Anda di halaman 1dari 40

0

OLEH : KELOMPOK II

HURUN AIN
YESI DWI WAHYU W
PUJI RAHAYU
RONDHIANTO
FARIDA HAYATI

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2010
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru
maupun keluarga yang terlibat selama masa perawatan di rumah sakit. Keluarga sering
merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan dan biaya
perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak secara langsung kepada anak tetapi secara
psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orangtuanya.
Asuhan keperawatan pada pasien anak umumnya memerlukan tindakan invasiv
seperti injeksi, pemasangan infus, dan tindakan-tindakan lainnya. Tindakan invasiv
hampir dapat dipastikan akan menimbulkan stress pada anak yang menjalani
hospitalisasi (rawat inap di rumah sakit). Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan
perbaikan kinerja perawat khususnya mengenai pendekatan psikologis yang mengalami
stress hospitalisasi. Salah satu model yang digunakan dalam penerapan asuhan
keperawatan ini adalah model pengembangan konsep Adaptif Holistic System dari S.C
Roy. Model ini menekankan pada pemenuhan aspek fisik berupa Atraumatic Care,
aspek psikis dengan memfasilitasi koping yang konstruktif, dan aspek sosial dengan
menciptakan hubungan dan lingkungan yang konstruktif dengan melibatkan keluarga
dalam perawatan
Stressor utama anak toddler (usia 1-3 tahun) yang menjalani hospitalisasi adalah
perpisahan (Separation Anxiety). Reaksi stress dikaitkan dengan kehilangan kontrol
akibat pembatasan disik, terganggunya kegiatan rutin, dan ketergantungan, takut
terhadap perlukaan dan rasa sakit. Komunikasi toddler belum memadahi oleh karenanya
diperlukan suatu bentuk/model asuhan keperawatan yang tepat dalam memberikan
pelayanan keperawatan pada toddler yang mengalami stress hospitalisasi
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis tertarik untuk menyusun
makalah yang berjudul “Aplikasi teori model Adaptif Holistic System dalam asuhan
keperawatan anak usia 1-3 tahun (toddler) dengan masalah stress hospitalisasi”
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan aplikasi teori model Adaptif Holistic System dalam asuhan
keperawatan pada anak usia 1-3 tahun (todler) dengan masalah stress
hospitalisasi
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep perkembangan todler
b. Menjelaskan konsep stress hospitalisasi pada todler
c. Menjelaskan konsep teori model Adaptif Holistic System
d. Menganalisis aplikasi teori model adaptasi Adaptif Holistic System dalam
asuhan keperawatan pada anak usia 1-3 tahun (todler) dengan masalah stress
hospitalisasi
3

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Perkembangan Anak Usia 1-3 Tahun (Todler)


2.1.1 Perkembangan Psikoseksual (fase anal)
a. Daerah anal aktifitas yang melingkupi pengeluaran tinja menjadi sumber
kepuasan libido yang penting selama tahun kedua kehidupan
b. Anak mulai menunjukkan keakuannya
c. Sikapnya sangan narsistic (cinta terhadap dirinya sendiri) dan egoistic
d. Mula belajar kenal dengan tubuhnya sendiri dan mendapatkan dari pengalaman
auto erotiknya (merasa lega/nikmat dari dirinya)
e. Tugas utama anak pada fase ini adalah latihan kebrsihan
f. Sisa-sisa konflik fase ini menimbulkan kepribadian anal yaitu :
- Anal retentive (menyimpan/menahan) : bersifat obsesif (gangguan pikiran),
pandangan sempit, introvert, pelit
- Anal ekskulsif (bersuka ria) : ekstrovert impulsive (dorongan membuka diri),
tidak rapi, kurang pengendalian diri
g. Tugas penting fase ini adalah perkembangan bicara dan bahasa
- Anak mulai meniru dan mengulang kata sederhana
- Hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas
- Anak bermain sendiri, belum bisa bermain dengan anak lain
2.1.2 Perkembangan Psikososial (Autonomy vs shame and doubt)
Perkembangan ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh dari kemampuannya untuk mandiri (tidak
tergantung). Melalui dorongan orangtua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika
orangtua over protective (terlalu melindungi) menuntut harapan yang terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga perasaan tidak mampu yang
dapat berkembang pada diri anak
2.1.3 Perkembangan Moral (Pra konvensional)
2.1.3.1 Ciri-ciri tahapan orientasi hokum kepatuhan
- Konsekwensi fisik dan menentukan apakah hal ini baik/buruk
- Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan
4

- Bukan atas dasar norma pada peraturan moral yang mendasarinya


2.1.3.2 Ciri-ciri tahapan orientasi relativitas instrumental
- Tindakan diambil untuk memuaskan individu kadang-kadang juga
memenuhi kebutuhan orang lain
- Kesetiaan, penghargaan, kebijakan diambil untuk diperhitungkan
2.1.4 Aspek-Aspek Perkembangan yang Dipantau berdasarkan KPSP
1) Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot

besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya

2) Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh

tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang

cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya

3) Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kamampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi,

mengikuti perintah dan sebagainya

4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan

mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah

dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dengan lingkungannya, dan sebagainya

2.1.5 Perkembangan Anak Usia 1-3 Tahun (Todler) Berdasarkan KPSP


1) Jalan naik tangga sendiri
2) Dapat bermain dan menendang bola kecil
3) Mencoret-coret pada kertas
4) Bicara dengan baik, menggunakan dua kata
5) Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
6) Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih
7) Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat piring jika
diminta
5

8) Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah


9) Melepas pakaiannya sendiri
2.2 Konsep Sress Hospitalisasi
2.2.1 Stressor Utama pada Proses Hospitalisasi Anak
Tiga stressor utama pada saat anak dirawat inap di rumah sakit adalah 1) takut
terhadap perpisahan, 2) takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri, 3) takut terhadap
pembatasan (fisik dan psikis)
2.2.2 Reaksi Todler Terhadap Stress Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap hospitalisasi dipengaruhi oleh : Perkembangan usia,
Pengalaman sebelumnya, Support sistem yang tersedia, Ketrampilan koping (yang
diperoleh sesuai dengan tumbuh kembangnya). Adapun Reaksi Stress hospitalisasi pada
Masing-masing tahapan usia adalah sebagai berikut:
Stressor utama toddler yang menjalani hospitalisasi adalah perpisahan
(Separation Anxiety). Reaksi stress dikaitkan dengan kehilangan control akibat
pembatasan fisik, terganggunya kegiatan rutin, dan ketergantungan; serta takut terhadap
perlukaan dan rasa sakit.
Komunikasi/bahasa usia toddler belum memadahi sehingga perlu pendekatan
dengan orangtua dan menggunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Respon
terhadap stress pada umumnya ditunjukkan dalam bentuk pertahanan fisik, agresif,
negativism, dan regresi
1) Respon Terhadap Nyeri dan Perlukaan
 Tidak mau bekerjasama
 Menolak bila didekati
 Marah dan melakukan pertahanan fisik terhadap prosedur menyakitkan
2) Respon Terhadap Perpisahan
(1) Fase protes (puncak/sedang marah)
a. Anak menangis kuat
b. Menjerit
c. Memanggil-manggil ortu
d. Menolak perhatian orang lain
(2) Fase putus asa (despair)
a. Tangis anak mulai berkurang
6

b. Tidak aktif lagi


c. Tidak senang makan/minum, tidak mau bermain
d. Sedih, apatis, dan menyendiri
(3) Fase menolak (denial)
a. Samar-samar menerima perpisahan
b. Membina hubungan dangkal
c. Terlihat menyukai lingkungan
3) Respon Terhadap Kehilangan Kontrol
a. Terjadi karena persepsi yang salah terhadap pengobatan dan kegiatan rumah
sakit
b. Setiap ada pembatasan dianggap sebagai ancaman
c. Terganggunya aktivitas rutin menyebabkan perasaan kehilangan kontrol
2.2.3 Reaksi Orangtua
Tergantung pada :
1) Keseriusan penyakit anak
2) Pengalaman masa lalu
3) Prosedur medik yang dilakukan
4) Kemampuan koping
5) Ego
6) Stress tambahan dalam keluarga
7) Kebudayaan dan kepercayaan
8) Pola komunikasi di antara keluarga
2.2.4 Peran Perawat Untuk Mengurangi Stress Hospitaslisasi
1) Meminimalkan stressor akibat perpisahan, kehilangan kontrol, perlukaan
tubuh dan nyeri
2) Membantu mekanisme koping
3) Support pada anggota keluarga
(1) Meminimalkan dampak perpisahan dengan cara
a. Rooming in (rawat gabung). Jika tidak memungkinkan dilakukan rooming in
ijinkan orangtua untuk tetap mempertahankan kontak dengan anak
b. Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah
c. Pengaturan perawat
7

