BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lidah buaya
Aloe vera atau yang lebih dikenal sebagai lidah buaya merupakan tanaman
asli dari Afrika Selatan, Madagascar dan Arabia. Tanaman ini termasuk ke dalam
golongan Liliaceae (Moghaddasi dan Verma 2011). Ciri fisik dari tanaman ini
adalah daunnya berdaging tebal, panjang, mengecil kebagian ujungnya, berwarna
hijau serta berlendir. Pada bagian massa encer mentah mengandung sekitar 98,5%
air dengan kandungan 1,5% mengandung susunan senyawa vitamin, mineral,
enzim, polisakarida, senyawa polipakarida, dan asam organik yang larut dalam air
dan larut dalam lemak (Hamman, 2008).
Tanaman lidah buaya sudah banyak dikembangkan dan dibudidayakan di
Indonesia, tetapi yang dikenal sebagai sentra lidah buaya adalah Kalimantan
Barat. Tanaman ini telah lama dikenal karena kegunaannya sebagai tanaman obat
untuk aneka penyakit (Misawaa et al. 2008). Tanaman ini bermanfaat sebagai
bahan baku, industri farmasi dan kosmetik, serta sebagai bahan baku makanan dan
minuman kesehatan, obat-obatan yang tidak mengandung bahan pengawet kimia
(Natsir, 2013).
A.1 Karakteristik
Menurut Yaron (1991), bahwa pelepah tanaman Aloe vera L. ini terdiri dari
beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate (lendir). Bagian
utama mucilage gel terdiri atas berbagai macam polisakarida (glucomannan,
acetylated glucomannan, acemannan, galacto galacturan dan galacto gluco
arabinomannan), mineral (calcium, magnesium, potassium, sodium, iron, zinc,
dan chromium), protein (enzim pectolytic, aloctindan lectin (glikoprotein), serta
jenis protein lain), ß- sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian
utama exudate (lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir
tidak berwarna. Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti
anthraquinone beserta turunannya, aloin (barbaloin), dan aloe-emodin,
sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen fenolik.
5
Gel lidah buaya ini tidak berwarna dan berbau, tidak mempengaruhi rasa
atau rupa dari buah, aman digunakan, alami serta aman bagi lingkungan. Gel
lidah buaya yang terdiri dari polisakarida, berperan menghalangi kelembaban
dan oksigen yang dapat mempercepat pembusukan makanan. Gel ini juga
mengandung antibiotik dan anti cendawan yang berpotensi memperlambat atau
menghalangi mikroorganisme yang mengakibatkan keracunan makanan pada
manusia (Reynolds dan Dweck, 1999).
2.1.3 Manfaat
Gel lidah buaya juga memperlihatkan aktivitas anti penuaan karena mampu
menghambat proses penipisan kulit dan menahan kehilangan serat elastin serta
menaikkan kandungan kolagen dermis yang larut air. Lidah buaya terbukti dapat
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes (Okyar et al., 2001).
Menurut Astawan (2008), dapat disimpulkan bahwa kandungan gizi gel atau
egene lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti kalsium, magnesium,
kalium, sodium, besi, zinc, dan kromium. Beberapa vitamin dan mineral tersebut
dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami, seperti fenol, flavonoid,
vitamin C, vitamin E, vitamin A, dan magnesium. Antioksidan ini berguna untuk
mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit degeneratif.
Kandungan gizi daun lidah buaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
6
pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur relatif lunak atau menjadi lunak jika
dikunyah.
C. Permen jelly
Permen jelly merupakan permen yang dibuat dari air atau sari buah dan
bahan pembentuk gel, yang berpenampilan jernih transparan serta mempunyai
tekstur dengan kekenyalan tertentu. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan
antara lain gelatin, karagenan dan agar. Permen jelly tergolong dalam makanan
semi basah oleh karena itu produk ini cepat rusak bila tidak dikemas secara baik.
(Malik,2010).
Permen jelly tergolong sebagai pangan semi basah. Pangan semi basah
adalah produk pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah dengan satu atau lebih
perlakuan, dapat dikonsumsi secara langsung tanpa penyiapan dan stabil
(mengawetkan dengan sendirinya) selama beberapa bulan tanpa perlakuan
panas, pembekuan, ataupun pendinginan, melainkan dengan melakukan
pengesetan pada formula yaitu meliputi kondisi pH, senyawa aditif dan terutama
aw yang berkisar antara 0,6 sampai 0,85 (diukur pada suhu 25oC) (Muchtadi,
2008). Pemen jelly sebagai pangan semi basah memiliki umur simpan 6- 8 bulan
bila ditempatkan dalam stoples dan 1 tahun jika kemasannya belum dibuka.
