Anda di halaman 1dari 9

PEMAHAMAN BAHAYA DAN RISIKO K3 GUNA

PENINGKATAN SOFT SKILL MAHASISWA DAN


MENYAMBUT ERA PASAR BEBAS ASEAN
Adhi Muhtadi1, Sapto Budi Wasono2
1
Adhi Muhtadi, Universitas Narotama, email: adhimuhtadi1974@gmail.com
2
Sapto Budi Wasono, Universitas Narotama, email: sapto.budiwasono@yahoo.com

ABSTRAK
Data jumlah kecelakaan kerja PT. Jamsostek (Persero) selama Tahun 2006 hingga 2013 telah meningkat
hampir 100%. Sedangkan klaim jaminan asuransi kecelakaan kerja telah meningkat hampir 300%. Lebih
mengenaskan lagi data Tahun 2005 menunjukkan terdapat 20 orang meninggal dunia akibat kecelakaan
kerja tiap 100.000 pekerja. Dan data Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9 pekerja meninggal per hari.
Umumnya kecelakaan kerja menimpa tenaga harian lepas/kontrak yang ada di lapangan. Kalangan
perguruan tinggi juga merupakan stakeholder dalam hal K3 selain pemerintah, pengusaha dan pekerja.
Kalangan perguruan tinggi sudah selayaknya membekali mahasiswa dalam hal pengetahuan K3. Sehingga
ketika memasuki dunia kerja, sudah siap untuk mengaplikasikan softskill K3 di perusahaan. Pengetahuan
K3 tersebut juga akan berguna bagi kesiapan lulusan perguruan tinggi dalam menyambut era pasar bebas
Asean. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 09/PER/M/2008 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum. ILO (International Labour Organization) juga menerbitkan Modul 5 tentang K3. Makalah ini
akan membahas secara singkat isi dari PERMEN PU tesebut dan Modul 5 ILO guna peningkatan soft
skill mahasiswa agar siap memasuki dunia kerja dan menyambut era pasar bebas Asean yang akan
dimulai pada akhir tahun 2015.
Kata kunci: manajemen, K3, soft skill, mahasiswa, pasar bebas Asean

1. PENDAHULUAN
Di negara Indonesia, penyelenggaraan konstruksi telah banyak menimbulkan masalah di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk dalam salah satu jenis pekerjaan
yang berisiko terhadap kecelakaan kerja. Tenaga kerja di bidang konstruksi yang
mencakup sekitar 7-8 persen atau sekitar 4,5 juta orang dari jumlah tenaga kerja di
seluruh sektor yang terdapat di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga kerja di bidang
konstruksi belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sebagian merupakan
pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki kontrak kerja secara formal
terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan masalah K3 (Warta Ekonomi,
2006).
Oleh karena itu, upaya menekan tingkat kecelakaan kerja merupakan suatu keharusan.
Misalnya dalam suatu pelaksanaan pekerjaan konstruksi posisi yang berperan adalah
middle hingga top management untuk pembuatan kebijakan penerapan K3 di
lingkungan kerja. Secara umum alumni jenjang pendidikan tinggi memegang beberapa
posisi strategis misal Supervisor Project, Site Project, Project Manager, Construction
Manager, Safety Manager, dan beberapa posisi penting lainnya dalam suatu
pelaksanaan pekerjaan/proyek konstruksi. Apabila alumni pendidikan tinggi,
mempunyai bekal yang cukup dalam hal K3, maka secara langsung dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan K3.
Jangan menulis apapun pada header

Umumnya pihak kontraktor yang sudah berpengalaman menangani proyek-proyek besar


telah melaksanakan K3 meskipun di beberapa hal masih ada kekurangan. Akan tetapi
pihak kontraktor masih banyak juga yang memandang K3 sebagai pengeluaran
tambahan yang membebani keuangan perusahaan. Sehingga tidak jarang segala hal
yang berkaitan dengan K3 kurang mendapatkan prioritas. Akibatnya yang dirasakan
adalah dengan semakin banyaknya pelaksanaan pekerjaan infrastruktur, maka makin
banyak pula para pekerja yang menderita kecelakaan kerja.
Peningkatan pendanaan untuk pelaksanaan pekerjaan infrastruktur tiap tahunnya ibarat
2 mata pedang. Di satu sisi hal ini menimbulkan gairah yang tinggi bagi alumni
pendidikan tinggi untuk berkiprah pada kemajuan infrastruktur Indonesia. Tetapi di sisi
lainnya, alumni pendidikan tinggi yang biasanya menduduki posisi strategis juga
mengemban keselamatan pekerja harian lepas/ tenaga kontrak yang seringkali menjadi
korban kecelakaan kerja.
Data kecelakaan kerja dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Akan tetapi pada
Tahun 2007 mengalami penurunan. Dalam rentang waktu antara Tahun 2006 hingga
Tahun 2013, jumlah dan klaim jaminan kecelakaan kerja mempunyai trend yang
meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 1. Data Jumlah Kecelakaan Kerja dan Klaim Jaminan Kecelakaan Tahun 2006
sd 2013
Klaim Jaminan
Juml Kecelakaan
Tahun Kecelakaan Kerja
Kerja (kasus)
(Rp. Milyar)
2006 95.624 222.00
2007 83.714 219.79
2008 94.736 296.40
2009 96.314 328.51
2010 98.711 401.20
2011 99.491 504.00
2012 103.000 521.77*
2013 192.911** 618.490
Sumber: Jamsostek dan BPJS; *) Asumsi Penulis; **)orang

