Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:

DR.H. Isrofil Amar, M.Ag

Oleh:
Ike Sinta Dewi

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
JANUARI 2013
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

I. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang kaffah. Segala sendi kehidupan manusia diatur di dalamnya.
Tak terkecuali pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat
mendapatkan perhatian dalam Islam. Nabi Muhammad SAW banyak menyampaikan
pentingnya pendidikan. Urgensi pendidikan dalam Islam curkup terwakilkan dengan
ungkapan belajar sejak dalam buaian hingga ke liang kubur.
Para pemikir Islam yang konsen dengan pendidikan pun telah banyak merumuskntaan
segala piranti yang ada dalam dunia pendidikan Islam. Mulai dari hal yang mendasar
yaitu tujuan pendidikan berlanjut ke kurikulumnya, tenaga pendidiknya, anak
didiknya dan seterusnya.
Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat pemikiran-pemikiran pendidikan
Islam yang akan diwakili oleh beberapa tokohnya yaitu Imam Al Ghazali, Ibnu
Khaldun, Ikhwanus Shafa, IbnuSina, selanjutnya pemikiran pendidikan Islam dari
Indonesia yaitu K.H. Achmad Dahlan dan K.H. Hasyim As’ary.
Pembahasan dimulai dari biografinya, karya-karyanya dan yang terakhir pemikiran-
pemikirannya.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pemikiran pendidikan Islam menurut:
a. Imam Ghazali
b. Ibnu Khaldun
c. Ikhwanus Shafa
d. Ibnu Sina
e. K.H. Achmad Dahlan
f. K.H. Hasyim As’ary
2. Bagaimana perbandingan pemikiran pendidikan Islam menurut K.H Achmad
Dahlan dan K.H Hasyim As’ariy.

2
III. TUJUAN
Sesuai dengan pernyataan rumusan masalah diatas, pembahasan dalam
makalah ini dibagi menjadi dua yaitu untuk mengetahui,
1. Pemikiran pendidikan Islami menurut:
a. Imam Ghazali
b. Ibnu Khaldun
c. Ikhwanus Shafa
d. Ibnu Sina
e. K.H. Achmad Dahlan
f. K.H. Hasyim As’ary
2. Perbandingan pemikiran pendidikan Islam menurut K.H Achmad Dahlan dan
K.H Hasyim As’ariy.

III. PEMBAHASAN
A. Imam Al Ghazali
a. Biografi Imam Al Ghazali
Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali dilahirkan pada
tahun 450 H (10 M) di kota Thus, Kurasan wilayah Persia (Iran).[1] Dia
adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam”
(Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (zainuddim), “Samudra yang
menghangatkan” (Bahran Mugriq), dan lain-lain. Masa mudanya
bertepatan dengan bermunculannya para cendekiawan, baik dari kalangan
bawah, menengah, sampai alit. Kehidupan saat itu menunjukkan
kemakmuran tanah airnya, keadilan para pemimpinnya, dan kebenaran
para ulamanya. Dunia tampak tegak di sana. Sarana kegidupan mudah
didapatkan, masalah pendidikan sangat diperhatikan, pendidikan dan biaya
hidup para penuntut ilmu ditanggung oleh pemerintah dan pemuka
masyarakat.

3
Sebelum ayahnya meninggal dunia, ketika al-Ghazali masih kecil, beliau
dan saudaranya telah diserahkan kepada seorang ahli tasawuf yang kelak
mendidiknya. Di Durjan, beliau mempelajari ilmu fiqih dan bahasa Arab.
Dari sana beliau meneruskan perjalanannya ke kota Naisabur, dekat Thus.
Di sini beliau belajar kepada imam al-Haramain yang mengajarkan
berbagai ilmu pengetahuan. Di sini pulalah beliau dengan amat tekun
memulai memperdalam berbagai ilmu: ilmu logika, ilmu kalam, dan ilmu-
ilmu lain. Lama sesudah itu, beliau pindah ke Baghdad, kota pusat
kebudayaan Islam pada masa itu. Di sini beliau mulai mengajarkan
ilmunya. Namanya mulai termasyur dan banyak orang tertarik kepadanya.
Kebesaran jiwa yang tumbuh dalam pribadi al-Ghazali mendapat
perhatian dari perdana menteri Nizham al-Mulk yang pada masa itu
memerintah di dinasti sultan-sultan Saljuk. Atas kebiajaksanaan perdana
menteri itu, al-Ghazali diangkat menjadi guru besar pada universitas
Nizhamiyah, yaitu pada tahun 484 H.
Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di universitas Nizhamiyah
setelah itu ia mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi
akidah dan semua jenis m’rifat. Secara diam-diam al-Ghazali
meninggalkan Bahgdad menuju Syam.
Al-Ghazali wafat pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H,
atau 18 Desember 1111 M, dalam usia ± 55 tahun, di desa Tabaran dekat
Thus, dan dimakamkan di kota kelahirannya.1
b. Karya-karyanya

Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh

1) Al-Basith fi al-Furu’ ‘ala Nihayah al-Mathlab li Imam al-Haramain


2) Al- Wasith al-Muhith bi Iqthar al-Basith

1
http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/08/biografi-singkat-imam-al-ghazali.html

4
3) Al-Wajiz fi- al- Furu’
4) Asror al-Hajj, dalam Fiqh as-Syafi’i
5) Al-Musthofa fi ‘Ilm al Ushul
6) Al-Mankhul fi ‘Ilm al-Ushul
Bidang Tafsir
1) Jawahir al-Qur’an
2) Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil
Bidang Aqidah
1) Al-iqtishad fi al-I’tiqod, terbit di Mesir
2) Al-ajwibah al-Ghozaliyah fi al-Masail al-Ukhrowiyah
3) Iljamul al-Awam ‘an ‘Ilm al-Kalam
4) Al-Risalah al-Qudsiyah fi-Qowaid al-‘Aqoid
5) ‘Aqidah al-Sunnah
6) Fadhoih al-Bathiniyah wa Fadhoil al-Mustadzoriyah
7) Faishol al-Tafriqoh bain al-Islam wa al-Zindiqoh
8) Al-Qisthosu al-Mustaqim
9) Kimiyah al-Sa’adah
10) Al-Maqshid al-Tsana fi Ma’ani Asma’ Allah al-Husna
11) Al-Qoul al-Jamil fi al-Radd ‘ala Man Ghoyyar al-Injil
Bidang Filsafat dan Logika
1) Misykah al-Anwar
2) Tahafut al-Falasifah
3) Risalah al-Thoir
4) Mihak al-Nadzar fi al-Mantiq
5) Ma’ary al-Qudsi fi Madarij Ma’rifah al-Nafs
6) Mi’yar al-‘Ilm
7) Al-Muthal fi- ‘Ilm al-Jidal

