Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

Bantuan untuk Eliminasi

Oleh:

Caecilia Melinda Marthiany 3014013023

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2014
A. Pengertian
1. Pengertian Eliminasi Urine

Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini


tergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi organ seperti ginjal, ureter, bladder
dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter
mengalirkan urin ke bladder. Dalam bladder urin ditampung sampai mencapai
batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto & Wartonah
2004).

2. Pengertian Eliminasi Fekal

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel
(feses). Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah yang besar dan
karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden
kanker kolorektal (Robinson & Weigley, 1989)

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi dan Fisiologi pada Sistem Perkemihan

a. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna


coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior
terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal
terbentang dari vetebra lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih
tinggi 1,5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal
secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram.
Setiap ginjal memiliki 1,2 juta Nephron (unit terkecil ginjal yang mendukung
fungsi ginjal).
Fungsi ginjal yaitu:

1) Menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine.


2) Menghasilkan beberapa hormon penting (eritropoietin dan renin)
untuk memproduksi sel darah merah
3) Mineralisasi tulang
Ginjal memproduksi substansi yang mengubah vitamin D menjadi
vitamin D dalam bentuk aktif.

b. Ureter

Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 cm sampai 30cm


dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang dari posisi
retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul
(pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke
kandung kemih umumnya steril.

Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan dalam merupakan membran
mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan
tengah terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor urine melalui ureter
dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih.
Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung yang menyokong ureter. Fungsi
utama ureter yaitu mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih.

c. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan
organ ekskresi. Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul
di belakang simfis pubis. Pada pria kandung kemih terletak pada rektum bagian
posterior. Dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus
dan vagina. Kandung kemih dapat menampug sekitar 600 ml urine, walaupun
pengeluaran urine normal sekitar 300 ml.

Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan:

1) Lapisan mukosa dalam, sebuah lapisan submukosa pada jaringan


penyambung, sebuah lapisan otot, dan sebuah lapisan serosa di bagian
luar.
2) Lapisan otot yang memiliki berkas-berkas serabut otot yang membentuk
otot detrusor.
3) Serabut saraf parasimpatis menstimulasi otot detrusor selama proses
perkemihan.
4) Sfingter uretra interna, yang tersusun atas kumpulan otot yang berbentuk
seperti cincin, berada pada dasar kandung kemih tempat sfingter tersebut
bergabung dengan uretra. Sfingter mencegah urine keluar dari kandung
kemih dan berada di bawah kontrol volunter (kontrol otot yang disadari).

d. Uretra

Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urine yang mengalami turbulasi
membuat urine bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar
uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan
otot polos yang tebal mengelilingi uretra.

Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm, dan meatus
urinarius terlentak diantara labia minora, di atas vagina, dan di bawah klitoris.
Uretra pada pria, yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta
sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20 cm. Uretra pada pria ini terdiri
dari 3 bagian, yaitu: uretra prostatik, uretra membranosa, dan uretra penil atau
uretra kavernosa. Meatus terletak pada ujung distal penis.

2. Anatomi dan Fisiologi pada Sistem Pencernaan


a. Mulut

Saluran gastrointestinal secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke


ukuran dan bentuk yang sesuai. Pencernaan kimiawi dan mekanis dimulai di
mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi berukuran yang dapat
ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptialin, yang mengawali
pencernaan unsur-unsur makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan
bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah ditelan.

b. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan


kerongkongan esofagus. Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadinya
penyilangan. Makanan melewati epligotis lateral melalui ressus preformis masuk
ke esofagus tanpa membahayakan jalan napas (udara). Gerakan menelan
mencegah masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara. Pemulaan menelan, otot mulut dan lidah kontraksi secara
bersamaan.

c. Esofagus

Begitu makanan memasuki bagian esofagus, makanan berjalan melalui


sfingter esofagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara
memasuki esofagus dan makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang)
kembali ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-
kira 25 cm. Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dengan
gerakan peristaltik lambat dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah yang
terletak diantara esofagus dan lambung.

d. Lambung

Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis


dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan diabsorpsi. Lambung menyekresikan asam
hidroklorida (HCl), lendir, enzim pepsin, dan faktor intrinsik. HCl membantu
mencampur dan memecah makanan di lambung. Lendir melindungi mukosa
lambung dari keasaman dan aktivitas enzim. Pepsin mencerna protein, walaupun
tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung. Faktor intrinsik adalah
komponen penting yang dibutuhkan untk absorpsi vitamin B12 di dalam usus dan
selanjutnya untuk pembentukkan sel darah merah normal.

Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi


semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorpsi daripada
makanan padat.
e. Usus halus

Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan


memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter
sekitar 2,5 cm dan panjang 6 cm. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian: duodenum,
jejunum, dan ileum. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorpsi oleh doudenum dan
jejunum. Ileum mengabsorpsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi, dan garam
empedu.

f. Usus besar

Saluran gastrointestinal bagian bawah disebut usus besar (kolon) karena


ukuran diameternya lebih besar dari usus halus. Usus besar dibagi menjadi sekum,
kolon, dan rektum. Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup
ileosekal. Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang memecah regurgitasi
dan kembalinya isi kolon ke dalam usus halus.

