Preskas Diare Anak
Preskas Diare Anak
Disusun oleh :
Mahezarani Ning Anindyta
0706260465
Pembimbing :
I.1 IDENTITAS
Pasien
Nama : An. Saif
Usia : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
No. RM : 366-16-77
Masuk RS : 11 Januari 2012
Pembiayaan : Umum
Orang Tua/Wali
Ayah
Nama : Hedi
Usia : 27 tahun
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
Pekerjaan : Pegawai Konveksi
Penghasilan : < 3.000.000 per bulan
Ibu
Nama : Ny.
Alamat : Palmerah, Jakarta Barat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan :-
I.2 ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan ayah dan ibu pasien di IGD
RSCM pada tanggal 11 Januari 2012)
Keluhan Utama
Diare sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Merupakan kehamilan dan kelahiran pertama dengan usia saat melahirkan 24
tahun.
Ibu pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit tertentu selama
masa kehamilan.
Riwayat demam atau panas tinggi, bengkak di kaki, tangan, atau wajah diserati
sakit kepala atau kejang, batuk lama, keputihan, bercak-bercak merah di tubuh,
kontak dengan hewan peliharaan dan kotoran hewan semua disangkal. Jarang
makan sayur lalapan, sate, dan makanan yang dibakar atau dipanggang.
Konsumsi obat-obatan dan jamu-jamuan selama kehamilan disangkal.
Ibu pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau bidan.
Pasien lahir rumah bersalin dibantu oleh bidan.
Lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, pucat (-), biru (-), kuning (-),
kejang (-), BL 3600 gr, PL 49 cm.
Riwayat Perkembangan
Saat ini pasien sudah dapat mengangkat kepala dan dadanya tegak, sudah dapat
merangkak, dapat berubah posisi dari tengkurap ke telentang, dan sudah dapat
duduk dengan dibantu.
Kesan : Tidak ada gangguan perkembangan
Riwayat Makanan
ASI : diberikan sejak lahir dan lanjut hingga saat ini
Susu formula : diberikan sejak lahir, dikarenakan saat awal ASI tidak keluar.
Saat ini susu formula sudah tidak diberikan.
Pisang : mulai diberikan saat pasien berusia 1 bulan pada pagi dan sore hari.
Bubur susu : mulai diberikan saat pasien berusia 4 bulan, sebanyak 2-3 kali
sehari.
Nasi tim lembek : mulai diberikan saat pasien berusia 5 bulan, sebanyak 3 kali
sehari.
Pasien tidak ada kesulitan makan.
Riwayat Imunisasi
Menurut keterangan dari ibu pasien, pasien mendapatkan imunisasi lengkap sesuai
dengan jadwal di Puskesmas. Saat lahir pasien langsung di imunisasi di rumah
bersalin dan imunisasi berikutnya selalu dilakukan di Puskesmas.
Antropometri
Berat badan (BB) : 6,4 kg
Tinggi badan (TB) : 69 cm
Lingkar kepala (LK): 44 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
BB/U : 6,4 kg/8,6 kg = 74%
TB/U : 69 cm/71 cm = 97%
BB/TB : 6,4 kg/8,2 kg = 78%
Kesan gizi klinis : gizi kurang
I.4 LABORATORIUM
Pemeriksaan Darah Tepi Nilai Nilai Normal
GDS 87 mg/dl
Na 126 mEq/L 135-145 mEq/L
K 3,19 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L
Cl 99,8 mEq/L 120-130 mEq/L
Tatalaksana Lanjutan
- Hitung jumlah cairan rumatan
- Nutrition Management
o BB (actual weight): 6,4 kg
o Ideal body weight : 8,2 kg
o TB : 69 cm
Status Gizi
o WHO Z score : -2 s/d -3 SD (wasted)
o IBW : 6,4/8,2 x 100% = 78% (moderate malnutrition)
Kebutuhan Kalori
Kcal = RDA (kcal/kg) for height age x Ideal weight body (kg)
= (110-120 kkal/kg) x BB ideal
= (110-120 kkal/kg) x 8,2 kg
= 902-984 kkal ~ 920 kkal
Rute pemberian : oral
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sacntionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DIARE
Diare adalah penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah lima
tahun di dunia, dan bertanggung jawab dalam kematian 1,5 juta anak setiap tahun,
yang hampir sama dengan satu dari lima kematian anak secara global. 1,2 Diare
membunuh lebih banyak anak-anak dibandingkan dengan AIDS, malaria dan
campak digabungkan.2 Indonesia juga menempatkan diare sebagai penyebab
kedua kematian di kalangan anak-anak di negara ini. Menurut Survei Demografi
dan Kesehatan di Indonesia (SDKI 1997) prevalensi diare di Indonesia adalah
10,4% dan merupakan penyebab tertinggi kedua kematian pada anak.3
