Paper Adhi N Sapto Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Paper Adhi N Sapto Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
ABSTRAK
Data jumlah kecelakaan kerja PT. Jamsostek (Persero) selama Tahun 2006 hingga 2013 telah meningkat
hampir 100%. Sedangkan klaim jaminan asuransi kecelakaan kerja telah meningkat hampir 300%. Lebih
mengenaskan lagi data Tahun 2005 menunjukkan terdapat 20 orang meninggal dunia akibat kecelakaan
kerja tiap 100.000 pekerja. Dan data Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9 pekerja meninggal per hari.
Umumnya kecelakaan kerja menimpa tenaga harian lepas/kontrak yang ada di lapangan. Kalangan
perguruan tinggi juga merupakan stakeholder dalam hal K3 selain pemerintah, pengusaha dan pekerja.
Kalangan perguruan tinggi sudah selayaknya membekali mahasiswa dalam hal pengetahuan K3. Sehingga
ketika memasuki dunia kerja, sudah siap untuk mengaplikasikan softskill K3 di perusahaan. Pengetahuan
K3 tersebut juga akan berguna bagi kesiapan lulusan perguruan tinggi dalam menyambut era pasar bebas
Asean. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 09/PER/M/2008 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum. ILO (International Labour Organization) juga menerbitkan Modul 5 tentang K3. Makalah ini
akan membahas secara singkat isi dari PERMEN PU tesebut dan Modul 5 ILO guna peningkatan soft
skill mahasiswa agar siap memasuki dunia kerja dan menyambut era pasar bebas Asean yang akan
dimulai pada akhir tahun 2015.
Kata kunci: manajemen, K3, soft skill, mahasiswa, pasar bebas Asean
1. PENDAHULUAN
Di negara Indonesia, penyelenggaraan konstruksi telah banyak menimbulkan masalah di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk dalam salah satu jenis pekerjaan
yang berisiko terhadap kecelakaan kerja. Tenaga kerja di bidang konstruksi yang
mencakup sekitar 7-8 persen atau sekitar 4,5 juta orang dari jumlah tenaga kerja di
seluruh sektor yang terdapat di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga kerja di bidang
konstruksi belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sebagian merupakan
pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki kontrak kerja secara formal
terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan masalah K3 (Warta Ekonomi,
2006).
Oleh karena itu, upaya menekan tingkat kecelakaan kerja merupakan suatu keharusan.
Misalnya dalam suatu pelaksanaan pekerjaan konstruksi posisi yang berperan adalah
middle hingga top management untuk pembuatan kebijakan penerapan K3 di
lingkungan kerja. Secara umum alumni jenjang pendidikan tinggi memegang beberapa
posisi strategis misal Supervisor Project, Site Project, Project Manager, Construction
Manager, Safety Manager, dan beberapa posisi penting lainnya dalam suatu
pelaksanaan pekerjaan/proyek konstruksi. Apabila alumni pendidikan tinggi,
mempunyai bekal yang cukup dalam hal K3, maka secara langsung dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan K3.
Jangan menulis apapun pada header
Data kecelakaan kerja dan klaim jaminan kecelakaan kerja setiap tahun ada
peningkatan. Sehingga ada anggapan tenaga ahli yang notabene alumni pendidikan
tinggi di Indonesia dan menempati posisi strategis kurang mampu meminimalkan
jumlah kecelakaan kerja. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat tenaga ahli dari
seluruh Negara Asean bisa masuk dengan leluasa pada era Pasar Bebas Asean sekarang.
Berikut data kecelakaan kerja di Malaysia, Singapura, Indonesia dan Eropa.
Data kecelakaan di Indonesia pada Tahun 2005 menunjukkan bahwa terjadi 20 orang
meninggal per 100.000 pekerja. Hal ini dianggap yang terburuk di Negara-negara Asean
(Konradus, 2006). Apabila dibandingkan dengan kejadian kecelakaan di Eropa, maka
sangat jauh perbedaannya. Di Indonesia pada Tahun 2013 dinyatakan 9 orang
meninggal per hari akibat kecelakaan kerja, sedangkan di Negara-negara Eropa kejadian
meninggal dapat ditekan hingga 2 orang meninggal per hari. Oleh karena itu, orientasi
pendidikan di Indonesia haruslah bergeser untuk memberikan prioritas pada pendidikan
K3. Sehingga pada akhirnya bisa menurunkan trend kecelakaan kerja di Indonesia.
a. kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja atau
sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau wajar dilalui.