Data kecelakaan kerja dan klaim jaminan kecelakaan kerja setiap tahun ada
peningkatan. Sehingga ada anggapan tenaga ahli yang notabene alumni pendidikan
tinggi di Indonesia dan menempati posisi strategis kurang mampu meminimalkan
jumlah kecelakaan kerja. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat tenaga ahli dari
seluruh Negara Asean bisa masuk dengan leluasa pada era Pasar Bebas Asean sekarang.
Berikut data kecelakaan kerja di Malaysia, Singapura, Indonesia dan Eropa.

Data kecelakaan di Indonesia pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa terjadi 20 orang
meninggal per 100.000 pekerja. Hal ini dianggap yang terburuk di Negara-negara Asean
(Konradus, 2006). Apabila dibandingkan dengan kejadian kecelakaan di Eropa, maka
sangat jauh perbedaannya. Di Indonesia pada Tahun 2013 dinyatakan 9 orang
meninggal per hari akibat kecelakaan kerja, sedangkan di Negara-negara Eropa kejadian
meninggal dapat ditekan hingga 2 orang meninggal per hari. Oleh karena itu, orientasi
pendidikan di Indonesia haruslah bergeser untuk memberikan prioritas pada pendidikan
K3. Sehingga pada akhirnya bisa menurunkan trend kecelakaan kerja di Indonesia.

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

Tabel 2. Kasus Kecelakaan Kerja di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan


Eropa
Negara Tahun Jumlah Kasus
Singapura 1998 6,3 per 1000 pekerja
Malaysia 1994 16 per 1000 pekerja
2000 11 per 1000 pekerja
2005 8,5 meninggal dari 100.000 pekerja
Thailand 2005 8,9 meninggal dari 100.000 pekerja
Indonesia 2005 20 meninggal dari 100.000 pekerja
2013 9 pekerja meninggal per hari
Eropa 2013 2 pekerja meninggal per hari
2. LANDASAN TEORI
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke
rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Bahwa suatu kasus dinyatakan kasus kecelakaan kerja apabila terdapat unsur ruda paksa
yaitu cedera pada tubuh manusia akibat suatu peristiwa atau kejadian (seperti terjatuh,
terpukul, tertabrak dan lain-lain) dengan kriteria sebagai berikut:

a. kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau
sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui.
Pengertian kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja adalah sejak tenaga kerja tersebut keluar dari halaman rumah dan
berada di jalan umum. Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi dengan surat
keterangan dari pihak kepolisian atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui kejadian.

b. Pengertian kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja mempunyai arti yang luas,
sehingga sulit untuk diberikan batasan secara konkrit. Namun demikian sebagai
pedoman dalam menentukan apakah suatu kecelakaan termasuk kecelakaan
berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari:
1) Kecelakaan terjadi di tempat kerja;
2) Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan
pekerjaan;
3) Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan; dan/atau
4) Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam kerja atas
izin atau sepengetahuan perusahaan.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi
oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya
sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial
seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka
diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai
kelompok jenis usaha.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba
kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program
JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan
kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
Sistem Manajemen K3
Pengertian Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara umum
merujuk pada 2 (dua) sumber, yaitu Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan pada Standar OHSAS 18001:2007
Occupational Health and Safety Management Systems.
Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
menurut Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.