Kebanyakan anak yang meninggal akibat diare sebenarnya meninggal
karena dehidrasi yang parah dan kehilangan cairan, terutama pada anak balita (di
bawah 5 tahun) dan anak-anak kurang gizi atau anak-anak dengan gangguan
kekebalan tubuh. 2, 4
Definisi
Diare didefinisikan sebagai keadaan berubahnya konsistensi tinja menjadi
lebih lembek/ cair dan disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Buang air
besar tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2 WHO mendefinisikan diare
sebagai keluarnya tinja encer (yang mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3
atau lebih dalam periode 24 jam.5 Episode diare dibedakan menjadi akut dan
persisten berdasarkan durasinya. Diare akut terjadi secara mendadak dan tidak
lebih dari 14 hari. Diare persisten didefinisikan sebagai episode diare yang terjadi
lebih dari 14 hari.
Untuk bayi dan anak, jumlah keluaran tinja lebih besar daripada 10g/kg/24
jam atau lebih dari batas dewasa yaitu 200g/24 jam. Diare merupakan akibat dari
terganggunya transport cairan usus dan elektrolit.3
Etiologi
Penyebab paling umum adalah agen-agen infeksius, namun penyebab-
penyebab lainnya yang menyebabkan manifestasi klinis yang sama tidak boleh
diabaikan. Penyebab diare akut meliputi.3,4
Patofisiologi
Diare terjadi akibat ketidakseimbangan antara absorpsi air dan elektrolit
dengan sekresi. Perubahan ini dapat terjadi baik akibat adanya gaya osmotik di
lumen yang menarik air atau hasil dari induksi status sekresi aktif pada enterosit.3
Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya substrat yang tidak dapat diserap
di saluran gastrointestinal dan secara umum berhubungan dengan kerusakan usus
halus.2,6 Contoh klasik diare osmotik adalah intoleransi laktosa disebabkan karena
defisiensi enzim sehingga laktosa tidak dapat diserap di usus halus dan mencapai
kolon dalam keadaan intak. Bakteri kolon kemudian memfermentasi laktosa yang
tidak terserap tersebut menjadi asam organik rantai pendek, membangkitan
osmosis sehingga air disekresikan ke lumen. Contoh lain adalah konsumsi
minuman berkarbonasi yang mengandung gula dalam jumlah berlebihan
melampaui kapasitas transpor, terutama pada balita, dan konsumsi sorbitol serta
garam magnesium yang keduanya tidak diabsorbsi. Secara umum, diare osmotic
terjadi saat pencernaan dan/atau penyerapan bermasalah. Diare osmotik berhenti
dengan puasa dan memiliki pH asam.6
Diare sekretorik
Mekanisme diare sekretorik terdapat aktivasi mediator intraselular seperti
cAMP, cGMP, dan Ca2+ intraselular, yang menstimulasi sekresi Cl- aktif dari sel
kripta dan menginhibisi absorbsi natrium klorida coupled netral. Mediator ini
mengganggu ion flux paraselular karena cedera akibat toxin yang terjadi di tight
junction.6 Contoh klasik diare sekretorik yang ditimbulkan oleh kolera dan
enterotoksin Escherichia coli yang berikatan dengan reseptor permukaan enterosit
(monosialoganglioside GM1). Fragmen dari toksin kolera kemudian akan masuk
ke dalam sel dan mengaktivasi adenilat siklase pada membran basolateral melalui
interaksi dengan protein G. Kejadian ini meningkatkan cAMP intraselular yang
mengaktivasi protein spesifik yang kemudian membangkitkan pembukaan kanal
klorida.6
E. coli akan memediasi diare sekretorik dengan menghasilkan heat-labile
toxin (LT) dan heat-stable toxin (ST) di usus halus. Aksi LT serupa dengan toksin
kolera dan berikatan dengan reseptor permukaan yang sama. Penyebab lain diare
sekretorik adalah peptida vasoaktif yang mengaktivasi reseptor G protein-coupled
menyebabkan peningkatan mediator intraseluler.2
Diare sekretorik biasanya memiliki volume yang banyak, tinja
mengandung banyak sekali air. Analisis feses menunjukkan natrium dan klorida
yang tinggi (> 70 mEq/L). Diare sekretorik terus berlanjut dengan puasa.6
Konsep klasik bahwa diare sekretorik hanya diinduksi oleh bakteri mulai
mendapat tantangan dengan adanya bukti bahwa jalur sekresi ion serupa diinduksi
oleh agen virus dan protozoa.6 Rotavirus menghasilkan protein nonstruktural
(NSP4) yang dapat menstimulasi sekresi klorida dimediasi kalsium. Diare