d. Mengijinkan anak untuk membawa barang-barang kesayangannya


e. Partisipasi orangtua
f. Membantu anak mempertahankan kontak dengan teman, saudara, keluarga
dengan cara : kunjungan teman, surat menyurat, telp, SMS
(2) Meminimalkan Dampak kehilangan control diri dengan cara
a. Hindari pembatasan fisik jika anak kooperatif
b. Libatkan anak dalam pembuatan jadual sehari-hari selama di rumah sakit
(contoh : jam makan, tidur, dll)
c. Libatkan orangtua
d. Anak yang dirawat di ruang isolasi → manipulasi lingkungan
e. Beri kesempatan anak untuk mengambil keputusan
(3) Meminimalkan stress akibat perlukaan tubuh dengan cara
a. Mempersiapkan anak terhadap prosedur yang akan dilakukan (jelaskan apa
yang akan dilakukan)
b. Support dari keluarga terutama orangtua
2.2.5 Peran Perawat dalam Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi
1) Membantu perkembangan hubungan orangtua-anak dengan memberi
kesempatan orangtua belajar tentang:
- Tumbuh kembang
- Reaksi anak terhadap stressor (memberi support, memperluas pandangan
dalam merawat anak)
3 Memberi kesempatan pada anak dan keluarga untuk mengenal penyakitnya
dan profesi kesehatan yang ada di RS
4 Meningkatkan kontrol diri dengan cara memberi kesempatan anak untuk
mengambil keputusan dan mandiri jika mampu
5 Kesempatan untuk sosialisasi dengan berbagi pengalaman, mempunyai
kelompok sosial baru antar sesama orangtua dan dengan tim kesehatan
2.2.6 Peran Perawat dalam Memberi Support pada Keluarga
1) Memberi informasi tentang penyakit anak
2) Memberi dukungan
3) Melibatkan saudara kandung (sibling)
8

2.2.7 Bermain Untuk Mengurangi Stress Hospitalisasi


1. Tujuan bermain di rumah sakit
• Dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal
• Dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain
• Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan yang
tepat
2. Prinsip bermain di rumah sakit
• Tidak banyak menggunakan energi, sederhana dan singkat
• Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
• Kelompok umur yang sama
• Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
• Semua alat permainan dapat dicuci
• Melibatkan orangtua

2.3 Konsep Teori Stress Adaptasi (Sister Callista Roy)


Elemen-elemen Roy Adaptation Model
Ada 5 elemen utama Roy Adaptation Model
1. Person (orang) yang menerima asuhan keperawatan
2. Tujuan keperawatan
3. Konsep sehat
4. Konsep lingkungan
5. Arah dari kegiatan keperawatan
1. Person (orang)
Pertama-tama yang menyangkut penerima asuhan keperawatan Roy mengatakan
penerima asuhan keperawatan bisa orang, keluarga, kelompok, komunitas atau
masyarakat luas. Masing-masing dianggap oleh perawat sebagai “Holistic Adaptive
System”. Sistem adaptasi merupakan gabungan adaptasi systemPertama konsep system
diterapkan pada individu. Roy memandang orang secara menyeluruh (holistic) yang
merupakan satu kesatuan. Orang sebagai system dan lingkungan terjadi pertukaran
informasi, bahan-bahan, dan energy. Ciri-ciri system yang hidup adalah keterbukaan.
Interaksi yang konstan antara orang-orang dengan lingkungannya akan terjadi
perubahan baik internal maupun eksternal. Di dalam menghadapai perubahan ini
9

manusia harus memelihara integritas dirinya, dan ia selalu beradaptasi sehingga


manusia disebut sebagai “Holistic Adaptive System” yaitu sistem yang selalu
beradaptasi secara menyeluruh

INPUT PROCSES EFFECTOR OUTPUT

Primary adaptive Adaptive mode STIMULI


(coping
Mechanism)
Maladaptive
Stimuli

Focal
Cognator Physiologic
(intellectual) integrity

Physiologic Adaptive Contextual


integrity (self zone
concept)

Sosiologic Mal Residual


integrity (role adaptive
function) zone

Regulator
(autonomic Inter
nervus) dependence

Gambar 2.1 Model Adaptasi dari Roy


Keterangan
1) Input
Sistem adaptasi mempunyai input berasal dari internal individu. Roy
mengidentifikasi bahwa input sebagai suatu stimulus. Stimulus adalah sebagai suatu
unit informasi, kejadian atau energy dari lingkungan. Sejalan dengan adanya
stimulus, tingkat adaptasi individu direspon sebagai suatu input dalam system
adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut tergantung dari stimulus yang didapat
berdasarkan kemampuan individu. Tingkat respon antara individu sangat unik dan
bervariasi tergantung pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan
individu, dan stressor yang diberikan
10

2) Proses
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses
control dari individu sebagai suatu system adaptasi. Beberapa mekanisme koping
adalah genetic seperti sel darah putih sebagai system pertahanan terhadap bakteri
yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dipelajari seperti penggunaaan
antiseptic untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu
keperawatan yang unik yaitu mekanisme control. Mekanisme control ini disebut
Regulator dan Cognator. Roy menganggap mekanisme koping regulator dan
cognator adalah subsistem.
Subsistem Regulator mempunyai komponen : input, proses internal, dan
output. Input stimulus bias internal atau eksternal. Transmitter regulator system
adalah chemical, neural, atau endokrin. Autonomic reflex adalah respon neural dan
brain system dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator
sub system. Banyak respo fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator
subsistem.
Contoh : beberapa mekanisme umpan balik respirasi yang dapat diidentifikasi
; peningkatan CO2 adalah akhir dari metabolism, dimana CO2 akan merangsang
chemoreseptor di dalam medulla untuk meningkatkan pernafasan. Rangsangan
yang kuat pada pusat pernafasan dapat meningkatkan ventilasi 6 sampai 7 kali lipat
Contoh lain proses regulator adalah bila ada stimulus yang berbahaya dari
luar diterima dan dikirim melalui syaraf optic ke pusat otak dan pusat autonomic
otak, maka efek dari syaraf simpatik adalah peningkatan tekanan darah dan denyut
jantung
Cognator subsistem. Stimulus untuk cognator subsistem bias eksternal
maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus
umpan balik untuk cognator subsystem. Cognator control proses berhubungan
dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau
proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi,
mencatat, dan memori. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement
(penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan adalah proses internal yag berhubungan dengan penilaian
11

atau analisa. Emosi adalah prose pertahanan untuk mencari keringanan,


mempergunakan penilaian dan kasih sayang
Neural Spinal Effector Autonomic
cord, brain
Internal system,
stimuli autonomic
reflex
Chemical

Sirkulasi Jalan ke Respon Output Respon Respon


dari CNS kelenjar hormon organ tubuh
target &
jaringan

Chemical

Eksternal Persepsi Memori Respon Effektor


stimuli pendek psikomotor
Neural

Gambar 2: Bagan Regulator subsistem menurut Roy’s Model (Teori Stress


Adaptasi)

Di dalam memlihara integritas seseorang regulator dan cognator subsistem


diperkirakan sering bekerja bersama-sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai
system adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan
penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal
mengembangan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar
dapat berespon secara positif
12

Internal
stimuli
Pathways dan Proses
apparatus untuk
untuk proses seleksi,
perceptual/ atensi,
informasi coding,
memori
Learning Imitasi, Respon Effektor Respon
reinforcement psikomotor
dan insight

