PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan
kadar bilirubin. Ikterus akan tampak secara visual jika kadar bilirubin
lebih dari 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sering
ditemukan pada minggu pertama setelah lahir terutama pada bayi dengan
berat badan kurang dari 2500 gram dan pada bayi <37 minggu
(Kosim,2007 )
Pada beberapa penyakit seperti hemolitik, kelainan metabolik dan
endokrin, kelainan hati dan infeksi, kadar bilirubin yang lebih dari 20
mg/dL akan menyebabkan bilirubin yang belum dikonjugasi di hati atau
unconjugated bilirubin dapat menembus sawar darah otak (blood brain
barrier) dan bersifat toksik terhadap sel otak (Kosim, 2007).
Suatu penelitian menunjukkan dari 90 pasien dengan hiperbilirubi-
nemia, 71 pasien (78, 9%) mempunyai kadar bilirubin >10 mg/dL dan 19
pasien (21, 1%) mempunyai kadar bilirubin <10 mg/dL, 18 pasien (20%)
pada umur <72 jam, 72 pasien (80%) pada umur ≥ 72 jam, 53 pasien (58,
9%) BBLR, 50 (55, 6%) preterm dan 54 (60%) lahir spontan (Kosim,
2007). Penelitian lain menunjukkan pada 68 bayi baru lahir dengan
inkompatibilitas ABO, 30 bayi (44%) diantaranya mengalami
hiperbilirubinemia (Dharmayani, 2009).
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis ingin mengetahui “ Apakah ada perubahan kadar
bilirubin pada Bayi yang menderita Hiperbilirubin yang di lakukan terapi
non farmakologi ( insiasi menyusui dini ) oleh perawat?”
1
2
C. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mengidentifikasi peran perawat tentang terapi non farmakologi pada
Bayi dengan Hiperbilirubin
2. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang Bayi dengan resiko
Hiperbilirubin
3. Mengidentifikasi Terapi Non Farmakologi oleh perawat pada Bayi
dengan Hiperbilirubin
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 HIPERBILIRUBIN PADA BAYI
2.1.1 Pengertian
Hiperbilirubin merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana
kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg /dl pada minggu pertama
yang ditandai berupa warna kekuningan pada bayi atau disebut
dengan icterus. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering
disebut icterus neonatorum yang bersifat patologis atau yang lebih
dikenal dengan hyperbilirubin. ( Hidayat, 2005 ).
Hiperbilirubin merupakan suatu istilah yang mengacu
terhadap kelainan akumulasi bilirubin dalam darah. Karekteristik
dari hiperbilirubin adalah jaundice dan icterus. ( Wong, 2007 )
2.1.2 Penyebab Hiperbilirubin pada Bayi
Menurut Ganong ( 2003 ) Hiperbilirubin merupakan akibat dari
bilirubin bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna
kuning, sklera dan membrane mukosa menjadi kuning. Biasanya
dapat terdeteksi apabila bilirubin plasma lebih besar dari pada 2
mg/dl.
Penyebab Hiperbilirubin terdiri dari :
2.1.2.1 Pembentukan bilirubin berlebihan ( anemiahemolitik )
2.1.2.2 .Penurunan Ambilan bilirubin oleh sel – sel hati
2.1.2.3. Gangguan konjugasi bilirubin
Klasifikasi Farmakologi:
2.2.1.1 Farmakognosi
Cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat
tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat.
2.2.1.2 Farmakokinetik
Cabang Ilmu farmakologi yang mempelajari perjalanan
obat dalam tubuh.
2.2.1.3 Farmakodinamik
Cabang ilmu farmakologi yang mempelajari tentang efek
obat terhadap fisiologi dan biokimia dari sel jaringan/organ
tubuh beserta mekanisme kerjanya(fisiologis)
2.2.1.4 Farmakologiklinik
Cabang ilmu farmakologi yang mempelajari efek obat pada
manusia(morfologi)
2.2.1.5 Farmakoterapi
Cabang ilmu farmakologi yang berhubungan dengan
penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan
penyakit.
2.2.1.6 Toksikologi
Ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia. Zat kimia
yang dimaksud tersebut termasuk obat atau zat yg
digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun
lingkungan hidup lain (contoh: insektisida, pestisida, zat
pengawet, dll)
2.2.1.7 Farmakoekonomi
Cabang ilmu yang khusus mempelajari hubungan antara
obat dan nilai ekonomis yg dapat dihasilkan oleh obat
tersebut.
Hubungan antara dosis suatu obat yang diberikan pada seorang pasien dan
penggunaan obat dalam pengobatan penyakit digambarkan dengan dua
bidang khusus farmakologi yaitu: farmakokinetik dan farmakodinamik.
6
Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting.
Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang
penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor
dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik,
vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul
obat, misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan
perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang
menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang
menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik.
Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas
reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya
berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi
juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic
lain. Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terus-
menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan
efek perangsangan.
Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari
berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik),
mirip ikatan antara subtract dengan enzim dan jarang
terjadi ikatan kovalen.
Farmakokinetik
Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi
distribusi metabolisme dan ekskresi, yaitu :
1) Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari
tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada
cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
8
4) Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi obat dari tubuh.
Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal
dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui
paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara),
kulit dan taraktusintestinal.
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik, meliputi:
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan
sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh.
Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah
absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh
penting diketahui untuk menetapkan berapa sering
obat harus diberikan. Onset, puncak, and durasi.
Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga
obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute
pemberian dan farmakokinetik obat. Puncak adalah
setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka
konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat.
Durasi adalah kerja lama obat menghasilkan suatu
efek terapi.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
BAB IV
ISI JURNAL DAN ANALISIS PEMBAHASAN
4.1.1 Pendahuluan
Ikterus fisiologis terdapat pada 25–50 % bayi baru lahir cukup bulan
dan lebih tinggi lagi pada BBL kurang bulan. Timbul pada hari kedua
atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak
membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubunemia.
Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan
hilangnya ikterus, serta penyebabnya. Pemberian ASI secara dini dan
ekslusif akan meningkatkan kekebalan pada bayi baru lahir sehingga
berdampak pada penurunan angka kematian bayi (AKB) dan balita
sejalan dengan usaha pemerintah melalui Millenium Development
Goals (MDG’S). bagi tumbuh kembang dan daya tahan tubuh bagi bayi.
Oleh karena pemberian ASI sedini mungkin harus diberikan dari ibu
yang baru melahirkan. Produksi ASI selama hari pertama kelahiran
mengandung kolustrum yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi. Kolustrum bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi
juga bermanfaat untuk mempercepat pengeluaran tinja pertama bayi
(mekonium). Warna kas mekonium adalah hijau kecoklatan yang
disebabkan oleh pigmen empedu, dengan semakin banyaknya
mekonium yang dikeluarkan makin berdampak pada berkurangnya
kejadian ikterik pada bayi. Saputra (2012) menggambarkan bahwa
14
pemberian IMD pada bayi baru lahir sangat efektif untuk menurunkan
derajat hiperbilirubinemia fisiologis dibandingkan dengan yang tidak
dilakukan IMD dengan nilai 1 banding 2
4.1.2 Metode
Penelitian ini merupakan penelitian Kuasi eksperimen observasional
(quasi experiment post test only designs) dengan menggunakan
kelompok kontrol atau pembanding. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling, sehingga jumlah
sampel ditetapkan 30 responden sebagai kelompok intervensi dan 30
responden sebagai kelompok kontrol. Alat pengumpul data berupa
instruksi kerja inisiasi menyusu dini, lembar observasi, lembar hasil
laboratorium kadar bilirubin serum, dan formulir-formulir lain yang
berkaitan dengan pencatatan data. Data dianalisis secara univariat dan
bivariat (uji Mann-Whitney Test ).
4.1.3 Hasil
Hal ini dapat terjadi karena bayi-bayi yang dilakukan IMD atau yang
disusui dalam satu jam pertama kelahiran dan terus disusui secara
teratur akan cenderung lebih awal mengeluarkan mekonium dan
mengalami kejadian sakit kuning fisiologi yang lebih rendah. Bayi yang
berhasil IMD akan lebih dulu mendapatkan kolostrum dari pada yang
tidak IMD. Kolostrum adalah cairan pertama yang kaya akan kekebalan
tubuh terutama IgA, bagi pertumbuhan bayi, dan untuk ketahanan
infeksi. Bayi yang lahir normal dan diletakkan diatas perut ibu segera
setelah lahir, kulit bayi melekat pada perut ibu sekurangnya selama 50
menit akan berhasil menyusu, sedangkan bayi lahir normal yang
dipisahkan dari ibunya cenderung tidak bias menyusu sendiri. Salah
satu manfaat IMD dan kontak kulit dengan kulit untuk bayi adalah
selain bonding juga menjaga kolonisasi kuman yang aman dalam perut
bayi sehingga memberi perlindungan terhadap infeksi, kadar bilirubin
15
serum akan cepat menjadi normal dan mekonium lebih cepat keluar
sehingga menurunkan risiko kejadian hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir. Penerapan IMD akan meningkatkan keberhasilan bayi baru lahir
untuk menyusu kemudian. Keberhasilan IMD yang dilanjutkan dengan
keteraturan menyusu bayi akan lebih awal mendapatkan kolostrum.