5
Bidang Tasawwuf
1) Adab al-Shufiyah
2) Ihya’ Ulumuddin
3) Bidayah al-Hidayah
4) Al-ada fi al-Din
5) Al-Imla’ ‘an Asykal al-Ihya’
6) Ayyuha al-Walad
7) Al-Risalah al-Laduniyah
8) Mizan al-‘Amal
9) Al-Kasyfu wa al-Tabyin fi Ghurur al-Khalq Ajma’in
10) Minhaj al-‘Abidin Ila al-Jannah
11) Mukasyafah al-Qulub al-Muqorrob Ila Hadhrah ‘Alami al-Ghoibi
Masih banyak lagi karya al-Ghozali lainnya, baik yang sudah di cetak
maupun yang masih berbentuk manuskrib. Sedangkan di sisi lain masih
ada ratusan karya al-Ghozali yang tentunya masih menjadi perdebatan
mengenai keabsahannya.
c. Pemikiran-pemikirannya
Al-Ghazali mempunyai pandangan berbeda dengan kebanyakan ahli filsafat
pendidikan islam mengenai tujuan pendidikan. Beliau menekankan tugas pendidikan
adalah mengarah pada reaksi tujuan dari keagamaan akhlak, di mana fadhilah
(keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan tujuan yang paling penting dalam
pendidikan. Sesuai dengan penegasan beliau: “Manakala seorang anak menjaga
anaknya dari siksaan dunia, hendaknya ia menjaganya dari siksaan api neraka/akhirat,
dengan cara mendidik dan melatihnya serta mengajarnya dengan keutamaan akhirat,
karena akhlak yang baik merupakan sifat Rasulullah SAW. (sayyidul mursalin) dan
sebaik-baik amal perbuatan orang yang jujur, terpercaya, dan merupakan realisasi
daripada buahnya ketekunan orang yang dekat kepada Allah.”

6
Selanjutnya beliau mengatakan: “Wajiblah bagi seorang guru mengarahkan
murid kepada tujuan mempelajari ilmu, yaitu taqarrub kepada Allah bukannya
mengarah kepada pimpinan dan kemegahan.
Al-Ghazali telah menulis beberapa buah karya tentang persoalan pendidikan
dan pembinaan mental. Tetapi pendapatnya yang terpenting termuat di dalam kitab
"Fatihat al-'Ulum", kitab "Ayyuhal Walad" dan "Ihya' 'Ulumuddin". Dalam kitab
Ihya' 'Ulumuddin, al-Ghazali sesungguhnya telah meletakkan kerangka aturan
pendidikan yang sempurna dan menyaluruh dan terinci dengan jelas. Hal ini tidaklah
aneh, karena pendidikan itu konklusi logis dan filsafat.
Ada dua alat pokok yang digunakan untuk mencapai setiap sasaran program
pendidikan: Pertama, aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh pelajar atau
dengan kata lain, kurikulum pelajaran atau materi kurikulum untuk pelajar sehingga
materi pelajarannya dapat dikuasai secara penuh dan benar, dapat dimanfaatkan.
Dengan demikian, seorang pelajar akan dapat sampai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang diharapkan.
Mengenai kurikulum pelajaran, Al-Ghazali telah menyusun kurikulum yang dia
atur berdasarkan arti penting yang dimiliki oleh masing-masing ilmu seperti berikut
ini:
1. Urutan pertama; Al-Qur'an al-Karim, ilmu-ilmu agama seperti Fiqih,
Sunnah dan Tafsir.
2. Urutan kedua; Ilmu-ilmu bahasa (bahasa Arab), ilmu Nahwu serta
artikulasi huruf dan lafadz. Ilmu-ilmu ini melayani ilmu-ilmu agama.
3. Urutan ketiga; Ilmu-ilmu yang termasuk kategori wajib kifayah, yaitu
ilmu kedokteran, ilmu hitung dan berbagai keahlian, termasuk ilmu
politik.
4. Urutan keempat; Ilmu-ilmu budaya, seperti syair, sastra, sejarah serta
sebagian cabang filsafat, seperti matematika, logika, sebagian ilmu
kedoketran yang tidak membicarakan persoalan metafisika, ilmu politik
dan etika.

7
Al-Ghazali juga menekankan sisi-sisi budaya, ia jelaskan kenikmatan ilmu dan
kelezatannya. Ia tekankan bahwa ilmu itu wajib dituntut bukan karena keuntungan di
luar hakikatnya, tetapi karena hakikatnya sendiri. Sebaliknya al-Ghazali tidak
mementingkan ilmu-ilmu yang berbau seni dan keindahan, sesuai dengan sifat
pribadinya yang dikuasai tasawuf dan zuhud.
Dalam kurikulum al-Ghazali ini tampaklah jelas dua kecenderungan:
1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat al-Ghazali
menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya, dan memandangnya sebagai alat
mensucikan diri dan membersihknnya dari karat-karat dunia.
2) Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak jelas di dalam karya-
karyanya. Al-Ghazali beberapa kali mengulangi penilaiannya terhadap ilmu
berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik untuk kehidupan di dunia maupun di
akhirat. Hal ini terbukti dari ucapannya sendiri bahwa;
"Seluruh manusia itu akan binasa kecuali yang berilmu, dan seluruh orang yang
berilmu itu akan binasa kecuali orang yang beramal dan seluruh orang yang
beramal itu juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas."2

B. Ibnu Khaldun
a. Biografi Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun merupakan pemikir dari dunia Arab, di saat dunia Arab
mengalami kemandegan. Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abu Zaid Abd-Ar-
Rahman Ibn Khaldun, seorang sajarawan besar Islam pada abad pertengahan. Ibn
Khaldun dilahirkan pada 27 Mei 1332 (1 Ramadhan 732 H) di Tunis.
Keluarga Ibn Khaldun berasal dari Hadramaut dan masih memiliki keturunan
dengan Wail Bin hajar, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ibn Khaldun

2
Sumber: http://nailulauthor99.blogspot.com/2010/12/konsep-pendidikan-menurut-imam-
ghazali.html

8
yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan
intelektual dan politik.
Ibn Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406M), tak
lama stelah ditunjuk keenam kalinya sebagai hakim. Dia dikebumikan di kawasan
pemakaman orang sufi di Kairo.3
b. Karya-karyanya
Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai
mengalami kehancuran atau menurut Nurkholish Madjid, pada saat umat Islam telah
mengalami anti klimaks perkembangan peradabannya, namun ia mampu tampil
sebagi pemikir muslim yang kreatif yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar yang
dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir seluruhnya bersifat orisinil dan
kepeioporan. (Madjid, 1997:152)

Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
1. Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-
’Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.
Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat
diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan
peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan
mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang
sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan
Tarikh Ibnu Khaldun.

2. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.

Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-
maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.

3
http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/28/pemikiran-ibn-khaldun-466424.html

9
3. Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan.
Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai
orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.
4. Karya-karya lain
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-
karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa
resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih
sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan
tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa
al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah
karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas
tentang mistisisme konvensional.4

c. Pemikiran-pemikirannya

Pemikirannya dalam bidang pendidikan bermula dari presentasi ensiklopedia ilmu


pengetahuannya. Hal ini merupakan jalan untuk membuka teori tentang pengetahuan
dan presentasi umum mengenai sejarah sosial dan epitomologi berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan.

Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan mengelompokkan ilmu pengetahuan


menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional.
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal
dari pemikiran yang alami.

Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya,


metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan
atau seseorang yang berkuasa.

Menurut dia, ketika seorang anak baru dilahirkan, maka sang bayi belum memiliki
ilmu. ”Bayi itu seumpama sebuah bahan mentah yang harus diberi isi yang baik
supaya menjadi orang dewasa yang berguna kelak,” tutur Ibnu Khaldun.

4
http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/

10
Ibnu Khaldun mengungkapkan, setiap orang mendapatkan ilmu pengetahuan melalui
organ-organ tubuh yang diberikan oleh Tuhan. ”Kita belajar menggunakan mata,
telinga, mulut, kaki, dan tangan. Semua organ tubuh itu mendukung kita dalam proses
pembelajaran demi mendapat ilmu pengetahuan,” ungkapnya.

Ibnu Khaldun juga membagi ilmu pengetahuan berdasarkan tingkat pemikiran yaitu:
Pengetahuan praktis yang merupakan hasil dari memahami intelijen. Sehingga
membuat kita mampu melakukan apapun di dunia dalam sebuah tatanan.

Pengetahuan tentang apa yang harus kita lakukan dan apa yang harus tidak kita
lakukan. Hal ini berkaitan dengan apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai
tentang kebaikan dan keburukan bisa diperoleh dari intelijen empirik dan dapat
diterapkan untuk menuntun kita saat berhubungan dengan orang lain.

Menurut dia, mengajarkan ilmu pengetahuan itu sangat penting, karena ilmu
pengetahuan akan lebih mudah diperoleh manusia dengan bantuan dan ajaran
gurunya.

C. Ikhwanus Shafa
a. Biografi Ikhwanus Shafa
Dalam Wikipedia disebutkan, Ikhwan as-Shafa berarti (Persaudaraan Kemurnian)
adalah organisasi rahasia yang aneh dan misterius yang terdiri dari para filsuf Arab
Muslim, yang berpusat di Basrah, Irak-yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan
Abassiyah-di sekitar abad ke-10 Masehi. Kelompok yang lahir di Bashrah kira-kira
tahun 373H/983M ini, terkenal dengan Risalahnya, yang memuat doktrin-doktrin
spiritual dan sistem filsafat mereka. Nama lengkap kelompok ini adalah Ikhwan al-
Shafa wa Khullan al-Wafa wa Ahl al-Hamd wa Abna’ al-Majd. Sebuah nama yang
diusulkan untuk mereka sandang sebagaimana termaktub dalam bab ”Merpati
Berkalung” dan Kalilah wa Dimnah, sebuah buku yang sangat mereka hormati.
Ikhwan al-Shafa berhasil merahasiakan nama mereka secara seksama. Namun Abu
Hayyan al-Tauhidi menyebutkan, sekitar tahun 373H/983M lima orang dari
kelompok Ikhwan al-Shafa seperti, Abu Sulaiman Muhammad bin Ma’syar al-Busti,
yang dikenal dengan al-Muqaddisi, Abu al-Hasan Ali bin Harun al-Zanjani, Abu
Ahmad Muhammad al-Mihrajani, al-Aufi, dan Zaid bin Rifa’ah yang terkenal itu.

11
Karya monumental Ikhwan al-Shafa adalah ensiklopedia Rasail Ikhwan al-Shafa.
Rasail Ikhwan Ash-Shofa wa Khilan al-Wafa didirikan pada abad ke 4 H yang
dikarang oleh 10 orang yang mengaku dirinya sebagai pakar tapi mereka
merahasiakan identitasnya. Ensiklopedi ini secara garis besar, dapat dibagi menjadi
empat kelompok:
Kelompok pertama, berisi empat belas risalah ”matematis” tentang angka. Oleh
kalangan Ikhwan al-Shafa, angka dianggap alat penting untuk mengkaji filsafat
”sebab ilmu angka akar semua sains, saripati kebijaksanaan, sumber kognisi, dan
unsur pembentuk makna.
Kelompok kedua, terdiri atas tujuh belas risalah yang membahas ”persoalan fisik-
materiil”. Secara kasar, semua risalah tersebut berkaitan dengan karya-karya fisika
Aristoteles.
Kelompok ketiga, terdiri atas sepuluh risalah ”psikologis-rasional” yang membahas
prinsip-prinsip intelektual, intelek itu sendiri, hal-hal kawruhan (intelligibles), hakikat
cinta erotik (’isyq), hari kebangkitan, dan sebagainya.
Kelompok keempat, terdiri atas empat belas risalah yang membahas cara mengenal
Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat hukum Ilahi, kenabian,
tindakan-tindakan makhluk halus, jin dan malaikat, rezim politik, dan terakhir hakikat
teluh, azimat, dan aji-aji.
Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat menafsirkan bahwa Ikhwan al-Shafa
mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu
pengetahuan (filsafat dan sains).
b. Karya-karyanya
Pertemuan-pertemuan yang dilakukan sekali dalam 12 hari di rumah Zaid ibn
Rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tanpa menimbulkan kecurigaan telah
menghasilkan 52 risalah. Ditilik dari segi isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan
kepada empat bidang yaitu:
1. 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi,
musik, geografi, seni, modal dan logika

12
2. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, yang mencakup genealogi,
mineralogi, botani, hidup dan matinya alam, senang sakitnya alam,
keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
3. 10 risalah tentang ilmu jiwa, mencakup metafisika Phytagoreanisme
dan kebangkitan alam
4. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, meliputi kepercayaan dan
keyakinan, hubungan alam dengan Allah, akidah mereka, kenabian
dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan
Allah, magic dan azimat.5

c. Pemikiran-pemikirannya
Cara Mendapatkan Ilmu
Menurut Ikhwan al-Shafa, pengetahuan umum dapat diperoleh dengan tiga cara,
yaitu:
1. Dengan pancaindera. Pancaindera hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang
perubahan-perubahan yang mudah ditangkap oleh indera, dan yang kita ketahui
hanyalah perubahan-perubahan ruang dan waktu.

