Anda di halaman 1dari 51

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH 2017

OPTIMALISASI SUMBER DAYA MANUSIA USIA PRODUKTIF DALAM


MENGHADAPI INDONESIA EMAS 2045

Diusulkan Oleh :

(Rina Wahyuningsih/14611079/2014)
(Zarina Ulfa/14611212/2014)
(Eka Rusnita/14611113/2014)

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


YOGYAKARTA
2017

i
ii
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan limpahan rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul “Optimalisasi Sumber Daya Manusia Usia Produktif
Dalam Menghadapi Indonesia Emas 2045”. Meskipun banyak rintangan dan
hambatan yang penulis alami dalam proses pembuatan karya ilmiah ini, namun
penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam pembuatan karya
ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi kita bersama.

Yogyakarta, 7 Juni 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
RINGKASAN .................................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tenaga Kerja ........................................................................................... 4


2.2 Pengangguran .......................................................................................... 4
2.3 Konsep Indonesia Emas 2045 ................................................................. 5
2.4 Statistika Spasial ..................................................................................... 5
2.5 Matriks Contiguity .................................................................................. 6
2.6 Matriks Pembobot Spasial....................................................................... 7
2.7 Autokorelasi Spasial................................................................................ 9
2.7.1 Moran’s I ....................................................................................... 9
2.7.2 Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA) ....................... 11
2.8 Moran’s Scatterplot ................................................................................. 12
2.9 Peta Tematik ........................................................................................... 13
2.10 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 13

BAB III. METODOE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel ............................................................................... 15

iv
3.2 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 15
3.3 Metode Analisis Data .............................................................................. 15
3.4 Batasan Masalah...................................................................................... 16

BAB IV. PEMBAHASAN

4.1 Analisis Deskriptf Jumlah Pengangguran di Indonesia .......................... 17


4.2 Autokorelasi Spasial dan Pola Spasial .................................................... 18
4.3 Moran’s Scatterplot ................................................................................. 21
4.4 Analisis Pengelompokan Pengangguran di Indonesia ............................ 24
4.5 Analisis Pengangguran di Indonesia ....................................................... 27

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 30


5.2 Saran ........................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31


LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Moran’s I .......................................................... 18


Tabel 4.2 Uji Signifikansi Jumlah Pengangguran ...................................... 19
Tabel 4.3 Hasil Pengujian LISA Tahun 2013.............................................. 19
Tabel 4.4 Hasil Pengujian LISA Tahun 2014 ............................................. 20
Tabel 4.5 Hasil Pengujian LISA Tahun 2015.............................................. 20
Tabel 4.6 Moran’s Scatterplot Tahun 2013................................................. 22
Tabel 4.7 Moran’s Scatterplot Tahun 2014 ................................................ 23
Tabel 4.8 Moran’s Scatterplot Tahun 2015 ................................................ 24

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Tentang Ketenagakerjaan.......................................... 4


Gambar 2.2 Rook Contiguity.................................................................... 8
Gambar 2.3 Bishop Contiguity................................................................. 8
Gambar 2.4 Queen Contiguity ................................................................. 8
Gambar 2.5 Moran’s Scatterplot .............................................................. 12
Gambar 4.1 Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2013-2015......... 17
Gambar 4.2 Moran’s Scatterplot Jumlah Pengangguran tahun 2013 ...... 22
Gambar 4.3 Moran’s Scatterplot Jumlah Pengangguran tahun 2014 ...... 23
Gambar 4.4 Moran’s Scatterplot Jumlah Pengangguran tahun 2015 ...... 24
Gambar 4.5 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2013 ........................ 25
Gambar 4.6 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2014 ......................... 26
Gambar 4.7 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2015 ......................... 27

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Hipotesis Pengangguran di Indonesia


Lampiran 2. Biodata Ketua
Lampiran 3. Biodata Anggota 1
Lampiran 4. Biodata Anggota 2

viii
RINGKASAN

Dalam menuju kemerdekaan Indonesia ke 100 tahun yaitu pada tahun 2045,
dicanangkan sebuah tema Menuju Indonesia Emas. Program 100 tahun
kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak
Indonesia Emas pada saat peringatannya dan realitasnya. Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penduduk yang besar. Di satu sisi, jumlah penduduk yang
besar merupakan modal dasar dalam mencapai tujuan pembangunan nasional,
namun disisi lain dengan pengelolaan yang tidak tepat, jumlah penduduk yang besar
akan menimbulkan masalah kependudukan. Salah satu masalah yang sangat krusial
adalah masalah ketenagakerjaan yaitu pengangguran. Pada penelitian ini
menggunakan variabel jumlah pengangguran di 33 provinsi di Indonesia, kecuali
Provinsi Kalimantan Utara. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat bagaimana
persebaran pengangguran di Indonesia tahun 2013-2015 sehingga dapat diketahui
pola pengelompokan pengangguran di setiap provinsi di Indonesia, sehingga akan
diketahui prioritas daerah yang membutuhkan lapangan pekerjaan untuk setiap
wilayah untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang akan berpengaruh
terhadap kesejahteraan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengujian spasial dengan menggunakan Moran’s I, LISA (Local Indicator of
Spatial Autocorrelation) dan Moran’s Scatterplot. Hasil analisis yang didapatkan
yaitu pada pengujian Moran’s I jumlah pengangguran tahun 2013-2015, semua
bernilai positif dan I > I0, hal ini menunjukkan adanya tingkat ketergantungan
spasial berupa autokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki
kesamaan karakteristik pada lokasi yang berdekatan. Sedangkan hasil pengujian
LISA didapatkan hasil bahwa antara tahun 2013-2015 terdapat pengelompokan
pengangguran yang sama pada daerah yang signifikan, dimana dalam jangka 3
tahun tersebut pengangguran masih dominan pada provinsi-provinsi yang berada di
pulau Jawa antara lain provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil Moran’s Scatterplot terdapat pola yang tetap antara tahun 2013-
2015, dimana kuadran I dihuni oleh provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa.
Pulau jawa masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mencari
pekerjaan karena pandangan bahwa Pulau Jawa merupakan pusat industri dan juga
pusat pemerintahan yang pasti akan tersedia banyak lapangan pekerjaan. Namun
kenyataannya pengangguran terbesar mengelompok di pulau jawa. Hal ini harus
menjadi perhatian pemerintah apakah ada yang salah dalam pembangunan ekonomi
nasional dalam hal ini pemerataan pendapatan antar wilayah di Indonesia. Selain
itu Peningkatan jumlah pengangguran usia muda produktif merupakan salah satu
masalah dimana terdapat kekeliruan paradigma bahwa penduduk usia muda kurang
menarik dan gengsi jika bekerja di sektor pertanian. Alhasil semua ingin bekerja di
sektor non-pertanian seperti industri, perdagangan, pemerintahan, perbankan dll,
dimana ada anggapan bahwa bekerja di sektor non-pertanian lebih menjanjikan atau
memiliki insentif ekonomi yang lebih tinggi ketimbang bekerja di sektor pertanian.

