyebabkan kelompok ini, secara khusus
perlakuan buruk dan kekerasan oleh aparat
rentan terhadap transmisi HIV dan penyakit
penegak hukum.16 Pemakai narkotika di
menular lainnya.24 Prevalensi HIV diantara
Indonesia dapat ditahan secara sah selama
narapidana yang memakai narkotika suntik
paling lama 9 (sembilan) bulan sebelum
diperkirakan sebanyak 12% untuk perempuan
penjatuhan putusan,17 walaupun pada praktiknya
dan 8% untuk laki-laki.25 Sayangnya, per
sebagian besar mereka ditahan selama antara
Januari 2012, hanya 200 narapidana yang
2 (dua) sampai 4 (empat) bulan.18 Panjangnya
menerima terapi anti retroviral (ART) di penjara
masa penahanan adalah berarti bahwa orang-
di Indonesia.26
orang yang mengalami ketergantungan
narkotika dapat menderita gejala putus zat dan
Lebih dari sepertiganya 813 orang yang
resiko kesehatan lainnya.19 Layanan bantuan
meninggal di penjara di Indonesia pada
hukum tersedia bagi beberapa tahanan untuk
tahun 2006 telah diputus bersalah atas tindak
membantu mereka mendapatkan layanan
pidana narkotika.27 Data statistik pemerintah
pemulihan yang dibutuhkan, tetapi hanya
menunjukkan bahwa HIV, tuberkulosis, dan
jika Organisasi Non-Pemerintah itu memiliki
penyakit menular lainnya diasosiasikan
sumber daya yang cukup untuk melakukan hal
dengan tingginya angka kematian di penjara
itu. Sejalan dengan itu, Pelapor Khusus PBB
antara 2005 dan 2009.28 Di tahun 2005,
untuk urusan penyiksaan telah memberikan
Kemenkumham meluncurkan Strategi Nasional
rekomendasi agar Indonesia mengurangi
untuk Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS
jangka waktu penahanan pra-persidangan di
dan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga
tingkat kepolisian hanya maksimal 48 jam,
Pemasyarakat dan Rumah Tahanan di Indonesia
sesuai dengan standar internasional. Jika
2005-2009.29 Selama 5 (lima) tahun pelaksanaan
diperlukan perpanjangan penahanan, tahanan

3
strategi tersebut, telah dibuat panduan nasional kewajiban untuk melaporkan pemakai narkotika
untuk tes dan konseling sukarela (VCT), tersebut kepada institusi penerima wajib lapor
manajemen kasus, dan pemulihan, dukungan, yang ditunjuk. Apabila pemakai narkotika yang
dan layanan kesehatan HIV. Selain itu, beberapa ketergantungan tersebut tidak melakukan wajib
pelatihan dan workshop juga telah diberikan lapor tersebut dapat berakibat pada pemberian
dan tim AIDS yang berbasis di penjara juga sanksi yang bervariasi mulai dari denda sebesar
telahdibentuk.30 Rp. 2.000.000 sampai hukuman penjara selama
6 (enam) bulan. Dalam hal anggota keluarga
tidak melaporkan anggota keluarganya yang
memakai narkotik dapat berakibat pada
Wajib Lapor dan Pemulihan sanksi yang bervariasi dari denda sebesar Rp.
Ketergantungan Narkotika 1.000.000 hingga hukuman penjara selama 3
(tiga) bulan.
Undang-Undang Narkotika, bersama dengan
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011, Pasal 19 PP No. 25 Tahun 2011 menyatakan
memperkenalkan persyaratan untuk melakukan bahwa Kemenkes menyampaikan informasi
wajib lapor bagi seluruh orang yang berusia di mengenai pendaftaran wajib lapor kepada
atas 18 (delapan belas) tahun yang mengalami BNN, yang akan bertanggung jawab
ketergantungan narkotika. Orang yang menyimpan keseluruhan data tersebut dalam
mengalami ketergantungan narkotika diwajibkan database.32 Data lengkap pemakai narkotika
untuk melaporkan diri mereka kepada institusi yang harus dilaporkan termasuk nama, usia,
yang telah ditentukan yang menyediakan riwayat pemakaian narkotika (jangka waktu
layanan pemulihan dan rehabilitasi, termasuk dan cara pemakaian narkotika serta jenisnya),
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dan riwayat pendidikan dan ekonomi. Tetapi,
dijalankan oleh Kemenkes. Kemenkes telah Kemenkes belum menyetujui proses bagaimana
menunjuk 129 (seratus dua puluh sembilan) BNN harus mengumpulkan, menyimpan,
fasilitas kesehatan (rumah sakit jiwa, rumah dan menggunakan data orang-orang yang
sakit umum, dan puskesmas) sebagai institusi dilaporkan memakai narkotika.
penerima wajib lapor, bersama dengan 2 (dua)
fasilitas non-medis yang dijalankan oleh BNN. Walaupun awalnya ditujukan untuk
Fasilitas-fasilitas ini memroses pendaftaran meningkatkan akses terhadap pemulihan
orang-orang yang mengalami ketergantungan ketergantungan narkotika, sistem wajb lapor
narkotika dan, setidak-tidaknya, menyediakan ini telah meningkatkan perhatian yang besar
intervensi dasar seperti konseling. Seluruh di antara kelompok masyarakat sipil mengenai
fasilitasi tersebut juga memiliki kapasitas potensi dampak buruk yang bisa muncul dari
untuk melakukan penilaian terhadap klien praktik ini, termasuk potensi penyalahgunaan
dengan menggunakan Addiction Severity Index data oleh aparat penegak hukum untuk
(Indeks Keseriusan Ketergantungan) versi menginvestigasi tersangka pelaku tindak pidana
yang telah dimodifikasi,31 dengan demikian narkotika, dan stigmatisasi lebih lanjut terhadap
memperbolehkan penyedia layanan pemulihan pemakai narkotika. Mengingat banyaknya
untuk merancang rencana pemulihan yang laporan mengenai hukuman yang berat dan
disesuaikan dengan kebutuhan individu dan, kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak
dalam kasus-kasus tertentu, menilai untuk hukum,33 pemakai narkotika memerlukan
menentukan apakah seseorang yang memakai kepastian dan mekanisme perlindungan
narkotika itu mengalami ketergantungan terhadap dampak buruk, stigma, dan kekerasan
atau tidak. Keluarga, orang tua, dan wali dari apapun yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemakai narkotika juga secara hukum memiliki dari wajib lapor. Bahkan dalam hal kepastian itu