sekretorik juga dapat muncul melalui proses noninfeksi. Beberapa hormon dan
neurotransmitter diketahui terlibat dalam sekresi intestinal sebagai bagian dari
system neuroendokrin yang terintegrasi dalam respon intestinal terhadap stimulus
luar.
Patogenesis
Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili
usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya
sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian
sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus
mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan
hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida
terutama laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel
vilinya menjadi matang.1
Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus
pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan terjadi melalui pili yang melekat pada reseptor di
permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E.coli enterotoksigenik dan V.
Cholera 01. Pada beberapa keadaan, penempelan mukosa dihubungkan
dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas
penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan.1
Toksin yang menyebabkan sekresi. E. Coli enterotoksigenik, V. Cholerae 01
dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel
epitel. Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin
meningkatkan sekresi klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan
elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang
sehat setelah 2-4 hari.1
Invasi mukosa. Shigella, C jejuni, E coli enteroinvasife dan Salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa.
Ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin
diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang
menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya
darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan
kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari
mukosa.1
Protozoa
Penempelan mukosa. G.lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel
usus halus dan menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan
menyebabkan diare.
Invasi mukosa.E. Histolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi
epitel mukosa di kolon (atau ileum) yang menyebabkan mikroabses dan
ulkus. Namun keadaaan ini terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia,
90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas. Dalam hal ini tidak ada
invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala/tanda-tanda, meskipun kista amoeba
dan trofozoit mungkin ada di dalam tinja.1
II.2 DEHIDRASI
Diare berat dan asupan oral terbatas dapat menyebabkan dehidrasi.
Manifestasi dari dehidrasi antara lain rasa haus meningkat, berkurangnya jumlah
buang air kecil, urin berwarna gelap, tidak mampu berkeringat dan perubahan
ortostatik. Pada keadaan diare berat dapat terjadi gagal ginjal akut dan perubahan
status mental (bingung dan pusing). Pada semua anak dengan diare, status hidrasi
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat, sedang, atau tanpa dehidrasi.7
Plan B
Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
Setelah 3 jam:
- Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
Penatalaksanaan Lain4
Antibiotik
o Digunakan atas indikasi tertentu yaitu infeksi bakteri spesifik atau
protozoa, kolera, Shigella, Giardia. Pada pasien dengan diare berat
dan persisten, dengan penyakit lain seperti gagal jantung, penyakit
paru, dan AIDS.
Kolera – tetrasiklin 12,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis.
Shigella disentri – cefixime 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 5
dosis.
Amoebiasis – Metronidazole 30-40 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 7-10 dosis.
Giardiasis – Metronidazole 30-40mg/kgBB/hari dibagi
dalam 10 dosis
Adsorbents (kaolin, pektin, arang aktif)
o Hanya sedikit mengubah konsistensi tinja, namun tidak
mengurangi kehilangan cairan dan garam.
Antimotilitas (difenoksilat, tingtura opium atau loperamide)
o Memperlambat eliminasi organisme penyebab diare dan dapat
memperpanjang penyakit.