Kimus yang berair memasuki kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
kolon transversal, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Kolon berfungsi untuk
absorpsi (volume air, natrium, dan klorida), proteksi (lendir untuk melumasi
kolon, mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya), sekresi (bikaronat
disekresi untuk mengganti klorida), dan eliminasi (feses dan gas atau flatus).

Rektum merupakan bagian akhir pada saluran gastrointestinal. Panjang rektum


bervariasi menurut usia:

Bayi 2,5 sampai 3,8 cm


Todler 5 cm
Prasekolah 7,5 cm
Anak usia sekolah 10 cm
Dewasa 15 sampai 20 cm
Dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses sampai defekasi.rektum dibangun
oleh lipatan jaringan vertikal dan transversal. Setiap lipatan vertikal berisi sebuah
arteri dan lebih dari satu vena. Apabila masa feses atau gas bergerak ke dalam
rektum untuk membuat dindingnya berdistensi, maka proses defekasi dimulai.
C. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
1. Faktor yang Mempengaruhi Urinasi
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Fetus/ Janin
Ginjal fetus mulai mengekskresikan urine antara usia minggu ke
11 dan ke 12 masa perkembangan. Placenta bersifat sebagai
Pseudo ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
fetus. Ginjal tidak dapat berfungsi secaa indefendent sampai saat
lahir.
2) Infant
Warna urine yaitu kuning teran dan belum ada kontrol urine
secara volunter.
3) Anak-anak
Fungsi ginjal mendekati kematangan antara tahap 1 sampai tahap
2, warna urine mendekati normal. Kontrol urine dimulai usia 18-
24 bulan, kontrol urine secara penuh usia 4-5 tahun, dam kontrol
urine sepanjang hari yaitu usia 2 tahun.
4) Dewasa
Ginjal mencapai maksimum usia 35-40 tahun, sesudah usia 50
tahun, ginjal mengalami penurunan ukuran dan fungsi.
5) Lansia
Konsentrasi urine menurun, sering BAK malam hari.
b. Faktor Psikososial
Privacy, posisi yang normal, waktu, intake makanan dan cairan
mempengaruhi psikososial seseorang.
c. Intake Makanan dan Cairan
Pada pengonsumsi alkohol output urinenya menurun. Beberapa jenis
makanan mempengaruhi warna urine (mis., carotene menyebabkan
warna urine menjadi lebih kuning)
d. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi
yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai.
e. Status Volume
Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara retensi dan
ekskresi cairan. Apabila cairan dan konsentrasielektrolit serta solut
berada dalam keseimbangan, peningkatan asupan cairan dapat
menyebabkan peningkatan produksi urine. Jumlah haluaran urine
bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan.
f. Kondisi Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih.
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya diabetes melitus dan sklerosis muliperl
menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung
kemih.
g. Obat-Obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi airdan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (Atropin), antihistamin (Sudafed),
antihipertensi (Aldomet), dan obat penyekat beta-adrenergik (Inderal).
Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang mengalami
perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi
oleh ginjal.
h. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Prosedur, seperti suatu tindakan pielogram intravena, tidak
memperbolehkan klien mengonsumsi cairan per oral sebelum tes
dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi
haluaran urine.

2. Rata-Rata Jumlah Ekskresi Perhari Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (mL)


1-2 hari 15-60 mL
3-10 hari 100-300 mL
10 hari-2 bulan 250-300 mL
2 bulan sampai 1 tahun 400-500 mL
1-3 tahun 500-600 mL
3-5 tahun 600-700 mL
5-8 tahun 700-1000 mL
8-14 tahun 800-1400 mL
Dewasa 1200-1500 mL
Lansia 1500 mL atau kurang