4
dapat disediakan, terdapat resiko substansial telah merekomendasikan penutupan pusat
bahwa persyaratan baru wajib lapor dapat pemulihan ketergantungan narkotika yang
mendorong pemakai narkotika menjauhi bersifat wajib di Asia, dan membangun program
layanan kesehatan dasar dan memaksa rehabilitasi narkotika yang bersifat sukarela,
mereka untuk menyembunyikan pemakaian berbasis komunitas, dan ilmiah yang sesuai
narkotika dan masalah lain yang terkait dengan dengan standar-standar hak asasi manusia
pemakaiannya dari keluarga dan teman-teman. dan kesehatan internasional.38 Secara spesifik,
Bukti internasional telah menunjukan bahwa UNODC menyebutkan:
rasa takut akan pemaksaan dapat membuat
seseorang merasa enggan untuk mengakses Banyak negara menyediakan perawatan
layanan kesehatan dasar, bahkan ketika hal residensial jangka panjang bagi orang-
tersebut ditawarkan secara cuma-cuma.34 orang yang mengalami ketergantungan
narkotika tanpa persetujuan dari pasien
Undang-Undang narkotika juga memungkinkan itu sendiri yang dalam kenyataaanya
pemakai narkotika dipaksa untuk menjalani bertipe penjara dengan tingkat keamanan
pemulihan tanpa izin mereka.35 Peraturan yang rendah. Bukti dari efek terapetik
perundang-undangan yang berlaku saat ini pendekatan ini sangat minim, baik
mengatur bahwa orang-orang yang ditangkap dibandingkan dengan pemenjaraan
atau dilaporkan atas pemakaian narkotika dan tradisional ataupun rehabilitasi narkotika
dinilai mengalami ketergantungan narkotika, yang berbasis komunitas. Hal seperti itu
dapat diperintahkan secara paksa untuk mahal, tidak efektif, dan tidak bermanfaat
menjalani rehabilitasi untuk jangka waktu bagi individu itu sendiri maupun
6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan.36 komunitas.39
Pemakai narkotika yang ditangkap dan dinilai
tidak mengalami ketergantungan narkotika
dapat dihukum penjara. Mengingat bahwa
pemakai narkotika yang rekreasional dan tidak Pengurangan Dampak Buruk
melakukan tindak pidana lainnya tidaklah
Narkotika dan Pemulihan
berbahaya bagi masyarakat, dan pemenjaraan
tidaklah menjerakan keberlanjutan pemakai Ketergantungan Narkotika
narkotika, menghukum orang-orang seperti ini
ke dalam penjara adalah upaya yang mahal, tidak Epidemi HIV di Indonesia telah bergeser
efektif, dan tidak patut. Ada kebutuhan lebih dari epidemik berprevalensi rendah yang
lanjut yang mendesak untuk membuat respon disebabkan oleh transmisi seksual pada tahun
terhadap pemakai narkotika rekreasional yang 1990-an, menuju epidemik terkonsentrasi yang
tepat dan berbasis ilmiah di dalam peraturan disebabkan oleh pemakaian narkotika suntik
perundang-undangan, kebijakan, dan praktik- pada tahun 2000.40 Baru-baru ini, hasil survey
praktik di Indonesia. mengindikasikan bahwa transmisi seksual,
sekali lagi, menjadi mode utama transmisi HIV-
Banyak studi telah menunjukkan bahwa Pada tahun 2011, 16 persen dari total kasus
perubahan perilaku yang bersifat jangka HIV disebabkan oleh pemakaian narkotika
panjang di kalangan pemakai narkotika dapat suntik dibandingkan dengan 54 persen pada
dengan maksimal dicapai saat mereka membuat Juni 2006.41 Prevalensi HIV di antara pemakai
keputusan untuk mengubah perilaku tersebut narkotika suntik diperkirakan sebesar 36
atas kehendak mereka.37 Sebagai hasilnya, perseb, sementara 77 persen diperkirakan
United Nations Office on Drugs and Crime menderita Hepatitis C.42
(UNODC) dan lembaga internasional lainnya

5
Respon awal HIV di antara pemakai narkotika Program Layanan Jarum Suntik Steril
dipimpin oleh masyarakat sipil dan didukung oleh (LJSS)49
lembaga donor internasional.43 Di akhir 1990- Dari hanya satu lokasi yang ada di tahun 1998,
an, pemerintah Indonesia memiliki pemahaman jangkauan LJSS telah meningkat menjadi
yang terbatas mengenai intervensi-intervensi 194 lokasi di tahun 2011.50 Layanan-layanan
pengurangan dampak buruk narkotika seperti ini menjadi tersedia semenjak meningkatnya
Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) dan Terapi jumlah puskesmas sejak tahun 2004. Namun,
Substitusi Opioid (TPO). Namun, intervensi- penyerapan layanan ini oleh para pemakai
intervensi ini telah sejak dahulu terbukti efektif narkotika suntik dan keefektivitasannya masih
mencegah HIV di antara pemakai narkotika perlu dievaluasi. Survey Kepuasan Layanan
suntik,44 dan lembaga-lembaga pemerintah dan Perilaku Pemakai Narkotika Suntik di
telah mulai untuk bekerja lebih intensif guna tahun 2011 menemukan rendahnya tingkat
meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas aktivitas berbagi jarum suntik dan tingginya
layanan-layanan tersebut. tingkat pemakaian jarum steril di kalangan
klien LJSS.51 Studi lain telah menunjukkan
Pada tahun 2004, Komisi Penanggulangan bahwa pemakai narktoika suntik enggan untuk
AIDS Nasional (KPAN) mengoordinasikan mendapatkan peralatan suntik dari puskesmas
‘Komitmen Sentani’ – sebuah kesepakatan karena kekerasan kepolisian, alasan keamanan,
antara pemangku kepentingan kunci untuk keterbatasan transportasi, jam buka layanan,
mengimplementasikan ART, LJSS, dan TSO dan biaya yang tinggi.52 Diperkirakan bahwa
di 6 (enam) provinsi prioritas.45 Komitmen ini hanya 23% dari pemakai narkotika suntik yang
lebih jauh tercermin dan diperluas di dalam mengakses LJSS setiap tahunnya di Indonesia.53
strategi AIDS nasional 2007-2010 dan rencana Namun, dana hibah HIV terkini yang disediakan
strategi nasional 2010-2014,46 dan Indonesia oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis
telah berhasil memperluas cakupan intervensi and Malaria (Global Fund) menargetkan untuk
pengurangan dampak buruk narkotika berbasis menyediakan layanan penjangkauan (termasuk
ilmiah. Namun, implementasi tersebut telah saran penyuntikan yang aman) bagi 80%
berjalan secara inkonsisten di antara provinsi pemakai narkotika suntik dan menyediakan
sebagai hasil dari desentralisasi fiskal dan suplai jarum suntik steril yang cukup bagi 60%
implementasi kewenangan di tingkat daerah pemakai narkotika suntik.
(lihat kotak 1 di bawah).47

Kotak 1. Pemerintahan Terdesentralisasi di Indonesia48

Di Indonesia, salah satu kebijakan pembangunan utama sejak tahun 1990-an adalah
desentralisasi fiskal dan implementasi kewenangan dari tingkat nasional hingga tingkat
daerah. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan responsivitas dan
akuntabilitas pemerintahan di tingkat lokal, tetapi kebijakan ini juga memiliki tantangan-
tantangan. Dalam isu pengawasan narkotika, BNN dan Kemenkes telah menemui
hambatan dalam memastikan konsistensi implementasi peraturan perundang-undangan
dan kebijakan di ke-33 provinsi di Indonesia, dan dalam membangun kolaborasi kerja
antara aparat penegak hukum dan Kemenkes di setiap tingkat pemerintahan. Hal ini telah
berdampak pada inkonsistensi penegakan hukum oleh kepolisian dan otoritas yudisial
di seluruh penjuru Indonesia; dan ketersediaan dan kualitas pemulihan ketergantungan
narkotika; serta layanan pengurangan dampak buruk.