Judgment Problem
solving,
ecision
making

Emotion Pertahan utk


peringanan,
menggunakan
Eksternal penilaian,
stimuli kasih sayang

Gambar 3 : Bagan cognator subsistem menurut Roy”s Model

Contoh situasi : penurunan oksigen ke otot-otot jantung Bapak A merangang


reseptor nyeri yang kemudian menghantarkan pesan nyeri di sepanjang serat syaraf
eferen simpatis ke system syaraf pusat. Pusat autonomic di otak di bawah
merangsang syaraf eferen simpatis yang menimbulkan peningkatakn penyediaan
O2 ke otot jantung. Ini dapat dinilai sebagai aksi dari regulator subsistem. Cognator
subsistem juga menerima internal rangsang nyeri sebagai input. Bapak A telah
belajar dari pengalaman bahwa dada kiri dan tangan kirinya nyeri karena
jantungnya. Dia memutuskan untuk mengambil suatu tindakan pergi ke tempat
yang tenang
3) Effector
Proses internal yang terjadi pada individu sebagai system adaptasi. Roy
mendefinisikan sebagai system effectors. Empat effector atau gaya adaptasi tersebut
adalah : (1) fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi peran; dan (4) ketergantungan.
Mekanisme regulator dan cognator bekerja pada model tersebut. Perilaku yang
berhubungan dengan mode tersebut sebagai manifestasi dari tingkat adaptasi
13

individu dan mengakibatkan penggunaan mekanisme koping. Dengan


mengobservasi perilaku seseorang berhubungan dengan mode adaptasi, perawat
dapat mengidentifikasi adaptif atau ketidakefektifan respon sehat sakit
1. Fisik (fisiologis)
a. Oksgenasi : menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan
respirasi dan sirkulasi
b. Nutrisi : menggambarkan pola penggunaan nutrient untuk memperbaii
kondisi tubuh dan perkembagan
c. Elminasi : menggambarkan pola eliminasi
d. Aktifitas dan istirahat : menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat, da
tidur
e. Integritas kulit : menggambarkan fungsi fisiologis kulit
f. Rasa/stress : menggambarkan fungsi sensori perceptual berhubungan
dengan panca indera : penglihatan, penciuman, perabaab, pengecapan, dan
pendengaran
g. Cairan dan elektrolit : menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan
dan elektrolit
h. Neurologis : menggambarkan pola control neurologis, pengaturan dan
intelektual
i. Endokrin : menggambarkan pola control dan pengaturan termasuk respon
stress dan system reproduksi
2. Konsep Diri (psikis)
Mode konsep diri mnegidentifikasi pola nilai, kepercayaan, emosi yang
berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan
keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik
3. Fungsi peran (social)
Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi social seseorang
berhubungan dengan orang lain akibat dari perilaku ganda
4. Interdependent (spiritual)
Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan,
cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal
terhadap individu maupun kelompok
14

4) Output
Perilaku seseorang berhubungan dengan mode adaptasi, perawat dapat
mengidentifikasi adaptif atau ketidakefektifan rrespon (sakit). Koping yang tidak
konstruktif berdampak terhadap distress hospitalisasi yang ditunjukkan dengan
menolak untuk diobati, ketakutan dan ingin pulang. Kondisi tersebut akan
memperburuk status imunitas pasien anak yang akhirnya memperlambat proses
penyembuhan dan memperlama hari perawatan
5) Stimulus (kinerja perawat)
Stimulus yang diberikan perawat adalah meningkatkan respon adaptasi
berhubungan dengan 4 mode respon adaptasi. Kondisi koping seseorang atau
keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi
seseorang akan ditentukan oleh stimulus focal, contextual, dan residual. Focal
adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/ input yang
masuk. Penggunaan focal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang
berdampak pada seseorang. Stimulus contextual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun ekstrenal yang mempengaruhi situasi dan dapat
diobservasi, diukur, dan secara subyektif disampaikan oleh individu. Stimulus
residual adalah karakteristik/ riwayat dari seseorang yang ada dan timbul relevan
dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara obyektif
Kinerja perawat pada tahap ini adalah memberikan stimulus atau memfasilitasi
koping pasien agar menjadi konstruktif. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Membantu memenuhi gangguan peenuhan kebutuhan fisiologis dan
ketergantungan
2. Memperlakukan pasien secara manusiawi
3. Melakukan komunikasi terapeutik
4. Mengembangkan hubungan terapeutik
2. Tujuan Keperawatan
Roy menegaskan tujuan kperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi
dalam hubungannya dengan 4 adaptive mode. Respon adaptive mempunyai
pengaruh positif terhadap kesehatan. Menurut Helson yang dikutip Roy adalah
sangat bermakna mengerti konsep adaptasi dalam hubungannya dengan kualitas
manusia yang holistic. Dia berpendapat bahwa adaptasi seseorang terhadap
15

perubahan tergantung pada stimulus yang masuk dan tingkat adaptasi orang
tersebut
Perubahan internal dan eksternal stimulus, status koping seseorang aadalah
elemen lain yang bermakna dalam proses adaptasi. Tingkat adaptasi seseorang akan
menentukan apakah respon positif akan didapat terhadap internal atau eksternal
stimulus. Tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh focal, contextual, dan residual
stimuli. Stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang disebut focal stimuli
yang mempunyai pengaruh kuat terhadap seseorang. Contextual stimuli adalah
semua stimuli lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan ia dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Residual stimuli adalah cirri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tapi sukar diobservasi
Contoh Bapak A yang megalami sakit pada dada kirinya. Stimulus yang
segera berhadapan dengan Bapak A adalah kurangnya suplai oksigen ke otot
jantung, ini disebut focal stimuli. Contextual stimuli adalah udara panas, sensasi
nyeri, umur Bapak A, berat badan, gula darah, tingkat kekuatan dari pembuluh
darah arteri. Sedangkan residual stimuli adalah kebiasaan merokok dan stress di
tempat kerja
Aktifitas Keperawatan
Aktifitas keperawatan digambarkan oleh model yaitu dengan meningkatkan
respon adaptive pada situasi sehat maupun sakit. Perawat dapat mengambil
tindakan untuk memanipulasi focal, contextual atau residual stimuli. Dengan
melakukan analisa maka situasi akan jatuh ke daerah adaptasi. Bila memungkinkan
focal stimuli dimanipulasi. Untuk orang yang mengalami sakit dada, focal stimuli
adalah ketidakseimbangan kebutuhan tubuh akan oksigen dengan suplai oksigen
yang dapat diberikan oleh jantung. BIla focal stimuli tidak dapat diubah, maka
perawat meningkatkan respon adaptif dengan memanipulasi contextual dan residual
stimuli
Perawat dapat mengatisipasi seseorang yang punya kemungkinan untuk
secara sekunder berespon tidak efektif terhadap stimulus yang mungkin ada pada
situasi khusus. Perawat bertindak untuk mempersiapkan seseorang mengantisipasi
perubahan melalui penguatan regulator, cognator, mekanisme koping yang lain
16