3. Gejala Umum pada Perubahan Perkemihan


a. Urgensi
Adalah perasaan seseorang “harus mengosongkan kandung kemih”.
Penyebabnya yaitu penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang
kandung kemih akibat infeksi, sfingter uretra tidak kompeten, dan
stres psikologis.
b. Disuria
Yaitu merasakan nyeri atau sulit berkemih. Penyebabnya
peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sfingter uretra.
c. Frekuensi
Ditandai dengan berkemih dengan sering. Penyebabnya yaitu
peningkatan asupan cairan, radang pada kandung kemih,
peningkatan tekanan pada kandung kemih.
d. Keraguan
Sulit memulai berkemih. Penyebabnya pembesaran prostat,
ansietas, edema uretra.
e. Poliuria
Mengeluarkan sejumlah besar urine. Penyebabnya yaitu asupan
cairan berlebihan, diabetes melitus, penggunaan diuretik.
f. Oliguria
Haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk,
biasanya kurang dari 400ml dalam 24jam. Disebabkan oleh
dehidrasi, gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH, dan gagal
jantung kongestif.
g. Nokturia
Berkemihan berlebihan atau sering pada malam hari. Disebabkan
oleh asupan cairan berlebihan sebelum tidur, penyakit ginjal, dan
proses penuaan.
h. Dribling (urine yang menetes)
Kebocoran/ rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap
pengeluaran urine. Disebabkan oleh stres inkontinensia, overflow
akibat retensi urine.
i. Hematuria
Terdapat darah dalam urine yang disebabkan karena neoplasma di
dalam ginjal atau kandung kemih, trauma pada struktur
perkemihan, dan diskrasia darah.
j. Retensi
Akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri. Penyebabnya yaitu obstruksi uretra, inflamasi
pada kandung kemih, penurunan aktivitas sensorik, pembesaran
prostat, efek samping obat-obatan.
k. Residu urine
Volume cairan yang tersisa setelah berkemih. Disebabkan oleh
inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat infeksi,
pembesaran prostat, trauma, atau inflamasi uretra.
4. Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Eliminasi Fekal
a. Usia dan pertumbuhan
Seseorang dapa mengontrol defekasi dimulai pada umur 1,5-2
tahun, pada saat itu saraf dan otot sudah berkembang untuk kontrol
bowel.
b. Diet
Makanan yang mengandung fiber menyebabkan terbentuknya
feses, makanan yang pedas menyebabkan diare dan flatus, makanan
yang mengadung gas (mis., kol, bawang, pisang, dan apel).
Makanan pencuci mulut seperti coklat, alkohol dan gandum,
kemudian makana yang dapat menyebabkan konstipasi seperti keju,
telur, dan daging.
c. Intake cairan
Pada saat intake cairan pada seseorang, tubuh manusia secara terus
menerus mereabsorpsi cairan (chyme) di dalam usus besar yang
menyebabkan feses menjadi lebih normal.
d. Pengobatan
Ada obat-obatan yang dapat mengakibatkan diare atau konstipasi.
e. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi peristaltik usus sebagai pergerakan
chyme di dalam usus besar.
f. Faktor psikologi
Mempengaruhi peristaltik atau motilitas usus. Misalnya stres.
g. Gaya hidup
Kebiasaan bowel training dapat menjadi kebiasaan untuk defekasi
secara teratur. Banyak orang yang defekasi setelah sarapan pagi
karena adanya reflek gastrocolic dan duodenocolic yang dapat
menyebabkan adanya peristaltik atau gerakan feses pada usus.

5. Masalah-Masalah dalam Defekasi


a. Konstipasi
Gangguan eliminasi karena ada feses yang (agak) keras, yang
melewati kolon yang disebabkan oleh pola defekasi yang tidak
teratur, stres psikologi, diet yang tidak sesuai, dan kurangnya
asupan nutrisi.
b. Fecal impaction
Massa yang keras di lipatan rektum akibat retensi dan akumulasi
feses yang berkepanjangan, feses menjadi kering dan keras.
c. Diare
Keluarnya feses cair dan meningkatnya buang air besar akibat
cepatnya chyme melewati usus besar. Penyebabnya yaitu stres
psikis, penyakit-penyakit pada kolon, alergi/ salah makan/ obat.
d. Inkontinensia alvi
Hilangnya kemampuan otot-otot sfingter akibat kerusakan saraf
sehingga pengeluaran feses dan gas tidak dapat terkontrol.
e. Kembung/ distensi abdomen
Adanya gas yang berlebihan di usus sehingga menyebabkan usus
membesar sehingga rasa tidak nyaman pada abdomen.
Penyebabnya yaitu konsumsi berlebih makanan yang mengandung
gas, obat-obatan golonga Barbiturat, dan peningkatan aktivitas
usus.
f. Haemorrhoid (wasir)
Pelebaran vea d daerah anus dan rektum akibat peningkatan
tekanan di daerah tersebut. Penyebabnya yaitu konstipasi kronis,
peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas.

6. Karakteristik Feses
a. Warna
Normal: Dewasa= coklat muda (berasal dari pigmen bilirubin)
Anak-anak= warna kuning
b. Konsistensi (bentuk/perabaan)
Normal: lembek dan semi solid
c. Bentuk
Normal: silinder (bentuk dari rektum, diameter 2,5 cm)
d. Berat
±100-400 gram/hari tergantung diet.
e. Bau
Aromanya dipengaruhi oleh makanan yang masuk dan flora bakteri dari
masing-masing orang.
f. Unsur
Normal: sedikit serat, asam organik, dan amonia.