6
Terapi Substitusi Opioid54 Program Pemulihan Ketergantungan
Terapi Substitusi Opioid dimulai dengan skala Narkotika Lainnya
yang kecil pada tahun 2002, dengan penyediaan Praktik pemulihan ketergantungan narkotika di
buprenorphine hanya melalui praktisi medis Indonesia telah berubah secara substansial di
umum yang jumlahnya terbatas. Di tahun 2003, beberapa tahun terakhir. Pemuihan dari sektor
metadon diperkenalkan dalam dua program swasta muncul di pertengahan tahun 1990-an
percobaan di Jakarta dan Bali dengan dukungan dan mengadopsi metode-metode termasuk
dari World Health Organisation (WHO) dan detoksifikasi ultra-rapid, manajemen medis
Kemenkes.55 terhadap sindrom putus zat, dan komunitas
terapetik. Di tahun 2011, BNN melaporkan
Respon terhadap program percobaan itu bahwa terdapat 369 fasilitas pemulihan
dikuatkan di tahun 2006 saat Presiden Republik dan rehabilitasi di Indonesia59 yang dapat
Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden diklasifikasikan sebagai salah satu dari tiga
No. 75 Tahun 2006 untuk strukturisasi ulang bentuk: one-stop center (dengan pasien rawat
KPAN, memperkuat kepemimpinan nasional inap, detoksifikasi, pemulihan, rehabilitasi dan
dalam pencegahan HIV, dan memperluas layanan pasca pemulihan), pusat penjangkauan
partisipasi dari sektor pemerintah dan atau outreach center (menyediakan pemulihan
masyarakat sipil. Ketiga program TSO yang rawat jalan dan rehabilitasi berkolaborasi
muncul di tahun 2005 diperluas, dan sejak dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
pertengahan 2011, metadon disediakan untuk dan Puskesmas), dan pusat berbasis komunitas
2.500 klien di 68 klinik.56 Di tahun 2012, terdapat (community-based center).60
77 program metadon tersedia di beberapa
lokasi seperti Puskesmas, Rumah Sakit, dan Peran BNN delam hal pemulihan narkotika
penjara. Hibah HIV Global Fund menargetkan adalah untuk mengoordinasikan, mengawasi
untuk menyediakan metadon bagi lebih dari dan mendukung pengoperasian fasilitas yang
7.000 klien baru. dijalankan oleh pemerintah, sektor swasta
dan komunitas.61 Instruksi Presiden tentang
Terlepas dari fakta bahwa penyediaan TSO telah Rehabilitasi di tahun 2011 menyatakan bahwa
meningkat secara signifikan, hanya 2,4 persen seluruh layanan pemulihan harus berbasis ilmiah
dari pemakai narkotika suntik yang memiliki dan berkualitas baik, seraya tetap menghormati
akses terhadap program TSO di tahun 2011.57 martabat dan hak asasi manusia.62 Namun,
Hal ini sangat jauh dibawah 40% jangkauan yang standar pelayanan diantara berbagai macam
direkomendasikan oleh panduan PBB untuk program rehabilitasi dan pemulihan berbeda di
dapat memberikan dampak yang berarti dalam seluruh Indonesia. Sebagai bagian dari Undang-
risiko transmisi HIV.58 Salah satu kekhawatiran Undang Narkotika, Kemenkes ditunjuk sebagai
yang diangkat oleh organisasi masyarakat penanggung jawab utama untuk isu kesehatan
sipil adalah biaya yang terkait dengan TSO, (Pasal 1), pengkalsifikasian narkotika (Pasal 5
yang telah membuatnya tidak terjangkau – 8), ketersediaan narkotika untuk pemakaian
oleh banyaki orang yang membutuhkannya. medis (Pasal 9-52), dan pembuat standar (dan
Walaupun Kemenkes menyediakan metadon pengawasan) untuk program rehabilitasi dan
dengan gratis, Puskesmas menetapkan harga perawatan medis (Pasal 53 – 59 dan 60-63).63
standar pelayanan TSO sebesar Rp 5.000 (lima
ribu rupiah) per hari bagi klien, sementara Pada tahun 2012, Kemenkes menerima
Rumah Sakit menetapkan biaya sebesar Rp. alokasi dana yang cukup besar untuk
15.000 (lima belas ribu rupiah) per hari untuk mengimplementasikan sebuah upaya baru
menutupi pengeluaran operasional. yang terdapat dalam UU Narkotika, dan telah
menyusun materi panduan mengenai standar

7
pemulihan dan rehabilitasi narkotika untuk seluruh mengklarifikasi dan mengonsolidasikan berbagai
penyedia layanan. Selain itu, sebuah peraturan ragam peraturan tersebut untuk memastikan
pemerintah mengenai Implementasi Wajb Lapor konsistensi dan praktik-praktik terbaik.67
bagi Pecandu Narkotika mengenalkan peraturan
baru dalam hal pemulihan dan rehabilitasi.64 Undang-Undang Narkotika yang baru
Institusi rehabilitasi medis dan sosial sekarang menyatakan bahwa layanan terapi dan
diwajibkan untuk memenuhi beberapa standar rehabilitasi dapat diberikan melalui ‘pendekatan
tertentu mengenai tingkat keahlian staf, dan keagamaan atau tradisional’. Belum jelas apakah
harus membangun prosedur operasional yang hal ini berarti mengizinkan perawatan narkotika
sejalan dengan standar Kemenkes. Namun, yang berdasarkan pendekatan keagamaan atau
BNN telah menyusun serangkaian kriteria dan tradisional tetapi tidak berbasiskan bukti medis
standar yang berbeda untuk rehabilitasi di pusat dan ilmiah. Sampai pada tahun 2011, terdapat
wajib pemulihan ketergantrungan narkotika 102 pusat rehabilitasi yang dioperasikan oleh
yang dikenal sebagai ‘Lido’. Di tahun 2012, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan
Kementrian Sosial (Kemensos) juga membentuk (termasuk Nahdlatul Ulama – lihat kotak 2 di
standar yang terpisah untuk pemberian bawah). Pusat-pusat tersebut menyediakan
layanan rehabilitasi sosial.65 Selain itu, definisi pemulihan ketergantungan narkotika yang
yang diberikan oleh UU Narkotika tentang sifatnya non-medis bagi sekitar 1.100 orang di
rehabilitasi medis, yaitu ‘suatu proses kegiatan 21 provinsi dengan menggunakan komunitas
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan terapetik, program 12 langkah, dan metode
pecandu dari ketergantungan narkotika’, telah spiritual atau keagaman. Terdapat pula, sampai
meningkatkan kekhawatiran bahwa beberapa saat ini, 6 (enam) pusat rehabilitasi yang
pihak mungkin saja memaknai penjabaran dijalankan oleh pemerintah yang berdasarkan
tersebut sebagai sebuah pengecualian terhadap model komunitas terapetik, dan Kemensos telah
upaya pengurangan dampak buruk yang sangat menetapkan target untuk menjangkau 21.613
penting, seperti LJSS dan TSO.66 Oleh karena orang sampai pada tahun 2014 (dengan 11.101
itu, muncullah kebutuhan yang mendesak untuk orang untuk direhabilitasi sampai pada 2012).68

Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama adalah salah satu organisasi Islam independen terbesar di dunia. Mereka
bertindak sebagai penerima utama untuk sebagian besar dana hibah HIV dari Global Fund
untuk mendirikan pusat rehabilitasi narkotika bagi pemakai narkotika suntik di Indonesia.