Kata kunci : Indonesia Emas, Pengangguran, Analisis Spasial, Pulau Jawa

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 alinea kedua yaitu
ingin mewujudkan suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Setelah 71 tahun Indonesia merdeka pencapaian cita-cita ini belum
sepenuhnya terpenuhi, meskipun sekarang telah terjadi kemajuan dan capaian yang
di raih di bidang politik, keamanan, ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dalam
menuju kemerdekaan Indonesia ke 100 tahun yaitu pada tahun 2045, dicanangkan
sebuah tema Menuju Indonesia Emas. Program 100 tahun kemerdekaan Republik
Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak Indonesia Emas pada saat
peringatannya dan realitasnya. Indonesia Emas dimaknai dengan kondisi negara
yang maju, makmur, modern dan madani yang dihuni oleh masyarakat yang
berperadaban seperti yang dimaksud. Pada periode tersebut, bangsa kita dikaruniai
potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar
biasa. Jika kesempatan emas tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik,
populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut akan menjadi bonus
demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Sebaliknya jika
kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia akan
mengalami masalah yang krusial yakni masalah ketenagakerjaan, karena tingginya
jumlah usia produktif namun tidak diimbangi dengan ketersediaanya lapangan
pekerjaan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar
didunia setelah Tiongkok, India dan Amerika Serikat, dimana jumlah penduduk
Indonesia pada sensus penduduk tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa. Di satu
sisi, jumlah penduduk yang besar merupakan modal dasar dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional, namun disisi lain dengan pengelolaan yang tidak tepat,
jumlah penduduk yang besar akan menimbulkan masalah kependudukan. Salah satu
masalah yang sangat krusial adalah masalah ketenagakerjaan. Masalah
ketenagakerjaan yang sampai saat ini masih menjadi perhatian serius pemerintah
2

adalah pengangguran. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat


perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja
yang disebabkan karena rendahnya pertumbuhan lapangan kerja. Pengangguran
menjadi masalah penting karena dengan jumlah pengangguran yang tinggi akan
saling berkaitan dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan
kemiskinan serta berdampak terhadap timbulnya berbagai masalah kerawanan
sosial di suatu wilayah.
Masalah pengangguran dan tenaga kerja di Indonesia masih menjadi masalah
yang serius untuk ditangani. Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
kurangnya keterampilan masyarakat dan melambatnya pergerakan roda ekonomi
menjadikan angka pengangguran di Indonesia terus meningkat. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu satu tahun yakni 2014-2015, tingkat
pengangguran di Indonesia mengalami pertambahan sebanyak 300 ribu orang dan
pada Februari 2015 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,4 juta orang
(Diakses melalui http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2015050 5150630-78-
51318/ekonomi-melambat-pengangguran-indonesia-bertambah/. Pada tanggal 24
Mei 2017). Sementara itu, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2014
mencapai 121,87 juta orang, yang pada Agustus 2013 sebesar 120,17 juta orang.
Selain jumlah angkatan kerja meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
pada Februari hingga Agustus 2014 juga mengalami peningkatan dari 5,70% naik
menjadi 5,94%. (Badan Pusat Statistik, 2014)
Untuk mendukung pengurangan jumlah pengangguran, maka perlu dilakukan
optimalisasi terhadap sumber daya manusia khususnya penduduk usia produktif,
hal ini juga merujuk pada pada UUD RI tahun 1945 pasal 27 ayat 2 bahwa tiap-tiap
warga negara berhak akan penghidupan dan pekerjaan yang layak. Untuk
mengetahui bagaimana persebaran pengangguran di setiap provinsi di Indonesia
pada tahun 2013-2015 dapat dilakukan dengan pengujian spasial. Pengujian spasial
menggunakan data yang memuat adanya informasi lokasi atau geografis suatu
wilayah. Selain itu pada pengujian spasial dapat digunakan untuk mengetahui pola
pengelompokan provinsi yang memiliki jumlah pengangguran tertentu. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut
3

dengan judul “Optimalisasi Sumber Daya Manusia Usia Produktif dalam


Menghadapi Indonesia Emas 2045”.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui persebaran dan
pola ketergantungan pengangguran usia produktif antar provinsi di Indonesia tahun
2013-2015 dan solusi dalam pengoptimalisasian sumber daya manusia usia
produktif dalam menghadapi Indonesia emas 2045

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui pola
pengelompokan pengangguran di setiap provinsi di Indonesia, sehingga akan
diketahui prioritas daerah yang membutuhkan lapangan pekerjaan untuk setiap
wilayah di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang
akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut menjadi salah
satu langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai Indonesia Emas pada tahun
2045.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja atau usia
produktif, yakni antara 15 sampai 64 tahun. Menurut UU No. 13 tahun 2003, pasal
1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.

2.2 Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik, pengangguran adalah istilah untuk orang yang
tidak bekerja sama sekali, sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha,
atau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Data pengangguran
dikumpulkan oleh BPS melalui survei rumah tangga, pada Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang khusus dirancang untuk
mengumpulkan data ketenagakerjaan secara periodik. Saat ini Sakernas
diselenggarakan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Skema
tentang ketenagakerjaan pada Gambar 2.1.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Gambar 2.1 Skema tentang ketenagakerjaan.
5

2.3 Konsep Indonesia Emas 2045


Cita-cita bangsa Indonesia adalah menjadi negara besar, kuat, disegani dan
dihormati keberadaannya di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Setelah 71
tahun Indonesia merdeka pencapaian cita-cita ini belum sepenuhnya terpenuhi,
meskipun sekarang telah terjadi kemajuan dan capaian yang telah di raih di bidang
politik, keamanan, ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Kita semua menyadari
bahwa hanya melalui pendidikan, bangsa kita menjadi maju dan dapat mengejar
ketertinggalan dari bangsa lain, baik dalam bidang sains dan teknologi maupun
ekonomi. Program 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045
diharapkan menjadi tonggak Indonesia Emas pada saat peringatannya dan
realitasnya. Indonesia Emas dimaknai dengan kondisi negara yang maju, makmur,
modern dan madani yang dihuni oleh masyarakat yang berperadaban seperti yang
dimaksud. Pada periode tersebut, bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya
luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia
merdeka tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, populasi usia
produktif akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat
berharga. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk
mewujudkan hal itu menjadi sangat penting agar bangsa kita dapat mengejar
ketertinggalan dari bangsa lain, baik dalam bidang sains dan teknologi maupun
bidang ekonomi, (Wibowo, 2012)

2.4 Statistika Spasial


Menurut Banerjee (2004) dalam Wuryandari (2014), Statistika spasial adalah
metode statistika yang digunakan untuk menganalisis data spasial. Data spasial
merupakan data yang memuat informasi lokasi, jadi tidak hanya apa yang diukur
tetapi menunjukkan lokasi dimana data itu berada. Sedangkan menurut Budiyanto
(2010) dalam Wuryandari (2014), data-data spasial dapat berupa informasi
mengenai lokasi geografi seperti letak garis lintang dan garis bujur dari masing-
masing wilayah dan perbatasan antar daerah. Secara sederhana data spasial
dinyatakan sebagai informasi alamat. Dalam bentuk yang lain, data spasial
6

dinyatakan dalam bentuk grid koordinat seperti dalam sajian peta ataupun dalam
bentuk pixel seperti dalam bentuk citra satelit. Dengan demikian pendekatan
analisis statistika spasial biasa disajikan dalam bentuk peta tematik.
Hukum pertama tentang geografi oleh W Tobler, mengemukakan bahwa
semua hal saling berkaitan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat akan
lebih berkaitan dari pada yang berjauhan. Hukum inilah yang menjadi pilar
mengenai kajian sains regional, sehingga dapat disimpulkan bahwa efek spasial
merupakan hal yang wajar terjadi antara satu daerah dengan daerah yang lainnya.
Menurut Kosfeld (2006) dalam Wuryandari (2014), informasi lokasi dapat
diketahui dari dua sumber antara lain yaitu:
1. Hubungan Ketetanggaan (neighborhood)
Hubungan ketetanggaan mencerminkan lokasi relatif dari satu unit spasial
atau lokasi ke lokasi yang lain dalam ruang tertentu. Hubungan ketetanggaan
dari unit-unit spasial biasanya dibentuk berdasarkan peta. Ketetanggaan dari
unit-unit spasial ini diharapkan dapat mencerminkan derajat ketergantungan
spasial yang tinggi jika dibandingkan dengan unit spasial yang letaknya
terpisah jauh.

2. Jarak (distance)
Lokasi yang terletak dalam suatu ruang tertentu dengan adanya garis
lintang dan garis bujur menjadi sebuah sumber informasi. Informasi inilah yang
digunakan untuk menghitung jarak antar titik yang terdapat dalam ruang.
Diharapkan kekuatan ketergantungan spasial akan menurun sesuai dengan
jarak yang ada.