D. Penatalaksanaan

1. Menolong Klien Buang Air Kecil dengan Urinal


a. Pengertian
Suatu tindakan pemenuhan kebutuhan dasar elminasi BAK dengan
urinal.
b. Tujuan
- Kebutuhan eliminasi klien terpenuhi
- Memberikan rasa nyaman
- Mengetahui adanya kelainan urine secara langsung
c. Persiapan Alat
1) Urinal bersih
2) Pispot bersih
3) Tissue
4) Sabun
5) Lap bersih
6) Handuk/ waslap
7) Handscoen dissposible
8) Baskom, air bersih
d. Persiapan Pasien
Bantu klien ke posisi yang nyaman
e. Persiapan Lingkungan
Tutup tirai atau skerem untuk menjaga privasi klien
f. Prosedur Pelaksanaan

No Langkah Rasional
1 Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan Membantu klien untuk
dlakukan, mengapa hal tersebut perlu buang air kecil
dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja
sama.
2 Bawa alat ke dekat klien memudahkan dalam
melakukan implementasi.
3 Berikan privasi klien dengan menutup skerem, Privasi memungkinkan
membuka pakaian bagian bawah klien serta klien bersikap rileks dan
pasang selimut mandi dan turunkan selimut dapat mengeluarkan
pasien. buang air kecil lebih cepat
4 Cuci tangan dan observasi prosedur Mencegah penularan
pengendalian infeksi yang sesuai. mikroorganisme ke klien
atau nosokomial.
5 Pasang handscoen dissposible Mencegah penularan
mikroorganisme ke
perawat
6 Bantu klien menggunakan urinal (pada laki-
laki) dan pispot (pada perempuan).
 Tawarkan urinal sehingga klien dapat  Klien mungkin lebih
memposisikan urinal tersebut secara memilih untuk
mandiri, atau lakukan urinal di antara memakai urinal di
tungkai klien dengan pegangannya letakkan daerah perineumnya
di bagian teratas sehingga urine akan sendiri
mengalir ke dalam urinal.
 Letakkan alat pemanggil dalam jangkauan  Supaya bila sudah
klien. Tinggalkan klien selama 2-3 menit selesai bisa segera
atau sampai klien memberi tanda, atau tetap memanggil perawat
tinggal bersama klien jika klien memerlukan
bantuan, berdiri di sisi tempat tidur atau jika
ia memerlukan bantuan lain.
6 Jika sudah selesai, bantu klien memindahkan Supaya tidak terjadi
urinal sesuai kebutuhan. perkembangan bakteri
 Apabila basah, lap di area sekeliling karena urine yang
orifisium uretra dengan tissue setelah uretra tertinggal karena tidak
dibersihkan dengan air bersih. bersih
 Pastikan perineum dalam keadaan kering. membersihkannya.
 Tawarkan waslap yang lembab atau air,
sabun dan handuk untuk mencuci dan
mengeringkan tangan.
 Ganti drawsheet dan alasnya jika basah
 Pakaikan kembali pakaian bagian bawah
klien
8 Kosongkan dan bilas urinal, kemudian Urinal yang bersih agar
kembalikan urinal tersebut ke tempatnya. dapat digunakan kembali
oleh klien.
9 Setelah selesai, cuci tangan 12 langkah. Supaya tidak terjadi
perpindahan
mikroorganisme ke
perawat.
10 Dokumentasikan temuan di dalam catatan klien Mendokumentasikan yang
dengan menggunakan jumlah urine, jika diukur, telah diimplementasikan
dan semua data pengkajian. oleh perawat.

2. Menolong Klien Buang Air Besar


a. Pengertian
Suatu tindakan pemenuhan kebutuhan dasar eliminasi BAB dengan
pispot.
b. Tujuan
- Kebutuhan eliminasi klien terpenuhi
- Memberikan rasa nyaman
- Mengobservasi output
c. Persiapan Alat
1) Pispot yang bersih dan tutupnya
2) Tissue
3) Baskom, air, sabun, waslap, dan handuk
4) Penyegar aerosol (pilihan)
5) Handscoen dissposible
6) Bantalan dissposible untuk melindungi seprai.
d. Persiapan Pasien
Bantu pasien ke posisi yang nyaman
e. Persiapan Lingkungan
1) Jaga privasi klien
2) Sesuaikan tinggi tempat tidur untuk mencegah ketegangan pada
punggung perawat
3) Tinggikan pagar tempat tidur ke sisi lan untk mencegah klen
terjatuh dan untuk pegangan tangan klien jika dibutuhkan.
f. Prosedur Pelaksanaan