Permen jelly memiliki kecendrungan menjadi lengket karena sifat higroskopis dari
gula pereduksi yang membentuk permen, sehingga perlu ditambahkan bahan
pelapis. Permen jelly umumnya memerlukan bahan pelapis berupa campuran
tepung tapioka dengan tepung gula. Pelapisan ini berguna untuk membuat
permen tidak melekat satu sama lain dan juga untuk menambah rasa manis
(Kemenristek, 2010).
Permen jelly yang baik adalah yang memiliki kadar gula 40-50% dimana
gula tersebut mengandung 5-10% gula invert, 10 – 15% dekstrosa dan 50 –
60% sirup glukosa dan kadar air maksimal 20% (Vail et al, 1979).
8
Komoposisi Keterangan
Bentuk, bau, rasa Normal
Kadar air standar Maks 20%
Kadar gula reduksi standar Maks 25%
Kadar gula total standar Min 27%
Kadar abu standar Maks 3,0%
Bahan tambahan pangan Tidak ditambahkan
Kadar timbal (Pb) standar Maks 2,0 mg/kg
Kadar tembaga (Cu) standar Maks 2,0 mg/kg
Kadar timah (Sn) standar Maks 40,0 mg/kg
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indoesia (3547-2-2008)
berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dengan
molekul pelarut terperangkap dalam jaringan ini (Clegg, 1995).
Pembentukan gel merupakan suatu fenomena pengikatan silang rantai-
rantai polimer sehingga membentuk struktur jala tiga dimensi bersambungan.
Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobilisasi air di dalamnya dan
membentuk struktur yang kuat dan kaku (Fardiaz 1989).
Proses pembentukan gel karagenan diawali dengan perubahan polimer
karagenan menjadibentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini
disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu
pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan maka polimer karagenan
akan membentuk struktur pilinan ganda (double helix) dan menghasilkan titik-
titikpertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman 1979).
Pembentukan gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah,
tipe, dan posisi sulfat serta adanya ion-ion yang akan mempengaruhi
pembentukan gel. Keberadaan ion K+, Rb+, dan Cs+ akan secara spesifik
mengikat struktur helix dari gel kappa karagenan dan mendorong pembentukan
formasi helix. (Glicksman 1979).
Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel
yang digunakan.Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat
seperti karet sedangkan jelly agaragar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin
menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya lebih baik pada pH
rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang bersifat larut air.
Pembentukan gel yang terjadi hanya dalam satu rentang pH yang sempit.
Kondisi pH yang optimum untuk pembentukan gel berada pada pH 3,2 – 3,4.
Jumlah pektin yang diperlukan untuk pemebentukan gel pada persentase 0,75%
- 1,5% (Buckle et al 1987).
E. Karagenan
Karagenan merupakan suatu istilah untuk polisakarida yang diperoleh
melalui ekstraksi alkali (dan modifikasi) dari alga merah (Rhodophyceae)
kebanyakan berasal dari genus Chondrus, Euchema, Gigartina, dan Iridaea.
Rumput laut yang berbeda menghasilkan karagenan yang berbeda pula
(Chaplin, 2007). Karagenan dibuat dari rumput laut yang dikeringkan, rumput laut
diayak untuk menghilangkan kotoran-kotoran seperti pasir dan kemudian dicuci.
10
Setelah melalui perlakuan dengan larutan basa panas (contohnya 5-8% kalium
hidroksida), selulosanya dihilangkan dari karagenan dengan menggunakan
proses sentrifugasi dan filtrasi. Larutan karagenan yang didapat dipekatkan
melalui evaporasi, kemudian dikeringkan dan dipisahkan lagi menurut
spesifikasinya (Raton and Smooley, 1993).
Karagenan dihasilkan oleh karagenofit yaitu rumput laut atau alga yang
mengandung karagenan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok alga yang
tergolong sebagai karagenofit antara lain Chondrus, Gigartina, dan Euchema.
Karagenofit yang tumbuh dominan di perairan Indonesia adalah rumput laut
jenis Euchema (Sudjiharno dkk, 2001). Secara tradisional, karagenan diperoleh
dari ekstraksi rumput laut merah (Rhodopyceae) dalam larutan alkali panas
selama 10-30 jam kemudian diikuti dengan pengendapan menggunakan alkohol
atau potasium klorida lalu dikeringkan (Iglauer et al, 2011). Secara umum,
karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa
dan L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4
glikosidik. Setiap unit galaktosa mengikat gugus sulfat. Jumlah sulfat pada
karagenan lebih kurang 35,1% (Sudjiharno dkk, 2001). Secara umum, karagenan
bersifat larut dalam air dan membentuk larutan dengan viskositas tinggi.
Viskositas dari larutan yang dihasilkan cukup stabil pada kisaran pH yang luas
karena grup ester sulfat selalu terionisasi dan pada kondisi asam kuat
menghasilkan molekul bermuatan negatif (BeMiller dan Whistler,1996).