3. Konsep Sehat
Sebelumnya Roy mendefinisikan sehat merupakan rangkaian kesatuan paling
sehat sampai ke kamatian. Tapi ini tidak digunakan lagi pada model yang baru.
Baru-baru ini Roy mendefinisikan sehat sebagai “suatu keadaan dan proses
terintegrasi di dalam tubuh seseorang secara keseluruhan”. Integritas seseorang
diekspresikan melalui kemampuan melaksnakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi, dan keunggulan. Perawat yang
menggunakan model Roy tetang konsep sehat sebagai tujuan mengetahui perilaku
seseorang. Bila jumlah energy yang digunakan untuk koping tidak seimbang, maka
kekurangan energy tersedia untuk melaksanakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi, keunggulan. Tujuan keperawatan untuk
meningkatkan kesehatan seseorang dengan meningkatkan respon adaptif. Energi
yang bebas dari perilaku yang tidak efektif dapat dipakai untuk meningkatkan
kesehatan
4. Konsep Lingkungan
Stimulus dari diri seseorang dan dari sekitarnya menggambarkan elemen dari
lingkungan. Lingkungan didefinisikan oleh Roy sebagai “semua kondisi, keadaan,
dan pengaruh-pengaruh sekitar dan mempengaruhi perkembangan dan perilaku
seseorang dan kelompok”
Biasanya stimulus lingkungan internal dan eksternal merupakan area studi
keperawatan. Contoh bila klien usai masuk panti jompo karena stimulus lingkungan
eksternal yang bermakna menimpa mereka, maka perawat membantunya untuk
meningkatkan adaptasi terhadap perubahan ini, menentukan intervensi yang dapat
mengurangi resiko karena masuk panti tersebut. Perawat meningkatkan keterlibatan
mereka dalam panti untuk meingkatkan kesehatan, memberikan pendidikan,
memberikan kerajinan. Keterlibatan mereka dapat merubah stimulus lingkungan ke
situasi sehat dari keadaan sakit dan jauh dari jangkauan fasilitas kesehatan
5. Proses keperawatan
Teori adaptasi Roy memberikan petunjuk bagi perawat dalam
mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut
Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnose, tujuan, intervensi, dan
evaluasi.
17

a. Pengkajian tahap pertama


Mengumpulkan data perilaku output seseorang sebagai system adaptasi
dihubungkan dengan 4 adaptive mode : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdependen. Pengkajian tahap pertama berkenaan dengan pengkajian perilaku
Mengkaji klien pada masing-masing adaptive mode mempertinggi pendekatan
yang sistematis dan holistic. Pengkajian mengklarifikasi focus perawat atau tim
keperawatan yang akan memberikan asuhan untuk klien. Pengkajian pada 4 adaptive
mode untuk mengetahui keadaan klien. Petunjuk pengkajian untuk setiap mode
dikembangkan sesuai umur klien yang dikaji. Informasi dikumpulkan meliputi
subyektif, obyektif, dan data yang dapat diukur
b. Pengkajian tahap kedua
Setelah pengkajian tahap pertama perawat dapat menganalisa tema yang timbul
dan pola-pola perilaku klien untuk mengidentifikasi respon tidak efektif atau respon
adaptif yang diperlukan untuk mendukung tindakan perawat. Bila perilaku tidak efektif
atau respon adaptif ada, perawat melakukan pengkajian tahap kedua. Pada fase
pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang fokal, contextual, dan residual
stimulus yang mempengaruhi klien. Proses ini mengklarifikasi etiologi dari problem dan
mengenai factor-faktor contextual dan residual yang berarti. Martinez menentukan
factor genetic sex, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, rokok, konsep diri, fungsi
peran, interdependent, pola-pola interaksi social, mekanisme koping dan stylenya, stress
fisik dan emosional, orientasi cultural, agama dan lingkungan fisik sebagai contextual
stimulus yang mempengaruhi adaptive mode
c. Diagnosa keperawatan
Roy menjelaskan 3 metoda membuat diagnose keperawatan. Metode pertama
menggunakan tipologi diagnose yang dikembangkan sesuai dengan adaptive mode.
Penerapannnya pada Bapak A, maka diagnosanya adalah “hipoksia”
Metode kedua membuat diagnose dengan mengobservasi perilaku yang paling
dipengaruhi oleh stimulus. Dengan menggunakan metode ini maka Bapak A dapat
dikatakan “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen ke otot jantung
sehubungan dengan terpapar pada udara panas”
Metode ketiga menyimpulkan perilaku dalam satu atau lebih adaptif mode
sehubungan dengan stimulus yang sama. Contoh Bapak A adalah petani yang
18

mengalami sakit dada, bekerja di udara terbuka yang panas. Untuk kasus ini diagnose
yang sesuai adalah “kegagalan peran sehubungan dengan keterbatasan kemampuan fisik
(myocardial) untuk bekerja di udara terbuka yang panas”

Tabel 2.1: Tipologi Diagnosa Sehubungan dengan Adaptasi Mode


Mode fisiologis Mode Konsep diri Mode fungsi Mode
peran Interdependen
1. Oksigenasi 1. Fisik Diri  Transisi  Cemas karena
 Hipoksia  Sexual self peran perpisahan
 Syok concept  Konflik  Kesepian
 Overload  Perilaku seksual peran
yang agresif  Kegagalan
 Kehilangan peran
2. Aktivitas dan
istirahat
 Tidak adekuat
aktifitas fisik
 Tidak adekuat
istirahat
 Insomnia
 Gangguan tidur
 Istirahat yang
berlebihan
3. Integritas kulit
 Gatal-gatal
 Kulit kering
 Sakit karena
tertekan

Tabel 2.2 : Pengelompokan Masalah Keperawatan Penderita Anak yang Menjalani


Hospitalisasi
Masalah Fisik Masalah Psikis Masalah Sosial Masalah
Ketergantungan
1. Perubahan tanda-tanda 1. Perasaan tidak Perasaan Perasaan keluarga :
vital: suhu, nadi, TD berdaya karena terisolasi dan bersalah,
2. Gangguan kebutuhan perpisahan (fase suka memerlukan
cairan dan nutrisi protes, apatis, menyendiri pertolongan
3. Gangguan aktivitas dan menolak)
istirahat 2. Cemas dan takut
4. Penurunan respon imun terhadap
lingkungan baru
19

d. Tujuan
Tujuan adalah akhir perilaku yang diharapkan dapat dicapai oleh seseorang.
Perilaku klien adalah indikasi resolusi terhadap masalah. Tujuan jangka panjang
seharusnya menggambarkan resolusi adaptasi terhadap masalah dan tersedianya energy
untuk mencapai tujuan (kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi,
keunggulan). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi perilaku kien yang
mengindikasikan regulator atau cognator koping. Tujuan bila memungkinkan dibuat
bersama-sama klien. Tujuan yan dibuat bersama ini menghargai hak-hak klien
e. Rencana Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau
memanipulasi fokal, contextual dan residual stimuli. Implementasi dapat juga untuk
memperluas kemampuan koping seseorang atau zona adaptasi sehingga stimuli
berkurang dan klien mampu beradaptasi
Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan ditujukan pada masalah-masalah keperawatan penderita


anak, yang dapat dikategorikan pada penanganan masalah fisik, psikologis, social, dan
ketergantungan (spiritual)
(1) Aspek Fisik
Aspek fisik secara umum pada penderita anak adalah ditekankan pada pelaksanaan
tindakan keperawatan dan medis dalam memenuhi kebutuhan fisik dan pengobatan
penderita anak yang meliputi : (1) observasi tanda-tanda vital secara rutin; (2)
penanganan suhu tubuh; (3) membantu tindakan invasive dan pemeriksaan
diagnostic; (4) memenuhi kebutuhan aktivitas; (5) memenuhi kebutuhan cairan dan
nutrisi
Tabel : Prinsip Asuhan Keperawatan Anak

1. Mengetahui karakteristik tumbuh kembang berdasarkan umur


2. Memahami hubungan antara anak dengan pengasuh
3. Mengetahui dan menerapkan prosedur tindakan keperawatan yang diperlukan
pada anak (pengukuran dan penurunan suhu; tindakan invasive, dan persiapan
pembedahan)
4. Mencegah terjadinya trauma psikis (takut terhadap tindakan invasive dan
cemas dengan lingkungan asing) dengan rooming-in
5. Menciptakan lingkungan perawatan yabg terapeutik dan penuh kehangatan
6. Membantu memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual akbat dari
ketidakmampuan penderita dan keluarga
20