Kapasitas organisasi tersebut untuk menydiakan layanan rehablitiasi yang berkualitas, berbasis
ilmiah, dan berkemanusiaan, terutama karena ideologinya yang bias terhadap pemakai
narkotika telah banyak dipertanyakan. Isu ini diangkat ketika Ketua Majelis Nahdlatul Ulama,
merespon sebuah berita tentang kecelakaan lalu lintas yang fatal di Indonesia, yang diduga
melibatkan seseorang yang berada dibawah pengaruh narkotika, mengeluarkan pernyataan
bahwa ‘pecandu narkotika… layak menerima hukuman yang berat, yaitu hukuman mati’.69
Advokasi terhadap pernyataan itu yang dipimpin oleh PKNI (Persaudaraan Korban Napza
Indonesia) memberi hasil pada munculnya pernyataan Ketua NU yang lebih halus, bersamaan
dengan dukungan lisan terhadap pencegahan HIV dan rehabilitasi bagi pemakai narkotika.

8
Biaya yang berkaitan dengan layanan pemulihan Kemenkes menjalankan program ART dan TSO
ketergantungan narkotika masih menjadi di penjara, tetapi tidak ada satupun penjara di
halangan yang berarti bagi banyak pemakai Indonesia yang saat ini menyediakan LJSS.
narkotika. Kemensos mendanai layanan dasar Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan di
bagi klien di pusat-pusat rehabilitasi ini, dan Bali telah digunakan sebagai contoh model
meningkatkan infrastruktur dan kapasitas pendekatan ini, dan menyediakan narapidana
stafnya. Individu-individu yang diperintahkan dengan kondom, TSO, ART, dan penyucihamaan
untuk menjalani program rehabilitasi melalui untuk membersihkan alat suntik (dalam kondisi
putusan pengadilan tidak dikenakan biaya jika ketiadaan jarum suntik yang steril).73 Sampai
mereka dirujuk ke salah satu pusat rehabilitasi pada tahun 2011, Sembilan penjara telah
yang dijalankan oleh pemerintah, tetapi mereka menyediakan TSO dan sampai pada Januari
harus membayar jika dikirim ke salah satu pusat 2012 sejumlah 192 orang narapidana telah
rehabilitasi yang dioperasikan oleh komunitas menerima ART.74 Target yang telah ditetapkan
dan organisasi keagamaan. Individu-individu sebagai bagian dari dana hibah Global Fund
yang mencari pemulihan ke pusat rehabilitasi untuk mengatasi risiko HIV di Indonesia
yang dijalan oleh pemerintah atas keinginannya termasuk peningkatan layanan pengurangan
sendiri diwajibkan untuk membayar, kecuali jika dampak buruk narkotikia di 48 penjara.
mereka memenuhi syarat sebagai penerima
bantuan kesejahteraan sosial.

Terapi Anti retroviral Pendanaan Untuk Layanan yang


Sampai pada tahun 2010, hanya 6 persen dari Berhubungan dengan HIV
pemakai narkotika suntik yang memenuhi
syarat yang menerima ART di Indonesia.70 Kontribusi pemerintah untuk respon HIV secara
Masih terdapat kebutuhan yang mendesak keseluruhan telah meningkat sejak 2005 dan per
untuk mengurangi beban keuangan pemulihan 2010, 42 persen dari anggaran yang ada untuk
dan layanan HIV; memastikan kolaborasi yang mengatasi epidemi HIV disediakan dari sumber
lebih besar antara kepolisian dan tempat- daya dari dalam Indonesia sendiri.75 Sebagai
tempat layanan kesehatan; dan mengatasi badan utama yang mengoordinir kebijakan
kebutuhan yang belum terpenuhi di populasi pemerintah untuk urusan HIV, KPAN menerima
tersebut, terutama mengingat adanya bukti dukungan keuangan dalam jumlah besar untuk
terbaru terkait pemulihan HIV sebagai upaya anggarannya yang berasal dari Global Fund,76
pengurangan risiko transmisi.71 yang mana dukungan tersebut telah menjadi
salah satu faktor kunci meningkatnya skala
Layanan di Penjara layanan pengurangan dampak buruk narkotika
Sejak tahun 2004, program pengurangan di Indonesia. Melalui Global Fund Ronde 8
dampak buruk di dalam penjara telah (2008) dan Ronde 9 (2009), Indonesia telah
diimplementasikan berupa kerja samai dengan diberikan dukungan keuangan sebesar 212 juta
LSM-LSM internasional, termasuk Family US Dollar untuk mengimplementasikan layanan
Health International (FHI) dan HIV Cooperation yang berkaitan dengan HIV mulai dari tahun
Programme for Indonesia (HCPI, didanai 2009 hingga 2015. KPAN telah ditunjuk sebagai
oleh AusAID).72 Global Fund juga mendanai penerima utama dana ini, dengan tanggung
Kemenkes untuk mengimplementasikan jawab untuk mengelola penyusunan/pemberian
program pendidikan HIV yang komprehensif bagi dana hibah.77 Di tahun 2011, sekitar 26 persen
narapidana, berkolaborasi dengan WHO, UNODC dari anggaran dana KPAN dialokasikan untuk
dan lembaga pemerintahan seperti BNN. program pencegahan HIV di kelompok pemakai
narkotika suntik.

9
BNN, Kemenkes, Kemensos, kelompok di dalam kampanye advokasi lokal maupun
masyarakat sipil dan KPAN juga menerima nasional, dan banyak dari mereka yang
dukungan keuangan yang berasal dari Indonesia juga menyediakan secara langsung layanan
Partnership Fund (didanai oleh Inggris), pengurangan dampak buruk narkotika. Mereka
Global Fund dan Pemerintah Indonesia untuk kerap juga menerima dukungan keuangan dari
mendukung layanan pemulihan ketergantungan lembaga donor internasional seperti Global
narkotika yang berbasis komunitas. Mayoritas Fund, dan telah memainkan peran yang krusial
pendanaan untuk program pemulihan dalam hal pengembangan respon kebijakan
ketergantungan narkotika secara resmi HIV Indonesia termasuk upaya-upaya untuk
disalurkan melalui dua kementerian tersebut. mempromosikan reformasi kebijakan narkotika.