2.5 Matriks Contiguity


Menurut Lee dan Wong (2001) dalam Yoli (2007) mendefinisikan matriks
contiguity adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah atau
matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Jika daerah i
saling berdekatan atau berbatasan langsung dengan daerah j, maka unsur (i,j) diberi
nilai 1. Sedangkan jika daerah i tidak saling berdekatan dengan daerah j, maka unsur
(i,j) diberi nilai 0, sehingga matriks ini disebut juga dengan binary matrix. Lee dan
7

Wong juga menyebut binary matrix atau matriks contiguity ini sebagai connectivity
matrix yang dinotasikan dengan C, dan cij merupakan nilai dalam matriks baris ke-
i dan kolom ke-j.
Matriks C mempunyai beberapa karakteristik yang menarik. Pertama, semua
diagonalnya cij adalah 0, karena diasumsikan bahwa suatu unit daerah tidak
berdekatan dengan dirinya sendiri. Kedua, matriks C adalah matriks simetrik
dimana cij = cji. Ketiga, baris dalam matriks C menunjukkan bagaimana suatu
daerah berhubungan spasial dengan daerah lain. Oleh karena itu, jumlah nilai pada
suatu baris ke-i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah ke-i. Notasi
penjumlahan baris adalah :
ci = ∑𝑛j=1 𝑐𝑖𝑗 (2.1)
dengan :
ci = Total nilai baris ke-i
𝑐𝑖𝑗 = Nilai pada baris ke-i kolom ke-j

2.6 Matriks Pembobot Spasial


Menurut Lee dan Wong (2001) dalam Yoli (2007), jika ada n unit daerah
dalam pengamatan, maka dapat digunakan matriks pembobot spasial yang
berukuran n x n untuk menentukan hubungan kedekatan antar unit daerah. Setiap
unit daerah digambarkan sebagai baris dan kolom. Nilai 1 dan 0 digunakan sebagai
matriks untuk menggambarkan kedekatan antar daerah.
Matriks pembobot spasial disebut juga dengan Row Standarized Matrix yang
dinotasikan dengan W, 𝑤𝒊𝒋 merupakan nilai dalam matriks pada baris ke-i dan
kolom ke-j. Nilai 𝑤𝒊𝒋 menggambarkan pengaruh alami yang diberikan daerah ke-j
untuk daerah ke-i. Sehingga matriks pembobot spasial dapat dikatakan sebagai
matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antar lokasi.
Untuk dapat melihat seberapa besar pengaruh masing-masing tetangga
terhadap suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu
dengan total nilai daerah tetangganya, sehingga akan menghasilkan nilai pembobot
(𝑤𝒊𝒋 ) untuk setiap lokasi yang bertetangga.
8

𝑐𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 = (2.2)
𝑐𝑖.

Menurut Kosfeld (2006) dalam Wuryandari (2014), pada grid umum


ketetanggaan dapat didefinisikan dalam beberapa cara, yaitu:
a. Rook Contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling
bersinggungan dan sudut tidak diperhitungkan. Ilustrasi rook contiguity
dilihat pada Gambar 2.2, dimana unit B1, B2, B3, dan B4 merupakan tetangga
dari unit A.

Gambar 2.2 Rook contiguity.

b. Bishop Contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sudut-sudut yang saling
bersinggungan dan sisi tidak diperhitungkan. Ilustrasi untuk bishop contiguity
dilihat pada Gambar 2.3, dimana unit C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga
dari unit A

Gambar 2.3 Bishop contiguity.

c. Queen Contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling
bersinggungan dan sudut juga diperhitungkan. Ilustrasi untuk queen
contiguity dapat dilihat pada Gambar 2.4 dimana unit B1, B2, B3, dan B4
serta C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga dari unit A

Gambar 2.4 Queen contiguity.


9

2.7 Autokorelasi Spasial


Autokorelasi spasial adalah taksiran dari korelasi antar nilai amatan yang
berkaitan dengan lokasi spasial pada variabel yang sama. Autokorelasi spasial
positif menunjukkan adanya kemiripan nilai dari lokasi-lokasi yang berdekatan dan
cenderung berkelompok. Sedangkan autokorelasi spasial yang negatif
menunjukkan bahwa lokasi-lokasi yang berdekatan mempunyai nilai yang berbeda
dan cenderung menyebar.
Pengukuran autokorelasi spasial untuk data spasial dapat dihitung
menggunakan metode Moran’s Index (Indeks Moran), Geary’s C, dan Tango’s
excess.

2.7.1 Moran’s I
Menurut Kosfeld (2006) dalam Wuryandari (2014) Indeks Moran (Moran’s I)
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menghitung autokorelasi
spasial secara global. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi permulaan dari
keacakan spasial. Keacakan spasial ini dapat mengindikasikan adanya pola-pola
yang mengelompok atau membentuk tren terhadap ruang.
Menurut Lee dan Wong (2001) dalam Kartika (2007), indeks Moran dapat diukur
dengan persamaan sebagai berikut :
𝑛 ∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑥𝑗 − 𝑥̅ )
𝐼= ∑𝑛 𝑛 𝑛 2
(2.3)
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ∑𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )

dengan :
I : Indeks Moran
n : banyaknya pengamatan (daerah)
𝑥𝑖 : nilai pengamatan pada lokasi ke-i
𝑥𝑗 : nilai pengamatn pada lokasi ke-j
𝑥̅ : rata-rata dari 𝑥𝑖 dari n lokasi
𝑤𝑖𝑗 : elemen matriks contiguity antara lokasi ke-i dan lokasi ke-j

Rentang nilai dari Indeks Moran dalam kasus matriks pembobot spasial
terstandarisasi adalah -1 ≤ I ≤ 1. Nilai -1 ≤ I < 0 menunjukkan adanya autokorelasi
spasial negatif, sedangkan nilai 0 < I ≤ 1 menunjukkan adanya autokorelasi spasial
10

positif. Nilai Indeks Moran bernilai nol mengindikasikan nilai pengamatan tidak
berkelompok.
Hipotesis uji satu arah dari autokorelasi spasial adalah :
𝐻0 : I = 0 (Tidak ada autokorelasi spasial)
Sedangkan hipotesis alternatifnya (𝐻1 ≠ 0) yaitu:
1. 𝐻1 : I > 0 (Terdapat autokorelasi spasial positif)
2. 𝐻1 : I < 0 (Terdapat autokorelasi spasial negatif)

Menurut Lee dan Wong (2001) dalam Yoli (2007) statistik uji dari Indeks
Moran’s diturunkan dalam bentuk statistik peubah acak normal baku. Hal ini
didasarkan pada teori Dalil Limit Pusat dimana untuk n yang besar dan ragam
diketahui maka Z(I) akan menyebar normal baku dengan Z(I) adalah:
𝐼−𝐸(𝐼)
𝑍(𝐼) = (2.4)
√𝑉𝐴𝑅(𝐼)

dengan :
I = Indeks Moran
Z(I) = Nilai statistik uji Indeks Moran
E(I) = Nilai harapan dari Indeks Moran
VAR(I) = Ragam dari Indeks Moran

dengan:
−1
𝐸(𝐼) = (𝑛−1) (2.5)
𝑛2 𝑆1 −𝑛𝑆2 +3(𝑆0 )2
𝑉𝐴𝑅 (𝐼) = (2.6)
(𝑆0 )2 (𝑛2 −1)

dengan:
𝑆0 = ∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (2.7)
∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1(𝑤𝑖𝑗 +𝑤𝑗𝑖 )
2
𝑆1 = (2.8)
2

𝑆2 = ∑𝑛𝑖=1(𝑤𝑖. + 𝑤.𝑖 )2 (2.9)

dengan:
𝑤𝑖𝑗 = Elemen matriks contiguity
𝑤𝑖. = Total nilai baris ke-i matriks contiguity
11

𝑤.𝑖 = Total nilai kolom ke-i matriks contiguity

Dengan kriteria pengambilan keputusan tolak 𝐻0 jika nilai |Z(I)| > 𝑍(𝛼). Sehingga
dapat disimpulkan terdapat autokorelasi spasial.

