Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN COPD

DI RSUD MARDI WALUYO BLITAR


“RUANG MAWAR”

Disusun Oleh :
ASMARA AGUSTINA
18640790

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran
pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik,
emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003). Menurut World Health Organization
(WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia setiap sepuluh detik (WHO,
2007).
Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok,
hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja,
polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko
utama terjadinya PPOK (Reily, Edwin, Shapiro, 2008). Supari (2008), turut
menyatakan bahawa merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya
PPOK.
Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang
bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran
pernafasan (COPD International, 2004). Laporan terbaru WHO menyatakan
bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta
manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan
pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh
dunia (WHO, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada “Tn. F” dengan
COPD/PPOK di ruang Mawar di RSUD Mardi Waluyo Blitar?
1.3 Tujuan
Mampu mengembangkan tentang pemberian asuhan keperawatan pada pasien
COPD/PPOK.
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Mampu mengetahui dan menambah pengetahuan tentang penyakit
COPD/PPOK dan dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada klien.
b. Bagi Universitas
Penulis mampu menambah meningkatkan pengetahuan tentang
COPD/PPOK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai
dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran
nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut
(Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.

2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
4. Riwayat infeksi saluran nafas.
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.

2.3 Manifestasi Klinis


Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak.
3. Dispnea.
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.
2.4 Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
4. Gagal jantung
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
2. Analisis gas darah
3. Pemeriksaan EKG
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
6. Tes fungsi paru
7. Pemeriksaan gas darah

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5
g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang
memproduksi B. Laktamase.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya
golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan
sulbutamol g diberikan tiap 6 jam denganm5 mg dan atau protropium
bromide 250 rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip
II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg).
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis
c) Rehabilitasi pekerjaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
(TEORITIS)

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :
 Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
 Peningkatan factor resiko
 Perubahan pola hidup
Tanda :
 Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
 Turgor kulit buruk
 Edema dependen
 Berkeringat
5. Hyegene
Gejala :
 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
 Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak
sekali(bronchitis kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi
memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Dada: gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
(asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan,
mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-
abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”).
Pasiendengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena
warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasancepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
 Adanya/berulang infeksi
 Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
 penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik
 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada
selaput paru-paru.

C. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi :
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan
gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih
mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-
lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi
dada.
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels
dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius,
misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunkan jebakan udara.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
o Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius,
napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai
dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya
sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
6. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada


selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.\
Kriteria hasil :
o Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
o Ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki
perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat
timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami
nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
DAFTAR PUSTAKA

PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.


Jakarta: 2006. p. 1-18.
Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p.
984-5.
GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA:
2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.
PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI, 2006. p. 105-8

Anda mungkin juga menyukai