No Langkah Rasional
1 Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan Membantu klien untuk
dlakukan, mengapa hal tersebut perlu buang air besar dengan
dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja menggunakan pispot.
sama.
2 Berikan privasi klien dengan menutup skerem, Privasi memungkinkan
buka pakaian agian bawah pasien, serta pasang klien bersikap rileks dan
selimut mandi dan turunkan selimut pasien. dapat mengeluarkan
buang air besar lebih
cepat
3 Cuci tangan dan observasi prosedur Mencegah penularan
pengendalian infeksi yang sesuai. mikroorganisme ke klien
4 Pasang handscoen dissposible Mencegah penularan
mikroorganisme ke
perawat
5 Siapkan klien
 Untuk klien yang dapat membantu dengan Lipatan pada sprei teratas
menaikkan bokong mereka, lipai ke bawah akan memajankan klien
seprai teratas di sisi dekat anda untuk secara minimal dan
memajankan pinggul dan atur gaun memfasilitasi
sehingga gaun tersebut tidak mengenai penempatan pispot.
pispot.
 Untuk klien yang tidak dapat menaikkan
atau menurunkan bokong mereka dari
pispot, lipat sprei ke bawah sampai pinggul.
6 Berikan pispot
 Bagi klien yang dapat menaikkan bokong:
a. Minta klien untuk memfleksikan lutut, Penggunaan mekanika
mengalihkan berat badan pada tubuh yang baik oleh
punggung dan tumit, dan kemudian klien dan perawat dapat
menaikkan bokong. Klien dapat mencegah ketegangan
menggunakan tapeze, jika tersedia,atau dan pengerasan otot yang
pegang tempat tidur untuk membantu. tidak perlu.
Bantu klien menaikkan bokongnya dan
meletakkan telapak tangan anda pada
posisi menghadap ke atas, letakkan siku
tangan ke kasur sebagai pengungkit.
b. Tempatkan bantalan dissposible untuk Penempatan pispot yang
melindungi seprai di tempat tidur yang tidak benar dapat
akan diletakkan pispot. Posisi pispot menyebabkan abrasi kulit
reguler di bawah bokong dengan ujung pada area skratum (pada
yang sempit mengarah ke kaki tempat laki-laki) dan libia (pada
tidur dan bokong menindih lingkaran perempuan) dan isi pispot
yang halus. tumpah.
 Bagi klien yang tidak dapat menaikkan
bokong:
a. Bantu klien ke posisi miring
b. Tempatkan pispot pada bokong dengan
lingkaran yang terbuka ke arah kaki
tempat tidur
c. Gulingkan bokong klien dengan tenang
ke atas pispot
7 Tinggikan kepala tempat tidur ke posisi Posisi ini mengurangi
semifowler/ ketegangan pada
punggung klien dan
memugkinkan posisi
yang lebih normal untuk
eliminasi.
8 Berikan tissue toilet kepada klien, naikkan Cegah benda-benda yang
pagar tempat tidur, dan pastikan bahwa lampu berada dalam jangkauan
pemanggil perawat dapat digunakan. Minta klien terjatuh.
klien untuk memberikan tanda jika eliminasi
telah selesai. Tinggalkan klien hanya jika
dalam penilaian anda keadaannya aman untuk
ditinggalkan.
9 Mengangkat pispot: atur posisi tempat tidur
dan klien ke posisi semula
 Angkat pispot, pegang pispot dengan satu  untuk memastikan
tangan. agar isinya tidak
tumpah.
 Tutupi pispot dan tempatkan di atas kursi  Menutup pispot akan
terdekat. mengurangi bau yang
menyengat dan
mengurangi rasa
malu klien.
10 Bersihkan daerah perianal dan anus pada Daerah perianal dan anus
pasien yang buang air besar pada pispot bersih maka tidak adanya
 Bersihkan dengan tissue bakteri yang dapat
 Ambil waslap dan bersihkan dengan air berkembang di sana.
sabun pada daerah perianal
 Bilas dengan air bersih
 Keringkan dengan handuk.
11 Bantu pasien mengenakan pakaian bagian Supaya pasien merasa
bawah nyaman kembali
12 Atasi bau yang tidak sedap di dalam ruangan Bau dari eliminasi dapat
dengan mnyemprotkan pengharum udara di membuat klien dan orang
dalam ruangan kecuali dikontraindikasikan yang menjenguk klien
karena adanya masalah pernapasan, alergi, menjadi malu, akan tetapi
atau karena bau itu menyengat bagi klien. pengharum udara dapat
membahayakan orang
yang memiliki masalah
pernapasan.
13 Buka skerem, rapikan alat yang telah Alat yang bersih dan
digunakan kemudian cuci tangan dapat digunakan kembali.
Dan cuci tangan
mencegah penularan
mikroorganisme ke
perawat.
14 Dokumentasikan hasil temuan pada catatan Mendokumentasikan
klien dengan menggunakan format atau daftar yang telah
tilik yang disertai catatan narasi bila perlu. diimplementasikan oleh
perawat.

3. Memakaikan atau Mengganti Pempers


a. Pengertian
Membantu klien menggantikan atau memakaikan pempers
b. Tujuan
- Terasa lebih nyaman setelah pempers diganti
- Mencegah diaper rush
c. Persiapan alat
1) Pempers
2) Handscoen dissposible
3) Baskom berisi air hangat
4) Sabun
5) Kapas
6) Handuk
7) Baby Cream
d. Persiapan pasien
Bantu pasien ke posisi yang nyaman
g. Persiapan Lingkungan
1) Jaga privasi klien
2) Sesuaikan tinggi tempat tidur untuk mencegah ketegangan pada
punggung perawat
3) Tinggikan pagar tempat tidur ke sisi lan untk mencegah klen
terjatuh dan untuk pegangan tangan klien jika dibutuhkan
e. Prosedur kerja