Karagenan secara garis besar terbagi dalam tiga kelompok besar yaitu kappa
karagenan, iota karagenan, dan lambda karagenan. Masing-masing jenis
karagenan tersebut berasal dari spesies karagenofit yang berbeda dan memiliki
sifat yang berbeda.
Kappa karagenan
Kappa karagenan dihasilkan oleh E.cottoni, E.edule, E (Kappaphycus)
alvarezii(Surono,2009). Kappa karagenan terdiri dari ikatan (1,3) D-galaktosa-4-
sulfat dan ikatan (1,4) 3,6-anhydro-Dgalaktosa. Rasio D-galaktosa-4-sulfat, 3,6-
anhydro-D-galaktosa, dan gugus ester sulfat adalah 5:6:7 (Iglauer et al,
2011). Kappa karagenan akan membesar dan membentuk sebaran kasar saat
dimasukkan dalam air dingin. Kappa karagenan akan larut pada suhu 70°C. Gel
yang dihasilkan oleh kappa karagenan bersifat mudah pecah yang ditandai
dengan tingginya sineresis dan berwarna agak gelap (Fardiaz,1989). Selain itu,
11
gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan memiliki tekstur yang solid dan
reversible (BeMillerr dan Whistler,1996). Imeson (1992) juga menyebutkan gel
kappa karagenan bersifat kuat namun kaku dan memiliki tingkat sineresis yang
tinggi. Keberadaan ion K+, Rb+, dan Cs+ akan secara spesifik mengikat struktur
helix dari gel kappa karagenan dan mendorong pembentukan formasi helix. Gel
yang dihasilkan oleh kappa karagenan akan semakin kuat dengan adanya
potasium klorida dibandingkan dengan sodium klorida (Iglauer et al, 2011).
Iota Karagenan
Iota karagenan dihasilkan oleh E.spinosum dan E.muricatum. Iota
karagenan terdiri dari D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-D-galaktosa-2-sulfat
(Angka dan Suhartono,2000).
Iota karagenan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan garam
natrium. Dalam larutan kation lain seperti K+ dan Ca2+, iota tidak larut dan hanya
menujukkan pengembangan (Angka dan Suhartono,2000). Gel yang dihasilkan
iota bersifat reversible, lembut dan elastis sehingga memiliki stabilitas
pembekuan dan thawing yang baik. Selain itu gel yang dihasilkan tidak mudah
mengalami sineresis pada saat dibekukan kemungkinan disebabkan oleh sifat
iota yang lebih hidrofilik dan membentuk percabangan yang lebih sedikit
dibandingkan kappa karagenan (Bemiller dan Whistler,1996).
Lambda Karegenan
Lambda karagenan dihaslikan oleh Chondorus cripus. Lamda terdiri dari
D-galaktosa-2-sulfat dan D-galaktosa-2,6-disulfat (Angka dan Suhartono,2000).
Lambda karagenan dapat larut dalam air dingin karena tidak mengandung 3,6-
anhidrogalaktosa dan mengandung ester sulfat dalam jumlah tinggi
(Towle,1973). Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak
mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Glicksman,1983).
Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau
mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,
tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat
elastis dan kekakuan.
12
Gambar 2.2. Proses pembentukan gel karagenan (BeMiller dan Whistler 1996)
formasi helix. Gel yang dihasilkan oleh kappa karagenan akan semakin kuat
dengan adanya potasium klorida dibandingkan dengan sodium klorida (Iglauer et
al, 2011).
F. Sukrosa
Sukrosa merupakan salah satu jenis gula disakarida yang terdiri dari
glukosa dan fruktosa. Gula dalam ilmu pangan atau gizi berdasarkan susunan
molekulnya dikelompokkan menjadi tiga. Monosakarida yaitu glukosa, fruktosa
dan galaktosa, kemudian disakarida yaitu gukosa dan fruktosa serta polisakarida
yaitu tepung, dekstrin, glikogen dan selulosa (Sandjaja et al., 2013).
Sukrosa yang banyak terdapat di pasaran dan sering dijumpai yaitu gula
pasir. Gula merupakan senyawa organik penting di dalam bahan makanan,
karena gula dapat mudah dicerna di dalam tubuh dan dapat menghasilkan kalor.
Selain itu, gula juga berfungsi sebagai pengawet pada makanan (Bait, 2012).
Gula pasir merupakan salah satu bahan yang ditambahkan pada proses
pembuatan permen jelly. Penambahan gula pasir berguna untuk memberikan
rasa manis,mengawetkan, menigkatkan konsentrasi dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dalam
bahan sehingga dapat meningkatkan daya simpan produk. Gula pasir juga
berfungsi untuk proseskristalisasi balik adonan permen sehingga diperoleh
produk akhir berupa padatan. Pada Sukrosa molekul glukosa dan fruktosa terikat
satu sama lain (White, 2014).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peranan penting dalam
pengolahan makanan, untuk industri makanan biasa digunakan dalam bentuk
kristal halus atau kasar dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk
cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan
dalam air dan kemudian dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi
glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert. Gula invert ini tidak dapat
berbentuk kristal karena kelarutan fruktosa dan glukosa sangat besar
(Winarno,1986).