(2) Aspek Psikologis dan Sosial

Aspek Psikologis
Fokus intervensi keperawatan pada masalah psikologis meliputi penanganan
respon akibat perpisahan mulai dari fase (protes, despair, dan denial) dengan melakukan
rooming-in yaitu melibatkan keluarga dalam perawatan anak agar anak merasa aman
dan mendapat perhatian dari keluarganya. Peran keluarga pada saat rooming-in meliputi
: memandikan, memakaikan baju, membentu member makan, meniapkan tempat tidur,
menciptakan suasana nyaman dan tenang bagi anak. Meskipun demikian peran perawat
tetap diperlukan khususnya dalam tindakan-tindakan invasive
Tujuan akhir dari penanganan aspek ini adalah penderita mempunyai koping
yang positif sehingga akan membantu penyembuhan. Menurut Roy mekanisme koping
terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar di sini adalah kemampuan
menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh factor internal dan eksternal (Nursalam,
2003). Menurut Roy mekanisme belajar merupakan suatu proses di dalam system
adaptasi (cognator) yang meliputi mempersepsikan suatu informasi, baik dalam bentuk
implicit maupun eksplisit. Belajar implicit umumnya bersifat reflektif dan tidak
memerlukan kesadaran (focal) sebagaimana terlihat pada gambar. Keadaan ini
ditemukan pada perilaku kebiasaan, sensitisasi dan keadaan. Padahabituasi timbul suatu
penurunan dari transmisi sinar pada neuron sensoris sebagai akibat dari penurunan
jumlah neurotransmitter yang berkurang yang dilepas oleh terminal presinaps (Bear,
1996; Notosoedirjo, 1998). Pada habituasi menuju ke depresi homosinaptik untuk suatu
aktivitas dari luar yang terangsang terus enerus (Bear, 1996).
Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stress yang kronis akan
menimbulkan perubahan adaptasi dan jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel
imun yang memiliki hormone kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita
stress, dalam teori adaptasi Roy dkenal dengan mekanisme regulator
Koping yang efektif menempati tempat yang sentral terhadap ketahanan tubug
dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu penyakit baik
bersifat fisik mauun psikis, social, spiritual. Perhatian terhadap koping tidak hanya
terbatas pada sakit ringan tetapi justru penekanannya pada kondisi sakit yang berat
(Notosoedirjo, 1998)
21

Aspek Sosial
Aspek social yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada
penderita anak adalah (1) menciptakan lingkungan perawatan yang terapeutik, dan (2)
orientasi lingkungan saat penderita masuk rumah sakit
1. Lingkungan yang terapeutik
Lingkungan perawatan harus mendukung suasana yang penuh dengan keakraban
dan kehangatan antara anak, keluarga dan petugas kesehatan. Hal lain yang harus
dimodifikasi oleh perawat anak adalah membuat lingkungan perawatan semenraik
mungkin mulai dari warna tembok, warna seragam perawat (sedapat mungkin hindari
warna putih-putih). Tindakan medis harus dilakukan di ruangan tertentu (bukan di
tempat tidur pasien) untuk member kesan bahwa tempat tidur pasien adalah tempat yang
menyeangkan dan aman. Ruang untuk bermain dirancang sedemikian rupa sehingga
pasien merasa terhibur dan aman
2. Orientasi
Hal penting yang harus dilakukan oleh perawat adalah orientasi ruangan kepada
penderitavdan pengasuh untuk menghindari sesuatu yang mencemaskan dan
menakutkan. Orentasi meliputi pengenalan ruangan, alat-alat, peraturan, pergantian shif
perawat dll.
(3) Aspek Ketergantungan dan Spiritual
Asuhan keperawatan pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan pasien dan
keluarga terhadap sakit yang dideritanya sehingga anak dan keluarga akan dapat
menerima dengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan mampu mengambil hikmah.
Asuhan keperawatan yang dapat diberikan difokuskan pada keluarga penderita adalah :
1. Mengontrol diri
Kemampuan mengontrol diri akan dapat memperkuat koping keluarga, perawat
harus menguatkan kontol diri keluargadengan melakukan :
a. Membantu keluarga mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh dia dapat
mengontrol diri
b. Meningkatkan perilaku penyelesaian masalah
c. Membantu meningkatkan rasa percaya diri bahwa keluarga akan mendapatkan
hasil yang lebih baik
d. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengambil keputusan
22

e. Mengientifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat meningkatkan


control diri : keyakinan, agama
2. Ketabahan hati
Ketabahan hati snagat dianjurkan pada pasien anak dan keluarganya. Perawat
dapat menguatkan diri pasien dengan member contoh nyata dan atau mengutip kitab
suci atau pendapat orang bijak bahwa tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar
kemampuan hambaNYA. Pasien diyakinkan bahwa semua cobaan yang diberikan
pasti mengandung hikmah yang sangat penting dalam kehidupannya
3. Menguatkan harapan yang realistis terhadap kesembuhan
Harapan merupakan salah satu unsure yang penting dalam dukungan social.
Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan akan membuat orang putus asa dan
bunuh diri”. Oleh karena itu perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil
apapun kesembuhan akan memberikan ketenangan dan keyakinan penderita untuk
berobat
4. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada
penderita untuk selalu berpikiran positif terhadap semua cobaab yang dialaminya.
Dibalik semua cobaan yang dialami penderita pasti ada maksud dari Sang pencipta

Tabel : Standar Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Adaptasi (Dikutip dari


Nursalam 2003)
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIK

1. Memenuhi kebutuhan oksigen


Kriteria
f. Menyiapkan tabung oksigen dan flow meter
g. Menyiapkan humidifier berisi air
h. Menyipakan nasal canule/ masker
i. Memberikan penjelasan kepada pasien
j. Menyiapkan inform concern dan meminta pasien/ keluarga untuk
menandatangani
k. Mengatur posisi pasien
l. Memasang slang nasal/ masker
m. Memperhatikan reaksi pasien

2. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit


Kriteria :
1) Menyiapkan peralatan dalam dressing car
2) Menyipakan cairan infuse/ darah
23

3) Memberikan penjelasan kepada pasien


4) Menyiapkan inform concern dan meminta pasien/ keluarga untuk
menandatangani
5) Mencocokkan jenis cairan/ darah
6) Mengatur posisi pasien
7) Melakukan pemasangan infuse
8) Mengobservasi reaksi pasien

3. Memenuhi kebutuhan eliminasi


Kriteria :
1) Menyiapkan alat pemberian huknah/ gliserin dan peralatan pemasangan
kateter urine
2) Memperhatikan suhu cairan huknah/ ukuran kateter urine
3) Memberikan penjelasan kepada pasien
4) Menyiapkan inform concern dan meminta pasien/ keluarga untuk
menandatangani
5) Menutup pintu dan memasang selimut
6) Mengobservasi keadaan feses/ urine
7) Mengobservasi reaksi pasien

4. Memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat tidur


Kriteria
1) Melakukan latihan gerak gerak pada pasien tidak sadar
2) Melakukan mobilisasi pada pasien post operasi
3) Mengatur posisi yang nyaman pada pasien
4) Menjaga kebersihan lingkungan
5) Mengatur am berkunjung

5. Memenuhi kebutuhanIntegritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)


Kriteria
1) Memandikan pasien yang tidak sadar/ kondisi lemah
2) Mengganti alat-alat tenun
3) Merapikan alat-alat pasien
4) Mencegah terjadinya dekubitus

6. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis


Kriteria
1) Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai dengan indikasi pasien
2) Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru
3) Mengobservasi reaksi pasien

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI (PSIKIS)

Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual


Kriteria
1) Melakukan orientasi pada pasien baru
2) Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3) Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana
24

4) Memperhatikan setiap keluhan pasien


5) Memotivasi pasien untuk berdo’a
6) Membantu pasien beribadah
7) Memperatikan pesan-pesan pasien

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN PERAN (SOSIAL)

1) Meyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang
berguna bagi keluarga dan masyarakat
2) Mendukung upaya kegiatan atau kreatifitas pasien
3) Melibatkan pasien dalam segala kegiatan, terutama dalam pengobatan
pada dirinya
4) Melibatkan pasien dalam mengambil keputusan yang menyangkut dirinya
5) Bersifat terbuka dan komunikatif kepada pasien
6) Mengijinkan keluarga untuk member dukungan kepeda pasien
7) Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang
dilakukan secara benar dalam perawatan
8) Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima jika ada sikap
yang negative dari pasien

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN INTERDEPENDENCE


(KETERGANTUNGAN)
Kriteria
1) Membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum
2) Membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi
3) Membantu pasien memenuhi kebutuhan kebersihan diri
4) Membantu pasien untuk berhias atau berdandan
5) Membantu pasien untuk berpindah
6) Membantu pasien untuk mobillisasi

f. Evaluasi
Proses keperawatan dilengkapi dengan evaluasi. Perilaku yang diharapkan
dibandingkan dengan perilaku output seseorang dan bergerak maju atau keluar dari
pencapaian tujuan yang ditentukan. Penilaian kembali tujuan dan intervensi dibuat
berdasarkan hasil evaluasi
25

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Ilustrasi Kasus


Anak X usia 2 tahun sudah 5 hari MRS di ruang anak. Keluhan saat masuk
merasa cepat lelah jika beraktivitas. Orangtua klien mengatakan 4 hari sebelum MRS
anak terjatuh saat bermain dengan temannya. Kurang lebih 1 minggu sebelum MRS
anak tampak pucat, lemah, nafsu makan menurun, demam naik turun, orangtua
membawa anaknya ke dokter dan disarankan untuk MRS di rumah sakit.