2) Dengan akal prima atau berpikir murni. Akal murni juga harus dibantu oleh indera.
3) Melalui inisiasi. Cara ini berkaitan erat dengan doktrin esoteris Ikhwan al-Shafa.
Dengan cara ini seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan secara langsung dari guru,
yakni guru dalam pengertian seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Guru
mendapatkan ilmunya dari Imam (pemimpin agama) dan Imam dari Imam lain, dan
para Imam mendapatnya dari Nabi, dan Nabi dari Allah, sumber ilmu paling akhir.
Dalam hal anak didik, Ikhwan al-Shafa memandang bahwa perumpamaan
orang yang belum dididik ilmu akidah ibarat kertas yang masih putih bersih, belum
ternoda apapun juga. Apabila kertas ini ditulis sesuatu, maka kertas tersebut telah

5
http://pandidikan.blogspot.com/2011/09/ikhwan-al-shafa.html

13
memiliki bekas yang tidak mudah dihilangkan. Aliran ini menilai bahwa awal
pengetahuan terjadi karena pancaindera berinteraksi dengan alam nyata. Sebelum
berinteraksi dengan alam nyata itu di dalam akal tidak terdapat pengetahuan apapun.
Ikhwan al-Shafa berpendapat bahwa ketika lahir, jiwa manusia tidak memiliki
pengetahuan sedikitpun. Proses memperoleh pengetahuan digambarkan Ikhwan
secara dramatis dilakukan melalui pelimpahan (al-faidh). Proses pelimpahan tersebut
bermula dari jiwa universal (al-nafs al-kulliyah) kepada jiwa manusia, setelah terlebih
dahulu melalui proses emanasi. Pada mulanya, jiwa manusia kosong. Setelah indera
berfungsi, secara berproses manusia mulai menerima rangsangan dari alam
sekitarnya. Semua rangsangan inderawi ini melimpah ke dalam jiwa. Proses ini
pertama kali memasuki daya pikir (al-quwwah al-mufakkirat), kemudian diolah untuk
selanjutnya disimpan ke dalam re-koleksi atau daya simpan (al-quwwah al-hafizhat)
sehingga akhirnya sampai pada daya penuturan (al-quwwah al-nathiqat) untuk
kemudian siap direproduksi.

Ikhwan al-Shafa juga berpendapat bahwa semua ilmu harus diusahakan


(muktasabah), bukan pemberian tanpa usaha. Ilmu yang demikian didapat dengan
panca indera. Ikhwan al-Shafa menolak pendapat yang mengatakan bahwa
pengetahuan adalah markuzah (harta tersembunyi) sebagaimana pendapat Plato yang
beraliran idealisme. Plato memandang bahwa manusia memiliki potensi, dengan
potensi ini ia belajar, yang dengannya apa yang terdapat dalam akal itu keluar
menjadi pengetahuan. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia hidup bersama alam ide
(Tuhan) yang dapat mengetahui segala sesuatu yang ada. Ketika jiwa itu menyatu
dengan jasad, maka jiwa itu terpenjara, dan tertutuplah pengetahuan, dan ia tidak
mengetahui segala sesuatu ketika ia berada di alam ide, sebelum bertemu dengan
jasad. Karena itu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan seseorang harus berhubungan
dengan alam ide.

14
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, Ikhwan al-Shafa mencoba meng-integrasikan
antara ilmu agama dan umum. Mereka mengatakan bahwa kebutuhan jiwa manusia
terhadap ilmu pengetahuan tidak memiliki keterbatasan pada ilmu agama (naqliyah)
semata. Manusia juga memerlukan ilmu umum (aqliyah). Dalam hal ini, ilmu agama
tidak bisa berdiri sendiri melainkan perlu bekerja sama dengan ilmu-ilmu aqliyah,
terutama ilmu-ilmu kealaman dan filsafat. Dalam hal ini Ikhwan al-Shafa
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan aqliyah kepada 3 (tiga) kategori, yaitu;
matematika, fisika, dan metafisika. Ketiga klasifikasi tersebut berada pada kedudukan
yang sama, yaitu sama-sama bertujuan menghantarkan peserta didik mencapai
kebahagian dunia dan akhirat. Menurut Ikhwan al-Shafa, ketiga jenis pengetahuan
tersebut dapat diperoleh melalui pancaindera, akal, dan inisiasi. Meskipun ia lebih
menekankan pada kekuatan akal dalam proses pencarian ilmu, akan tetapi
menurutnya pancaindera dan akal memiliki keterbatasan dan tidak mungkin sampai
pada esensi Tuhan. Oleh karena ini diperlukan pendekatan inisiasi, yaitu bimbingan
atau otoritas ajaran agama.
Sosok Ideal Guru
Bagi Ikhwan, sosok guru dikenal dengan ashhab alnamus. Mereka itu adalah
mu’allim, ustadz dan mu’addib. Guru ashhab alnamus adalah malaikat, dan guru
malaikat adalah jiwa yang universal, dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan
akhirnya Allah-lah sebagai guru dari segala sesuatu. Guru, ustadz, atau mu’addib
dalam hal ini berada pada posisi ketiga. Urutan ini selanjutnya digambarkan sebagai
berikut:
1). Al-Abrar dan al-Ruhama, yaitu orang yang memiliki syarat kebersihan dalam
penampilan batinnya dan berada pada usia kira-kira 25 tahun.
2). Al-Ru’asa dan al-Malik, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan yang usianya
kira-kira 30 tahun, dan disyaratkan memelihara persaudaraan dan bersikap dermawan.
3). Muluk dan Sulthan, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan dan telah berusia 40
tahun.
4). Tingkatan yang mengajak manusia untuk sampai pada tingkatannya masing-

15
masing, yaitu berserah dan menerima pembiasaan, menyaksikan kebenaran yang
nyata, kekuatan ini terjadi setelah berusia 50 tahun.
D. Ibnu Sina
a. Biografi Ibnu Sina
Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan
sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa
bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang
berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah
terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi
membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar
Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.

Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada


aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan
meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun
menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara
tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat
dan mengobatinya.

Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar.6

Karya Ibnu Sina Berupa Kitab Al Qanun Fit Thibb (Canon of Medicine) telah
digunakan sebagai buku teks kedokteran di berbagai Universitas di Prancis. Misalnya
di Sekolah Tinggi Kedokteran Montpellier dan Louvin yang telah menggunakannya
sebagai bahan rujukan pada abad ke 17 M. Sementara itu, Prof. Phillip K. Hitti telah
menganggap buku tersebut sebagai “Ensiklopedia Kedokteran”.

Buku ini telah membincangkan serta membahas tentang penyakit syaraf. Buku

6
: http://al-syahbana.blogspot.com/2012/03/biografi-ibnu-sina-tokoh-ilmuwan-
muslim.html#ixzz2JcHAXsCm

16
tersebut juga membahas cara-cara pembedahan yang menekankan tentang keperluan
pembersihan luka. Bahkan di dalam buku-buku tersebut juga dinyatakan keterangan
dengan lebih jelas disamping gambar-gambar dab sketsa-sketsa yang sekaligus
menunjukkan pengetahuan anatomi Ibnu Sina yang luas.
Penulis-penulis barat telah menganggap Ibnu Sina sebagai “Bapak
Kedokteran” karena beliau telah memadukan teori kedokteran Yunani Hipocrates dan
Galen dan pengalaman dari ahli-ahli kedokteran dari India dan Parsi serta
pengalaman beliau sendiri
Ibnu Sina meninggal pada tahun 1073, saat kembali ke kota yang disukainya
Hamadhan. Walau beliau sudah meninggal, namun berbagai ilmunya sangat berguna
dan digunakan untuk penyembuhan berbagai penyakit yang kini diderita umat
manusia.7

b. Karya-karyanya

Karya-karya Ibnu Sina yang termasyhur dalam Filsafat adalah As-Shifa, An-
Najat dan Al-Isyarat. An-Najat adalah ringkasan dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat,
berisikan tentang logika dan hikmah. Selain dari pada itu, ia banyak menulis
karangan- karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini
ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera
dikarangnya.

