Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL Refarat

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2018

UNIVERSITAS HASANUDDIN

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

OLEH:

Muhammad Fiqhi H C111 13 317

Putri Adhitya Ningrum C111 13 321

Ardi Rahmansyah C111 13 324

Pembimbing Residen

dr. Indra Irawan

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan, bahwa:

Nama : Muhammad Fiqhi H C111 13 317

Putri Adhitya Ningrum C111 13 321

Ardi Rahmansyah C111 13 324

Judul Refarat : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2018

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Indra Irawan

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ........................................................................................................................................ ii

Daftar isi …………………………………………………………………………………. iii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 2

2.1 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................................................ 2

2.2 Definisi ....................................................................................................................................... 3

2.3 Epidemiologi ............................................................................................................................. 4

2.4 Etiologi ....................................................................................................................................... 4

2.5 Patofisiologi .............................................................................................................................. 4

2.6 Gejala Klinik ............................................................................................................................. 6

2.7 Diagnosis .................................................................................................................................... 7

2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................................................... 12

2.9 Pencegahan ............................................................................................................................... 19

2.10 Komplikasi ............................................................................................................................. 20

2.11 Prognosis................................................................................................................................. 20

BAB III. Kesimpulan...........….…………………………………………………………… 21

Daftar Pustaka .................................................................................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
Vertigo didefinisikan sebagai sensasi ilusi gerak baik dari diri ataupun lingkungan. Sampai saat
ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo. Salah satu dari bentuk vertigo
adalah positional vertigo, yaitu merupakan sensasi berputar yang dihasilkan oleh perubahan
posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Adapun Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
didefinisikan sebagai gangguan pada telinga bagian dalam yang ditandai dengan episode
berulang dari positional vertigo.1
BPPV adalah keluhan yang sering didapatkan pada pasien gawat darurat. BPPV
merupakan gangguan vestibular perifer yang paling umum, terhitung 20% dari semua kasus
vertigo. BPPV idiopatik paling sering terjadi antara usia 50 dan 70, meskipun kondisi ini
ditemukan pada semua kelompok umur. Insiden BPPV idiopatik berkisar dari 11 hingga 64 per
100.000 per tahun. Distribusi jenis kelamin hampir sama untuk posttraumatic dan post
vestibular neuritis BPPV, meskipun dalam bentuk idiopatiknya tampaknya sekitar dua kali
lebih umum pada wanita.2
BPPV ditandai oleh serangan tiba-tiba dari sensasi abnormal gerakan yang dipicu oleh
gerakan kepala yang memiliki periode laten 2-20 detik dan biasanya berlangsung kurang dari
20 detik. Biasanya disertai nistagmus, yaitu gerakan mata berulang yang tidak disadari.3 BPPV
disebabkan ketika material berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikulus
masuk kedalam salah satu kanalis semisirkularis yang akan merespon ke saraf. Diagnosis
BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh
berbagai manuver diagnosis.4
Secara umum penatalaksanaan BPPV adalah untuk meningkatkan kualitas hidup serta
mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi pada pasien. Penatalaksanaan BPPV secara garis
besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya. Penatalaksanaan dengan manuver
secara baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Alat vestibuler (keseimbangan) terletak di telinga dalam, yakni labirin. Labirin terdiri
dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang
terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula yang di
dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Makula utrikulus terletak pada dasar
utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada
dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel
rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada
utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.
Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista
ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula.5

Gambar 2.1 Labirin dari telinga dalam sisi kanan.

2
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam
sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan
neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka terjadi hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,
sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior
dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi
utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang
sebaliknya.4,5
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem
tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual, dan muntah. Pada jantung
berupa bradikardi arau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.5

2.2 Definisi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari vertigo posisional.
Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi
kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan
gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.4
Benign dan paroksismal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional.
Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya
tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki
prognosis yang baik. Sedangkan paroksismal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal

3
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional
vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan
dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus.4

2.3 Epidemiologi
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 10,7 sampai 64% per 100.000 penduduk.
Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di Amerika Serikat dengan keluhan
pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV
merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita
lebih besar dibandingkan dengan pria yaitu 1,5 sampai 2,21:1. Usia penderita BPPV biasanya pada
usia 50-70 tahun, paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia

kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.4

2.4 Etiologi
Penyebab BPPV yang paling umum pada orang yang berusia di bawah 50 tahun adalah
cedera kepala, dan mungkin akibat dari trauma langsung yang menyebabkan terlepasnya
otoconia. Pada orang di atas usia 50, BPPV paling sering idiopatik, yang berarti terjadi tanpa
alasan yang diketahui, tetapi umumnya terkait dengan degenerasi yang berhubungan dengan
usia alami dari membran otolitik. BPPV juga terkait dengan migrain dan ototoksisitas. Virus
yang menyerang telinga (seperti yang menyebabkan neuritis vestibular) dan penyakit Ménière
adalah penyebab signifikan tetapi tidak biasa. Kadang-kadang BPPV pasca pembedahan terjadi
sebagai akibat trauma pada telinga bagian dalam selama prosedur dikombinasikan dengan
posisi terlentang berkepanjangan (berbaring menghadap ke atas). BPPV juga dapat berkembang
setelah lama tidak sadar.6

2.5 Patofisiologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari
salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut

4
menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo.7

Ada dua pendapat yang berbeda mengenai patofisiologi terjadinya BPPV yaitu teori
kupulolitiasis dan teori kanalitiasis.

1. Teori kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana ditemukan
partikel partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith)
yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat
diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.7

2. Teori kanalitiasis

Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak bebas
didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel
tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis
semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing.
Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan
kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat
sebentar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori

5
kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith
menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta
nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala pusing.7

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola mata.
Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk nystagmus”, yang
memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat
(kembali dengan cepat ke posisi semula). Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf
ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap
kanal yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis
mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan
kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada
kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel
kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal.4,8

Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat dari makula belum dipahami dengan pasti.
Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat
terjadi tanpa trauma atau penyakit yang belum diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan
perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien
dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok
kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang
terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan
demineralisasi tulang pada umumnya. Tetapi perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau
osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.4

2.6 Gejala Klinik


Selain sensasi berputar (vertigo), gejala BPPV termasuk pusing, ketidakseimbangan,
kesulitan berkonsentrasi, dan mual. Aktivitas yang membawa gejala dapat bervariasi pada
setiap orang, tetapi gejala dipicu oleh perubahan posisi kepala sehubungan dengan gravitasi.
Dengan keterlibatan kanal semisirkularis posterior di BPPV klasik, gerakan kepala bermasalah
yang umum termasuk melihat ke atas (mendongak), atau berputar dan bangkit dari tempat
tidur.6

6
2.7 Diagnosis
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis yang ditemukan
serta berbagai manuver diagnosis.
1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30 detik
akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain mual
pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk.4
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin merasa
mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi kebanyakan pasien
merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien melaporkan episode vertigo
spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit, atau jika episode vertigo
tidak pernah terjadi di tempat tidur atau dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus
mempertanyakan diagnosis dari BPPV.4
2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa pemeriksaan BPPV yang paling umum dilakukan ialah tes Dix-Hallpike
dan tes Supine Roll.

a. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher
dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk
melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :

1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan


vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

7
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet”
(ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya.4,5

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien
BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada
kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo
berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.4

b. Tes Supine Roll


Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike
negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV
kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV
terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya
vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria
diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.4
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa
saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring
terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan
cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala
kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien

8
diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.4,8

Kriteria diagnosis pada BPPV :

1) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior


Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus posisional
paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver ini dilakukan
dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring (hanging position) dengan
kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan leher diekstensikan 20 derajat.
Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional upbeating nystagmus yang terkait dalam
durasi dengan vertigo subjektif yang dialami pasien, dan hanya terjadi setelah
memposisikan Dix-Hallpike pada sisi yang terkena. Diagnosis presumtif dapat dibuat
dengan riwayat saja, tapi nistagmus posisional paroksismal menegaskan diagnosisnya.4

Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal posterior
secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting. Pertama, ada periode
latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi subjektif dan nistagmus objektif.
Periode latensi untuk onset nistagmus dengan manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi
berkisar antara 5 sampai 20 detik, walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada
kasus yang jarang. Yang kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus
meningkat, dan kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak onset nistagmus.4

Gambar 2.7.1 Nistagmus pada Dix-Hallpike Maneuver9

9
2) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral

BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-Hallpike
manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis BPPV horisontal
adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver (Pagnini-McClure
maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi pada manuver ini,
menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.

a. Tipe Geotrofik

Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal yang
bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien dimiringkan ke sisi lain,
sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang tidak begitu kuat, tetapi kembali
bergerak ke arah telinga paling bawah.4

Gambar 2.7.2 Nistagmus tipe geotrofik pada supine-roll test9

10
b. Tipe Apogeotrofik

Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang
bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi yang
berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling atas.

Gambar 2.7.3 Nistagmus tipe apogeotrofik pada supine roll test9

Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah telinga
dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara kedua tipe dari
BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.4

3) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior tidak spesifik, berkaitan
dengan paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan komponen torsi minor
mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui saat mengobati bentuk lain
dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanal anterior kronis atau persisten
jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal anterior tampaknya tipe yang paling sering
sembuh secara spontan. Diagnosisnya harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena

11
downbeating positional nystagmus yang berhubungan dengan lesi batang otak atau
cerebellar dapat menghasilkan pola yang sama.4

Gambar 2.7.4 Nistagmus pada BPPV tipe kanal anterior dalam Dix-Hallpike test9

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang ditemukan, tetapi


menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu yang sama.
Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior dikombinasikan dengan BPPV
kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV
kanal tunggal, meskipun pengobatan mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam
beberapa kasus.4

2.8 Penatalaksanaan
Terapi BPPV dapat berupa medikamentosa, menggunakan beberapa teknik manuver,
bahkan dapat juga dilakukan tindakan pembedahan.
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo yang
disertai mual muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan tindakan
maneuver diagnostik. Preparat yang diberikan adalah golongan vestibular depresan
disertai anti emetik.10
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo,
mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan

12
suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat
mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga
dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa
benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan
vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.11

Obat Dosis
Antihistamin
Meclizine 25 mg/6 jam/oral
Promethazine 25-50 mg/6 jam/oral/IM/rectal
Dimenhydrinate 50 mg/6 jam/oral/IM atau 100 mg/8
jam/rectal
Antikolinergik
Scopolamine 0,5 mg/3 hari/transdermal
Benzodiazepine
Diazepam 5-10 mg/6 jam/IM
Sympathomimetik
Amphetamine 5-10 mg/6 jam/oral
Ephedrine 25 mg/6 jam/oral

2. Teknik manuver
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat. Tujuan
terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula, mengarahkan agar keluar
dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui ujung non ampulatory kanal. 10

Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV kanalis


posterior.6

1) Epley maneuver

13
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan. Pasien diminta untuk
menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450 , lalu pasien berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-
60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke
posisi duduk secara perlahan.11

Gambar 2.8.1 Manuver Epley


2) Manuver Liberatory or The Semont maneuver

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan kupulolithiasis kanan posterior. Jika


kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke
sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan kupulolithiasis kanan posterior. Jika
kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke
sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan.

Gambar 2.8.2 Manuver Semont

14
Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV kanalis
anterior.6

Tidak ada pengobatan definitif untuk BPPV kanalis anterior. Namun, terdapat
manuver yang dimodifikasi secara untuk kanal anterior yang pada dasarnya adalah
Dix-Hallpike yang mendalam (berlebihan). Perawatan lain yang diusulkan
menggunakan versi manuver terbalik yang digunakan untuk BPPV kanalis posterior;
misalnya, Semont terbalik (mulai dari hidung ke bawah dan berpaling ke sisi yang
tidak terpengaruh), atau Epley terbalik (mulai lagi dari hidung ke bawah). Perawatan
ini wajar secara geometrik, tetapi memerlukan penelitian tambahan untuk
membuktikan keampuhannya.6

Beberapa teknik manuver telah dikembangkan untuk menangani BPPV kanalis


horizontal. 10

1) Barbeceau Maneuver
Pasien diminta untuk berputar 3600 dalam posisi tidur, dimulai dengan telinga
yang sakit diposisi bawah, berputar 900 sampai satu putaran lengkap (3600). Setiap
posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan menggerakkan otokonia
keluar dari kanal menuju utrikulus kembali.