No. Langkah Rasional


1 Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan Membantu menggantikan
dlakukan, mengapa hal tersebut perlu pempers klien supaya
dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja klien lebih merasa
sama. nyaman dan bersih.
2 Berikan privasi klien dengan menutup skerem, Privasi memungkinkan
buka pakaian bagian bawah pasien, serta klien bersikap rileks.
pasang selimut mandi dan turunkan selimut
pasien.
3 Cuci tangan dan observasi prosedur Mencegah penularan
pengendalian infeksi yang sesuai. mikroorganisme ke klien
4 Pasang handscoen dissposible Mencegah penularan
mikroorganisme ke
perawat
5 Buka pempers yang akan diganti, kemudian Daerah perineum dan
bersihkan area perineum dan anus klien anus bersih maka tidak
dengan tissue kemudian bilas dengan air dan adanya bakteri yang
sabun. Keringkan dengan handuk. dapat berkembang di
sana.
6 Pakaikan baby cream pada setiap daerah yang Mencegah terjadinya
kemungkinan terjadinya diaper rush diaper rush
7 Pasangkan pempers yang baru, rekatkan pada
bagian yang telah ditentukan
8 Rapikan dan atur posisi klien Klien merasa nyaman
9 Rapikan alat yang telah dipakai, buang Alat yang sdah bersih
pempers yang kotor ke tempat sampah nantinya dapat digunakan
infeksius. Kemudian lepas hadscoen dan cuci
kembali, pempers yang
tangan. kotor dibuang agar tidak
menyebabkan penyebaran
bakteri.
Mencuci tangan supaya
terindar dari infeksi
nosokomial.
10 Catat dan dokumentasikan dalam catatan Mendokumentasikan
keperawatan implementasi yang telah
dilakukan.

4. Memberikan Glyserin Spuit/ Lavement


a. Pengertian
Memasukkan cairan melaui anus ke dalam kolon sigmoid dengan
menggunakan spuit gliserin. (Eni, Kusyati.2006).
b. Tujuan
- Sebagai tindakan pengobatan
- Merangsang buang air besar
- Melunakkan feses
c. Persiapan alat
1) Selimut mandi atau kain penutup
2) Perlak dan pengalas
3) Spuit gliserin
4) Bengkok
5) Gliserin dalam tempatnya yang direndam air panas.
6) Mangkok kecil
7) Pispot
8) Tissue
9) Waslap
10) Baskom, sabun,
11) Handuk
d. Persiapan pasien
Bantu pasien ke posisi yang nyaman
h. Persiapan Lingkungan
4) Jaga privasi klien
5) Sesuaikan tinggi tempat tidur untuk mencegah ketegangan pada
punggung perawat
6) Tinggikan pagar tempat tidur ke sisi lan untk mencegah klen
terjatuh dan untuk pegangan tangan klien jika dibutuhkan.
e. Prosedur kerja

No Langkah Rasional
1 Jelaskan kepada klien tentang apa yang akan Membantu pasien dengan
dlakukan, mengapa hal tersebut perlu cara pemberian spuit
dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja gliserin supaya fesesnya
sama. dapat dikeluarkan.
2 Privasi memungkinkan klien bersikap rileks Privasi memungkinkan
dan dapat mengeluarkan buang air kecil lebih klien bersikap rileks
cepat
3 Cuci tangan dan observasi prosedur Mencegah penularan
pengendalian infeksi yang sesuai. mikroorganisme ke klien.
4 Pakai handscoen dissposible Mencegah penularan
mikroorganisme ke
perawat
5 Atur posisi pasien Supaya lebih mudah
 Dewasa: miring ke kiri dengan lutut dalam pemberian
kanan fleksi gliserinnya.
 Bayi dan anak: dorsal rekumben di
bawahnya diberi pispot
6 Pasang alas dan perlaknya Supaya tidak mengotori
seprai.
7 Teteskan glisern pada punggung tangan untuk Mengetes dahulu gliserin
memeriksa kehangatan kemudian tuangkan ke yang akan diberikan.
mangkok kecil.
8 Isi spuit gliserin 10-20cc dan keluarkan udara Supaya spuit benar-benar
penuh dengan obat,
bukan udara.
9 Setelah pasien berada di posisi miring, tangan Supaya lebih mudah
kiri dan kanan mendorong bokong ke atas untuk memasukkan
sambil memasukkan spuit perlahan-lahan gliserin.
hingga ke rektum, lalu pasang bengkok.
10 Masukkan spuit gliserin 7-10cm untuk orang Dalam memberikan
dewasa dan 5-7,5cm untuk anak serta 2,5- gliserin harus sesuai
3,74cm untuk bayi. dengan aturannya.
11 Masukkan gliserin perlahan-ahan sambil Memasukkan gliserin
menganjurkan pasien untuk mengambil napas perlahan sangat penting,
panjang dan dalam. karena mungkin akan
sakit.
12 Cabut spuit dan letakkan di dalam bengkok Supaya spuit yang sudah
kotor tidak mengotori
yang lainnya.
13 Bantu pasien BAB Membantu pasien
 Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bereliminasi.
bisa ke toilet
 Untuk pasien yang dalam keadaan umum
yang lemah da tirah baring, pasang pispot.
14 Ambil pispot
15 Bersihkan daeerah perianal pada pasien yang Daerah perianal bersih
buang air besar pada pispot maka tidak adanya
 Bersihkan dengan tissue bakteri yang dapat
 Ambil waslap dan bersihkan dengan air berkembang di sana.
sabun pada daerah perianal
 Bilas dengan air bersih
 Keringkan dengan handuk.
16 Ganti selimut mandi dan selimut tidur
17 Bantu pasien mengenakan pakaian bagian Membuat klien kembali
bawah berpakaian
18 Buka skerem Membuat klien merasa
lebih nyaman
19 Rapikan alat kemudian cuci tangan Alat-alat yang bersih
dapat digunakan kembali
oleh klien.
20 Dokumentasikan warna dan konsistensi feses, Mendokumentasikan
adanya distensi abdomen. implementasi yang telah
dilakukan.