Terakhir, Indonesia adalah satu dari lima Dua organisasi secara khusus bekerja untuk
negara yang dipilih sebagai bagian dari memastikan adanya partisipasi kelompok
proyek Community Action on Harm Reduction pemakai narkotika di dalam proses pengambilan
(CAHR) atau Aksi Komunitas untuk Layanan keputusan pemerintah, yakni Persaudaraan
Pengurangan Dampak Buruk Narkotika78 – Korban Napza Indonesia (PKNI)81 dan Jaringan
sebuah program yang berdurasi empat tahun Pengurangan Dampak Buruk Narkotika
yang dipimpin oleh International HIV/AIDS (Jangkar)82. Di tahun 2011, bersama dengan
Alliance dan didanai oleh Kementerian Luar Asosiasi Konselor Adiksi Indonesia dan
Negeri Belanda. Proyek ini bertujuan untuk Rumah Cemara, mereka membentuk koalisi
meningkatkan layanan HIV dan pengurangan advokasi baru yang diberi nama Komitmen
dampak buruk narkotika bagi pemakai narkotika Indonesia dengan tujuan untuk secara lebih
suntik dan keluarganya – yang mencapai lebih baik mengintegrasikan dan mengoordinir upaya
dari 180.000 pemakai narkotika suntik tersebar advokasi di tingkat nasional untuk mereformasi
di Indonesia, China, India, Kenya dan Malaysia. kebijakan narkotika Indonesia.
Proyek ini dibangun dengan fokus yang khusus
untuk pengembangan kapasitas organisasi Inisiatif masyarakat sipil terkini untuk urusan
berbasis komunitas dan keterlibatan yang berarti kebijakan narkotika memfokuskan diri kepada
dari para pemakai narkotika. Di Indonesia, mitra implementasi Undang-Undang Narkotika
kunci yang akan mengimplementasi proyek ini Nomor 35 tahun 2009 untuk memastikan
adalah Rumah Cemara – sebuah organisasi bahwa penerapannya tersebut telah berjalan
masyarakat sipil yang didirikan oleh para sesuai dengan bukti-bukti ilmiah, praktik
pemakai narkotika di tahun 2003.79 terbaik maupun standar hak asasi manusia
internasional. Organisasi pemakai narkotika dan
penyedia layanan pengurangan dampak buruk
narkotika di tingkat lokal telah membangun
Keterlibatan Masyarakat Sipil komunikasi dengan pihak Kepolisian untuk
mendiskusikan persoalan mengenai akses
Memastikan akses yang memadai dan layanan pemulihan ketergantungan narkotika
berkelanjutan terhadap LJSS, TSO dan ART di dalam tahanan dan mengangkat kasus-kasus
mensyaratkan adanya upaya untuk mengikis individual pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
stigma dan diskriminasi yang melekat dengan polisi.83 Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk
pemakaian narkotika.80 Selama lebih dari Reformasi Kebijakan Narkotika atau Indonesian
satu dekade terakhir, kapasitas organisasi Coalition for Drug Policy Reform (ICDPR)
masyarakat sipil yang mewakili para pemakai dibentuk pada tahun 2011 untuk mengangkat
narkotika telah bertumbuh secara signifikan. persoalan-persoalan seperti ketentuan
Organisasi-organisasi ini telah terlibat aktif mengenai wajib lapor yang melanggar hak atas

10
privasi maupun pelanggaran HAM lainnya yang hak atas privasi tersebut harus tersedia,
dialami oleh para pemakai narkotika. ICDPR termasuk adanya kebijakan legislasi
juga telah secara aktif mendesak pemerintah dan internal untuk mencegah terjadinya
untuk memastikan bahwa para pemakai penyalahgunaan data tersebut.
narkotika diberikan akses layanan pemulihan
ketergantungan narkotika yang memadai, • BNN, Kemenkes, Kemensos, dan KPAN
didukung oleh bukti-bukti ilmiah, dan bukannya harus memastikan adanya koordinasi yang
pemidanaan penjara, sebagaimana ditentukan efektif antara lembaga pemerintah dan
oleh undang-undang yang terbaru.84 membuka ruang partisipasi yang berarti
kepada kelompok masyarakat sipil, dalam
hal meninjau kembali sejumlah layanan
pemulihan ketergantungan narkotika dan
Rekomendasi program rehabilitasi yang ada di Indonesia.
Standar yang ada sekarang harus dievaluasi
Komitmen Indonesia terhadap pengurangan terlebih dahulu sebagai langkah awal
dampak buruk narkotika di beberapa tahun untuk mengembangkan standar nasional
terakhir telah menunjukkan langkah maju dan pemulihan ketergantungan narkotika yang
Undang-Undang Narkotika nomor 35 tahun sejalan dengan hukum internasional, praktik-
2009 memiliki potensi yang signifikan untuk praktik terbaik maupun bukti-bukti ilmiah.
mengatasi tantangan dan persoalan yang ada Keselarasan standar-standar nasional
yang dihadapi oleh pemakai narkotika. Namun tersebut harus secara ketat dipantau
sayangnya, tantangan yang cukup signifikan penerapannya oleh para penyedia layanan –
masih muncul. Berdasarkan konsultasi yang baik penyedia layanan dari pihak pemerintah
telah dilakukan dengan pihak Pemerintah maupun non-pemerintah.
Indonesia, kelompok masyarakat sipil, dan
pengalaman-pengalaman terbaik di tingkat • BNN, Kemenkes, Kemensos, dan
internasional, International Drug Policy KPAN harus mengoordinir upaya-upaya
Consortium merekomendasikan kebijakan- yang mereka lakukan dan bekerjasama
kebijakan berikut guna memperkuat respon dengan organisasi masyarakat sipil untuk
Indonesia terhadap urusan kebijakan narkotika: mengembangkan dan menerapkan standar
nasional untuk layanan kesehatan lainnya
• Meninjau kembali persyaratan hukum bagi para pemakai narkotika, termasuk
untuk wajib lapor, guna memastikan layanan pengurangan dampak buruk
bahwa mereka yang akan melapor dirinya narkotika, terutama di lingkungan lembaga
dapat mengakses sejumlah opsi layanan pemasyarakatan (maupun tahanan).85
pemulihan ketergantungan narkotika Standar-standar tersebut harus mencakup
yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah ketentuan mengenai (atau rujukan rutin
yang ada, tanpa harus merasa takut akan kepada) layanan lainnya seperti tes dan
adanya intervensi tak beralasan ataupun konseling HIV, LJSS,TSO dan ART.
kemungkinan pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh pihak kepolisian. • Menyediakan pelatihan yang komprehensif
kepada aparat penagak hukum (polisi, jaksa,
• Memastikan bahwa hak individu atas privasi pengacara dan hakim) mengenai cara-cara
dan kerahasiaan medis dijamin, apabila yang efektif dan tepat untuk merespon
sumber data untuk menghimpun data diri kebutuhan pemakai narkotika dan dampak
atau registrasi para pemakai narkotika telah buruk terkait lainnya (selain narkotika).
disusun. Mekanisme yang akan melindungi Pelatihan bagi kepolisian harus menjangkau

11
mereka yang berada di level senior hingga Ucapan Terima Kasih
yang berada di tataran operasional dan
memfokuskan diri kepada interaksi polisi IDPC berterimakasih kepada Anna Bunn, Dosen
dengan komunitas lokal, mengingat pejabat di School of Business Law and Taxation, Curtin
senior kepolisian sering kali dimutasi ke University; dan Ajeng Larasati, Koordinator
tempat kerja yang baru.86 Program HAM, HIV, dan Kebijakan Narkotika
di LBH Masyarakat, atas kontribusi berharga
• Melakukan investasi sumber daya yang lebih mereka.
besar untuk memastikan cakupan layanan
LJSS, TSO dan ART yang memadai bagi
para pemakai narkotika suntik – baik yang
ada di komunitas maupun yang berada di
dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan
– untuk mengurangi jumlah transmisi HIV
dan dampak buruk kesehatan lainnya.