Walaupun ia sibuk dengan soal negara, tetapi ia berhasil menulis sekitar dua ratus
lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur dalam bidang kedokteran
adalah “Al-Qanun” yang berisikan pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di
Timur. Buku ini dterjemahkan ke bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di

7
http://www.gudangmateri.com/2009/04/biografi-ibnu-sina.html

17
Universitas Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “As-
Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam.8

Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai
de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo. Karya-karya
beliau semasa hidupnya antara lain:

1. Kitab Al Majmu’, berisi tentang ilmu pengetahuan yang lengkap ditulis saat beliau
berusia 21 tahun.
2. Kitab Asy Syifa, (The Books of Recovery/The Books of Remedy), berisi tentang
cara-cara pengobatan beserta obatnya (18 jilid). Kitab ini di dunia kedokteran
menjadi ensiklopedia filosofi kedokteran. Dalam bahasa latin kitab ini dikenal
dengan nama “Sanatio”.
3. Kitab Al Qanun Fit Thibb (Canon of Medicine). tentang cara pengobatan yang
sistematis (16 jilid). Memuat pernyataan yang tegas bahwa darah mengalir terus-
menerus dalam suatu lingkaran dan tidak pernah berhenti. Buku ini sejak zaman
dinasti Han di Cina telah menjadi rujukan standar karya-karya medis cina.
4. Kitab Remedies for the Heart, berisi sajak-sajak. Mengandung sajak-sajak
pengobatan yang menguraikan tentang 760 jenis penyakit beserta cara
pengobatannya.
5. Kitab An Najah, tentang filsafat.
6. Penemuan tentang anatomi tubuh. Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh manusia
terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin. Keempat unsur itu
memberi sifat lembab, sejuk, panas, dan kering serta senantiasa bergantung pada
unsur lain yang terdapat pada alam ini.

8
http://immanyogyakarta.wordpress.com/2012/03/26/ibnu-sina-studi-biografi-karya-dan-pemikiran-
filsafatnya/

18
7. Penemuan tentang pengobatan psikomosaik. Beliau mengembangkan ilmu
diagnosis melalui denyut jantung (pulse diagnosis) untuk mengetahui secara pasti
keseimbangan emosi seseorang dalam beberapa detik.
8. Penemuan di bidang kimia tentang logam. Beliu menerangkan bahwa benda-benda
logam sebenarnya berbeda antara satu dengan lainnya secara khusus. Setiap logam
membentuk dengan sendirinya dengan berbagai jenis. Beliau dianggap penerus dari
perkembangan ilmu kimia yang telah dirintis oleh Jabir Ibnu Hayyan (Bapak Kimia
Muslim Pertama).
9. Penemuan di bidang geografi tentang asal muasal lembah.
10. Penemuan tentang peredaran darah. Beliau menemukan bahwa “Darah mengalir
terusmenerus dalam suatu lingkaran dan tidak pernah berhenti.”
11. Kitab Fi Aqsamil Ulumil Aqliya (On the Division of the Rational Sciences)
tentang pembagian ilmu-ilmu rasional.
12. Kitab An Nayat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa,
merupakansebuah buku psikologi.
13. Kitab Risalah As Siyasah (Book of Politics) tentang politik.
14. Penemuan di bidang materi Medica.
15. Penemuan di bidang psikoterapi.
16. Kitab Al Musiqa, tentang musik.
16. Kitab Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan
Sahil.
17. Kitab Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica
menyebutkan bahwa kemungkinan besar buku ini telah hilang.
18. Kitab Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
19. Kitab Al Insyaf tentang keadilan sejati.
20. Kitab Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
21. Kitab Al Isaguji (The Isagoge), tentang logika
22. Kitab Fi Ad Din (Liber de Mineralibus) tentang mineral.
23. Kitab Al Qasidah Al Aniyyah, tentang prosa.

19
24. Kitab Sadidiya, tentang kedokteran.
25. Kitab Risalah At Thayr, tentang roman fiktif.
26. Kitab Danesh Nameh, tentang filsafat.
28. Kitb Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
27. Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di
Barat) dan Risalatul Thayr (Risalah Burung).
c. Pemikiran-pemikirannya

Abu ‘Ali al-Husayn bin ‘Abdullah ibnu Sina tak hanya dikenal sebagai
seorang dokter legendaris. Ibnu Sina juga mencurahkan gagasannya tentang
pendidikan. Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut
seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, metal maupun moral.
”Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki
pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur,
dan kebersihan,” tutur Ibnu Sina

Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan tak hanya memperhatikan aspek


moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran
dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-anak
untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.

Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa
berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus
diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.

- Masa baru lahir hingga umur dua tahun


Dalam pandangan Ibnu Sina, pendidikan harus dilakukan sejak dini, yakni sejak
seseorang terlahir ke muka bumi. Pendidikan bagi bayi yang baru lahir, kata dia, bisa
diberikan melalui berbagai tahapan kegiatan mengasuh bayi seperti menidurkan,
memandikan, menyusui, dan memberikan latihan-latihan ringan bagi bayi.

Menurutnya, bayi harus ditidurkan di ruang yang suhunya sejuk; tidak terlalu dingin
dan terlalu panas. Ruang tidur bayi juga harus remang-remang, jangan terlalu terang.
Menurut dia, sang ibu harus memandikan bayinya lebih dari satu kali dalam sehari,
dia juga harus menyusui anaknya sendiri, dan menentukan takaran menyusui yang
dibutuhkan bayi.

Ketika bayi sudah memiliki gigi, maka mulai diperkenalkan dengan memakan
makanan baru yang lebih kuat dari pada ASI. Bayi bisa memakan roti yang

20
dicelupkan dengan air minum, susu, maupun madu. Lalu makanan tersebut diberikan
kepada bayi dalam jumlah kecil dan sedikit demi sedikit dia disapih. Sebab
penghentian pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara drastis.

- Masa kanak-kanak
Menurut Ibnu Sina, masa kanak-kanak merupakan saat pembentukan fisik, mental,
dan moral. Oleh karena itu terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: Pertama, anak-
anak harus dijauhkan dari pengaruh kekerasan yang bisa mempengaruhi jiwa dan
moralnya. Kedua, untuk perkembangan tubuh dan gerakannya, anak-anak harus
dibangunkan dari tidur.

Ketiga, anak-anak tak diperbolehkan langsung minum setelah makan, sebab makanan
itu akan masuk tanpa dicerna terlebih dahulu. Keempat, perkembangan rasa dan
perilaku anak-anak perlu diperhatikan.

Ibnu Sina menganggap anak-anak harus mendengarkan musik, sehingga saat berada
dalam ayunan mereka tertidur dengan suara musik. Hal itu akan mempersiapkan anak
mempelajari musik, selanjutnya dia akan tertarik untuk mempelajari puisi yang
sederhana dan akhirnya membuatnya menghargai nilai-nilai kebenaran.