2.7.2 Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)


Selain untuk menghitung autokorelasi secara global, Indeks Moran juga dapat
digunakan untuk pengidentifikasian koefisien autokorelasi secara lokal (local
autocorrelation) atau korelasi spasial pada setiap daerah. Semakin tinggi nilai lokal
Indeks Moran memberikan informasi bahwa wilayah yang berdekatan memiliki
nilai yang hampir sama atau membentuk suatu penyebaran yang mengelompok.
Identifikasi Indeks Moran tersebut adalah Local Indicator of Spatial
Autocorrelation (LISA), Lee dan Wong (2001) dalam Bekti (2012). Indeks LISA
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
𝐼 = 𝑧𝑖 ∑𝑛𝑖=1 𝑤𝑖𝑗 𝑧𝑗 (2.10)
dengan:
𝑥𝑖 −𝑥̅ 𝑥𝑗 −𝑥̅
𝑧𝑖 =
𝜎𝑥
𝑧𝑗 = (2.11)
𝜎𝑥

𝜎𝑥 adalah nilai standar deviasi dari variabel 𝑥.


Pengujian terhadap parameter I adalah sebagai berikut:
𝐻0 : I = 0 (Tidak ada autokorelasi spasial)
Sedangkan hipotesis alternatifnya (𝐻1 ≠ 0) yaitu:
1. 𝐻1 : I > 0 (Terdapat autokorelasi spasial positif)
2. 𝐻1 : I < 0 (Terdapat autokorelasi spasial negatif)

Statistik uji:
𝐼−𝐸(𝐼)
𝑍(𝐼) = (2.12)
√𝑉𝐴𝑅(𝐼)

dengan:
𝟏
𝐸 (𝐼) = 𝐼0 = − (2.13)
𝒏−𝟏

keterangan:
𝑤𝑖𝑗 = Matriks pembobot
12

𝑉𝑎𝑟(𝐼) = Ragam dari Indeks Moran


E(I) = Nilai harapan dari Indeks Moran

2.8 Moran’s Scatterplot


Moran’s Scatterplot adalah alat yang digunakan untuk melihat hubungan
antara nilai pengamatan yang terstandarisasi dengan nilai rata-rata tetangga yang
sudah terstandarisasi. Jika digabungkan dengan garis regresi maka hal ini dapat
digunakan untuk mengetahui derajat kecocokan dan mengidentifikasi adanya
outlier. Moran’s Scatterplot dapat digunakan untuk mengidentifikasi keseimbangan
atau pengaruh spasial (Anselin dalam Wuryandari, 2014). Tipe-tipe hubungan
spasial dapat dilihat dari Gambar 2.5

Gambar 2.5 Moran’s scatterplot.

Scatterplot terdiri atas empat kuadran, yaitu:


1. Kuadran I (High-High), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai
amatan tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi.
2. Kuadran II (Low-High), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai
amatan rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan tinggi.
3. Kuadran III (Low-Low), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai
amatan rendah dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan
rendah.
4. Kuadran IV (High-Low), menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai
amatan tinggi dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah.
13

2.9 Peta Tematik


Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) dalam Yoli (2007), Peta tematik
adalah gambaran dari sebagian permukaan bumi yang dilengkapi dengan informasi
tertentu, baik diatas permukaan bumi maupun dibawah permukaan bumi yang
mengandung tema tertentu. Peta tematik biasanya mencerminkan hal-hal yang
khusus. Selain itu peta tematik merupakan peta yang memberikan suatu informasi
mengenai tema tertentu, baik data kualitatif maupun data kuantitatif. Peta tematik
sangat erat kaitannya dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) karena pada
umumnya output proyek SIG adalah berupa peta tematik, baik berbentuk digital
maupun masih berbentuk peta kertas. Ada banyak cara dalam menampilkan tema
yang digambarkan melalui peta tematik, antara lain dengan warna, tekstur, pie chart
ataupun bar chart. Salah satu contoh dari peta tematik adalah peta jenis tanah dan
peta kesesuaian lahan.

2.10 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Rokhana Dwi Bekti (2012) dengan judul
“Autokorelasi Spasial untuk Identifikasi Pola Hubungan Kemiskinan di Jawa
Timur”, mempunyai tujuan untuk memberikan informasi penting dalam
menganalisis hubungan karakteristik kemiskinan antar wilayah di Jawa Timur.
Metode yang digunakan adalah uji Moran’s I dan Local Indicator of Spatial
Autocorrelation (LISA). Adapun hasil analisis yang didapatkan yaitu melalui uji
Moran’s I, terdapat autokorelasi spasial atau pola yang mengelompok dan memiliki
kesamaan karakteristik pada lokasi yang berdekatan yaitu pada persentase
penduduk miskin di Jawa Timur, baik tahun 2006 dan 2007. Sedangkan hasil
pengujian LISA, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengelompokan kabupaten
/kota yang signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Triastuti Wuryandari, Abdul Hoyyi, Dewi
Setya Kusumawardani dan Dwi Rahmawati (2014) dengan judul “Identifikasi
Autokorelasi Spasial pada Jumlah Pengangguran di Jawa Tengah Menggunakan
Indeks Moran”, mempunyai tujuan untuk melihat keterkaitan jumlah pengangguran
di suatu daerah yang diperkirakan dipengaruhi oleh jumlah pengangguran di daerah
14

sekitarnya. Adapun hasil analsis yang didapatkan yaitu berdasarkan perhitungan


nilai indeks moran, didapatkan nilai indeks moran I = 0,0614 sehingga
menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif namun korelasinya dapat
dikatakan lemah karena mendekati nol, sehingga menyebabkan tidak adanya
autokorelasi spasial pada pengujian Indeks Moran. Berdasarkan pengujian
signifikansi Indeks Moran didapatkan kesimpulan bahwa antar kabupaten satu
dengan lainnya tidak memiliki kemiripan nilai atau mengindikasikan bahwa
pengangguran antar kabupaten di Jawa Tengah tidak saling berkorelasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah pengangguran di
Indonesia, sedangkan sampel yang digunakan adalah jumlah pengangguran di 33
provinsi (kecuali Kalimantan Utara) pada tahun 2013-2015. Adapun provinsi-
provinsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
Aceh Jawa Barat Kalimantan Timur
Sumatera Utara Jawa Tengah Sulawesi Utara
Sumatera Barat D.I. Yogyakarta Sulawesi Tengah
Riau Jawa Timur Sulawesi Selatan
Jambi Banten Sulawesi Tenggara
Sumatera Selatan Bali Gorontalo
Bengkulu Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat
Lampung Nusa Tenggara Timur Maluku
Kep. Bangka Belitung Kalimantan Barat Maluku Utara
Kep. Riau Kalimantan Tengah Papua Barat
DKI Jakarta Kalimantan Selatan Papua

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu melalui pencatatan data sekunder dengan menggunakan
dokumen atau data tertulis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang jumlah
pengangguran di 33 provinsi di Indonesia tahun 2013-2015.

3.3 Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pola
spasial, dimana hanya menggunakan satu variabel penelitian dengan rentang waktu
tertentu untuk melihat polanya. Pengolahan data menggunakan software Microsoft
Excel, GeoDa dan Arcview.
16

Adapun tahapan analisis data yaitu sebagai berikut:


1. Mendeskripsikan data jumlah pengangguran di 33 provinsi di Indonesia
tahun 2013-2015
2. Menghitung dan menganalisis ukuran autokorelasi spasial dengan
menggunakan Moran’s I
3. Menghitung dan menganalisis ukuran autokorelasi spasial dengan
menggunakan LISA (Local Indicator of Spatial Autocorrelation)
4. Membuat dan menganalisis Moran Scatterplot.
5. Membuat dan menganalisis peta tematik berdasarkan pengelompokan
jumlah pengangguran di setiap provinsi di Indonesia tahun 2013-2015
6. Membandingkan pola yang terbentuk dari tahun ke tahun.

3.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari
Badan Pusat Statistik
2. Variabel yang digunakan adalah jumlah pengangguran setiap provinsi di
Indonesia kecuali Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2013-2015
3. Kriteria ketetanggaan yang digunakan adalah Queen Contiguity, yaitu
daerah pengamatan ditentukan berdasarkan persinggungan sisi maupun
sudutnya
4. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%
5. Software yang digunakan adalah Microsoft Excel, GeoDA dan Arcview.
BAB IV
PEMBAHASAN

Masalah ketenagakerjaan yang sampai saat ini masih menjadi perhatian serius
pemerintah adalah pengangguran. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari
tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan
penyerapan tenaga kerja yang disebabkan karena rendahnya pertumbuhan lapangan
kerja. Berikut ini pembahasan tentang jumlah pengangguran di Indonesia pada
tahun 2013-2015.

4.1 Analisis Deskriptif Jumlah Pengangguran di Indonesia

Gambar 4.1 Grafik jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2013-2015.

Berdasarkan Gambar 4.1 beberapa provinsi memiliki jumlah pengangguran


diatas rata-rata nasional, antara lain yaitu Provinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten. Adapun 3 provinsi dengan
jumlah pengangguran tertinggi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur sedangkan untuk 3 provinsi dengan jumlah pengangguran terendah yaitu
Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Dominasi provinsi dengan
jumlah pengangguran tertinggi berada di pulau Jawa. Beberapa penyebabnya antara
lain jumlah penduduk yang sangat tinggi, faktor adanya PHK (Pemutus Hubungan
Kerja) karena perusahaan tergantung dengan impor, sehingga terjadi penghematan
18

ongkos produksi, serta daya serap yang menururn karena peningkatan jumlah
angkatan kerja (Suhariyanto dalam http://bisniskeuangan.kompas.com)
Berdasarkan Gambar 4.1 terdapat perbedan jumlah pengangguran yang
signifikan antara pengangguran-pengangguran yang ada di provinsi-provinsi di
Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa. Hal ini dapat diartikan bahwa terjadi
ketimpangan pemerataan ekonomi antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa.
Pulau Jawa masih menjadi daya tarik untuk mencari pekerjaan bagi sebagian besar
orang, namun secara kenyataannya jumlah lapangan pekerjaan tidak sebanding
dengan jumlah angkatan kerja, sehingga menyebabkan pengangguran di Indonesia
didominasi oleh penduduk yang berada di Pulau Jawa.

4.2 Autokorelasi Spasial dan Pola Spasial


a. Moran’s I (Indeks Moran)
Morans’I merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghitung
dependensi spasial yaitu untuk menentukan autokorelasi spasial antar lokasi
pengamatan. Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan nilai E(I) atau I0 sebesar -0,031.
Pada variabel jumlah pengangguran tahun 2013-2015 semua nilai Moran’s I positif
dan I > I0, hal ini menunjukkan adanya tingkat ketergantungan spasial berupa
autokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki kesamaan
karakteristik pada lokasi yang berdekatan.

Tabel 4.1 Hasil pengujian Moran’I


Variabel Tahun Moran’s I
2013 0,547581
Jumlah Pengangguran 2014 0,544926
2015 0,488308
𝟏 𝟏
I0 = − 𝒏−𝟏 = − 𝟑𝟑−𝟏 = - 0,031

Selain membandingkan nilai Moran’s I dengan I0, untuk melihat


autokorelasi spasial antar daerah pengamatan, dapat dilakukan dengan pengujian
signifikansi yaitu dengan pendekatan distribusi normal. Berdasarkan Tabel 4.2
dengan hipotesis awal (H0) yaitu tidak terdapat autokorelasi spasial antar daerah
pengamatan dan hipotesis alternatifnya (H1) terdapat autokorelasi spasial antar
19

daerah pengamatan, didapatkan keputusan tolak H0 untuk variabel jumlah


pengangguran tahun 2013-2015. Hal ini dikarenakan nilai Zhitung > Z 𝜶 untuk 𝜶 =
5%. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
autokorelasi spasial antar daerah pengamatan yaitu adanya kemiripan pada lokasi-
lokasi yang berdekatan dan cenderung mengelompok. Untuk uji hipotesis
lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 4.2 Uji Signifikansi Jumlah Pengangguran


Tahun I E(I) Var(I) Z Z(𝜶 = Keputusan
𝟓%)
2013 0,547581 -0,031 0,066231 2,018854 1,960 Tolak H0
2014 0,544926 -0,031 0,066231 2,249172 1,960 Tolak H0
2015 0,488308 -0,031 0,066231 2,238855 1,960 Tolak H0

b. Analisis Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA)


Hasil pengujian Moran’s I global, secara umum belum dapat memberikan
informasi lokasi pengelompokan jumlah pengangguran di Indonesia. Untuk
mengetahui signifikansi autokorelasi spasial secara lokal dapat dilakukan melalui
pengujian Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA). Dari pengujian ini
didapatkan signifikansi hubungan secara lokal pada masing-masing provinsi di
Indonesia. Berikut merupakan hasil pengujian LISA pada variabel jumlah
pengangguran di Indonesia tahun 2013-2015.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian LISA Tahun 2013


Provinsi I P-Value α
Sulawesi Selatan 0,0614656 0,0033
D.I. Yogyakarta -0,8932 0,023
Banten 1,8847135 0,008
0,05
Jawa Barat 5,0922951 0,002
Jawa Tengah 3,9713472 0,003
DKI Jakarta 1,6424218 0,006

Tabel 4.3 merupakan hasil pengujian LISA untuk jumlah pengangguran


yang ada di Indonesia tahun 2013. Pada pengujian signifikansi, apabila nilai p-value
kurang dari nilai α, maka daerah tersebut signifikan yang artinya terdapat
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran. Berdasarkan tabel
20

tersebut pada uji signifikansi dengan α 5%, provinsi yang signifikan adalah
Provinsi Sulawesi Selatan, D.I Yogyakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
DKI Jakarta. Berdasarkan pengujian LISA tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran pada provinsi yang
signifikan tersebut.

Tabel 4.4 Hasil Pengujian LISA Tahun 2014

Provinsi I P-Value α
Sulawesi Selatan 0,0436 0,021
D.I Yogyakarta -0,9158 0,0240
Banten 1,8094898 0,008
0,05
DKI Jakarta 1,47825 0,006
Jawa Barat 5,02744 0,003
Jawa Tengah 4,068955 0,003

Tabel 4.4 merupakan hasil pengujian LISA untuk jumlah pengangguran


yang ada di Indonesia tahun 2014. Pada pengujian signifikansi, apabila nilai p-value
kurang dari nilai α, maka daerah tersebut signifikan yang artinya terdapat
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran. Berdasarkan tabel
tersebut pada uji signifikansi dengan α 5%, provinsi yang signifikan adalah Provinsi
Sulawesi Selatan, D.I Yogyakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI
Jakarta. Berdasarkan pengujian LISA tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran pada provinsi yang
signifikan tersebut.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian LISA Tahun 2015


Provinsi I P-Value α
Sulawesi Selatan 0,0115502 0,023
Banten 1,9037889 0,008
DKI Jakarta 1,0246949 0,006 0,05
Jawa Barat 4,3810366 0,008
Jawa Tengah 3,5283374 0,003

Tabel 4.5 merupakan hasil pengujian LISA untuk jumlah pengangguran


yang ada di Indonesia tahun 2013. Pada pengujian signifikansi, apabila nilai p-value
kurang dari nilai α, maka daerah tersebut signifikan yang artinya terdapat
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran. Berdasarkan tabel
21

tersebut pada uji signifikansi dengan α 5%, provinsi yang signifikan adalah
Provinsi Sulawesi Selatan, D.I Yogyakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
DKI Jakarta. Berdasarkan pengujian LISA tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada
pengelompokan penduduk yang berstatus pengangguran pada provinsi yang
signifikan tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian LISA pada variabel jumlah pengangguran di
Indonesia, didapatkan hasil bahwa antara tahun 2013-2015 terdapat
pengelompokan pengangguran yang sama pada daerah yang signifikan. Artinya
pengangguran di Indonesia dalam jangka 3 tahun tersebut masih dominan di
provinsi yang sama, yaitu provinsi-provinsi yang berada di pulau Jawa antara lain
provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

4.3 Moran’s Scatterplot


Pola pengelompokan dan penyebaran antar lokasi dapat disajikan dengan
Moran’s Scatterplot. Moran Scatterplot digunakan untuk melihat hubungan antara
nilai pengamatan yang terstandarisasi dengan nilai rata-rata tetangga yang sudah
terstandarisasi. Jika digabungkan dengan garis regresi maka hal ini dapat digunakan
untuk mengetahui derajat kecocokan dan mengidentifikasi adanya outlier.
Pada Gambar 4.2 merupakan Moran Scatterplot jumlah pengangguran untuk
Tahun 2013, adapun analisis dari gambar tersebut yaitu:
a. Kuadran I, HH (High-High), menunjukkan bahwa daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran tinggi pula. Adapun provinsi yang masuk dalam
kuadran I dapat dilihat pada Tabel 4.6
b. Kuadran II, LH (Low-High), menunjukkan bahwa daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran rendah dikelilingi oleh daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran tinggi. Adapun provinsi yang masuk dalam kuadran
II dapat dilihat pada Tabel 4.6
c. Kuadran III, LL (Low–Low), menunjukkan bahwa daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran rendah dikelilingi oleh daerah yang mempunyai
22

jumlah pengangguran rendah pula. Adapun provinsi yang masuk dalam


kuadran III dapat dilihat pada Tabel 4.6
d. Kuadran IV, HL (High-Low), menunjukkan bahwa daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai
jumlah pengangguran rendah. Adapun provinsi yang masuk dalam kuadran
IV dapat dilihat pada Tabel 4.6

Gambar 4.2 Moran’s scatterplot jumlah pengangguran tahun 2013.

Tabel 4.6 Moran’s Scatterplot Tahun 2013


Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI
Kuadran I
Jakarta
Kuadran II Provinsi D.I Yogyakarta dan Aceh
Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kuadran III
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua
Kuadran IV Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4.3 merupakan Moran Scatterplot jumlah pengangguran Tahun


2014, adapun penjelasan pada setiap kuadran sama dengan penjelasan sebelumnya.
provinsi yang masuk pada kuadran I sampai dengan IV pada tahun 2014 seperti
pada Tabel 4.7
23

Gambar 4.3 Moran’s scatterplot jumlah pengangguran tahun 2014

Tabel 4.7 Moran’s scatterplot jumlah pengangguran tahun 2014


Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI
Kuadran I
Jakarta
Kuadran II Provinsi D.I Yogyakarta dan Aceh
Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kuadran III
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua
Kuadran IV Provinsi Sumatera Utara

Gambar 4.4 merupakan Moran Scatterplot jumlah pengangguran untuk


tahun 2015. Adapun penjelasan pada setiap kuadran sama dengan penjelasan
sebelumnya. Adapun provinsi yang masuk pada kuadran I sampai dengan IV pada
tahun 2015 adalah seperti pada Tabel 4.8
24

Gambar 4.4 Moran’s Scatterplot Jumlah Pengangguran Tahun 2015

Tabel 4.8 Moran’s scatterplot jumlah pengangguran tahun 2015


Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI
Kuadran I
Jakarta
Kuadran II Provinsi D.I Yogyakarta dan Aceh
Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kuadran III
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua
Kuadran IV Provinsi Sumatera Utara

Pada hasil Moran’s Scatterplot jumlah pengangguran di Indonesia untuk


tahun 2013-2015 tidak terdapat perbedaan nama-nama provinsi pada setiap kuadran
atau mempunyai pola yang konsisten dalam kurun waktu 2013-2015.

4.4 Analisis Pengelompokan Pengangguran di Indonesia

a. Persebaran Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2013


Pada Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat tiga klasifikasi persebaran
jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2013. Klasifikasi pertama yaitu jumlah
pengangguran rendah dengan jumlah 12.515-210.464 jiwa yang mencakup
sebagian besar provinsi-provinsi di wilayah Pulau Sumatera kecuali Provinsi
25

Sumatera Utara. Selain itu Provinsi D.I.Yogyakarta, seluruh provinsi di Pulau


Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Klasifikasi kedua yaitu jumlah
pengangguran sedang dengan jumlah 210.464-1.022.728 jiwa mencakup Sumatera
Utara, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Klasifikasi ketiga yaitu jumlah
pengangguran tinggi dengan jumlah 1.022.728-1.870.649 jiwa mencakup wilayah
Jakarta dan Jawa Barat. Klasifikasi jumlah pengangguran sedang dan tinggi
didominasi provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa, yang artinya
pengangguran di Indonesia mayoritas penduduk yang berada di Pulau Jawa.

Sumber Peta : http://www.info-geospasial.com


Gambar 4.5 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2013

b. Persebaran Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2014


Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa terdapat tiga klasifikasi persebaran
jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2014. Klasifikasi pertama yaitu jumlah
pengangguran rendah dengan jumlah 12.649-151.657 jiwa mencakup Sumatera
Barat, Jambi, D.I.Yogyakarta, Kalimantan, Sebagian Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku dan Papua. Klasifikasi kedua yaitu jumlah pengangguran sedang dengan
jumlah 151.657-484.053 jiwa mencakup sebagian besar provinsi-provinsi yang
26

berada di Pulau Sumatera, Banten dan Sulawesi Selatan. Klasifikasi ketiga yaitu
jumlah pengangguran tinggi dengan jumlah 484.053-1.775.196 jiwa mencakup
wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Klasifikasi jumlah
pengangguran sedang dan tinggi didominasi provinsi-provinsi yang berada di Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa, yang artinya pengangguran di Indonesia mayoritas
penduduk yang berada di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.

Sumber Peta : http://www.info-geospasial.com


Gambar 4.6 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2014

c. Persebaran Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2015


Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa terdapat tiga klasifikasi persebaran
jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2015. Klasifikasi pertama yaitu jumlah
pengangguran rendah dengan jumlah 20.644-161.564 jiwa mencakup Sumatera
Barat, Jambi, D.I.Yogyakarta, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Nusa
Tenggara, sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua. Klasifikasi kedua yaitu jumlah
pengangguran sedang dengan jumlah 161.564-509.383 jiwa mencakup sebagian
besar provinsi-provinsi di Pulau Sumatera, Banten dan Sulawesi Selatan.
27

Klasifikasi ketiga yaitu jumlah pengangguran tinggi dengan jumlah 509.383-


1.794.874 mencakup wilayah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Klasifikasi jumlah pengangguran sedang dan tinggi didominasi provinsi-provinsi
yang berada di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, yang artinya pengangguran di
Indonesia mayoritas penduduk yang berada di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.

Sumber Peta : http://www.info-geospasial.com


Gambar 4.7 Peta Persebaran Pengangguran Tahun 2015

4.5 Analisis Pengangguran di Indonesia


Pada pengujian spasial untuk melihat persebaran pengangguran di Indonesia
tahun 2013-2015, didapatkan hasil bahwa terdapat keterkaitan antar wilayah atau
memiliki pola yang mengelompok dan memiliki kesamaan karakteristik pada lokasi
yang berdekatan. Pada pengujian LISA (Local Indicator of Spatial
Autocorrelation), pengelompokan pengangguran lebih banyak terdapat di provinsi-
provinsi yang berada di Pulau Jawa, begitupun hasil moran scatterplot bahwa pada
kuadran I dihuni oleh provinsi yang berada di Pulau Jawa, sehingga dapat dikatakan
jumlah pengangguran Indonesia mayoritas adalah penduduk Pulau Jawa. Pulau
28

jawa masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mencari pekerjaan
karena pandangan bahwa Pulau Jawa merupakan pusat industri dan juga pusat
pemerintahan yang pasti akan tersedia banyak lapangan pekerjaan. Namun
kenyataannya pengangguran terbesar mengelompok di pulau jawa. Hal ini harus
menjadi perhatian pemerintah apakah ada yang salah dalam pembangunan ekonomi
nasional dalam hal ini pemerataan pendapatan antar wilayah di Indonesia.
Ketimpangan perekonomian nasional antar wilayah merupakan salah satu
masalah tidak meratanya pembangunan nasional. Untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan
distribusi pendapatan yang merata. Pengangguran di Indonesia mengelompok pada
Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
semuanya merupakan provinsi-provinsi tempat industri nasional tumbuh dan
berkembang. Peningkatan jumlah pengangguran usia muda produktif merupakan
salah satu masalah karena rendahnya minat anak muda terhadap sektor pertanian
yang disebabkan karena profesi di sektor pertanian masih dipandang tidak
menjanjikan oleh anak-anak muda. Alhasil semua ingin bekerja di sektor non-
pertanian seperti industri, perdagangan, pemerintahan, perbankan dll, dimana
anggapan bahwa bekerja di sektor non-pertanian lebih menjanjikan atau memiliki
insentif ekonomi yang lebih tinggi ketimbang bekerja di sektor pertanian. Padahal
kita tahu bahwa Indonesia adalah negara agraris dengan kekayaan yang melimpah
dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sebagai
negara agraris sektor pertanian menyumbang peranan penting dalam kegiatan
perekonomian masyarakat.
Pengoptimalan usia muda produktif dalam pekerjaan di sektor pertanian di
seluruh wilayah Indonesia perlu ditingkatkan salah satunya pemerintah didorong
memberikan sejumlah insentif untuk menarik minat anak muda untuk terjun di
bidang pertanian. Menurut Suryo Wiyono Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Institut Pertanian Bogor (IPB), perlambatan regenerasi petani banyak terjadi di
negara ASEAN, termasuk Indonesia sebagai negara agraris. Jika kondisi ini
dibiarkan, maka secara jangka panjang akan menyulitkan sektor pertanian dalam
negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu
29

kompetensi petani menjadi faktor penting untuk memajukan sektor pertanian. Di


antaranya sikap terhadap teknologi, kemampuan mengambil resiko, dan adaptasi
terhadap situasi baru. Dengan kompetensi itu dapat meningkatkan produktivitas,
kualitas, daya saing, dan berujung pada peningkatan kesejahteraan. Data BPS
menyebutkan struktur umur petani saat ini mengalami penuaan. Sekitar 61,8%
petani di Indonesia berumur lebih dari 45 tahun dan hanya 12% yang berumur
kurang dari 35 tahun. Selain itu, mayoritas petani indonesia berpendidikan rendah.
Data Kemenakertrans tahun 2013 juga menyebutkan petani yang berpendidikan
Sekolah Dasar mencapai 72% sehingga akses terhadap teknologi juga rendah.
(Diakses melalui https://m.tempo.co/read/news/2017/04/25/090869319/mengapa-
anak-muda-mesti-didorong-jadi-petani pada tanggal 1 Juni 2017). Berdasarkan
hasil kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) pada 2016
menuliskan, 50% petani padi dan 73 % petani holtikultura menyatakan tak ingin
anaknya menjadi petani. Minimnya minat anak muda terhadap profesi petani
mendorong penurunan tenaga kerja pertanian sebanyak 3,15 juta orang dalam kurun
2010-2014.
Selain lambatnya regenerasi petani di Indonesia, ketersediaan lahan pertanian
juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak penduduk usia produktif
beralih ke sektor non-pertanian. Alih fungsi lahan yang berubah menjadi kawasan
industri ataupun pemukiman secara besar-besaran sangat mempengaruhi
ketersediaan lahan pertanian sehingga hal ini juga mempengaruhi ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi penduduk usia produktif dibidang pertanian. Perbaikan
kualitas sumberdaya manusia dibidang pertanian melalui pendidikan menjadi suatu
keharusan untuk meningkatkan daya saing petani Indonesia.
Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan
strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis tersebut tidak hanya
diitunjukkan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto
(PDB) nasional tetapi juga sebagai penyedia lapangan kerja. Jika sektor pertanian
mulai dilakukan inovasi maka sektor pertanian dapat menjadi salah satu pekerjaan
yang menjanjikan dimasa mendatang bagi pekerja usia produktif, sehingga
pengangguran di Indonesia dapat berkurang.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian pola spasial dapat disimpulkan bahwa hasil
Moran’s I pengangguran di Indonesia tahun 2013-2015 bernilai positif, hal ini
menunjukkan adanya tingkat ketergantungan spasial atau pola yang mengelompok
dan memiliki kesamaan karakteristik pada lokasi yang berdekatan. Pada pengujian
LISA, dapat disimpulkan bahwa ada pengelompokkan pengangguran pada
provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa. Dari hasil Moran’s Scatterplot, tidak
terdapat perbedaan nama-nama provinsi pada setiap kuadran atau persebaran
pengangguran mempunyai pola yang konsisten dalam kurun waktu 2013-2015.
Peningkatan jumlah pengangguran usia muda produktif merupakan salah satu
masalah karena rendahnya minat anak muda di sektor pertanian, dimana anggapan
bahwa bekerja di sektor pertanian kurang menjanjikan dan memiliki insentif
ekonomi yang rendah. Padahal, sebagai negara agraris sektor pertanian
menyumbang peranan penting dalam kegiatan perekonomian masyarakat yang
dapat menyerap banyak tenaga kerja.

5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan, maka penulis membuat saran antara lain:
1. Pemerintah dapat membuat skala prioritas dalam menyelidiki faktor-faktor apa
saja yang membuat pengangguran mengelompok di Pulau Jawa.
2. Pemerintah harus lebih gencar melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap
penduduk usia muda produktif agar tertarik bekerja di sektor pertanian, karena
kualitas sumber daya manusia dapat berpengaruh terhadap hasil pertanian yang
diperoleh.
3. Masyarakat harus merubah paradigma bahwa bekerja di sektor pertanian
adalah pekerjaan kurang menjanjikan. Padahal dengan inovasi, sektor
pertanian dapat menjadi salah satu pekerjaan yang menjanjikan dimasa
mendatang, sehingga pengangguran di Indonesia dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Statistik Indonesia. 2016. BPS. Jakarta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2014. BPS.
Jakarta
Bekti, Dwi Rokhana. 2012. Autokorelasi Spasial untuk Identifikasi Pola Hubungan
Kemiskinan di Jawa Timur. Jurnal ComTech. Vol. 3. No. 1. ISSN 2087:1244.
http://eprints.binus.ac.id/id/eprint/25404. (Diakses pada 9 Maret 2017)
Lukmansyah, Oky. 2017. Mengapa Anak Muda Mesti Didorong Jadi Petani.
[BeritaOnline].https://m.tempo.co/read/news/2017/04/25/090869319/menga
pa-anak-muda-mesti-didorong-jadi-petani. (Diakses pada tanggal 1 Juni
2017)
Prasetyo, Bagus. 2016. Indonesia Darurat Petani Muda. [Berita Online].
https://m.tempo.co/read/news/2016/08/11/090795077/indonesia-darurat-
petani-muda. (Diakses pada tanggal 1 Juni 2017)
Republik Indonesia. 2013. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2013 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Sekretariat Negara
Sari, Elisa Valenta. 2015. Ekonomi Melambat, Pengangguran Indonesia
Bertambah.[BeritaOnline]. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2015050
5150630-78-51318/ekonomi-melambat-pengangguran-indonesia-
bertambah/. (Diakses pada tanggal 24 Mei 2017)
Suhariyanto. 2015. BPS: Tingkat Pengangguran Terbuka Meningkat dari Tahun
Sebelumnya.[BeritaOnline].http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/11
/05/171744726/BPS.Tingkat.Pengangguran.Terbuka.Meningkat.dari.Tahun.
Sebelumnya . (Diakses pada tanggal 28 Mei 2017)
Wibowo, Eddy Mungin. 2012. Menyiapkan Bangkitnya Generasi Emas Indonesia.
[Online]. http://bk-fkip.umk.ac.id/2012/09/menyiapkan-bangkitnya-
generasi-emas.html . (Diakses pada tanggal 24 Mei 2017)
Wuryandari, Triastuti, Abdul Hoyyi, Dewi Setya Kusumawardani, Dwi
Rahmawati. 2014. Identifikasi Autokorelasi Spasial pada Jumlah
Pengangguran di Jawa Tengah Menggunakan Indeks Moran. Vol. 7. No. 1.
http://ejournal.undip.ac.id. (Diakses pada 9 Maret 2017)
Yoli, Kartika. 2007. Pola Penyebaran Spasial Demam Berdarah Dengue di Kota
Bogor Tahun 2005. Tugas Akhir. Institut Pertanian Bogor: Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Hipotesis Pengangguran di Indonesia