5. Mengambil Spesimen Urine Midstream untuk Pemeriksaan


Laboratorium
a. Pengertian
Suatu tindakan pengumpulan bahan urine untuk analisis laboratorium
(Potter & Perry.2005)
b. Tujuan
Mengetahui adanya kelainan dari urine
c. Persiapan alat
1) Botol yang telah disterilkan
2) Label spesimen
3) Handscoen dissposible
4) Format laboratorium
5) Pispot atau urinal jika klien tidak dapat berjalan
6) Baskom air hangat
7) Waslap
8) Sabun
9) Handuk
d. Persiapan pasien
Bantu pasien ke posisi yang nyaman
e. Persiapan Lingkungan
1) Jaga privasi klien
2) Sesuaikan tinggi tempat tidur untuk mencegah ketegangan pada
punggung perawat
3) Tinggikan pagar tempat tidur ke sisi lan untk mencegah klen
terjatuh dan untuk pegangan tangan klien jika dibutuhkan.
f. Prosedur kerja

No. Langkah Rasional


1 Jelaskan prosedur kepada klien  Membantu klien
 Alasan dibutuhkannya spesimen midstream melakukan
pengumpulan
spesimen saat
 Cara agarklien dan keluarga dapat membantu mandiri
 Cara mengambil spesimen yang bebas dari  Feses mengubah
feses karakteristik urine
dan dapat
menyebabkan nilai
pengukuran menjadi
salah.
2 Apabila klien tidak merasaka keinginan Meningkatkan
berkemih yang mendesak, berikan cairan untuk kemungkinan klien untuk
diminum pada 1/2 jam sebelum pengambilan mampu berkemih
urine, kecuali dkontraindikasikan.
3 Berikan privasi kepada klien dengan menutup Privasi memungkinkan
pintu, gorden, atau skerem yang membatasi klien bersikap rileks dan
tempat tidur dapat mengeluarkan
spesimen lebih cepat
4 Berikan sabun, lap basah, dan handuk Klien mungkin lebih
untukmembersihkan area perineum pada klien memilih untuk
atau anggota keluarga. membersihkan daerah
perineumnya sendiri
5 Cuci tangan, kenakan handscoen dissposible Mencegah penularan
dan bantu perawatan perineum pada klien yang mikroorganisme ke
tidak dapat berjalan. Bantu klien wanita untuk perawat. Membuat
duduk di atas pispot. pengambilan spesimen
urine lebih mudah
diakukan
6 Bantu atau biarkan klien membersihkan
perineum dan pengumpulan spesimen urinenya
dengan mandiri:
a. Pria
 Pegang penis dengan 1 tangan dan  Membersihkan dari
bersihkan ujung penis dengan gerakan daerah dengan
memutar dari arah tengah ke luar dan konstaminasi
dengan menggunakan swab antiseptik terendah ke daerah
konstaminasi
tertinggi untuk
mengurangi jumlah
bakteri.
 Bersihkan daerahh tersebut dengan air steril  Mencegah
dan bola kapas. terkontaminasinya
spesimen dengan
larutan antiseptik
 Setelah klien mulai mengeluarkan alrian  Urine yang pertama
urine, letakkan wadah pngumpul urine di keluar membuang
bawah aliran urine dan kumpulkan 30 mikroorganisme yang
sampai 60mL. dalam kondisi normal
terakumulasi di
meatus urinus dan
mencegah bakteri
terkumpul di dalam
spesimen.
b. Wanita
 Buka labia denga ibu jari dan jari telunjuk  Memungkinkan akses
dari tangan yang tidak dominan ke meatus uretra.
 Bersihkan daerah tersebut dengan bola  Membersihkan dari
kapas, dari bagian depan ke bagian daerah yang
belakang. terkontaminasi paling
sedikit ke daerah
terkontaminasi paling
banyak untuk
mengurangi jumlah
bakteri.
 Bersihkan daerah tersebut dengan air steril,  Mencegah spesien
dan keringkan dengan kapas. terkontaminasi
dengan larutan
antiseptik
 Dengan tetap memisahkan labia, klien  Aliran pertama
harus mengeluarkan urine dan setelah membuang
aliiran air keluar, letakkan wadah spesimen mikroorganisme yang
di bawah aliran urine. terakumulasi dengan
meatus uretra,
7 Pindahkan wadah spesimen sebelum aliran air Mencegah spesimen
berhenti dan sebelum melepaskan labia atau terkontaminasi dengan
penis. Klien menyelesaikan berkemih. flora kulit
8 Tutup wadah spesimen dengan aman dan kuat. Mempertahankan
sterilitas bagian dalam
wadah dan mencegah
tumpahnya urine.
9 Bersihkan urine yang mengenai bagian luar Mencegah transfer
wadah, dan letakkan di kantung plastik mikroorganisme ke orang
spesimen lain
10 Berikan label pada spesimen dan sertakan daftar Mencegah identifikasi
permintaan jenis pemerikaan laboratorium yang yang tidak akurat yang
diperlukan dapat mengarah ke
kesalahan dalam
menegakkan diagnosis
atau pengobatan
11 Lepaskan handscoen dan buang di wadah yang Mengurangi penularan
tepat kemudian cuci tangan infeksi
12 Kirim spesimen ke laboratorium dalam 15menit Bakteri berkembangbiak
atau segera masukkan ke lemari es. dengan cepat di dalam
urine, dan spesimen harus
dianalisis secepatnya
untuk mendapatkan hasil
yang benar.
13 Catat tanggal serta waktu pengambilan Mendokumentasikan
spesimen urine di dalam catatan perawat. implementasi yang telah
diprogramkan dokter.