- Masa Pendidikan
Pada masa ini, anak-anak sudah berusia antara 6 hingga 14 tahun. Pada masa ini,
anak-anak harus mempelajari prinsip kebudayaan Islam dari Alquran, puisi-puisi
Arab, kaligrafi, juga para pemimpin Islam.

Menurut Ibnu Sina, pendidikan pada masa ini harus dilakukan dalam kelompok-
kelompok, bukan perseorangan. Sehingga siswa tidak merasa bosan. Selain itu,
mereka bisa belajar mengenai arti persahabatan.

- Masa usia 14 tahun ke atas


Pada masa remaja ini, mereka dipersiapkan untuk mempelajari tipe pelajaran tertentu
supaya memiliki keahlian khusus. Selain itu, mereka harus mempelajari pelajaran
yang sesuai dengan bakat mereka. Mereka juga tidak boleh dipaksa untuk
mempelajari dan bekerja di bidang yang tidak mereka inginkan dan mereka pahami.
Namun pelajaran dasar harus diberikan kepada mereka.

Ibnu Sina menganggap pendidikan pada anak-anak maupun remaja harus diberikan
karena pendidikan itu memiliki hubungan yang erat antara pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan sosial. Yang paling penting, setiap pelajar harus menjadi seorang ahli
dalam bidang tertentu yang akan mendukung pekerjaannya di masa depan.

21
E. K.H. Achmad Dahlan
a. Biografi K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, putra dari
K.H. Abu Bakar bin Kiai Sulaiman dan Siti Aminah binti almarhum K.H. Ibrahim.
Ayahnya seorang khatib tetap Masjid Agung Yogyakarta. Sedangkan adalah putri
dari Penghulu Besar di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman,
Yogyakarta, tahun 1869. Sebelum ia mendapat gelar dan nama K.H. Ahmad Dahlan,
nama yang diberikan orangtuanya adalah Muhammad Darwis. Nama K.H. Ahmad
Dahlan, ia peroleh dari para Kiai setelah ia selesai menunaikan ibadah haji.

Setelah ia kembali ke Kauman, ia berniat ingin mendirikan Persyarikatan


Muhammadiyah. Alasannya, karena ia merasa resah melihat keadaan umat Islam
waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang
bersifat mistik. Dari kondisi inilah hatinya tergerak untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya menurut ajaran dari Al Quran dan Hadis.

Tekadnya ini, ia amalkan dengan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah.


Organisasi ini, didirikan pada 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Pendirian
organisasi ini dipengaruhi oleh gerakan tadjin (reformasi, pembaruan pemikiran
Islam) yang digelorakan oleh Muhammad bin Abd Al-Wahab di Arab Saudi,
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir dan lain-lain. Bertolak dari
sini, salah satu tindakan nyata yang dilakukannya adalah memperbaiki arah kiblat,
yang awalnya lurus ke barat, tapi kemudian dengan mengacu pada ilmu falak dibuat
agak condong ke utara 22 derajat. Pembetulan arah kiblat ini dimulai dari Langgar
Kidul milik K.H. Ahmad Dahlan. Caranya dengan membuat garis shaf.

Semenjak didirikan, Muhammadiyah banyak bergerak di bidang pendidikan.


Selain giat memberikan pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, ia juga mendirikan

22
berbagai sekolah. Gerakan membangun pendidikan itu terus berkembang hingga saat
ini.

Dalam perjuangannya ini, K.H Dahlan jatuh sakit, dan pada Jumat malam, 7
Rajab tahun 134 Hijriah, ia menghembuskan napas terakhirnya di hadapan
keluarganya. Kemudian ia dimakamkan di makam milik keluarganya di Karangkajen,
Yogyakarta.9

b. Karya-karyanya

K.H Ahmad Dahlan selama ini dikenal sebagai tipe man of action sehingga beliau
mewariskan banyak amal usaha bukan tulisan. Tulisan asli karangan KH Ahmad
Dahlan jarang ditemukan.

Usaha-usaha pembaharuang K.H. Ahmad Dahlan

1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat


khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah menggarisi lantai
Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu
hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di
Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Perbuatan ini
ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan
untuk menghapusnya. Lalu ia membangun Langgar sendiri di miringkan arah
Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng Kiai Penghulu turun tangan dengan
memerintahkan untuk merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa
karena peristiwa-peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan kota
kelahirannya. Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan
membangunkan langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat
mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya.
Peristiwa demi peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan
antara pikiran-pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan
pikiran-pikiran yang sudah mentradisi.
2. Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan ide
pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena
masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari tradisi

9
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2009/12/biografi-singkat-1869-1923-kh-ahmad.html

23
yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk menyosialisasikan
tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah Kiblat, tidak menyurutkan
nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang diyakini.
Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan
Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk
mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji
yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia pernah
mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara menetapkan
Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan. Perjuangannya ini cukup
berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang
di bangun dengan arah Kiblat ke Barat laut. Dan menurut catatan sejarah,
Sultan sebagai pemegang otoritas tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari
Raya ‘Idul Fitri, yang pada mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan
perhitungan (petungan) Aboge.
3. Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan
Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te-
robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui
perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada
para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada
umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad
Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama di sekolah-seko1ah
pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang diberikan.
Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo.
Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan membuka sendiri sekolah
secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya didukung oleh suatu organisasi
yang bersifat permanen.
4. Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan
Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan masyarakat
zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan maupun
keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku keagamaan yang
berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai
dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia menolak taqlid dan mulai
tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid semakin jelas. Akan tetapi ia
tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis.
Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena merupakan perbuatan
bid’ah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu
dari roh orang yang meninggal karena akan membawa kemusyrikan
(penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu
merupakan upacara mengada-ada (bid’ah). Ia juga menentang kepercavaan

24
pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah
pedesaan, yang menurutnya akan mengakibatkan kemusyrikan.10

c. Pemikiran-pemikirannya

Pada tahun 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang


bernama Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya. Sekolah ini
menggunakan sistem Barat, memakai meja, kursi dan papan tulis, diberi
pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada
waktu itu anak-anak santri Kauman masih merasa asing pada
pelajaran dengan sistem sekolah. Dia mengadakan modernisasi dalam bidang
pendidikan Islam, dari sistem pondok yang melulu diajar pelajaran agama
Islam dan diajar secara perseorangan menjadi secara klas dan ditambah dengan
pelajaran pengetahuan umum.
Ia mempunyai suatu keyakinan bahwa jalan yang harus ditempuh
untuk memajukan masyarakat Islam Indonesia adalah degan mengambil ajaran dan
ilmu Barat. Obat yang dia buat bagi pengikut-pengikut Islam adalah pendidikan
modern.

Dia merasakan perlunya orientasi segar bagi pendidikan Islam dan


bekerja untuknya. Selain karena sudah berkenalan dengan ide-ide
pembaharuan Islam melalui buku-buku para reformer Islam ia melihat segi
positif dari pendidikan modern ini adalah setelah berkenalan dengan kaum
intelektual para pengurus Budi Utomo.

Reaksi dari berdirinya sekolah tersebut, dia dituduh murtad (keluar


dari Islam) dan sudah Kristen. Hal ini karena dia dianggap meniru sistem sekolah

10
http://udhiexz.wordpress.com/2009/04/25/pemikiran-kh-ahmad-dahlan/

25
Barat. Dalam pelajaran mulai dilatih menyanyi do re mi fa sol dinilai
dapat berakibat suara mengaji al-Qur’an dan lagu-lagu dari Arab kurang terdengar.

Jadi K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis berdirinya sekolah yang
memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan pelajaran
umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan
pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa
pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah
negeri, meskipun belum mantap. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka di
sekolah negeri mulai dimantapkan pelaksanaan pendidikan agama dan
sejak Orde Baru pendidikan agama secara resmi dimasukkan ke dalam
kurikulum dari tingkat pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi.
Kemudian pada tahun 1989 kurikulum ini dikukuhkan dalam undang-undang
Pendidikan Nasional.
Adapun komponen-komponen kurikulum yang harus ada dalam pendidikan
menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan,
dan amal (karya ketrampilan). Hal ini didasarkan pada Surat Luqman ayat 12
sampai dengan 20.

F. K.H. Hasyim As’ary


a. Biografi K.H. Hasyim As’ariy
K.H. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang (salah satu desa di kabupaten
Jombang, Jawa Timur) pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24 Dzulqa’dah
1287 H atau bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1871 M. Ayahnya bernama Kyai
Asy’ari, berasal dari Demak sedang ibunya bernama Halimah, putri Kyai Usman
pengasuh pesantren Nggedang, tempat ia dilahirkan.

Masa kecil ia dijalani di pesantren kakeknya di Nggedang, sampai usia 6


tahun. Menginjak tahun 1876, ia diajak pindah ayahnya ke pesantren
Keras, pesantren yang dibangun ayahnya sendiri. Di pesantren ini, ia menerima
pelajaran dasar-dasar keagamaan seperti membaca al-Qur’an dan
literatur-literatur Islam lainnya yang diberikan ayahnya sendiri. Kemudian

26
menginjak usia 15 tahun (1886 M), ia mulai meninggalkan rumah berkelana dari
pesantren ke pesantren yang lain untuk menuntut ilmu, diantaranya Pesantren
Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilin
Madura, pesantren Demangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Surabaya.

Ia juga pernah tinggal lama di Makkah kurang lebih tujuh tahun


untuk belajar disana. Setelah menunaikan ibadah haji ia berguru pada
beberapa guru disana, diantaranya Syaikh Ahmad Amn al-Aththar, Sayyid
Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid
Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki,
Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh
Sultan Hasyim Dagastani.
Setelah pulang ke tanah air ia membantu ayahnya untuk mengajar
di pesantren ayahnya dan kurang lebih 6 tahun berikutya yakni pada tahun
1906 ia mendirikan pesantren sendiri di daerah Cukir Jombang yaitu pesantren
Tebuireng. Mulai saat itu ia tekun berjuang melalui jalur pendidikan ini. Ia melihat
pendidikan dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki moral masyarakat dan
membangkitkan semangat juang melawan penjajah menuju Indonesia
merdeka. Perhatiannya terhadap moralitas masyarakat sangat tinggi
bahkan ia berpendapat bahwa menyiarkan agama berarti memperbaiki
moral masyarakat yang belum baik. Dengan moralitas yang tinggi masyarakat
dapat hidup tentram dan damai.

Semangat juangnya melawan penjajah dan demi tegaknya


kemuliaan Islam ia jadikan pesantren sebagai pusat perjuangan. Kepada
para santrinya ia senantiasa menanamkan rasa nasionalisme dan
semangat perjuangan melawan penjajah. Ia juga menanamkan harga diri
sebagai umat Islam yang sederajat, bahkan lebih tinggi daripada kaum
penjajah. Ia sering mengeluarkan fatwa-fatwa yang non-kooperatif terhadap
kolonial, seperti pengharaman transfusi darah dari umat Islam terhadap
Belanda yang berperang melawan Jepang. Kemudian ketika pada masa
revolusi Belanda memberikan ongkos murah bagi umat Islam untuk
melakukan ibadah haji, ia justru mengeluarkan fatwa tentang keharaman pergi haji
dengan kapal Belanda. Akibatnya, Belanda tidak bisa mendapat tambahan
dana untuk membiayai perang dan bangsa Indonesia terutama umat Islam
lebih bisa berkonsentrasi menghadapi penjajah. Selain itu pada masa perang
kemerdekaan untuk menyikapi keadaan yang sangat genting saat menghadapi
Belanda yang ingin kembali ke Indonesia, ia mengeluarkan fatwa yang sangat
penting, yaitu; (1) bagi umat Islam yang telah dewasa, berjuang melawan Belanda
adalah fardlu ’ain,(2) mati di medan perang dalam rangka memerangi musuh
Islam adalah syahid dan masuk syurga.11

11
ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya/article/download/184/185

27
b. Karya-karyanya
Tidak diragukan bahwa beliau menguasai dan memahami banyak ilmu
sehingga hal itu menjadikanya sebagai panutan bagi para ulama waktu itu dan
sesudahnya sampai sekarang. Sebagai bukti luas keilmuannya dan dalamnya
pemahamannya ada banyak banyak karya yang beliau tulis sebagaimana berikut:

1. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi


tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksisosial.
2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jam’iyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan
undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama’. Tebal 10
halaman. Berisikan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Nahdhatul Ulama’ dan
dasar-dasar pembentukannya disertai beberapa hadis dan fatwa-fatwa Kiai Hasyim
tentang berbagai persoalan.
3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah. Risalah untuk
memperkuat pegangan atas madzhab empat. berisi tentang perlunya berpegang
kepada salah satu diantara empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali). Di
dalamnya juga terdapat uraian tentang metodologi penggalian hukum (istinbat al-
ahkam), metode ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentangtaqlid.
4. Mawaidz. Beberapa Nasihat. Berisi fatwa dan peringatan tentang merajalelanya
kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-Quran dan hadis,
danlainsebagainya.
5. Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’. 40 hadits
Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama’.
6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas
menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar kewajiban seorang
muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW.
7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-

28
peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan
kemungkaran.
8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa
Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jama’ah tentang
hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan
sunnah dan bid’ah.
9. Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani.
Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara
Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir. Di dalamnya juga terdapat banyak pasal
berbahasa Jawa dan merupakan fatwa Kiai Hasyim yang pernah dimuat di Majalah
Nahdhatoel Oelama’.
10. Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang
menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syar’i; hukum-
hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan. Kitab ini biasanya dicetak
bersama kitab Miftah al-Falah karya almarhum Kiai Ishamuddin Hadziq,
11. Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang memancar
dalam menerangkan 19 masalah. Berisi kajian tentang wali dan thariqah dalam
bentuk tanya-jawab sebanyak 19 masalah.
12. Al-Risalah fi al-’Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid.
13. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang
ma’rifat, syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa.
14. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi Ahwal
Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat Ta’limih. Tatakrama pengajar
dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik,
15. Al-Jasus Fi Bayani Ahkami Naqus, berisi tentang penjelasan hukum seputar
penggunaan bedug sebagai tanda masuk waktu sholat.
16. Manasik Sughro Li Qosidi Ummi Quro.
17. Jamiatul Maqosid Fi Bayani Tauhid Wa Fiqh Wa Tasawwuf
18. Irsyadul Mukminin

29
Karya – karya Hadlrotuy Syaikh K.H. Hasyim asy’ari dalam bidang aqidah
diantaranya:
1. Risalatu Ahli Sunnah Wal Jama’ah
2. Tanbihat Wajibat Liman Yasna’u Maulid Bil Munkarat
3. Attibyan Fi Nahyi An Muqotho’atil Aqorib Wal Ikhwan
c. Pemikiran-pemikirannya
K.H. Hasyim Asy’ari adalah peneguh pendidikan pesantren. Ia dilahirkan, dan
dibesarkan dalam tradisi pesantren, ia juga berjuang dan mengabdikan
sebagaian besar hidupnya untuk membesarkan dan meneguhkan
sistem pendidikan pesantren. Ia membangun pesantren yang kemudian
pesantren ini dikenal dengan nama pesantren Tebuireng. Pesantren yang
didirikannya ini dapat berkembang dengan pesat menjadi pesantren yang
besar. Bahkan ia menjadi penyedia (supplier) paling penting bagi kebutuhan
pesantren di seluruh Jawa dan Madura sejak tahun 1910 M.
Ketekunannya untuk mengembangkan pesantren sesuai dengan
semangatnya untuk memperbaiki moral masyarakat dan semangat anti penjajahan.
Sebagaimana telah maklum bahwa sistem pendidikan pesantren adalah suatu sistem
pendidikan asli Indonesia. Lembaga semacam pesantren ini sudah ada
sejak kekuasaan Hindu-Budha. Kehadiran Islam hanya memberi warna keislaman
pada lembaga yang sebenarnya sudah ada ini.
Dengan lembaga pendidikan semacam ini moralitas Islam mudah
ditransformasikan pada masyarakat karena lembaga ini lahir dari budaya
masyarakat. Bahkan secara khusus ia menulis buku yang mengaitkan pendidikan
Islam dengan moralitas atau akhlaq. Buku itu ia beri nama Adab al-’Alim wa al-
muta’alim.
Semangatnya anti penjajahan yang mengantarkannya pada semangat
anti Barat juga mendapat tempat berteduh di pesantren. Pesantren yang
merupakan lembaga pendidikan asli Indonesia ini secara umum
mengandung ciri-ciri tradisionalisme. Dengan demikian ia dapat di kontraskan

30
dengan modernisme yang umumnya datang dari Barat. Dari sini semangat juang
ataujihad melawan penjajah dapat dikobarkan melalui pesantren ini.
Semangat tradisionalismenya ini juga terlihat sampai pada sistem,
dan metode pengajaran, serta materi pelajaran. Metode pengajaran yang digunakan
di pesantren yang dipimpinnya ini adalah metode tradisional, yaitu metode
sorogan (santri membaca dan membahas kitab dihadapan guru) dan
bandongan (santri menyimak bacaan dan penjelasan guru), dan materinya
khusus mata pelajaran keagamaan. Namun dalam perkembangannya untuk
menyesuaikan perkembangan pendidikan ia mengadakan pembaharuan menjadi
sistem madrasah dengan sistem pengajaran klasikal dan bahkan tiga tahun
kemudian, yakni tahun 1919 M mulai dimasukkan mata pelajaran umum.

2. Perbandingan Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim


As’ariy.

Dari pembahasan di atas dapat kita lihat perbedaan pemikiran antara K.H.
Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim As’ariy, antara lain:

K.H. Ahmad Dahlan cenderung bercorak pembaharuan sosial, sedangkan K.H.


Hasyim Asy’ari dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai-nilai
tradisional yang telah dimiliki Islam dan Indonesia. Sementara persamaannya adalah:
K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari sama-sama memimpikan
masyarakat yang merdeka dari penjajah dengan cara memperluas khazanah keilmuan
rakyat Indonesia dan ummat Islam

IV. ANALISA DATA


Konsep pendidikan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh diatas sangat bervariasi
mulai dari tujuan pendidikan, sampai pelaksanaannya yang mencakup perihal peserta
didiknya maupun pendidiknya hingga paham-paham atau aliran-aliran yang juga
mewarnai konsep pendidikan yan mereka sampaikan.
Misalnya ikhwanul muslimin dengan paham liberal atau syiahnya, sementara itu dari
dalam negeri yang diwakili oleh K.H Ahmad Dahlan dengan semangat
pembaharuannya atau dapat kita simpulkan dengan kemoderenannya serta K.H.
Hasyim As’ari dengan prinsip tradisionalnya. Walaupun ada perbedaan di sana-sini.
Tentunya tujuan utama mereka yang mulia serta manfaat yang mereka tebar untuk

31
ummat cukup mewakili usaha manusia yang menurut fitrahnya sangat butuh akan
pengetahuan yang pada akhirnya mengarah pada kebutuhan untuk memahami dan
mendekatkan dirinya kepada Tuhannya.
V. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan telah menjadi perhatian
khusus bagi para tokoh-tokoh Islam. Bidang kajiannya pun beragam mulai dari hal-
hal yang bersifat teoritis semacam tujuan pendidikan dasar-dasarnya maupun yang
bersifat praktis. Hal ini membuktikan bahwa dalam dunia Islam pendidikan benar-
benar menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin wal
muslimat.

BIBLIOGRAFI
http://al-syahbana.blogspot.com/2012/03/biografi-ibnu-sina-tokoh-ilmuwan-
muslim.html#ixzz2JcHAXsCm
ejournal.umpwr.ac.id/index.php/surya/article/download/184/185
http://elasq.wordpress.com/2010/08/02/karya-karya-ibnu-khaldun/
http://filsafat.kompasiana.com/2012/05/28/pemikiran-ibn-khaldun-466424.html
http://immanyogyakarta.wordpress.com/2012/03/26/ibnu-sina-studi-biografi-karya-
dan-pemikiran-filsafatnya/
http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/08/biografi-singkat-imam-al-ghazali.html
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2009/12/biografi-singkat-1869-1923-kh-
ahmad.html
http://nailulauthor99.blogspot.com/2010/12/konsep-pendidikan-menurut-imam-
ghazali.html

http://pandidikan.blogspot.com/2011/09/ikhwan-al-shafa.html

http://udhiexz.wordpress.com/2009/04/25/pemikiran-kh-ahmad-dahlan/

http://www.gudangmateri.com/2009/04/biografi-ibnu-sina.html

32
33

Anda mungkin juga menyukai