Keluhan Utama Saat Ini :


Hetero Anamnesis (ibu klien):
Selama 5 hari dirawat di rumah sakit anak selalu rewel, menangis, tidak mau
makan/ minum, sulit tidur (sering terbangun), sering berteriak-teriak terutama bila
didekati perawat atau dokter atau petugas yang lain. Anak selalu minta digendong
ibunya dan menendang-nendang perawat/dokter yang akan melakukan tindakan
perewatan/medis, dan selalu mengatakan ingin pulang. Ibu mengatakan jika anak sakit
di rumah tidak pernah menunjukkan reaksi seperti sekarang ini, ibu mengatakan
bingung dengan keadaan anaknya. Menurut orangtua badan anaknya lemah, nafsu
makan menurun, setiap makan mual-mual dan hanya menghabiskan 5-6 sendok dari
porsi makan yang disajikan, wajah tampak pucat, gusi dan sudut bibirnya sering keluar
darah, badannya panas naik turun. Ini merupakan pengalaman pertama bagi klien dan
orangua menjalani rawat inap di rumah sakit

Diagnosa Medis : Thalasemia β mayor


26

3.2 Proses Keperawatan


3.2.1 Pengkajian
3.2.1.1 Pengkajian Tahap Pertama (Adaptasi Fisiologis)
1) Fisik (fisiologis)
a. Oksgenasi : Pola nafas teratur, tidak ada dispnoe, suara nafas vesikuler, batuk
tidak ada, sesak sudah tidak ada, RR = 18x/menit, HR : 80x/menit, akral hangat,
perfusi perifer baik, tidak ada cyanosis
b. Nutrisi : Nafsu makan menurun, frekuensi makan tidak tentu, makanan habis 2-3
sdm dari porsi makan yang disajikan, minum susu tidak mau, air putih 5-6
gelas/hari. BB: 15 kg, TB: 88 cm, IMT : 24,4. Keadaan mulut bersih, mukosa
lembab, perdarahan minimal pada gusi, sudut bibir, bising usus 12x/menit, tidak
ada pembesaran hepar dan lien.
c. Elminasi : BAB kadang-kadang, warna kuning, lembek, BAK sering warna
kuning, tidak ada keluhan terkait masalah BAK dan BAB
d. Aktifitas dan istirahat : Klien gelisah, lebih banyak menangis, sering berteriak-
teriak dan menendang-nendang ibunya dan perawat yang mendekatinya.
Aktivitas hanya dilakukan di tempat tidur. Menurut ibu klien sering terbangun
malam dan menangis minta pulang
e. Integritas kulit : turgor kulit baik, akral teraba hangat dan lembab, tidak ada
masalah pada integritas kulit
f. Rasa/stress : anak selalu rewel, menangis, tidak mau makan/ minum, sulit tidur
(sering terbangun), sering berteriak-teriak terutama bila didekati perawat atau
dokter atau petugas yang lain. Anak selalu minta digendong ibunya dan
menendang-nendang perawat/dokter yang akan melakukan tindakan
perewatan/medis, selalu mengatakan ingin pulang. Ibu mengatakan jika anak
sakit di rumah tidak pernah menunjukkan reaksi seperti sekarang ini, ibu
mengatakan bingung dengan keadaan anaknya, ekspresi wajah ibu tampang
cemas
g. Cairan dan elektrolit : intake cairan : air putih 5-6 gelas/hari. Menolak minum
susu dan jenis minuman yang lain. Klien terpasang infuse D5% 1500 ml/24 jam
h. Neurologis : kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6, pupil isokor, tidak ada
kaku kuduk, tidak ada kelumpuhan, tidak ada gangguan persepsi sensorik
27

i. Endokrin : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid ataupun kelenjar getah bening.
Tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus
2) Konsep Diri (psikis)
Orangtua klien cemas dan sering bertanya tentang penyakit dan kondisi klien
saat ini. Orangtua mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakit klien karena
belum pernah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien
3) Fungsi peran (social)
Ayah klien mengatakan pekerjaannya terganggu dengan adanya salah satu
anggota keluarga yang sakit. Ibu klien juga bingung bagaimana anak-anaknya yang
di rumah tidak ada yang mengurus karena ibu harus menunggu klien di rumah sakit
bergantian dengan ayah.
4) Interdependent (spiritual)
Orangtua klien mengatakan sangat membutuhkan bantuan dari orang lain terkait
dengan apa dan bagaimana cara merawat anaknya karena aorangtua tidak tahu apa
yang harus dilakukan terhadap anaknya yang sakit

3.2.1.2 Pengkajian Tahap Kedua (Pengkajian stimulus contextual)


1) Factor genetic sex : menurut orangtua tidak pernah ada anggota keluarga yang
sedarah yang divonis thalasemia
2) Tahap perkembangan :
a. Psikoseksual : klien berada pada tahap anal
b. Psikososial : klien berada pada tahap shame and doubt
c. Moral : klien berada pada tahap pra konvensional
d. Motorik kasar : klien mampu Jalan naik tangga sendiri, bermain dan
menendang bola kecil
e. Motorik halus : klien mampu Mencoret-coret pada kertas, Melepas
pakaiannya sendiri, Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
f. Bahasa : Bicara dengan baik, menggunakan dua kata, Melihat gambar dan
dapat menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih
g. Personal social : Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika
diminta, Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu
mengangkat piring jika diminta
28

h. Kesimpulan perkembangan : perkembangan anak sesuai dengan usia


3) Obat-obatan :
4) Alcohol : tidak ada riwayat penyalahgunaan alkohol
5) Rokok : Di dalam keluarga tidak ada yang merokok
6) Pola-pola interaksi social : hubungan klien dan orangtua, saudara kandung, dan
keluarga lainnya baiak, tidak ada riwayat abuse
7) Mekanisme koping dan stylenya : Orangtua menganggap penyakit anaknya
adalah cobaan dari ALLAH SWT dan harus sabar menghadapinya
8) Stress fisik dan emosional : Orangtua mengatakan capek, jarang istirahat/tidur
karena anaknya rewel terus, orangtua mengatakan bingung
9) Orientasi cultural : orangtua mengatakan tidak mempunyai kultur-kultur tertentu
yang bertentangan dengan kesehatan
10) Agama : keluarga menganut agama Islam
11) Lingkungan fisik : Keluarga tinggal di rumah yang cukup sederhana dengan tiga
orang anak. Menurut orangtua lingkungan rumahnya cukup bersih dan tidak ada
polusi serta limbah-limbah merugikan yang lain
12) Pemeriksaan Laboratorium :
Hematologi :
Hb : 9,6 gr/dl
Leukosit : 13.000/mm3
Trombosit : 150.000/mm3
PCV : 50%
Faal Hati
SGOT : 66 U/L
SGPT : 116 U/L
Bilirubin Total : 20 mg/dl
Bilirubin Direct : 13 mg/dl
Bilirubin indirect : 12 gr/dl
29