12
Catatan akhir
1 Harm Reduction International (2012), The global Further Readings, International IDEA, 2: 53-67,
state of harm reduction 2012: Towards an integrated http://www.idea.int/publications/dchs/upload/
response (London: Harm Reduction International), dchs_vol2_sec2_2.pdf
http://www.ihra.net/global-state-of-harm-
reduction-2012 11 International Crisis Group (2001), Indonesia: National
police reform; Meliala, A. (2002), Challenges to
2 Indonesia telah meratifikasi UN Single Convention police reform in Indonesia (USINDO Open Forum);
on Narcotic Drugs (1961), UN Convention Rahmawati, A., Azca, N. (2006) ‘Police reform from
on Psychotropic Substances (1971) dan UN below: Examples from Indonesia’s transition to
Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and democracy’, Democracy, Conflict & Human Security:
Psychotropic Substances (1988) Further Readings, International IDEA, 2: 53-67,
http://www.idea.int/publications/dchs/upload/
3 Jawa Pos Group Online (21 November 2012), dchs_vol2_sec2_2.pdf; Mesquita, F., Winarso, I.,
Kejaksaan Segera Eksekusi Terpidana Mati, http:// Atmosukarto, I., Eka, B., Nevendorff, L., Rahmah, A.,
berita.plasa.msn.com/nasional/jpnn/kejaksaan- Handoyo, P., Anastasia, P. & Angela, R. (2007), ‘Public
segera-eksekusi-terpidana-mati (Bahasa Indonesia) health the leading force of the Indonesian response to
the HIV/AIDS crisis among people who inject drugs’,
4 Pasal 127, Undang-Undang Nomor 35 tahun
Harm Reduction Journal, 4: 9, doi:10.1186/1477-
2009 tentang Narkotika, http://dl.dropbox.
7517-4-9, http://www.harmreductionjournal.
com/u/64663568/library/Indonesia%20
com/content/4/1/9; Transparency International
Narcotics%20Law%202009%20Eng.pdf. Lihat
(2010), Global corruption barometer, http://www.
juga: Caveat (September 2009), Indonesia’s Monthly
transparency.org/policy_research/surveys_indices/
Human Rights Analysis, LBH Masyarakat, 4(1)
gcb/2010/results
5 United Nations Office on Drugs and Crime (2007),
12 Lihat, misalnya: Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun
Drug dependence treatment: Interventions for
2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM
drug users in prison, http://www.unodc.org/docs/
dalam Penyelenggaran Tugas Polri, http://icjrid.files.
treatment/111_PRISON.pdf
wordpress.com/2012/05/perkap-no-8-tahun-2009.
6 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2415 tahun pdf (Bahasa Indonesia)
2011. Pasal 103(1)(a) dan Pasal 103(1)(b) UU
13 Asa, S. (August 2009), Legal services and human
Narkotika: http://dl.dropbox.com/u/64663568/
rights in the management of HIV & AIDS in Indonesia:
library/Indonesia%20Narcotics%20Law%20
Background paper for the national stakeholder
2009%20Eng.pdf
meeting on HIV and law Jakarta, Indonesia, 19 August
7 BNN mengklaim bahwa di periode 2007- 2009, http://www.idlo.int/Publications/HIV_Law_
2012, sebanyak 73,357 orang (38 persen) dari Indonesia_%20BackgroundPaper_Aug2009.pdf
total 189,294 orang didakwa atas pemakaian
14 AP/Miami Herald (2008), UN calls on Indonesia to
narkotika. Data ini dikumpulkan oleh Polri,
expand drug treatment, curb spread of HIV/AIDS
Direktorat Tindak Pidana Narkotika. Maret 2012.
in prisons
Lihat: http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/
post/2012/05/31/20120531153207-10234.pdf 15 Pers. Comm. Gray Sattler, UNODC Jakarta (February
2012); International Centre for Prison Studies,
8 Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap
http://www.prisonstudies.org/info/worldbrief/wpb_
Pemakai Narkotika (2012), Stop imprisonment, time
country.php?country=95
for rehabilitation – Monitoring & documentation
report of police abuse against people who use 16 Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap
drugs in Indonesia 2007-2011, 4 Provinces in Java, Pemakai Narkotika (2012), Stop imprisonment, time
http://www.scribd.com/doc/91902457/9/Harm- for rehabilitation – Monitoring & documentation
Reduction-Approach-in-Indonesia report of police abuse against people who use
drugs in Indonesia 2007-2011, 4 Provinces in Java,
9 Davis, S., Triwahyuono, A. & Alexander, R. (2009),
http://www.scribd.com/doc/91902457/9/Harm-
‘Survey of abuses against injecting drug users
Reduction-Approach-in-Indonesia
in Indonesia’, Harm Reduction Journal, 6: 28,
doi:10.1186/1477-7517-6-28, http://www. 17 Tidak ada mekanisme banding untuk menguji
harmreductionjournal.com/content/6/1/28 keabsahan jangka waktu penahanan. Tetapi,
tersangka dapat mengajukan pra-peradilan jika
10 Rahmawati, A., Azca, N. (2006) ‘Police reform from
dia ditangkap/ditahan secara sewenang-wenang.
below: Examples from Indonesia’s transition to
Berdasarkan Pasal 54 KUHAP, tersangka memiliki
democracy’, Democracy, Conflict & Human Security:

13
hak untuk didampingi penasihat hukum di setiap HIV dan prevalensi sifilis dan studi perilaku berisiko di
tingkat proses hukum, sejak penyidikan hingga di antara narapidana dan tahanan di Indonesia
persidangan. Mereka yang diancam pidana mati atau
di atas 15 tahun penjara, atau mereka yang tidak 26 Komunikasi pribadi dengan Gray Sattler, UNODC
mampu dan diancam pidana penjara di atas 5 tahun, Jakarta (Februari 2012)
harus disediakan bantuan hukum secara cuma-
27 Program Pencegahan dan Pemulihan HIV di Penjara
cuma (Pasal 56 KUHAP). Pada praktiknya, terdapat
di Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM.
kekurangan penyediaan bantuan hukum yang
Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan,
menghambat pemenuhan persyaratan-persyaratan
Jakarta (2007)
tersebut
28 Lihat: http://www.napzaindonesia.com/hari-aids-
18 Davis, S., Triwahyuono, A. & Alexander, R. (2009),
sedunia-hiv-dan-dampak-burk-pemenjaraan.html
‘Survey of abuses against injecting drug users
in Indonesia’, Harm Reduction Journal, 6: 28,
29 Winarso, I., Irawati, I., Eka, B., Nevendorff, L., Handoyo,
doi:10.1186/1477-7517-6-28, http://www.
P., Salim, H. & Mesquita, F. (2006), ‘Indonesian
harmreductionjournal.com/content/6/1/28
national strategy for HIV/AIDS control in prisons: a
19 Submission LBH Masyarakat, Harm Reduction public health approach for prisoners’. International
International & Asian Harm Reduction Network Journal of Prisoner Health, 2(3): 243-249
(2011), UN Universal Periodic Review. Sesi ke-13
30 Rencana Strategi dan Aksi Nasional HIV dan Nasional
UPR yang diselenggarakan oleh Dewan HAM PBB.
2010-2014, Indonesia; Winarso, I. (2008), ‘Moving
Human rights violations associated with Indonesia’s
toward universal access to prevention and treatment
anti-drug laws, http://lib.ohchr.org/HRBodies/
in prisons’, Presentation at International Harm
UPR/Documents/session13/ID/JS1_UPR_IDN_
Reduction Conference, Barcelona; National AIDS
S13_2012_JointSubmission1_E.pdf
Commission Republic of Indonesia (2010), Republic
of Indonesia country report on the follow up to the
20 Nowak, M. (2008), Report of the Special Rapporteur
Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS).
on torture and other cruel, inhuman and degrading
Reporting period 2008 - 2009
treatment or punishment, Addendum: Mission to
Indonesia. United Nations General A/HRC/7/3/
31 McLellan AT, Luborsky L, Woody GE, O’Brien CP
Add.7; United Nations Office on Drugs and Crime,
(1980). An improved diagnostic evaluation instrument
International Labour Organisation, United Nations
for substance abuse patients. The Addiction Severity
Development Program (2012), HIV prevention,
Index. Journal of Nervous and Mental Disorders, 168
treatment and care in prisons and other closed
(1):26-33
settings: A comprehensive package of interventions,
http://www.unodc.org/documents/hiv-aids/ 32 Pemerintah Peraturan Nomor 25 tahun 2011, http://
HIV_prisons_advance_copy_july_2012_leaflet_ www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/618.pdf
UNODC_ILO_UNDP_Ebook.pdf (Bahasa Indonesia)