Probiotik
o Beberapa strain probiotik (bakteri asam laktat atau mycetes)
ditemukan efektif sebagai adjuvan dalam menangani anak dengan
diare akut. Data dari randomized controlled trial yang didesain
dengan baik menunjukkan keuntungan yang secara statistik
signifikan dalam hal memperpendek masa sakit. Saat ini strain
probiotik (terbanyak Lactobacillus GG dan Saccharomyces
boulardii) banyak digunakan pada tatalaksana diare cair akut pada
bayi dan anak di negara berkembang.
Zinc
o Pada anak umur 2 bualn ke atas, tablet zinc diberikan selama 10
hari dengan dosis ½ tablet (10)/hari untuk yang berusia <6 bulan,
dan 1 tablet (20 mg)/ hari untuk yang berusia > 6 bulan.
II.3 KEJANG
Kejang adalah tanda dan/atau gejala yang terjadi secara transien yang
disebabkan karena adanya aktivitas abnormal atau adanya ketidaksinkronan pada
neuron di otak. International Classification of Epileptic Seizures (ICES) membagi
kejang epilepsi menjadi 2 kategori: fokal (parsial) dan generalisata. Pada kejang
fokal terjadi aktivitas abnormal hanya pada salah satu hemisfer otak, sedangkan
pada tipe generalisata terjadi pada kedua hemisfer. Sekitar 30% pasien dengan
kejang pertama akan terjadi epilepsi dikemudian hari; risiko terjadinya sekitar
20% pada pasien dengan hasil pemeriksaan neurologis, EEG, dan neuroimaging
normal.2
Kejang demam merupakan katogori khusus. Sedangkan acute
symptomatic seizure terjadi pada keadaan gangguan akut yang mengganggu
eksitabilitas otak seperti ketidakseimbangan elektrolit atau meningitis. Sebagian
besar anak dengan tipe kejang tersebut prognosisnya baik, tetapi terkadang pada
kejang yang melibatkan struktur mayor pada otak, inflamasi, atau gangguan
metabolik pada otak, seperti meningitis, ensefalitis, stroke akut, atau tumor otak,
prognosis tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Unprovoked seizure
bukan merupakan acute symptomatic seizure. Remote symptomatic seizure
merupakan kejang yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak
sebelumnya seperti stroke lama. Seizure disorder merupakan istilah umum yang
biasa digunakan untuk menyebutkan salah satu dari beberapa gangguan tersebut,
termasuk epilepsi, kejang demam, dan kejang yang disebabkan karena infeksi,
gangguan metabolik, atau penyebab lain (mis. hipokalsemia, meningitis).2
Manifestasi Klinis
Apatis, agitasi, anorexia, mual, muntah, diare, lemah, perubahan status mental,
koma, hipotensi, kejang.
Tatalaksana
1. Tatalaksana tergantung penyebab yang mendasarinya.
2. Pada euvolemik dan hipervolemik ditatalaksana dengan restriksi cairan,
sedangkan pada hipovolemik perlu restriksi Na.
3. Pada hipovolemik dilakukan koreksi syok dengan penggantian cairan
menggunakan normal saline.
4. Hiponatremia simtomatik
a. Pada penurunan Na akut < 120 mEq/L sering terjadi kejang atau koma
b. Gejala biasanya dapat teratasi dengan peningkatan Na 3 mEq/L
c. Na yang dibutuhkan = (Na target – Na sewaktu) x 0,6 x BB
NaCl 3% = 513 mEq/L (0,5 mEq/cc) diberikan selama 1-2 jam
(dapat diberikan cepat selama 15 menit)
5. Koreksi Na tidak boleh lebih cepat dari 0,5 mEq/L/jam.
6. Pantau Na setiap 4 jam hingga stabil.
7. Atasi etiologi yang mendasari.
* POsm = 2Na + (glukosa/18) + (BUN/2.8); will be similar to measured
osmolality in the absence of alcohols, mannitol, glycerol,
or sorbitol
Manifestasi Klinis
1. Lemah, paralisis, hiporefleks, ileus
2. Atrial and ventricular premature contractions, depresi ST, flattened T wave, U
wave, prolonged q-u interval
3. Toksisitas digitalis
Tatalaksana
1. Atasi kelainan yang mendasari.
2. Pemberian oral lebih disarankan : 1-3 mEq/kg/hari, koreksi membutuhkan 5-7
hari
3. Jika K < 2,5 diberikan melalui intravena 0,5 mEq/kg selama 1 jam
4. Kecepatan pemberian 0,25-0,5 mEq/kg/jam dan konsentrasi IVF < 40 mEq/L
merupakan batas aman
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien adalah anak laki-laki berusia 8 bulan, datang dibawa oleh orang
tuanya dengan keluhan diare sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan allo-anamnesis
yang dilakukan dengan orang tua pasien, pasien diare lebih dari 10 kali per hari.
BAB encer, sedikit ampas, berwarna coklat kekuningan, lendir (+), darah (-), tidak
berbau busuk dan tidak keruh seperti air cucian beras. Ibu pasien mengganti
popok lebih dari 4 kali dan popok selalu penuh dengan BAB encer. Mata nampak
cekung (+), lebih haus dari biasanya (+), dan rewel (+). Perut kembung (-),
demam (-), muntah (-), dan pucat (-). BAK dapat keluar namun sedikit dan warna
lebih pekat. Pasien juga sulit untuk diberi makan. Delapan jam SMRS pasien
dibawa oleh orang tuanya ke RS Patria Ika. Pasien sempat kejang selama kurang
lebih 5 menit. Bola mata pasien mendelik ke atas, tubuhnya kaku, kelojotan (-),
tidak merespon jika dipanggil, mulut berbusa (-), biru (-). Kejang hanya
berlangsung satu kali. Sebelumnya pasien tidak ada demam. Kejang ini
merupakan kejadian yang pertama kali. Tujuh jam SMRS pasien ke RS Harapan
Kita, pasien sempat muntah. Muntah setiap kali masuk makanan, muntah berisi
makanan berwarna sedikit kuning, darah (-), muntah hijau (-). Saat ini,
keadaannya lebih membaik, anak nampak lebih tenang, sudah tidak muntah, nafsu
makan membaik, diare hanya 1 kali, cairan > ampas, berwarna coklat kekuningan.
BAK dapat keluar, kurang lebih sebanyak setengah gelas aqua, warna lebih muda
dibandingkan dengan sebelumnya. Demam (-), batuk pilek (-). Berat badan turun
dari 8,1 kg menjadi 6,4 kg.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang dan letargi dengan
kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Kesan
status gizi cukup. Status generalis dan neurologis tidak ditemukan adanya
abnormalitas. Pada pemeriksaan antropometri, BB 6,4 kg, TB 69 cm, LK 44 cm,
LILA 12 cm, dilakukan plotting ke dalam curva WHO dan didapatkan hasil
sebagai berikut:
BB/U : 6,4 kg/8,6 kg = 74%
TB/U : 69 cm/71 cm = 97%
BB/TB : 6,4 kg/8,2 kg = 78%
Kesan gizi klinis : gizi kurang
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan adanya hiponatremia (126 mEq/L)
dan hipokalemia (3,19 mEq/L). Atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan ditetapkan masalah pada pasien ini adalah
diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dan riwayat kejang ec. gangguan
metabolik.
Masalah pertama, yaitu diare akut dehidrasi ringan-sedang ditegakkan atas
dasar; definisi dari diare itu sendiri yaitu keadaan berubahnya konsistensi tinja
menjadi lebih lembek/cair dan disertai frekuensi defekasi yang meningkat yang
dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Menurut WHO, keluarnya tinja encer (yang
mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3 atau lebih dalam periode 24 jam.
Sedangkan periode akut berdasarkan lama waktu terjadinya diare. Dikatakan akut
dikarenakan diare terjadi kurang dari 14 hari. Keadaan dehidrasi ringan-sedang
diklasifikasikan menurut WHO atas dasar gejala dan tanda yang terlihat, yaitu
ditemukan adanya 2 atau lebih tanda dan gejala berikut, antara lain gelisah,
iritabilitas, mata cekung, minum seperti kehausan, dan cubitan kulit kembali
lambat. Dikarenakan pada pasien memenuhi 3 kriteria tersebut maka pasien dapat
diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan-sedang.