Pengertian kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja adalah sejak tenaga kerja tersebut keluar dari halaman rumah dan
berada di jalan umum. Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi dengan surat
keterangan dari pihak kepolisian atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui kejadian.
b. Pengertian kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja mempunyai arti yang luas,
sehingga sulit untuk diberikan batasan secara konkrit. Namun demikian sebagai
pedoman dalam menentukan apakah suatu kecelakaan termasuk kecelakaan
berhubung dengan hubungan kerja dapat dilihat dari:
1) Kecelakaan terjadi di tempat kerja;
2) Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan
pekerjaan;
3) Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan; dan/atau
4) Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam kerja atas
izin atau sepengetahuan perusahaan.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi
oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya
sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial
seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka
diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk
membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai
kelompok jenis usaha.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba
kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program
JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan
kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran.
Sistem Manajemen K3
Pengertian Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara umum
merujuk pada 2 (dua) sumber, yaitu Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan pada Standar OHSAS 18001:2007
Occupational Health and Safety Management Systems.
Pengertian (Definisi) Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
menurut Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ialah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
3. PEMBAHASAN
Pengambilan kebijakan terkait K3 di sebuah perusahaan akan melibatkan beberapa
stakeholders yakni:
1. Pemerintah
2. Dewan K3 Tingkat Propinsi
3. Pengusaha (jajaran direksi dan pemilik modal)
4. Tenaga Kerja (Pegawai pengawas, ahli keselamatan kerja, dokter perusahaan
dan tenaga kerja lainnya)
5. Perguruan tinggi
6. Organisasi profesi, Lembaga Profesi dan Lembaga Diklat K3
7. Praktisi K3
Stakeholder yang terlibat mempunyai peran yang saling mengisi dan saling bekerjasama
untuk menurunkan tingkat kecelakaan kerja. Oleh karena penulis merupakan staf
pengajar di bidang teknik sipil, maka fokus pembahasan adalah peningkatan kompetensi
mahasiswa dalam pengenalan K3 di lingkungan perguruan tinggi dan guna memasuki
dunia kerja yang bertepatan dengan penerapan pasar bebas Asean pada akhir tahun
2015.
Peningkatan kompetensi mahasiswa dapat dilakukan melalui pemahaman beberapa
aspek legalitas yang terkait dengan K3 dan telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia
yaitu antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ;
2. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
3. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi;
7. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 174/MEN/1986 & 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1992 tentang Tata Cara
Penunjukkan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Tabel 3. Potensi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Didasarkan Pada Dampak
Korban
Dari Tabel 3 tersebut di atas,nampak jelas bahwa terdapat 4 kategori bahaya dan risiko
dalam Modul 5 ILO. Hal ini berbeda dengan Permen PU yang telah dijelaskan di atas
yang hanya menggunakan 3 kategori risiko saja yakni tinggi, sedang dan kecil.
Tanggap Darurat Bahaya Kebakaran
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Rencana Keadaan Darurat
kebakaran seperti gambar berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Husen, Abrar (2011), Manajemen Proyek, Yogyakarta: Penerbit Andi
2. ILO (2013), Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja, Sarana Untuk
Produktivitas, Pedoman Pelatihan Untuk Manajer dan Pekerja, Edisi Bahasa
Indonesia, Jakarta: ILO
3. Konradus Danggur (2006), Keselamatan Kesehatan Kerja, Membangun SDM Pekerja
Yang Sehat, Produktif dan Kompetitif, Jakarta: PT.Percetakan Penebar Swadaya
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 09/PER/M/2008 tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum
5. Simanjuntak, E., dkk. (2013), Profil Investasi Bidang Pekerjaan Umum, Jakarta: Pusat
Kajian Strategis Sekjen Kementrian Pekerjaan Umum
6. Warta Ekonomi, (2 Juni 2006), K3 Masih Dianggap Remeh, Jakarta