Pengkajian Tahap II pada 4 Mode


1. Mode Fisiologis
Perilaku klien : Tidak mau makan, minum, menolak minum obat.
a. Stimulus fokal :
Perilaku menolak makan, minum dan obat merupakan salah satu bentuk respon
terhadap stress hospitalisasi. Anak yang mengalami stress akan mengalami
penurunan daya tahan tubuh dan akan diperparah dengan tidak adekuatnya asupan
nutrisi serta terapi yang benar
b. Stimulus kontekstual :
Pengalaman pertama hospitalisasi, lingkungan dan orang asing, menu dan rasa
makanan yang kurang bervariasi, penyajian yang kurang menarik merupakan
penyabab anak menolak makan, minum
c. Stimulus residual :
Klien dan keluarga tidak pernah mempunyai masalah yang sama sebelumnya.
Orangtua selalu bertanya kepada perawat tentang kondisi klien

2. Mode Konsep diri


Perilaku klien : Gelisah, berteriak-teriak minta pulang, menendang-nendang
a. Stimulus fokal :
Gelisah, berteriak-teriak, menendang-nendang merupakan respon klien terhadap
stress hospitalisasi dimana stressor utama pada toddler yang menjalani
hospitalisasi adalah perpisahan dengan orangtua/ orang terdekat. Perlu dilakukan
rooming-in dan modifikasi lingkungan/ruangan perawatan klien, mengijinkan
sibling/keluarga mengunjungi klien
b. Stimulus kontekstual :
Pengalaman pertama hospitalisasi bagi klien dan keluarga serta kurangnya
pengetahuan orangtua tentang penyakit klien menyebabkan tingginya tingkat
stress pada anak dan keluarganya
Perlu adanya tindakan keperawatan untuk meminimalkan dampak stress
hospitalisasi, memaksimalkan manfaat hospitalisasi serta memberikan support
pada keluarag
30

c. Stimulus residual :
Jika stress anak dan keluarga tidak ditangani dengan tepat maka secara fisiologis
ini akan memicu kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormone kortisol yang
lebih banyak sebagai respon terhadap stress, kadar kortisol dalam darah akan
semakin meningkat. Ini menyebabkan supresi sistem imun, akibatnya waktu
penyembuhan anak akan semakin lama.
Pengalaman hospitalisasi yang pertama bagi keluarga sehingga keluarga perlu
diberikan informasi yang adekuat tentang kondis dan perawatan klien

3. Interdependensi
Perilaku klien : Keluarga membutuhkan bantuan langsung untuk mengatasi masalah
anaknya.
a. Stimulus fokal :
Kurang pengetahuan tentang penyakit klien dan perawatannya
b. Stimulus kontekstual :
Hospitalisasi merupakan krisis situasi bagi anak dan keluarga
c. Stimulus residual :
Keluarga belum pernah menjalani hospitalisasi sebelumnya sehingga
membutuhkan informasi yang akurat tentang keadaan anaknya.

3.2.2 Diagnosa Keperawatan


Pengelompokan Masalah Keperawatan
Masalah Fisik Masalah Psikologis Masalah Sosial Masalah
Ketergantungan
1. Intoleransi aktivitas 4. Perasaan tidak Perasaan terisolasi dan Perasaan keluarga :
2. Perubahan suhu berdaya karena suka menyendiri bingung, memerlukan
3. Gangguan kebutuhan perpisahan (fase pertolongan
cairan dan elektrolit protes, apatis,
4. Peningkatan suhu menolak)
tubuh 5. Cemas dan takut
terhadap lingkungan
baru
6. Takut terhadap
perlukaan
31

1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh,


ketidakseimbangan antara oksigen yang didapat dan kebutuhan, efek daripada
penyakit
2) Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan perpisahan dari kebiasaan rutin dan
sistem dukungan, lingkungan yang tidak familiar.
3) Kecemasan/ketakutan berhubungan dengan prosedur yang dialami
4) Ketidak berdayaan (tidak punya tenaga) berhubungan dengan lingkungan
perawatan
5) Resiko terjadinya luka trauma berhubungan dengan lingkungan yang kurang
famillier, terapi lingkungan yang kurang berbahaya/perawatan yang menyeramkan.
6) Kekuarangan kebebasan mandi dan pakaian sampai dengan ketidakmampuan fisik
dan mental, pembatasan akibat mekanisme pengobatan.
7) Keterbatasan melakukan eleminasi sampai dengan ketidakmampuan fisik dan
mental, pembatasan akibat mekanisme pengobatan

3.2.3 Tujuan
3.2.3.1 Tujuan Jangka Panjang
Anak dan keluarga mempunyai koping yang positif sehingga akan membantu
penyembuhan
3.2.3.2 Tujuan Jangka Pendek
1) Anak dan keluarga mampu belajar beradaptasi dengan kondisi sakitnya
2) Anak dan keluarga menunjukka perilaku adaptif terhadap kondisi sakitnya
3.2.4 Intervensi Keperawatan
1) Aspek Fisik
a. observasi tanda-tanda vital secara rutin
b. penanganan suhu tubuh
c. membantu tindakan invasive dan pemeriksaan diagnostic;
d. memenuhi kebutuhan aktivitas;
e. memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
f. Mengetahui karakteristik tumbuh kembang berdasarkan umur
g. Mengetahui dan menerapkan prosedur tindakan keperawatan yang diperlukan
pada anak (pengukuran dan penurunan suhu; tindakan invasive, dan persiapan
pembedahan)
32

2) Aspek Psikologis dan Sosial

(1) Aspek Psikologis


a. Memahami hubungan antara anak dengan pengasuh
b. Menerapkan prinsip atraumatic care dengan mencegah terjadinya trauma psikis
(takut terhadap tindakan invasive dan cemas dengan lingkungan asing)
c. Melakukan rooming-in yaitu melibatkan keluarga dalam perawatan anak agar anak
merasa aman dan mendapat perhatian dari keluarganya meliputi : memandikan,
memakaikan baju, membentu member makan, meniapkan tempat tidur,
menciptakan suasana nyaman dan tenang bagi anak
d. Membantu pasien dan keluarga dalam tindakan-tindakan invasive
e. Membantu memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual akbat dari ketidakmampuan
penderita dan keluarga

(2) Aspek Sosial


n. ciptakan lingkungan perawatan yang terapeutik dengan cara
- menciptakan suasana yang penuh dengan keakraban dan kehangatan antara anak,
keluarga dan petugas kesehatan
- Memodifikasi lingkungan perawatan semenraik mungkin mulai dari warna
tembok, warna seragam perawat (sedapat mungkin hindari warna putih-putih)
- Melakukan tindakan medis di ruangan tertentu (bukan di tempat tidur pasien)
untuk member kesan bahwa tempat tidur pasien adalah tempat yang menyeangkan
dan aman
- Merancang ruang bermain sedemikian rupa sehingga pasien merasa terhibur dan
aman
o. orientasi lingkungan saat penderita masuk rumah sakit
- Mengorientasikan penderita dan pengasuh untuk menghindari sesuatu yang
mencemaskan dan menakutkan meliputi pengenalan ruangan, alat-alat, peraturan,
pergantian shif perawat dll
33

3) Aspek Ketergantungan dan Spiritual


1. Mengontrol diri
a. Membantu keluarga mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh dia dapat
mengontrol diri
b. Meningkatkan perilaku penyelesaian masalah
c. Membantu meningkatkan rasa percaya diri bahwa keluarga akan
mendapatkan hasil yang lebih baik
d. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengambil keputusan
e. Mengientifikasi sumber-sumber pribadi dan lingkungan yang dapat
meningkatkan control diri : keyakinan, agama
2. Ketabahan hati
a. menguatkan diri pasien dengan memberi contoh nyata dan atau mengutip
kitab suci atau pendapat orang bijak bahwa tuhan tidak akan memberikan
cobaan di luar kemampuan hambaNYA.
b. Meyakinkan pasien bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung
hikmah yang sangat penting dalam kehidupannya
3. Menguatkan harapan yang realistis terhadap kesembuhan
- meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan akan
memberikan ketenangan dan keyakinan penderita untuk berobat
1. Pandai mengambil hikmah
- mengingatkan dan mengajarkan kepada penderita untuk selalu berpikiran
positif terhadap semua cobaab yang dialaminya. Dibalik semua cobaan yang
dialami penderita pasti ada maksud dari Sang pencipta