6. Mengambil Spesimen Feses untuk Pemeriksaan Laboratorium


a. Pengertian
Suatu tindakan pengumpulan bahan feses untuk analisis laboratorium
(Kusyati, Eni.2006)
b. Tujuan
Mengetahui adanya kelainan dari feses
c. Persiapan alat
1) Botol yang telah disterilkan
2) Label spesimen
3) Handscoen dissposible
4) Format laboratorium
5) Pispot jika pasien tidak dapat berjalan
6) Baskom air hangat
7) Waslap
8) Sabun
9) Handuk
d. Persiapan pasien
Bantu pasien ke posisi yang nyaman
e. Persiapan Lingkungan
1) Jaga privasi klien
2) Sesuaikan tinggi tempat tidur untuk mencegah ketegangan pada
punggung perawat
3) Tinggikan pagar tempat tidur ke sisi lan untk mencegah klen
terjatuh dan untuk pegangan tangan klien jika dibutuhkan.
f. Prosedur kerja

No. Langkah Rasional


1 Jelaskan prosedur kepada klien  Membantu klien
 Alasan dibutuhkannya spesimen feses melakukan
pengumpulan
spesimen saat
mandiri
 Cara agarklien dan keluarga dapat  Darah menstruasi
membantu dan urine
Cara mengambil spesimen yang bebas dari mengubah
darah menstruasi dan urine karakteristik feses
dan dapat
menyebabkan nilai
pengukuran
menjadi salah.
2 Berikan privasi kepada klien dengan Privasi memungkinkan
menutup pintu, gorden, atau skerem yang klien bersikap rileks
membatasi tempat tidur dan dapat
mengeluarkan
spesimen lebih cepat
3 Berikan sabun, lap basah, dan handuk Klien mungkin lebih
untukmembersihkan area perineum pada memilih untuk
klien atau anggota keluarga. membersihkan daerah
perineumnya sendiri
4 Kenakan handscoen dissposible dan bantu Mencegah penularan
perawatan perineum pada klien yang tidak mikroorganisme ke
dapat berjalan. perawat. Membuat
pengambilan spesimen
feses lebih mudah
diakukan
5 Bantu atau biarkan klien membersihkan
perineum dan pengumpulan spesimen
fesesnya dengan mandiri
6 Jangan letakkan tissue ke dalam pispot Karena dapat merusak
ketika selesai buang air besar analisis laboratorium
7 Cuci daerah anus dengan air dan sabun dan
lap dengan handuk
8 Ambil spesimen feses dengan
menggunakan lidi kapas steril, masukkan
ke dalam wadah yang disediakan (biasanya
2,5cm feses atau 15-30mL cairan feses
9 Tutup wadah spesimen dengan aman dan Mempertahankan
kuat. sterilitas bagian dalam
wadah dan mencegah
tumpahnya feses.
10 Bersihkan feses yang mengenai bagian Mencegah transfer
luar wadah, dan letakkan di kantung mikroorganisme ke
plastik spesimen orang lain
11 Berikan label pada spesimen dan sertakan Mencegah identifikasi
daftar permintaan jenis pemerikaan yang tidak akurat yang
laboratorium yang diperlukan dapat mengarah ke
kesalahan dalam
menegakkan diagnosis
atau pengobatan
12 Lepaskan handscoen dan buang di wadah Mengurangi penularan
yang tepat kemudian cuci tangan infeksi
13 Kirim spesimen ke laboratorium dalam Bakteri
15menit atau segera masukkan ke lemari berkembangbiak
es. dengan cepat di dalam
feses, dan spesimen
harus dianalisis
secepatnya untuk
mendapatkan hasil
yang benar.
14 Catat tanggal serta waktu pengambilan Mendokumentasikan
spesimen urine di dalam catatan perawat. implementasi yang
telah diprogramkan
dokter.
Daftar Pustaka

Kusyati, Eni. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC

Kozier & Erb.(2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC

Potter & Perry.(2005). Fundamental Keperawatan Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai