Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

REFARAT

Tuberkulosis Pada Kehamilan

Disusun Oleh:

Andi Muh. Wahyoeri Saputra

(12 16 777 14 152)

Pembimbing :

dr. C. A. N. Rieuwpassa , Sp.OG (K)

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Andi Muh. Wahyoeri Saputra, S.Ked


No. Stambuk : 12 16 777 14 152
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Referat : Tuberkulosis Pada Kehamilan

Bagian : Bagian Obstetri dan Ginekologi

Bagian Obtetri dan Ginekologi


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Januari 2019


Pembimbing Co-Assisten

dr. C.A.N. Rieuwpassa, Sp.OG (K) Andi Muh. Wahyoeri Saputra. S.Ked
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia demikian juga tuberkulosis

pada kehamilan. Insidens tuberkulosis pada kehamilan makin meningkat. Di Indonesia, kasus

baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita, dan menyerang sebagian wanita usia

produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Tuberkulosis pada

kehamilan mempunyai gejala klinis yang serupa dengan tuberkulosis pada wanita tidak

hamil.1,2

Diagnosis mungkin ditegakkan terlambat karena gejala awal yang tidak khas. Pada

kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem humoral, imunologis, peredaran darah,

sistem pernapasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke

atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu nafas berkurang. Saat hamil

pemakaian oksigen akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan di luar kehamilan, apabia

penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi

juga ikut menderita, dapat terjadi partus prematurus atau kematian janin.1,2,3,4

Proses kehamilan, persalinan, masa nifas, dan laktasi mempunyai pengaruh kurang

menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-

perubahan dalam kehamilan yang kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya

tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.4

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan

adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu,

mengurangi efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang

terjadi pada bayi yang baru lahir. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan foto
thorax dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi

Bacil Calmatte Geurine (BCG).

Obat anti tuberkulosis yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yaitu obat lini pertama

dan lini kedua. Obat lini pertama, kecuali Streptomisin dapat digunakan pada tuberkulosis

pada kehamilan. Penggunaan streptomisin dan obat lini kedua (kanamisin, etionamid,

kapreomisin) sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan terjadi

pada janin, kecuali dalam keadaan resistensi beberapa obat. 1,2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Tuberkolusis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis ) yang merupakan salah satu penyakit saluran

pernapasan bagian bawah. Sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru

melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus

primer dari ghon.1,3

2.2 Cara Penularan

Infeksi terjadi melalui penderita TB yang menular. Penderita TB yang menular adalah

penderita dengan basil TB di dalam dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa

batuk atau bersin akan menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang

berukuran kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini

mengandung basil TB yang akan melayang-layang di udara, jika droplet nuclei ini hinggap di

saluran penapasan yang besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera

dikeluarkan oleh gerakan silia selaput lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini

berhasil masuk sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus,

droplet nuclei akan menetap dan basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang

biak.2,3

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh jumlah kuman yang

dikeluarkan dari paru. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka

penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh

konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor endogen
seperti daya tahan tubuh, usia, dan penyakit penyerta (infeksi HIV, limfoma, leukemia,

malnutrisi, gagal ginjal, diabetes melitus dan terapi imunosupresif) juga mempengaruhi

kerentanan seseorang tertular kuman TB.2,4

Gambar 2.1 Faktor Risiko Kejadian TB1

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Spesies lain kuman ini yang

dapat memberikan infeksi pada wanita hamil adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium

kansasii, Mycobacterium intra-cellulare. Sebagian besar kuman ini terdiri dari lipid, yang

menyebabkan kuman lebih tahan terhadap asam dan gangguan kimia dan fisik.5

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini

terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan

menjadi tuberkulosis aktif. Sifat kuman adalah aerob, artinya kuman lebih menyenangi

jaringan yang kandungan oksigennya tinggi.5


Cara penularan melalui udara pernapasan dengan menghirup partikel kecil yang

mengandung bakteri tuberkulosis, atau minum susu sapi yang terkena tuberkulosis. Masa

tunas berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA

penderita positif.5,6

2. 4 Klasifikasi

2.4.1 TB Primer

TB primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada

pasien nonsensitif yaitu mereka yang belum pernah terinfeksi. Terdapat respon radang ringan

pada tempat infeksi (subpleura pada bagian tengah paru, dalam faring, atau di ileum

terminal), diikuti penyebaran ke kelenjar getah bening regional (hilus, servikal dan

mesenterika). Satu atau dua minggu setelah infeksi, dengan onset sensitivitas tuberkulin,

terjadi perubahan reaksi jaringan baik pada fokus dan pada kelenjar getah bening, menjadi

bentuk granuloma kaseosa yang khas. Kombinasi fokus dan keterlibatan kelenjar getah

bening regional disebut kompleks primer.5,6

Kompleks ini mengalami penyembuhan dengan fibrosis, dan seringkali timbul

kalsifikasi tanpa pemberian terapi. Kelenjar getah bening yang membesar bisa tampak jelas di

leher atau menyebabkan obstruksi bronkus yang mengakibatkan kolaps. Penyebaran organ

secara hematogen jarang terjadi dari kompleks primer.6

Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:6,7

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

3. Berkomplikasi dan menyebar secara:

a. Menyebar kesekitarnya (perkontinuitatum)


b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.

Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah dan menyebar ke usus.

c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

d. Secara limfogen.

2.4.2 TB Sekunder

TB sekunder merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada

orang yang pernah terinfeksi dan pasien sensitif terhadap tuberkulin. TB sekunder akan

muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. TB sekunder terjadi karena imunitas

menurun seperti malnutrisi, konsumsi alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS dan gagal

ginjal.4,7

TB sekunder ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasi ke

daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi

tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang

dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.5,6

Sarang dini pada TB sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:2

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan

jaringan fibrosis. Kemudian akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk

perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan

keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan

dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian

dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

4. Ruptur ke dalam bronkus dan menyebabkan bronkopneumonia TB


5. Menyebar melalui darah dan menyebabkan TB milier pada hati, limfa, paru, tulang

dan meningen.

2.5 Diagnosis

2.5 1 MANIFESTASI KLINIS

a. Demam.

Demam biasanya subfebril menyerupai influenza, tapi kadang dapat mencapai 40-

41oC. Serangan demam dapat sembuh, dan biasanya dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh, berat ringan infeksi, dan jumlah kuman yang masuk.5

b. Batuk.

Gejala ini banyak ditemukan, yang disebabkan karena iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mula-mula

kering dan setelah timbul peradangan menjadi produktif, pada keadaan lanjut akan

timbul batuk darah karena pecahnya pembuluh darah.6

c. Sesak nafas.

Sesak ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah

bagian paru-paru.6

d. Nyeri dada.

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis.5

e. Malaise.

Penyakit tuberkulosis bersifat radang menahun, gejala malaise yang sering ditemukan

berupa anoreksia, berat badan turun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak

teratur.

2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK

Tempat kelainan yang paling sering pada bagian apeks paru, bila dicurigai adanya infiltrat

yang agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial,

ronki basah kasar nyaring, jika diikuti dengan penebalan pleura maka suara nafas vesikuler

akan melemah. Bila ada kavitas yang cukup besar maka perkusi memberikan suara

hipersonor dan auskultasi suara amforik.6,7

2.5.3 PEMERIKSAAN SPUTUM

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis

tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat

memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tetapi kadang tidak mudah

mendapatkan sputum terutama pada penderita yang tidak batuk, atau ada batuk tetapi non

produktif. Dalam hal ini 1 hari sebelum pemeriksaan sputum penderita disuruh minum air

sebanyak ± 2 liter dan diajarkan melakukan refleksi batuk. Dapat juga dengan memberikan

obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30

menit.5,8

Bila sputum didapat kadang kuman BTA susah ditemukan. Kuman baru dapat

ditemukan bila bronkus yang terlibat proses ini terbuka keluar, sehingga sputum yang

mengandung kuman BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan

sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.5,8


2.5.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada awal tuberkulosis jumlah leukosit akan sedikit meninggi dengan pergeseran ke

kiri. Laju endap darah mulai meningkat.

2.5.5 TES TUBERKULIN


Alasan alternatif dilakukan tes tuberkulin adalah untuk wanita hamil dengan resiko

tinggi, dan lebih baik digunakan PPD (purified protein derivative) berkekuatan 5 TU

(intermediate strength) yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin 5 TU intrakutan.5,6,7

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi

kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi

seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan

antigen tuberkulin dipengaruhi oleh antibodi humoral, pada ibu hamil makin besar pengaruh

antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.6,7

Biasanya hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan hasil mantoux yang

positif (99,8%). Sisa dari tes ini dapat positif seumur hidup pada 96-97% pasien. Kelemahan

tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi Mycobacterium

lain.6,7

2.5.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis foto thorax tidak dilakukan secara rutin pada kehamilan

karena sangat beresiko terhadap janin. Dengan pelindung, pemeriksaan radiologis dapat

dilakukan pada penderita yang tes tuberkulinnya positif menyusul setelah tes awal negatif dan

pada penderita dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang mengarah ke arah tuberkulosis

walaupun tes tuberkulin awal negatif.6,8


Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB Paru1

Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui

gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan,

terutama jika hasil BTA negatif.6

2.6 Perjalanan TB pada Kehamilan

A. Pengaruh Kehamilan pada Tuberkulosis

Kehamilan bisa meningkatkan resiko tuberkulosis inaktif terutama periode post

partum. Sebelum tahun 1940, kehamilan dianggap sesuatu yang mengganggu

penyembuhan tuberkulosis paru. Wanita dengan tuberkulosis paru dianjurkan untuk tidak

hamil atau jika setelah terjadi konsepsi maka dilakukan aborsi. sejak saat itu, banyak

dokumentasi yang menyatakan bahwa riwayat tuberkulosis tidak berubah dengan adanya
kehamilan pada penderita yang diobati. Sekarang, aborsi therapeutik jarang dilakukan,

kalaupun itu dilakukan atas indikasi komplikasi kehamilan karena tuberkulosis paru.

Bukti penyakit itu akan meningkat secara progesif antara 15-30% pada penderita yang

tidak mengobati penyakitnya selama 2,5 tahun pertama, baik mereka hamil atau tidak.

demikian halnya dengan reaktifitas tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami

peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru kira-kira 5-10 % tidak

ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.6.9

B. Pengaruh Tuberkulosis pada Kehamilan

Kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus

yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru ke atas serta sisa udara dalam paru

kurang, namun penyakit tersebut tidak menjadi lebih berat.6 Efek TB pada kehamilan

tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia

kehamilan saat menerima pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), status nutrisi,

penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosis dan

OAT.7,8

Pengaruh tuberkulosis aktif pada kehamilan tidak jelas kecuali pada negara

berkembang. Tentunya dengan adanya obat anti tuberkulosis mengurangi pengaruh buruk

dari beratnya penyakit. jika infeksi tuberkulosis diobati dengan baik seharusnya tidak

berpengaruh terhadap penyakit tersebut. Pada awal tahun 1957 sampai 1972, Schefer dkk

(1975) melaporkan dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif diobati lahir bayi yang

sehat. TB aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Reaktivasi TB

paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. 8,9

Angka reaktivasi TB paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang

hamil maupun tidak hamil. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko TB inaktif menjadi

aktif terutama periode post partum.6


Jana dkk (1994) melaporkan tuberkulosis paru aktif menyebabkan komplikasi dari 79

kehamilan di India. Bayi dari wanita yang menderita tuberkulosis mempunyai berat badan

lahir rendah, dua kali lipat meningkatkan persalinan prematur, kecil masa kehamilan, dan

meningkatkan kematian perinatal enam kali lipat. Mungkin ini dianggap berhubungan

dengan terlambatnya diagnosis, pengobatan yang tidak lengkap dan teratur, dan luasnya

kelainan pada paru. Tidak ada bukti bahwa tuberkulosis paru meningkatkan angka abortus

spontan, kelainan kongenital, persalinan dan kelahiran prematur pada penderita yang

mendapatkan pengobatan obat anti tuberkulosis yang adekuat. Bjerkedai dkk mencatat

terjadinya kenaikan toksemia dan perdarahan vaginam pada wanita hamil yang menderita

tuberkulosis.6

Pengaruh utama tuberkulosis pada kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi,

maka banyak diantara penderita tuberkulosis yang mengalami infertilitas. Sistem genitalia

dapat terjadi fokus primer dari tuberkulosis paru, biasanya sistem genitalia yang sering

terkena adalah tuba fallopi, dengan bagian distal yang terkena lebih dahulu. Infeksi dapat

menyebar ke bagian proksimal dari tuba fallopi dan akhirnya uterus juga terkena. Infeksi

jarang turun sampai ke serviks atau bagian bawah dari sistem genitalia.6.9

C. Efek TB Terhadap Janin

Menurut Oster (2007), jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada risiko

terhadap janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan

terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB

kongenital). Gejala TB kongenital bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,

seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, pembesaran hati dan

limfa.11 Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah bayi tertular saat

masih di kandungan atau setelah lahir. Jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru
dan jaringan limfa, maka wanita memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum

melahirkan, karena bayi dapat mengalami masalah setelah lahir.6

2.7 PENGOBATAN TUBERKULOSIS DALAM KEHAMILAN

1. Pengobatan Medis

Pengobatan tuberkulosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita

yang tidak hamil.

Obat primer antituberkulosis berupa isoniazid, rifampisin, etambutol dan streptomisin.

Sedangkan obat sekunder yang sering digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi

terhadap obat, yaitu p-aminosalisylic acid, pirazinamid, sikloserin, ethionamid, kanamisin,

viomisisn, dan capreomisin.

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes

tuberkulin positif dengan gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif.

Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan mulai diberikan pada post partum.

Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid

pada wanita post partum, beberapa merekomendasikan menunda pengobatan ini 3 - 6 bulan

post partum.6,9,10

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya

selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada

penderita asimptomatis. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal maka

the Center of Disease Control sekarang merekomendasikan cara pengobatan dengan

menggunakan kombinasi 4 obat untuk penderita yang hamil dengan gejala tuberkuosis.
Beberapa antituberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruk terhadap janin.

Kecuali streptomisin, yang dapat menyebabkan ketulian kongenital maka sama sekali tidak

boleh dipakai selama kehamilan. Menurut Sniders dkk melaporkan bahwa INH, etambutol,

rifampisin aman untuk kehamilan jika diberikan dalam dosis yang tepat dan efek teratogenik

terhadap janin manusia tidak dapat dibuktikan.1,6,10

The Center for Disease Control merekomendasikan pengobatan oral untuk wanita hamil

sebagai berikut:3

- Isoniazid 5 mg/kgBB dan tidak lebih 300 mg per hari bersama dengan piridoksin 50 mg

per hari.

- Rifampisin 10 mg/kgBB, tidak lebih 600 mg sehari.

- Etambutol 5-25 mg/kgBB, dan tidak lebih dari 2,5 gram per hari (biasanyya 25 mg/kgBB

selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kgBB)

Pengobatan ini diberikan selama minimum 9 bulan. Jika resisten terhadap obat ini, dapat

dipertimbangkan pengobatan dengan pirazinamid. Selain itu pirazinamid 50 mg/hari harus

diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid.6

Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan 2 kombinasi obat, biasanya digunakan

isoniazid 5 mg/kg/hr (tidak lebih 300 mg/hr) dan etambutol 15 mg/kg/hr, pengobatan

dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Jika dibutuhkan

pengobatan dengan 3 obat atau lebih dapat ditambahkan rifampisin, tetapi streptomisin tidak

dianjurkan karena berefek ototoksik.6


Dari hasil penelitian menunjukkan ada obat-obat lain yang dapat digunakan selama

kehamilan adalah kanamisin, viomisin, capreomisin, pirazinamid, sikloserin, dan

tiosemicatbazone.6

Pada pengobatan kasus baru dipertimbangkan pemberian obat yang bersifat

bakterisid, sterilisator dan dapat mencegah terjadinya resistensi. Biasanya yang dipakai

adalah 2HRZ/4HR. pengobatan awal selama 2 bulan pertama menggunakan paduan obat

isoniazid, rifampisin dan pirazinamid dilanjutkan dengan pengobatan isoniazid dan rifampisin

pada 4 bulan berikutnya, total pemberian selama 6 bulan dan obat diberikan tiap hari.6
Lama pemberian obat saat ini 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk

pengobatan tuberkulosis paru maupun tuberkulosis luar paru pada orang dewasa atau pada

anak-anak. Keadaan ini disebabkan karena:3

- dapat menyembuhkan dengan cepat, terlihat perbaikan setelah 2 - 3 bulan pengobatan

- dapat menyembuhkan sebagian penderita dengan strain kuman yang mempunyai

resistensi awal terhadap isonoiazid atau streptomisin

- mencegah kegagalan pengobatan yang disebabkan olehterjadinya resistensi primer.


2. Evaluasi Pengobatan

a. KLINIS. Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu,

selanjutnya setiap 2 minggu selama satu bulan sampai akhir pengobatan. Secara

klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti batuk

berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.

b. BAKTERIOLOGIS. Biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan, sputum BTA

mulai menjadi negatif.pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan.

Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sampai 3 kali berturut-turut bebas

kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum

BTA positif dan tanpa keluhan yang relevant pada kasus-kasus yang memperoleh

kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA 3 kali positif pada pemeriksaan biakan (3

bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi. Bila bakteriologis ada perbaikan
tetapi tidak pada klinis dan radiologis, berarti harus dicurigai adanya penyakit

lain. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tidak ada perbaikan padahal

penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan

adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.8,9

KEGAGALAN PENGOBATAN PADA KEHAMILAN 6

a. Obat

 Paduan obat tidak adekuat

 Dosis obat tidak cukup

 Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan yang dianjurkan

 Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya

 Terjadinya resistensi obat

b. Drop out

 Kekurangan biaya pengobatan

 Merasa sudah sembuh

 Malas berobat/ kurang motivasi

c. Penyakit

 Lesi paru yang terlalu luas/ sakit berat

 Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis

 Adanya gangguan imunologis pada kehamilan


Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan, antara lain:
6,10

a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur:

- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara

pemberiannya.
- Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal maka pertimbangkan pengobatan dengan

pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.

b. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur:

- Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap bulan.

- Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih

sensitif.

PENANGANAN BAYI BARU LAHIR YANG DARI IBU YANG MENDERITA


TUBERKULOSIS

Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis harus dipisahkan

segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologis ibu negatif dan bayi sudah mempunyai

daya tahan tubuh yang cukup. Sebanyak 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita

tuberkulosis aktif menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka profilaksisnya dengan

memberikan isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan

pemeriksaan foto thorax dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu

dilakukan vaksinasi Bacil Calmatte Geurine (BCG).7,10

Vaksi BCG merupakan termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari

Mycobacterium bovis yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua bayi yang baru

lahir harus divaksinasi pada hari pertama kelahiran dengan dosis 0,1 ml intrakutan pada regio

deltoid. Setelah 6 bulan, papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut

seumur hidup.1,6
PROGNOSIS

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan

adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu,

mengurangi efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang

terjadi pada bayi yang baru lahir. Pada wanita hamil dengan tuberkulosis aktif yang diobati

secara adekuat, secara umum tuberkulosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap

kehamilan. Prognosis pada wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil 6.
BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan

adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu,

mengurangi efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang

terjadi pada bayi yang baru lahir.

Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis harus dipisahkan

segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologis ibu negatif dan bayi sudah mempunyai

daya tahan tubuh yang cukup. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan foto thorax

dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi Bacil

Calmatte Geurine (BCG).1,6

Obat anti tuberkulosis yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yaitu obat lini pertama

dan lini kedua. Obat lini pertama, kecuali Streptomisin dapat digunakan pada tuberkulosis

pada kehamilan. Penggunaan streptomisin dan obat lini kedua (kanamisin, etionamid,

kapreomisin) sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan terjadi

pada janin, kecuali dalam keadaan resistensi beberapa obat. 1,2

Pada wanita hamil dengan tuberkulosis aktif yang diobati secara adekuat, secara

umum tuberkulosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan. Prognosis

pada wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil 6.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
3. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.
4. Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS,
Bagian Pertama (Obstetri). Edisi 2. Bagian Obgin RSHS. 2005.
5. Sulaiman Sastrawinata, dkk. Obstetri Patologi. Cetakan Pertama. EGC: Jakarta. 2005.
6. Cuningham, F.Gary.2005.Obtetri William. Jakarta. EGC Mansjoer, Arif. 2001.
7. Kapita Selekta Kedokteran 1. Jakarta. Media Aesculapsus. Mochtar, Rustam. 1998.
8. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2008.
9. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT.Bina Pustaka Somantri, Irman. 2007.
10. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta.
Salemba Medika http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru/

Anda mungkin juga menyukai