3.2.5 Evaluasi
1. Klien tidak menunjukkan perilaku agresif
2. Klien dapat kooperatif dan tenang
3. Keluarga mengerti tentang kondisi klien
4. Secara verbal keluarga dapat mengungkapkan perasaannya
5. Secara verbal keluarga mengatakan tidak cemas/menurun, tidak bingung
6. Keluarga mampu menunjukkan tindakan yang adaptif
7. Mekanisme koping berjalan dengan adaptif
8. Sumber koping dimanfaatkan secara maksimal
34

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Model Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Pendekatan Konsep
Stress Adaptasi Sister Callista Roy
Anak sakit yang menjalani hospitlisasi mengalami beberapa perubahan pemenuhan
kebutuhan dasar yang kompleks mulai dari aspek fisiologis, psikologis, peran, social,
dll. Tidak hanya anak yang sakit yang mengalami perubahan tersebut tetapi juga
keluarga yang merawatnya yang merupakan satu kesatuan dengan anak. Salah satu
perubahan yang selalu terjadi pada anak yang menjalani hospitalsidsi dan keluarganya
alah stress yang diakibatkan proses hospitalisasi. Asuhan keperawatan pada anak tidak
hanya berfokus pada anak tetapi juga pada keluarga yang dikenal dengan prinsip family
centered care oleh karena jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka akan
berdampak pada anggota keluarga yang sakit baik secara langsung maupun tidak
langsung
Kondisi stress akan memberikan stimulus kepada hypothalamus kemudian
hypothalamus akan mempengaruhi hipofisis untuk mengekspresikan adreno crticotropic
hormone (ACTH). kadar ACTH yang tinggi merupakan stimulus kepada kelenjar
adrenal untuk memproduksi hormone kortisol lebih banyak. Apabila stress yang dialami
anak tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka stress anak akan berkelanjutan
dan kelenjar adrenal akan terus memproduksi kortisol dalam jumlah banyak sehingga
dapat menekan sistem imun (Clancy, 1998). Adanya penekanan sistem imun inilah yang
berakibat pada terhambatnya proses penyembuhan sehinggan memerlukan waktu
perawatan yang lebih lama
Konsep adaptif holistic system yang dikembangkan oleh S.C Roy bekerja melalui 4
mode yaitu mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependent. Tingkat
adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus focal, contextual, dan residual. Model
pendekatan ini lebih menekankan bagaimana membantu pasien dan keluarga untuk
dapat beradaptasi secara fisiologis, psikologis, peran dan interdependen terhadap
kondisi yang saat ini dialaminya.
Proses adaptasi yang berlangsung dengan baik akan membantu klien dan keluarga
keluar dari perasaan stress fisik dan emosional yang secara fisiologis ini akan
35

berpengaruh terhadap modulasi respon imun sehingga ketahanan tubuh anak menjadi
lebih baik sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat.
Peran perawat dalam meminimalkan dampak stress hospitalisasi sesuai dengan
konsep teori holistic adaptive system adalah meningkatkan respon adaptasi berhubungan
dengan 4 mode respon adaptasi. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping
seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. l. Focal adalah suatu respon yang
diberikan secara langsung terhadap ancaman/ input yang masuk. Penggunaan focal pada
umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak pada seseorang. Stimulus
contextual adalah semua stimulus lain seseorang baik internal maupun ekstrenal yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subyektif disampaikan
oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/ riwayat dari seseorang yang ada
dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara obyektif
Kinerja perawat pada tahap ini adalah memberikan stimulus atau memfasilitasi
koping pasien agar menjadi konstruktif. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
9. Membantu memenuhi gangguan peenuhan kebutuhan fisiologis dan ketergantungan
10. Memperlakukan pasien secara manusiawi
11. Melakukan komunikasi terapeutik
12. Mengembangkan hubungan terapeutik

Berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk bagan bagaimana korelasi antara teori
model holistic adaptive system dengan pendekatan asuhan keperawatan anak yang
mengalami stress hospitalisasi
36

Input : Stress

Stressor Hospitalisasi

Hipotalamus

Process Coping

(+) (-)

Effector 1. Fisik
2. Psikologis
3. Sosial (peran)
4. Ketergantungan

Output Distress:

Gangguan adaptasi

Stimulus Memfasilitasi :
(Model Askep Adaptasi
Anak)

 Prosedur Stimulus :
tindakan kep
Focal, contextual &
 Mencegah
residual
kecemasan&
takut Proses : Coping (+) Perilaku (+)
 Melibatkan klrg
Learning, Judgement, Emosi (+)
(Rooming in)
 Ketergantungan emotion

Stress (-)

Adaptasi (+)

Bagan 4.1 Model Pendekatan Asuhan Keperawatan Anak dengan modifikasi konsep
holistic adapti system S.C Roy (dikutip dari Nursalam, 2004)
37

Penjelasan bagan:
Prinsip pendekatan asuhan keperawatan pada penderita anak adalah pemenuhan
kebutuhan fisik dengan mencegah terjadinya trauma : psikis (memfasilitasi koping yang
konstruktif); dukungan keluarga dalam membantu menciptakan lingkungan perawatan
yang konstruktif, dengan mengadakan rooming-in, dan membantu ketergantungan
penderita (fisik dan spiritual) sehingga penderita akan mempunyai koping dan perilaku
yang positif. Keadaa tersebut akan membantu dalam mengurangi stress penderita dan
mempercepat proses adaptasi selama hospitalisasi.
Berdasarkan analisis tersebut di atas maka menurut kelompok teori model
holistic adaptive system dari S.C Roy sangat tepat diaplikasikan sebagai model
pendekatan pengkajian keperawatan pada anak yang mengalami stress hospitalisasi
dengan alasan bahwa model ini lebih berfokus pada bagaimana perawat dapat
membantu adaptasi klien terhadap kondisi yang dialaminya saat ini. Ini sejalan dengan
masalah yang dialami oleh klien anak yang menjalani hospitalisasi beserta keluarganya
yang sangat membutuhkan bantuan orang lain di dalam proses beradaptasi.
38

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Teori hoslistic adaptif system menurut hasil analisis kelompok sangat sesuai jika
digunakan sebagai pendekatan pengakajian pada anak yang megalami stress
hospitalisasi
5.2 Saran
Perlu adanya modifikasi dengan teori model keperawatan yang lain mengingat di
dalam teori model ini kurang mengakomodir masalah fisiologis klien misalnya teori self
care deficit dari Orem
39

DAFTAR PUSTAKA

Erickson, H.C., Tomlin, E.M., & Swain, M.A. (2005) (8th Printing). Modeling and role-
modeling: A theory and paradigm for nursing. Cedar Park TX: EST Company.
(Original printing by Prentice Hall, 1983).

Erickson, H. (Ed). (2006) Modeling and role-modeling: a view from the client’s world.
Cedar Park TX: Unicorns Unlimited.

Erickson, H. (1990). Theory based nursing. In H. Erickson & C. Kinney (Ed). Modeling
and role-modeling: theory, practice and research. Vol 1(1), pp. 1-27. Cedar
Park TX: The Society for the Advancement of Modeling and Role-Modeling

Julia B. George RN, PHD, 1990. Nursing Theories (The base for Professional Nursing
Practice), 3rd ed, Prenice-Hall International Inc

Nursalam, 2004. Model Pendekatan Asuhan Keperawatan dalam Membantu


Mempercepat Penyembuhan pada Penderita Anak (Modulasi Respon Imun)
Pengembangan Konsep Adaptasi dari S.C Roy. Tidak dipublikasikan
th
Tomey, A.M, Alligood, M.R (2006). Nursing theorists and their work. 6 Ed. United
States of America : Mosby, Inc.

Whaley & Wong’s. (1996), Pediatric Nursing, Ins St.Louis Missouri : MosbiyYear
Book.

Whaley & Wong’s. (1999), Nursing Care Of Infant and Children, Inc. St. Louis
Missoun : Mosby Year Book

Anda mungkin juga menyukai