Gambar 2.8.3 Manuver Barbeceau


Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak digunakan para
klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis maupun kupulolithiasis,

15
namun sampai saat ini belum ditemukan laporan yang membandingkan efektifitas
masing-masing teknik.
2) Log Roll maneuver
Pasien berputar 2700 dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit, berputar
900 tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total putaran 2700.

Gambar 2.8.4 Manuver Log Roll


3) Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan dengan
cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit setelah nistagmus
apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450 ke depan
(hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selam dua menit. Pasien kembali ke posisi
semula. Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus apogeotropik
menjadi nistagmus geotropik.

16
Gambar 2.8.5 Manuver
Gufoni12 4) Forced Prolonged Position Maneuver
Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di posisi atas
selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan otokonia yang melekat
pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali dengan bantuan
gravitasi.

Gambar 2.8.6 Manuver Forced Prolonged Position

Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver provokasi ulang,


jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver terapi diulang kembali.
Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga, gejala vertigo dan nistagmus tidak
muncul lagi.10

17
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria10

1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan head roll test
tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%, pasien
mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif nistagmus
horizontal masih muncul pada manuver provokasi.
3. Tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%, dan
nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.

BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada BPPV
posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis horizontal yang terbuka
dan sejajar dengan utrikulus sewaktu kepala berada pada posisi sejajar bidang horizontal
bumi, sehingga otokonia yang berada di sepanjang kanalis dapat kembali spontan ke
utrikulus.10

3. Operasi
Pembedahan dilakukan jika manuver kepala dan latihan rehabilitasi vestibular
tidak efektif dalam mengendalikan gejala, maka operasi kadang-kadang akan
dipertimbangkan. Tujuan operasi adalah untuk menghentikan dari transmisi sinyal palsu
tentang gerakan kepala ke otak dari telinga bagian dalam. Beberapa pendekatan bedah
dimungkinkan; Namun, prosedur yang seperti posterior canal plugging, juga disebut
fenestration dan oklusi dari kanal posterior, lebih baik daripada metode lain. Ini termasuk
membuang organ keseimbangan dengan labirinektomi; memutus bagian vestibular saraf
vestibulocochlear dengan bagian saraf vestibular, sehingga mengakhiri semua sinyal
vestibular dari sisi yang terkena; atau memutus saraf yang mengirimkan sinyal dari
kanalis dengan neurektomi tunggal.6
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat
sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-
manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan
operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit
neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan

18
teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula
posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi
karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi. 11

2.9 Pencegahan
Latihan yang dilakukan di rumah kadang-kadang direkomendasikan untuk mencegah
terjadinya vertigo berulang. Latihan Brandt-Daroff melibatkan gerakan penggerak vertigo yang
dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali per hari selama tiga minggu. Setelah menerima
pelatihan dari dokter atau ahli terapi fisik, seorang pasien dapat melakukan latihan tersebut di
rumah. Dengan kepatuhan terhadap jadwal yang ditentukan, latihan Brandt-Daroff telah
dilaporkan dapat mengurangi respons vertiginous terhadap gerakan kepala pada 95% kasus.7
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri
oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley
atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga
dapat menjadi kebiasaan.11

Gambar 2.8.7 Latihan Brandt-Daroff

Jadwal latihan Brandt Daroff yang disarankan :


Waktu Latihan Durasi
Pagi 5 kali pengulangan 10 menit
Sore 5 kali pengulangan 10 menit
Malam 5 kali pengulangan 10 menit

19
Gambar 2.8.8 Posisi canalith pada latihan Brandt-Daroff 6

2.10 Komplikasi
Meskipun BPPV menyebabkan rasa tidak nyaman, jarang sekali menyebabkan
komplikasi pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi, BPPV persisten yang berat
dapat menyebabkan muntah, penderita mungkin beresiko mengalami dehidrasi.13

2.11 Prognosis
Penanganan yang cepat dan tepat prognosis baik. BPPV kadang recurrent sehingga
mengganggu kualitas hidup pasien.14
Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang penyakitnya. Sepertiga pasien
mengalami remisi dalam 3 minggu dan mayoritas pasien pada 6 bulan setelah pengobatan.
Pasien harus dibuat menyadari bahwa BPPV sangat bisa diobati, tetapi harus memperingatkan
bahwa kekambuhan adalah umum bahkan setelah pengobatan berhasil dengan manuver
reposisi, sehingga perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur ang diterbitkan
bervariasi pada tingkat kekambuhan, dengan studi observasional jangka panjang menunjukkan
tingkat kekambuhan 18% di atas 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan tingkat
kekambuhan tahunan 15%, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah
pengobatan. Munculnya kekambuhan meskipun pengobatan memadai merupakan indikasi
untuk dirujuk ke klinik spesialis.13

20
BAB III
KESIMPULAN

Vertigo didefinisikan sebagai sensasi ilusi gerak baik dari diri ataupun lingkungan. Salah
satu dari bentuk vertigo adalah positional vertigo, yaitu merupakan sensasi berputar yang
dihasilkan oleh perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Adapun Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai gangguan pada telinga bagian dalam yang
ditandai dengan episode berulang dari positional vertigo.1
Penyebab BPPV yang paling umum pada orang yang berusia di bawah 50 tahun adalah
cedera kepala, dan mungkin akibat dari trauma langsung yang menyebabkan terlepasnya
otoconia. Pada orang di atas usia 50, BPPV paling sering idiopatik, yang berarti terjadi tanpa
alasan yang diketahui, tetapi umumnya terkait dengan degenerasi yang berhubungan dengan
usia alami dari membran otolitik.6
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari
salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut
menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo.7
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis yang ditemukan
serta berbagai manuver diagnosis, diantaranya Dix-Hallpike dan supine roll maneuver. Terapi
BPPV dapat berupa medikamentosa, menggunakan beberapa teknik manuver, bahkan dapat
juga dilakukan tindakan pembedahan. Latihan yang dilakukan di rumah kadang-kadang
direkomendasikan untuk mencegah terjadinya vertigo berulang, contohnya ialah latihan dengan
manuver Brandt-Daroff.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhattacharyya N, et al. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (Update). Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 2017;156(3S): S1-S47
2. Kaur J and Shamanna K. Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo: A
Comparative Study between Epleys Manouvre and Betahistine. International Tinnitus
Journal. 2017;21(1):30-34.
3. Health Centers of UWS. 2017. CSPE protocol: Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV or BPV). University of Western States.
4. Roseli Saraiva et al. Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal. 2011;16(2):135-45.
5. Soepardi EA dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher, edisi 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Timothy CH. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Chicago, Northwestern
University Medical School, Vestibular Disorders Association.
7. Marpaung MSE. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Universitas Sumatera
Utara.
8. Bashir K, Irfan F & Cameron P. Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) in The Emergency Department. Journal of Emergency Medicine, Trauma &
Acute Care (JEMTAC). 2014.
9. Hornibrook J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): History, Pathophysiology,
Office Treatment and Future Directions. International Journal of Otolaryngology. 2011.
10. Yan E dan Yelvita R. Laporan Kasus: Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
11. Putu Prida Purnamasari. 2016. Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
12. Marco Mandala. 2017. Bedside Examination of The Vestibular and Ocular Motor System
- Level 2 : How to Diagnose and Treat BPPV. Amsterdam: 3rd Congress of the European
Academy of Neurology.

22
13. BMJ Best Practice. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Last Update: 27 Maret 2015.
14. Bahan Ajar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-
Vertigo-Benign-Paroxysmal-Positional-Vertigo.pdf. (19 Mei 2018)

23

Anda mungkin juga menyukai