Anda di halaman 1dari 14

A.

 Pengertian Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Arif Mansjoer. 2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim.
1989)
Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston,
1954)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi
pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan
– 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun.
(Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak
dibawah lima tahun.

1
B. Etiologi Kejang Demam

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak
diketahui etiologinya).

1)      Intrakranial

Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith –


Lemli – Opitz.

2)      Ekstra cranial 

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan


elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan


dan kekurangan produksi kernikterus.

3)      Idiopatik 

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

2
b. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi


yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan
luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion
NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan
jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan
membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA,
K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi


ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa
15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa.

3
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis

                                

            Peningkatan suhu tubuh

                    ↓

Metabolism meningkat            resiko tinggi gangguan keb. nutrisi

                                   O2 ke otak menurun

            Kejang demam                TIK meningkat

Kejang demam         kejang demam               gangguan perfusi jaringan

 Sederhana                  komplek                                    

                                   

Resiko injuri                      resikotinggi berulang    resiko tgg gangguan tumbuh


kembang

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :


1.Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang

4
digolongkan kejang demam sederhana adalah
a. kejang umum
b. waktunya singkat
c. umur serangan kurang dari 6 tahun
d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun
e. EEG normal

Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston


untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum.
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
(Taslim. 1989)

E. Manifestasi klinis
Gejala berupa
1. Suhu anak tinggi.
2. Anak pucat / diam saja
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
8. Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer. 2000)

5
 F. Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
dan bersifat unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

G. Pemeriksaan laboratorium
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik,
melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan
Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila
ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)

H. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1). Pengobatan Fase Akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti

6
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila
kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti
juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan
pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan


langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2). Mencari dan mengobati penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang
demam berlangsung lama.

3). Pengobatan profilaksis


Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2)
profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis
intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,

7
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 atau 2) yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
( Arif Mansyoer,2000)

8
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEJANG DEMAM ANAK

A.Pengkajian
Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :

a). Aktifitas / Istirahat


Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b). Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c). Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d). Makanan dan cairan


Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e). Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f). Nyeri / kenyaman


Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

9
g). Pernafasan

Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,


peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B.Pemeriksaan diagnostik

1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit

2. EEG

3. Lumbal punksi

4. CT-SCAN

C. Diagnosa keperawatan

1.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu   
tubuh

3.Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus

4.Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

5.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat

D. Intervensi keperawatan

v    Dx 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis

NOC : Setelah diilakukan tindakan keperawatan 3×24 jam suhu tubuh normal,
dengan

Criteria hasil :                   

-          TTV stabil, suhu tubuh dalam batas normal

10
NIC : Manajemen suhu tubuh

a).guidance

kaji tanda-tanda vital

R/ mengetahui status kesehatan pasien

b).support

bantu pasien dalam beraktifitas

R/ membantu pasien

c).teaching

ajarkan keluarga untuk memberikan kompres

R/ menurunkan suhu tubuh

d).developmen environment

ciptakan lingkungan bersih dan tenang

R/memberikan kenyamanan dalam beristirahat

e).kolaborasi

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipyretic

v    Dx 2.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu


tubuh

NOC  : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam kebutuhan


cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil:

-Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

11
– Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.

-Turgor kulit baik

– membrane mukosa mulut lembab

NIC : Manajemen cairan

a).Guidance

Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.


R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
b).Support

Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien


R/ : memnuhi kebutuhan cairan pasien
c).Teaching

Aujurkan pasien banyak minum air putih

R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien

d.Dev.environment

Ciptakan lingkungan yang bersih dan tenang

R/:Memberikan kenyamanan dalam beristirahat

e. Kolaborasi

berikan pengobatan seperti obat antimual.

R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien

v    Dx 3. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan


bersihan jalan nafas kembali efektif

Kriteria hasil:

12
-Pasien dapat bernafas efektif kembali

-sekresi mukus berkurang

NIC  :Manajemen bersihan jalan nafas

a.Guidance

Kaji pola napas pasien

R/ : untuk mengetahui pola napas pasien.

b.Support

 Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

c.teaching

Ajarkan keluarga pasien untuk memposisikan pasien semi fowler atau high fowler

R/ : memudahkan pasien dalam proses respirasi

d.developmen environment

Batasi kunjungan dan berikan ketenangan

R/ memberikan kenyamanan dalam beristirahat

e.colaboration

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

v    Dx. 4.Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam terjadi


Peningkatan status nutrisi

a).guidance

13
kaji intake dan output nutrisi

R/mengetahui intake dan output nutrisi

 b). support

Bantu klien makan


R/ membantu klien makan.

c).teaching

 Ajarkan kepada keluarga pasien untuk  menyelingi makan dengan minum

R/ memudahkan makanan untuk masuk.

d).developmen environment

 mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.


R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.

e).kolaborasi

kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi pasien

E. Evaluasi

1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi

2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif

3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.

4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi


5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.

14

Anda mungkin juga menyukai