21 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2012), 33 Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap
Republic of Indonesia country report on the follow Pemakai Narkotika (2012), Stop imprisonment, time
up to the Declaration of Commitments on HIV/AIDS for rehabilitation – Monitoring & documentation
(UNGASS): Reporting period 2010-2011 report of police abuse against people who use
drugs in Indonesia 2007-2011, 4 Provinces in Java,
22 AIDS Data Hub (2010), Evidence to action: Indonesia http://www.scribd.com/doc/91902457/9/Harm-
country profile at a glance, http://aidsdatahub. Reduction-Approach-in-Indonesia
org/en/country-profiles/indonesia; Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (2010), Republic 34 Harm Reduction International (2010), Briefing Paper
of Indonesia country report on the follow up to the 2 – human rights and drug policy: Drugs, criminal laws
Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS): and policing practices
Reporting period 2008 – 2009
35 UU Narkotika, Pasal 128; Submission LBH
23 Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Masyarakat, Harm Reduction International & Asian
Kementerian Hukum dan HAM (2010), Ringkasan: Harm Reduction Network (2011), UN Universal
HIV dan prevalensi sifilis dan studi perilaku berisiko di Periodic Review. Thirteenth session of the UPR
antara narapidana dan tahanan di Indonesia Working Group of the Human Rights Council.
Human rights violations associated with Indonesia’s
24 Wodak, A. (June 2011), OST programme review in anti-drug laws, http://lib.ohchr.org/HRBodies/
Indonesia (Geneva: World Health Organization) UPR/Documents/session13/ID/JS1_UPR_IDN_
S13_2012_JointSubmission1_E.pdf
25 Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan,
Kementerian Hukum dan HAM (2010), Ringkasan:

14
36 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2009, Pasal 10 to set targets for universal access to HIV prevention,
treatment and care for injecting drug users, http://
37 Broadstock, M., Brinson, D. & Weston, A. (2008), A www.who.int/hiv/pub/idu/idu_target_setting_guide.
systematic review of the literature: The effectiveness pdf; Mesquita, F., Winarso, I., Atmosukarto, I., Eka, B.,
of compulsory, residential treatment of chronic Nevendorff, L., Rahmah, A., Handoyo, P., Anastasia, P.
alcohol or drug addiction in non- offenders (Health & Angela, R. (2007), Public health the leading force
Services Assessment Collaboration); International of the Indonesian response to the HIV/AIDS crisis
Drug Policy Consortium (2009), IDPC Drug Policy among people who inject drugs’, Harm Reduction
Guide, Section 2.3, http://idpc.net/sites/default/ Journal, 4: 9, doi:10.1186/1477-7517-4-9, http://
files/library/IDPC%20Drug%20Policy%20Guide_ www.harmreductionjournal.com/content/4/1/9
Version%201.pdf
45 Komitmen Sentani, Komisi Penanggulangan AIDS
38 World Health Organization (2009), Assessment Nasional, http://www.papuaweb.org
of compulsory treatment of people who use drugs
46 UNESCO (Juni 2010), Education sector response to
in Cambodia, China, Malaysia and Viet Nam: An
HIV, drugs and sexuality in Indonesia
application of selected human rights principles, http://
www.wpro.who.int/NR/rdonlyres/4AF54559-9A3F- 47 Background Paper disiapkan oleh International
4168-A61F-3617412017AB/0/FINALforWeb_ Development Law Organisation untuk Pertemuan
Mar17_Compulsory_Treatment.pdf; UNICEF East Pemangku Kepentingan Nasional HIV dan Hukum di
Asia & Pacific Regional Office (2010), Statement Jakarta, 19 Agustus 2009. Legal services & human
on the care and protection of children in institutions rights in the management of HIV & AIDS in Indonesia
in Cambodia, http://www.unicef.org/eapro/
UNICEF_Statement_on_HRW.pdf; Joint United 48 World Health Organization (2007), Review of the
Nations statement – Compulsory drug detention health sector response to HIV and AIDS in Indonesia
and rehabilitation centres, http://dl.dropbox. (SEARO)
com/u/64663568/alerts/Joint-Statement_
Compulsory-drug-detention-and-rehabilitation- 49 World Health Organization (2004), Effectiveness of
centres.pdf sterile needle and syringe programming in reducing
HIV/AIDS among injecting drug users, Evidence for
39 United Nations Office on Drugs and Crime (2009), action technical papers (WHO)
Discussion paper – From coercion to cohesion:
Treating drug dependence through healthcare, not 50 Mesquita, F., Winarso, I., Atmosukarto, I., Eka, B.,
punishment, http://www.unodc.org/docs/treatment/ Nevendorff, L., Rahmah, A., Handoyo, P., Anastasia, P.
Coercion_Ebook.pdf & Angela, R. (2007), ‘Public health the leading force
of the Indonesian response to the HIV/AIDS crisis
40 UNESCO (June 2010), Education sector response among people who inject drugs’, Harm Reduction
to HIV, drugs and sexuality in Indonesia; HIV and IDU Journal, 4: 9, doi:10.1186/1477-7517-4-9, http://
Policy Development in Indonesia, National AIDS www.harmreductionjournal.com/content/4/1/9;
Committee Indonesia, ‘2nd Bi-regional Partners Mathers, B.M., Degenhardt, L., Ali, H., Wiessing, L.,
Meeting on Harm Reduction among IDUs’ Hickman, M., Mattick, R.P., Myers, A., Ambekar, B. &
Strathdee, S.A. (2009), HIV prevention, treatment, and
41 The Response to HIV and AIDS in Indonesia
care services for people who inject drugs: a systematic
2006-2011: Report on 5 Years Implementation of
review of global, regional, and national coverage, for
Presidential Regulation No. 75/2006 on the National
the 2009 Reference Group to the UN on HIV and
AIDS Commission (October 2011)
Injecting Drug Use
42 Harm Reduction International (2012), The global
51 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2011),
state of harm reduction 2012: Towards an integrated
Ringkasan Laporan. Perilaku Pemakai Narkotika
response (London: Harm Reduction International),
Suntik dan Survey Kepuasan Layanan. Klien-klien
http://www.ihra.net/global-state-of-harm-
LSM, Puskesmas dan Rumah Sakit di Bali, Banten,
reduction-2012
DKI Jakarta, Central Java, East Java, West Java and
43 Setiawan, M., Patten, J., Triadi, A., Yulianto, S., Yogyakarta
Terryl, A. & Arif, M. (1999), ‘Report on injecting
52 Submission LBH Masyarakat, Harm Reduction
drug use in Bali (Denpasar and Kuta): Results of
International & Asian Harm Reduction Network
an interview survey’, International Journal on Drug
(2011), UN Universal Periodic Review. Thirteenth
Policy 109-116, http://www.ijdp.org/article/S0955-
session of the UPR Working Group of the Human
3959%2898%2900071-1/abstract
Rights Council. Human rights violations associated
44 World Health Organization, United Nations Office on with Indonesia’s anti-drug laws, http://lib.ohchr.
Drugs and Crime & Joint United Nations Program on org/HRBodies/UPR/Documents/session13/ID/
HIV and AIDS (2009), Technical guide for countries JS1_UPR_IDN_S13_2012_JointSubmission1_E.