Gambar 1. Siklus K3 Menurut ILO-OSH:2001


Sedangkan Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) menurut standar OHSAS 18001:2007 ialah bagian dari sebuah sistem
manajemen organisasi (perusahaan) yang digunakan untuk mengembangkan dan
menerapkan Kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 organisasi (perusahaan) tersebut.
Elemen-Elemen Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bisa beragam
tergantung dari sumber (standar) dan aturan yang kita gunakan. Secara umum, Standar
Sistem Manajemen Keselamatan Kerja yang sering (umum) dijadikan rujukan ialah
Standar OHSAS 18001:2007, ILO-OSH:2001 dan Permenaker No 5 Tahun 1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Free Trade Area,
AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

seluruh negara ASEAN. Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN


memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja
pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang
baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke
dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban
penurunan tarif AFTA. Tujuan diwujudkannya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN
adalah sbb:
Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia
melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN
Menarik investasi asing langsung ke ASEAN

3. PEMBAHASAN
Pengambilan kebijakan terkait K3 di sebuah perusahaan akan melibatkan beberapa
stakeholders yakni:
1. Pemerintah
2. Dewan K3 Tingkat Propinsi
3. Pengusaha (jajaran direksi dan pemilik modal)
4. Tenaga Kerja (Pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja, dokter perusahaan
dan tenaga kerja lainnya)
5. Perguruan tinggi
6. Organisasi profesi, Lembaga Profesi dan Lembaga Diklat K3
7. Praktisi K3
Stakeholder yang terlibat mempunyai peran yang saling mengisi dan saling bekerjasama
untuk menurunkan tingkat kecelakaan kerja. Oleh karena penulis merupakan staf
pengajar di bidang teknik sipil, maka fokus pembahasan adalah peningkatan kompetensi
mahasiswa dalam pengenalan K3 di lingkungan perguruan tinggi dan guna memasuki
dunia kerja yang bertepatan dengan penerapan pasar bebas Asean pada akhir tahun
2015.
Peningkatan kompetensi mahasiswa dapat dilakukan melalui pemahaman beberapa
aspek legalitas yang terkait dengan K3 dan telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia
yaitu antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ;
2. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi;
7. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 174/MEN/1986 & 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1992 tentang Tata Cara
Penunjukkan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem


Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja;
10. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 384/KPTS/M/2004 tentang Pedoman
Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi
Bendungan;
Sedangkan pengembangan softskill mahasiswa di perguruan tinggi yang dibahas dalam
makalah ini adalah terkait pemahaman:
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 09/PER/M/2008 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum
2. Modul 5 ILO tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Permen PU No. 09/PER/M/2008
Di dalam Permen tersebut dijelaskan bahwa Bahaya K3 adalah suatu keadaan yang
belum dikendalikan sampai pada suatu batas yang memadai. Sedangkan Risiko K3
adalah perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat
yang ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi.
Kategori Risiko K3 menurut Permen adalah terbagi menjadi 3 yakni:
tinggi,
sedang
kecil.
Jika terjadi perbedaan pendapat tentang penentuan kategori risiko, harus diambil tingkat
risiko yang lebih tinggi. Risiko Tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa
manusia, dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi. Risiko Sedang
mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat berisiko membahayakan
keselamatan umum, harta benda dan jiwa manusia serta terganggunya kegiatan
konstruksi. Risiko Kecil mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak
membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan
konstruksi.
Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari kegiatan
mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko dan mengendalikan risiko.
Secara ilmiah risiko didefinisikan sebagai kombinasi fungsi dari frekuensi kejadian,
probabilitas dan konsekuensi dari bahaya risiko yang terjadi.
Kinerja penerapan Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dibagi
menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Baik, bila mencapai hasil penilaian > 85%;
b. Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60 % - 85%;
c. Kurang, bila mencapai hasil penilaian < 60 %

Modul 5 ILO tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. Oleh karena
itu perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya. Potensi Bahaya adalah
sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Risiko
adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang
terjadinya kejadian tersebut.

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

Tabel 3. Potensi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Didasarkan Pada Dampak
Korban

Dari Tabel 3 tersebut di atas,nampak jelas bahwa terdapat 4 kategori bahaya dan risiko
dalam Modul 5 ILO. Hal ini berbeda dengan Permen PU yang telah dijelaskan di atas
yang hanya menggunakan 3 kategori risiko saja yakni tinggi, sedang dan kecil.
Tanggap Darurat Bahaya Kebakaran
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Rencana Keadaan Darurat
kebakaran seperti gambar berikut ini.

Gambar 2. Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran


Membangun SMK3
SMK3 dilaksanakan pada setiap perusahaan dengan berpedoman pada penerapan
5 prinsip dasar sebagai berikut:
1. Komitmen dan Kebijakan;
2. Perencanaan;
3. Penerapan;
4. Pengukuran dan evaluasi; dan
5. Tinjauan Ulang dan peningkatan oleh pihak Pihak Manajemen.
6. Inovasi Pengembangan SMK3 secara Berkelanjutan

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

Gambar 3. Proses SMK3 Secara Berkelanjutan


Identifikasi Risiko Tahap pertama dalam kegiatan manajemen risiko dimana kita
melakukan identifikasi risiko yang terdapat dalam suatu kegiatan atau proses.
Identifikasi risiko adalah usaha untuk mengetahui, mengenal dan memperkirakan
adanya risiko pada suatu sistem operasi, peralatan, prosedur, unit kerja. Identifikasi
risiko merupakan langkah penting dalam proses pengendalian risiko. Sumber bahaya
ditempat kerja dapat berasal dari: bahan/material, alat/mesin, proses, lingkungan kerja,
metode kerja, cara kerja, dan produk. Target yang mungkin terkena/terpengaruh sumber
bahaya antara lain manusia, produk, peralatan/fasilitas, lingkungan, proses, reputasi, dll.
Kegunaan identifikasi risiko:
1. Mengetahui potensi bahaya
2. Mengetahui lokasi bahaya
3. Menunjukan suatu bahaya pada pengendali
4. Menunjukan suatu bahaya tidak akan menimbulkan akibat
5. Sebagai bahan analisa lebih lanjut
Peluang (Probability) Yaitu kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/kerugian ketika
terpapar dengan suatu bahaya. Contoh: peluang orang jatuh karena melewati jalan licin,
peluang untuk tertusuk jarum, peluang tersengat listrik, peluang supir menabrak dan
lain-lain.
Akibat (Consequences) yaitu tingkat keparahan/kerugian yang mungkin terjadi dari
suatu kecelakaan/loss akibat bahaya yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia,
properti, lingkungan, dll. Contoh: fatality atau kematian, cacat, perawatan medis dan
P3K
Untuk penilaian risiko menggunakan matriks tingkat risiko seperti berikut ini.
Tabel 4. Contoh Matriks Tingkat Risiko
5= sangat
5M 10 H 15 H 20 E 25 E
sering
4 = sering 4L 8M 12 H 16 E 20 E
3 = cukup
3L 6M 9H 12 H 15 H
sering
2 = jarang 2L 4L 6M 8M 10 H
1 = tidak
1N 2L 3L 4L 5M
pernah
3=
1=tidak 2= 4= 5=
Frekuensi Penanganan
ada P3K Cacat Kematian
(Probability) Medis
Dampak (Severity)

Jangan menulis apapun pada footer


Jangan menulis apapun pada header

Keterangan Tingkat Risiko:


Negligible (N), dengan Nilai Risiko 1
Low (L), dengan Nilai Risiko 2 – 4
Moderate (M), dengan Nilai Risiko 5 – 8
High (H), dengan Nilai Risiko 9 – 15
Extreme (E), dengan Nilai Risiko 16 – 25
4. KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Para mahasiswa sebagai calon manajemen di sebuah perusahaan sudah
waktunya memiliki pengetahuan dan kompetensi SMK3 untuk kesiapan
memasuki dunia kerja dan kesiapan menyambut pasar bebas Asean untuk
bersaing dengan tenaga kerja dari kawasan Asean.
2. Setiap institusi perguruan tinggi setidak-tisaknya memiliki ahli K3 yang
berfungsi memberikan pengetahuan dan softskill mengenai SMK3 meskipun K3
tidak dimasukkan sebagai mata kuliah wajib di dalam kurikulum
3. Pengembangan pengetahuan K3 tidak hanya berdasar pada Permen PU No.
09/PER/M/2008 dan Modul 5 ILO saja tetapi bisa dikembangkan juga melalui
pembelajaran prosedur ISO 9001 tentang Standar Kualitas/Mutu, ISO 14001
tentang standar lingkungan dan OHSAS 18001:2007 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Husen, Abrar (2011), Manajemen Proyek, Yogyakarta: Penerbit Andi
2. ILO (2013), Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja, Sarana Untuk
Produktivitas, Pedoman Pelatihan Untuk Manajer dan Pekerja, Edisi Bahasa
Indonesia, Jakarta: ILO
3. Konradus Danggur (2006), Keselamatan Kesehatan Kerja, Membangun SDM Pekerja
Yang Sehat, Produktif dan Kompetitif, Jakarta: PT.Percetakan Penebar Swadaya
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 09/PER/M/2008 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum
5. Simanjuntak, E., dkk. (2013), Profil Investasi Bidang Pekerjaan Umum, Jakarta: Pusat
Kajian Strategis Sekjen Kementrian Pekerjaan Umum
6. Warta Ekonomi, (2 Juni 2006), K3 Masih Dianggap Remeh, Jakarta

Jangan menulis apapun pada footer

Anda mungkin juga menyukai