Anda di halaman 1dari 4

Review Jurnal 2 ruang NAPZA dengan Kasus Halusinasi

1. Gambaran Kasus
Tn. Y berumur 16 tahun berasal dari padang piu. Memiliki pendidikan terakhir SD
tidak bekerja dengan status belum menikah. Klien masuk pertama klien pada tahun
2017 dengan riwayat masuk berulang kali. Klien masuk dengan alasan meresahkan
masyarakat, sering berbicara sendiri, sering melempar batu. Klien sekarang dirawat di
ruang Napza Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat.
2. Riview jurnal
Pasien dengan halusinansu biasanya menunjukan respon psikososial meliputi proses
pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan, ilusi adalah miis
interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
(objek nyata) karena rangsangan panca indera, emosi berlebihan atau berkurang,
perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran,
menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
Perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah bicara sendiri, menggerkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, menarik diri dari
orang lain, berusaha menghindari orang lain tidak dapat membedakan yang nyata dan
tidak nyata, terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah,
perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik, berkonsentrasi
dengan pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang lain, ekspresi muka
tegang, mudah mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat,
perilaku panik, agitasi, tidak dapat mengurus diri, biasa terdapat disorientasi waktu,
tempat dan orang. Pasien dengan halusinasi pada awalnya menunjukan sikap apatis,
menarik diri, mengisolasi diri, dan tidak mau berkomunikasi. Menurut Tokalese dkk
(2016) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) halusinasi merupakan wadah tempat pasien
dengan halusinasi bisa saling mengenal sesamanya dan lingkungannya. Dimana
tujuan dari terapi aktivitas kelompok adalah untuk memberikan kesempatan pada
pasien untuk mengekspresikan perasaan mereka, dengan cara bermain sehingga
pasien mampu mengenali halusinasi yang dialaminya, pasien dapat mengontrol
halusinasinya, pasien mengikuti program pengobatan secara optimal. Dengan terapi
aktivitas kelompok (TAK) Halusinasi, pasien sebagai anggota kelompok merasa
dimiliki, diakui dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok lain. Dimana sesi 1
yaitu mengenal halusinasi dan sesi 2 yaitu mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. TAK dilaksanakan diruangan yang nyaman.
Menurut Handayani (2013), pasien yang mengalami halusinasi mekanisme koping
yang biasa dilakukan adalah regresi, proyeksi, dan menarik diri, hal tersebut terlihat
pada perilaku pasien, ketika mengalami halusinasi cenderung menarik diri dari
lingkungan sosial kadang menunjukan perilaku yang kurang wajar seperti mondar-
mandir tanpa tujuan yang jelas, melakukan kegiatan yang berulang-ulang tetapi
kegiatan itu tidak selesai , menjerit histeris bahkan perlakunya tidak terkendali.
Selain terapi aktivitas kelompok terapi acceptance & commintment therapy juga
mempengaruhi pasien dengan halusinasi dimana menggunakan prinsip penerimaan
dan komitmen dalam memperbaiki perliaku. ACT membantu seseorang dalam
mengurangi penderitaan yang dialami dengan meningkatkan kesadaran dan
kemampuan sesorang tersebut terhadap apa yang diinginkan dalam hidup. ACT
memanfaatkan pekerjaan rumah dan latuhan perilaku sebagai cara untuk menciptakan
pola-pola yang lebih besar dari tindakan efektif yang akan membantu klien hidup
dengan nilai-nilai mereka. ACT dianggap sebagai terapi yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah depresi dan meningkatkan kesehatan mental karena ACT
membuat seseorang mampu menerima setiap pengalaman dan peristiwa yang telah
terjadi dan kembali berfungsi dengan normal. Didalam penerapan ACT tidak ad usaha
percobaan untuk mengurangi, mengubah, menghindari atau mengontrol pengalaman
pribadi tetapi dengan mengajarkan teknik penerimaan dan komitmen terhadap
pengalaman dan perasaan pasien (Irawan, 2016).
Menurut Twistiandayani (2013), terapi tought stopping(penghentian pikiran) untuk
mengontrol halusinasi merupakan salah satu contoh dari teknik psikoterpai kognitif
behavior yang digunakan untuk membantu klien mengubah proeses pikir. Setelah
dilakukan terapi, pasien mengalami peningkatan kemampuan dalam mengontrol
halusinasi dengan cara mengahrdik, mangatakan stop dan mengusir halusinasi
tersebut. Dasar dari teknik ini adalah secara sadar memerintah diri sendiri,
saatmengalami pemikiran negatif berulang, tidak penting dan distorted. Kemudia
mengganti pikiran negatif tersebut dengan pikiran lain yng lebih positif dan realistis.
Adapun terapi lain menurut Indirawanty(2018), terapi kommplementer adalah semua
terpai yang digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvensional yang
direkomendasikan oleh WHO. Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi
kasual, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Dalam
konsep stress-adaptasi perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai
adanya faktor predisposisi, faktor prepitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stresor, sumber koping yang dimiliki dan bagaimana
mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Yoga adalah salah satunya
yoga memiliki efek positif bagi orang-orang dengan keluahn depresi dan susah tidur

DAFTAR PUSTAKA
Indirawanty. Rahman. Sumirah.khaerunnisa. (2018). STUDI KOMPARASI
KOMPLEMETER YOGA DAN TERAPI MODALITAS AKTIVITAS
KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN MENGENDALIKAN
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS PROVINSI
SULAWESI SELATAN. The Indonesia Journal Of Health Science. 2476-
9614
Twistiandani, Retno. Amila Widati. (2013). PENGARUH TERAPI TOUGHT
STOPPING TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSIANSI
PADA PASIEN SKIZOFRENIA. Prosiding Konferensi Nasional PPNI.
240-242
Irawan, Erna. (2016). PENGARUH TERAPI PENERIMAAN DAN KOMITMEN
(ACCEPTANCE & COMMINTMENT THERAPY) PADA PENURUNAN NILAI
BPRS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI
HALUSINASI. Jurnal Ilmu Kperawatan. 4(2). 77-84
Agustina, Nur Wulan. Sri Handayani. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN
KELUARGA MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN GEJALA
HALUSINASI MELALUI TERAPI SUPORTIF EKSPRETIF. Motorik. 11(23).
53-63
Handayani, Dwi. Aat Sritanti. Efri Widianti. (2013). TINGKAT KEMANDIRIAN
PASIEN MENGONTROL HALUSINASI SETELAH TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK. Jurnal Keperawatan. 1(1) 56-62

Anda mungkin juga menyukai