15
pdf; Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2011), 65 Peraturan Menteri Kesejahteraan Sosial Nomor 3
Ringkasan Laporan. Perilaku Pemakai Narkotika tahun 2012, http://ngada.org/bn103-2012.htm.
Suntik dan Survey Kepuasan Layanan. Klien-klien (Bahasa Indonesia)
LSM, Puskesmas dan Rumah Sakit di Bali, Banten,
DKI Jakarta, Central Java, East Java, West Java and 66 Lawyers Collective HIV/AIDS Unit (2009), Drugs,
Yogyakarta treatment and harm reduction, A preview of law
and policy in South and South East Asia, http://
53 Mathers, B.M. et al (2010), ‘HIV prevention, treatment, aidsdatahub.org/dmdocuments/Legal_Review_
and care services for people who inject drugs: A Tripti.pdf
systematic review of global, regional, and national
coverage’, The Lancet, 375(9719): 1014-28, http:// 67 World Health Organization (2002), The practices and
www.lancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140- context of pharmacotherapy of opioid dependence in
6736%2810%2960232-2/abstract South East Asia and Western Pacific Region, WHO/
MSD/MSB/02.1, http://www.who.int/hiv/pub/idu/
54 World Health Organization (2005), Effectiveness of pharmacotherapy_opioid_asia_pacific/en/index.
drug dependence treatment in preventing HIV among html
injecting drug users (Geneva: WHO)
68 Laporan Menteri Kesejahteraan Nasional, hal. 3
55 Mesquita, F., Winarso, I., Atmosukarto, I., Eka, B.,
Nevendorff, L., Rahmah, A., Handoyo, P., Anastasia, P. 69 Pecandu Narkoba Layak Dihukum Mati, (25 Januari
& Angela, R. (2007), ‘Public health the leading force 2012) ‘Drug addicts deserve the death penalty’,
of the Indonesian response to the HIV/AIDS crisis Republika
among people who inject drugs’, Harm Reduction
Journal, 4: 9, doi:10.1186/1477-7517-4-9, http:// 70 Mathers, B.M. et al (2010). ‘HIV prevention, treatment,
www.harmreductionjournal.com/content/4/1/9 and care services for people who inject drugs: A
systematic review of global, regional, and national
56 Wodak, A. (June 2011), OST programme review in coverage’, The Lancet, 375(9719): 1014-28, http://
Indonesia (Geneva: World Health Organization) www.lancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-
6736%2810%2960232-2/abstract
57 Wodak, A. (June 2011), OST programme review in
Indonesia (Geneva: World Health Organization) 71 Sila mengunjungi laman AVERT: http://www.avert.
org/hiv-treatment-as-prevention.htm
58 Joint United Nations Program on HIV and AIDS
(2008), Financial resources required to achieve 72 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2010),
universal access to HIV prevention, treatment, Republic of Indonesia country report on the follow
care and support. Interventions for HIV prevention, up to the Declaration of Commitment on HIV/AIDS
treatment and care among people who inject drug: (UNGASS). Reporting period 2008 – 2009
methods and assumptions recommended by the
working group Methodological Annex – IX, http:// 73 Irawati, I., Mesquita, F., Winarso, I. & Hartawan
data.unaids.org/pub/Report/2007/20070925_ A.P. (2006), Indonesia sets up prison methadone
annex_ix_idu_interventions_en.pdf maintenance treatment, Addiction (News and Notes),
101(10): 1525
59 BNN (Desember 2011), The drug situation and
counter measures 74 Wodak, A. (Juni 2011), OST programme review in
Indonesia (Geneva: World Health Organization)
60 BNN (Desember 2011), The drug situation and
counter measures 75 The response to HIV and AIDS in Indonesia 2006
-2011: Report on 5 years implementation of
61 Country Report of Indonesia: The 6th Meeting of the Presidential Regulation No. 75/2006 on the National
AIPA Fact-Finding Committee (AIFOCOM) to Combat AIDS Commission (Oktober 2011)
the Drug Menace 10 - 14 May 2009, Le Meridien
Chiang Rai Resort Chiang Rai, Thailand 76 Mesquita, F., Winarso, I., Atmosukarto, I., Eka, B.,
Nevendorff, L., Rahmah, A., Handoyo, P., Anastasia, P.
62 BNN (Desember 2011), The drug situation and
& Angela, R. (2007), ‘Public health the leading force
counter measures
of the Indonesian response to the HIV/AIDS crisis
63 UU Narkotika, http://dl.dropbox.com/u/64663568/ among people who inject drugs’, Harm Reduction
library/Indonesia%20Narcotics%20Law%20 Journal, 4: 9, doi:10.1186/1477-7517-4-9, http://
2009%20Eng.pdf www.harmreductionjournal.com/content/4/1/9

64 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011, http:// 77 The response to HIV and AIDS in Indonesia 2006
www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/618.pdf -2011: Report on 5 years implementation of
(Bahasa Indonesia) Presidential Regulation No. 75/2006 on the National
AIDS Commission (October 2011)

16
78 Untuk informasi lebih lanjut, sila mengunjungi laman: 82 Untuk informasi lebih lanjut, sila mengunjungi laman:
www.cahrproject.org http://www.jangkar.org/

79 Untuk informasi lebih lanjut, sila mengunjungi 83 Davis, S., Triwahyuono, A. & Alexander, R. (2009),
laman: http://www.aidsalliance.org/Pagedetails. ‘Survey of abuses against injecting drug users
aspx?id=484 in Indonesia’, Harm Reduction Journal, 6: 28,
doi:10.1186/1477-7517-6-28, http://www.
80 World Health Organization (2006), Treatment of harmreductionjournal.com/content/6/1/28
injecting drug users with HIV/AIDS: Promoting access
and optimizing service delivery (Department of 84 Lihat: http://www.napzaindonesia.com/sirabin-
Mental Health and Substances Abuse Management desak-pemerintah-tidak-menggunakan-standar-
of Substances Abuse, WHO), http://apps.who.int/ ganda-lagi.html
iris/bitstream/10665/43357/1/9241593725_eng.
pdf; World Health Organization & United Nations 85 Caveat (September 2009), Indonesia’s Monthly
Office on Drugs and Crime (March 2008), Discussion Human Rights Analysis, 4(1)
paper: Principles of drug dependence treatment,
http://www.unodc.org/documents/drug-treatment/ 86 Rahmawati, A., Azca, N. (2006) ‘Police reform from
UNODC-WHO-Principles-of-Drug-Dependence- below: Examples from Indonesia’s transition to
Treatment-March08.pdf democracy’, Democracy, Conflict & Human Security:
Further Readings, International IDEA, 2: 53-67,
81 Untuk informasi lebih lanjut, sila mengunjungi laman: http://www.idea.int/publications/dchs/upload/
http://pkni.org/ dchs_vol2_sec2_2.pdf

Dengan dukungan dari


Dengan dukungan dari Persaudaraan Korban NAPZA
LBH Masyarakat Indonesia (PKNI)

Juga didanai sebagian oleh Community Action Laporan ini didanai sebagian oleh Open
on Harm Reduction, proyek yang didanai oleh Society Foundations
Kementerian Luar Negeri Belanda (BUZA)

International Drug Policy Consortium


Fifth floor, 124–128 City Road, London
EC1V 2NJ, United Kingdom

telepon: +44 (0)20 7324 2975


email: contact@idpc.net
situs web: www.idpc.net

Copyright (C) 2013 International Drug Policy Consortium All rights reserved

17

Anda mungkin juga menyukai