Sifat – sifat sukrosa yaitu kenampakan dan kelarutan, semua gula
berwarna putih, mempentuk kristal yang larut dalam air. Mengalami proses
hidrolisis menjadi monosakarida berupa fruktosa dan glukosa yang di sebut “Gula
Invert”. Inversi dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa bersama
14
Sari buah
sukrosa ,HFS,Na-
propionat,Asam sitrat
Karagenan
Penuangan kecetakan
Pemotongan
Permen Jelly
H. Analisa Keputusan
I. Landasan Teori
Permen jelly adalah permen bertekstur lunak yang diproses dengan
penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan,
gelatin dan lain-lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga
menghasilkan produk yang kenyal (Badan Standarisasi Nasional, 2008). Permen
jelly termasuk dalam golongan gummy cardies (potter,1966), secara umum
mempunyai tekstur yang empuk dan mudah dipotong namun juga cukup kaku
untuk mempertahankan bentuknya, tidak lengket, tidak berlendir, tidak pecah ,
mempunyai karakteristik permen yang baik yaitu halus dan lembut
(Charley,1982).
Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak bergantung pada bahan gel
yang digunakan.Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat
seperti karet sedangkan jelly agar- agarbersifat lunak dan agak rapuh. Pektin
menghasilkan gel yang sama dengan agar-agar, tetapigelnya lebih baik pada pH
rendah, sedangkan karagenan mengasilkan gel yang bersifat larut air(Buckle et
al 1987).Gelling agent yang digunakan untuk pembentukan jelly pada pada permen
jelly adalah Jelly powder, yaitu bahan pangan berbentuk tepung yang terdiri dari
bahan-bahan hidrokoloid yang dapat membentuk gel (gelling agent).
Jerami nangka merupakan limbah dari buah nangka masih banyak
mengandung zat-zat yang sama dengan daging buahnya seperti protein, serat
kasar, gula dan sebagainya (Sumarni, 2011).
Penambahan gula pada pembuatan permen jelly ini memiliki fungsi untuk
memberikan rasa manis dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam
konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
menurunkan aktivitas air dari bahan pangan (Malik, 2010).
Selain itu sukrosa juga dapat membentuk gula invert yang dihasilkan dari
proses penguraian sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa selama proses
pemanasan dan akan mengalami kristalisasi gula. Sukrosa yang mengalami
proses pemanasan berlanjut akan mengalami kristalisasi gula. Kristalisasi yang
disebabkan karena padatan terlarut berlebihan, inversi sukrosa yang tidak cukup
18
atau gula tidak cukup larut. Pencegahan kristalisasi dapat dilakukan dengan
menambahkan senyawa – senyawa yang dapat encegah kristalisasi sukrosa.
Penambahan HFS dapat mencegah kristalisasi gula. Penggunaan HFS
dalam pembentukan gel akan menghasilkan tekstur yang liat, tetapi kekerasan
permen cenderung menurun. Penambahan asam sitrat dapat mempengaruhi
rasa asam adan mencegah proses kristalisasi gula. Selain itu asam sitrat juga
berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama
penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan (Koswara, 2009).
Karagenan merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan
kestabilan bahan pangan baik yang berbentuk suspensi (dispersi padatan dalam
cairan), emulsi (dispersi gas dalam cairan) dan juga digunakan sebagai bahan
penstabil karena mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif disepanjang
rantai polimernya dan bersifat hidrofdilik yang dapat mengikat air atau gugus
hidroksil lainnya karena sifatnya yang hidrofilik maka penambahan karagenan
dalam produk emulsi akan meningkatkan viskositas fase kontinyu sehingga
emulsi menjadi stabil (Winarno,1996).Mekanisme gelasi pada karagenan terjadi
bila larutan dipanaskan dan kemudian diikuti pendinginan. Karagenan akan
membentuk gel dalam air yang bersifat reversibel. Interksi antara komponen
pada gelatin dan karagenan memungkinkan bagian dari kedua molekul masing –
masing membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk
jaringan tiga dimensi atau gel. (Stephen,1995). Karagenan mengandung D-
galaktosa 6-sulfat ester. Adanya gugus sulfat, dapat menurunkan daya gelasi
dari karagenan, tetapi dengan adanya pemberian alkali mampu membantu
hilangnya gugus-6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3,6-
anhidrogalaktosa sehingga menghasilkan kenaikkan pada kekuatan gel.(Nafiah
2011).