Kolustrum adalah air susu ibu yang keluar pertama kali, dan merupakan
laksatif alami yang berfungsi sebagai pencahar. Kolustrum akan
merangsang percepatan pengeluaran mekonium, didalam mekonium
atau feses yang pertama kali dikeluarkan bayi mengandung zat-zat sisa
dan bilirubin sehingga dengan IMD akan menurunkan kejadian
hiperbilirubinemia fisiologis
4.1.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan tentang
pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap kejadian hiperbilirubinemia
fisiologis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Ada perbedaan
yang signifikan terhadap kadar bilirubin serum total pada bayi baru
lahir yang dilakukan IMD, yaitu bayi kelompok intervensi dengan ρ
value = 0,000. Ada perbedaan yang signifikan terhadap kadar bilirubin
serum total pada bayi baru lahir yang tidak dilakukan IMD, yaitu bayi
kelompok kontrol dengan ρ value = 0,000. Ada perbedaan yang
bermakna antara kadar bilirubin serum total pada bayi baru lahir yang
dilakukan IMD atau kelompok intervensi dengan yang tidak dilakukan
IMD atau kelompok kontrol dengan ρ value = 0,000.
4.2 ANALISIS
Berdasarkan jurnal yang didapatkan, diketahui bahwa perawat memiliki
peranan yang cukup penting dalam pemberian terapi non farmakologi tentang
inisiasi menyusui dini. WHO merekomendasikan inisiasi menyusu dini (IMD)
yaitu meletakkan bayi di dada ibu segera setelah lahir dengan metode skin to
skin, kepala bayi diletakan diantara payudara ibu kemudian membiarkan bayi
16
BAB V
IMPLIKASI KEPERAWATAN
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini
diantaranya adalah :
a. Focus perawatan non farmakologi pada neonatus adalah mengurangi
hingga mencegah resiko hiperbilirubin yang terjadi.
b. Penatalaksanan yang dilakukan yaitu dengan inisiasi menyusui dini yang
dilakukan oleh perawat segera setelah bayi lahir. Inisiasi menyusui dini
dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan motovasi dari perawat/dokter
dengan didukung oleh suami, keluarga dan masyarakat.
c. Hasil yang didapatkan keluarga dari perawatan non farmakologi yang
dilaksanakan oleh perawat dapat diterima dengan baik dan dilaksanakan
sesuai dengan instruksi dari perawat kepada ibu dan keluarga untuk
mengurangi hingga mengatasi resiko hiperbilirubin pada bayi.
d. Pada perawat yang bertugas dapat memberikan asuhan keperawatan
berbasis Evidence Based Practice secara holistik melalui penerapan terapi
non farmakologi yaitu metode Inisiasi Menyusu Dini sesuai instruksi
kerja yang berlaku untuk mengurangi risiko hiperbilirubinemia fisiologis
pada bayi baru lahir. Hasil penelitian ini diharapkan bias memberi
manfaat dan masukan tentang pentingnya membekali tenaga kesehatan
dengan pendidikan dan keahlian, khususnya untuk mengurangi
hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi dengan menggunakan terapi non
farmakologi yaitu metode Inisiasi Menyusu Dini. Diharapkan adanya
tindak lanjut dengan menggunakan metode yang berbeda sehingga dapat
menghasilkan hal baru yang lebih baik.
21
6.2 SARAN
a. Bagi Institusi Pelayanan
Perawat perlu memberikan sosialisasi dan informasi yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya hiperbilirubin pada bayi sehingga keluarga
dapat dengan mudah menerima dan bekerjasama dengan perawat.
b. Bagi Perawat
Perlu meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam mencegah
terjadinya hiperbilirubin pada bayi terutama dalam asuhan keperawatan
yang berbasis Evidence Based Practice secara holistik melalui penerapan
terapi non farmakologi. Perlu meningkatkan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya sehingga mendapatkan hasil atau perawatan yang lebih
baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2008). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif 6 Bulan.
Edmond, K. M., Zandoh, C., Quigley, M. A., Amenga-etego, S., & Owusu-agyei,
S. (2006). Delayed breastfeeding initiation increases risk of neonatal
mortality. Pediatrics, 117(3). http://doi.org/10.1542/peds.2005-1496
Pohlman, M.N., Nursanti, I., & Anto, Y.V. (2015). Hubungan Inisiasi Menyusu
Dini dengan Ikterus Neonatorum di RSUD Wates Yogyakarta. Media Ilmu
Kesehatan, 4(2), 96-103. Diakses pada tanggal 12 Juli 2017.
Saputra, N.P.K., & Lasmini, P.S. (2016). Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini
terhadap Waktu Pengeluaran dan Perubahan Warna Mekonium serta
Kejadian Ikterik Fisiologi.JIK (Jurnal Ilmu Kedokteran), 9(2), 87-94.
Diakses pada tanggal 12 Juli 2017.