Masalah kedua, yaitu riwayat kejang ec. gangguan metabolik ditegakkan
atas dasar; riwayat kejang didapatkan dari anamnesis dengan ibu pasien. Pada
pasien dicurigai adanya kejang dikarenakan adanya gangguan keseimbangan
elektrolit yaitu hiponatremia (Na <135 mEq/L) dan hipokalemia (K < 3,5 mEq/L).
Pada bayi dan anak dehidrasi sering terjadi bersamaan dengan ketidakseimbangan
elektrolit sehingga dapat menyebabkan acute symptomatic seizure yaitu gangguan
akut yang mengganggu eksitabilitas otak, yang salah satunya dapat diakibatkan
oleh ketidakseimbangan elektrolit. Pada keadaan dehidrasi tipe hipotonik, terjadi
perpindahan air ke dalam sel otak, sehingga dapat terjadi edema cerebri dengan
pembengkakan intraseluler dan dapat terjadi kejang. Oleh karena itu dapat terjadi
gangguan di otak. Banyak etiologi yang dapat menyebabkan hiponatremia dan
hipokalemia, salah satunya akibat GI losses yang pada kasus ini disebabkan oleh
diare akut dan muntah.
Pada pasien tatalaksana yang diberikan sesuai rencana terapi B menurut
WHO, yaitu memberikan oralit untuk 3 jam pertama dengan perhitungan 75
ml/kgBB, yaitu 480 ml selama 3 jam. Diberikan pula zinc 1x10 mg. Selanjutnya 3
jam lakukan penilaian dan klasifikasi kembali derajat dari dehidrasi. Disamping
itu pemberian makan dapat segera diberikan dan pemberian ASI dilanjutkan.
Nutrition Management
BB (actual weight): 6,4 kg
Ideal body weight : 8,2 kg
TB : 69 cm
Penilaian Status Gizi
Penilaian nutrisi untuk anak lelaki kurang dari 36 bulan menggunakan kurva
WHO, yaitu weight for length (z-scores).
o WHO Z score : -2 s/d -3 SD (wasted)
Actual weight
Dalam menentukan status nutrisi digunakan rumus /IBW x 100%. Maka
perlu diketahui Berat Badan ideal (IBW) untuk bayi. Pada kurva WHO diatas
didapatkan IBW pada anak ini adalah 8,2 kg. Dengan demikian, status nutrisi anak
tersebut adalah:
Actual weight
/IBW x 100% = (6,4/8,2) x 100% = 78 %
Oleh sebab itu, berdasarkan klasifikasi Waterlow bayi tersebut diatas masuk
kedalam klasifikasi moderate malnutrition (> 70-80%).
Kebutuhan Kalori
Kcal = RDA (kcal/kg) for height age x Ideal weight body (kg)
= (110-120 kkal/kg) x BB ideal
= (110-120 kkal/kg) x 8,2 kg
= 902-984 kkal ~ 920 kkal
Rute pemberian : oral
Pemilihan jenis makanan
- ASI (67 kkal/100 ml) memenuhi kebetuhan 50% dari kalori = 455 kkal
- Bubur susu (160 kkal/sajian) 3 x 160 kkal = 480 kkal
- Pisang (40 kkal) 1 x 40 kkal = 40 kkal
Total kalori per hari = 975 kkal
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Diarrhoea Disease Fact Sheet. Available at
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html#. Geneva,
2009.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BMD, Geme JS, Schor N. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi 19. Saunders. 2011.
3. Guandilini S, Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Available at URL
http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview. Accessed Januari 14
2012.
4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Panduan Pelayanan Medis RSCM.
2008.
5. Abba K, Sinfield R, Hart CA, Garner P. Pathogens associated with persistent
diarrhoea in children in low and middle income countries: systematic review.
BMC Infectious Disease. 2009.
6. Walker WA, Kleinman RE, Sanderson IR, Sherman PM, Shneider BL.
Pediatric gastrointestinal disease. Edisi 4. 2004.
7. WHO. Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the