1. Pengujian Moran’s I, pada pengangguran di Indonesia tahun 2013

a. Uji hipotesis
𝐻0 : 𝐼 = 0 (Tidak terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2013
antar wilayah di Indonesia)
𝐻1 : 𝐼 ≠ 0 (Terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2013 antar
wilayah di Indonesia)

b. Tingkat Signifikansi
α = 5%

c. Daerah Kritis
Tolak 𝐻0 , jika Z(I) > 𝑍(𝛼)

d. Statistik Uji
1
𝐸(𝐼) = − 𝑛−1
𝑛 ∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑥𝑗 − 𝑥̅ )
1
𝐼= ∑𝑛 𝑛 𝑛 = 0.488308
= − 33−1 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ∑𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )

𝐸(𝐼) = −0,031
𝑛2 𝑆1 −𝑛𝑆2 +3(𝑆0 )2
𝑉𝑎𝑟 (𝐼) =
(𝑆0 )2 (𝑛2 −1)

332 𝑥 72,458+33 𝑥 110+3 𝑥 (33)2


=
(33)2 𝑥 (332 −1)

= 0,066231
𝐼−𝐸(𝐼) 0,488308−(−0,031)
𝑍(𝐼) = = = 2,018854
√𝑉𝐴𝑅(𝐼) √0,066231

e. Keputusan
Z(I) > 𝑍(𝛼) = (2,018854 > 1,960) maka tolak 𝐻0

f. Kesimpulan
Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% didapatkan keputusan
tolak 𝐻0 , maka dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan jumlah
pengangguran tahun 2013 antar wilayah di Indonesia.
2. Pengujian Moran’s I, pada pengangguran di Indonesia tahun 2014

a. Uji hipotesis
𝐻0 : 𝐼 = 0 (Tidak terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2014
antar wilayah di Indonesia)
𝐻1 : 𝐼 ≠ 0 (Terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2014 antar
wilayah di Indonesia)

b. Tingkat Signifikansi
α = 5%

c. Daerah Kritis
Tolak 𝐻0 , jika Z(I) > 𝑍(𝛼)

d. Statistik Uji
1
𝐸(𝐼) = − 𝑛−1 𝑛 ∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑥𝑗 − 𝑥̅ )
𝐼= ∑𝑛 𝑛 𝑛 = 0,54758
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ∑𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )
1
= − 33−1

𝐸(𝐼) = −0,031
𝑛2 𝑆1 −𝑛𝑆2 +3(𝑆0 )2
𝑉𝑎𝑟 (𝐼) =
(𝑆0 )2 (𝑛2 −1)

332 𝑥 72,458+33 𝑥 110+3 𝑥 (33)2


=
(33)2 𝑥 (332 −1)

= 0,066231
𝐼−𝐸(𝐼) 0,54758−(−0,031)
𝑍(𝐼) = = = 2,249172
√𝑉𝐴𝑅(𝐼) √0,066231

e. Keputusan
Z(I) > 𝑍(𝛼) = (2,249172 > 1,960) maka tolak 𝐻0

f. Kesimpulan
Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% didapatkan keputusan
tolak 𝐻0 , maka dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan jumlah
pengangguran tahun 2014 antar wilayah di Indonesia.
3. Pengujian Moran’s I, pada pengangguran di Inonesia tahun 2015

a. Uji hipotesis
𝐻0 : 𝐼 = 0 (Tidak terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2015
antar wilayah di Indonesia)
𝐻1 : 𝐼 ≠ 0 (Terdapat keterkaitan jumlah pengangguran tahun 2015 antar
wilayah di Indonesia)

b. Tingkat Signifikansi
α = 5%

c. Daerah Kritis
Tolak 𝐻0 , jika Z(I) > 𝑍(𝛼)

d. Statistik Uji
𝐸(𝐼) = −
1
𝑛 ∑𝑛 𝑛
𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑥𝑗 − 𝑥̅ )
𝑛−1 𝐼= ∑𝑛 𝑛 𝑛 = 0,54493
1 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗 ∑𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )
= − 33−1
𝐸(𝐼) = −0,031

𝑛2 𝑆1 −𝑛𝑆2 +3(𝑆0 )2
𝑉𝑎𝑟 (𝐼) =
(𝑆0 )2 (𝑛2 −1)

332 𝑥 72,458+33 𝑥 110+3 𝑥 (33)2


=
(33)2 𝑥 (332 −1)

= 0,066231
𝐼−𝐸(𝐼) 0,54493−(−0,031)
𝑍(𝐼) = = = 2,238855
√𝑉𝐴𝑅(𝐼) √0,066231

e. Keputusan
Z(I) > 𝑍(𝛼) = (2,238855> 1,960) maka tolak 𝐻0

f. Kesimpulan
Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% didapatkan
keputusan tolak 𝐻0 , maka dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan
jumlah pengangguran tahun 2014 antar wilayah di Indonesia.
Lampiran 2. Biodata Ketua

A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap Rina Wahyuningsih
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Program Studi Statistika
4. NIM 14611079
5. Tempat Tanggal Lahir Sukoharjo, 9 April 1997
6. E-mail 14611079@students.uii.ac.id
7. No. Telepon/Hp 085867362641

B. Riwayat Pendidikan
Nama Institusi Tahun Masuk-Lulus
SD SD Negeri Pucangan 02 2003-2009
SMP SMP Negeri 9 Surakarta 2009-2011
SMA SMA Negeri 7 Surakarta 2011-2014

C. Pengalaman Organisasi
No. Nama Organisasi Jabatan Tahun
1. - - -

D. Karya Ilmiah
No. Judul Karya Ilmiah
1. Optimalisasi Produksi Padi Dalam Negeri Guna Meningkatkan
Daya Saing Indonesia Di Era Mea
E. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari Pemerintah, asosiasi atau
Institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun
Penghargaan
1. Beasiswa Peningkatan
Kemendikti 2014-2015
Prestasi Akademik
2. Beasiswa Peningkatan Kemendikti
2015-2016
Prestasi Akademik

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Lomba Karya Tulis Ilmiah Himpunan
Mahasiswa Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2017.

Yogyakarta, 7 Juni 2017


Pengusul,

Rina Wahyuningsih
Lampiran 3. Biodata Anggota 1

A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap Zarina Ulfa
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Program Studi Statistika
4. NIM 14611212
5. Tempat Tanggal Lahir Padang, 08 Juni 1996
6. E-mail zarinaulfa@gmail.com
7. No. Telepon/Hp 085729199828

B. Riwayat Pendidikan
Nama Institusi Tahun Masuk-Lulus
SD SD Gentan 2002-2008
SMP SMP N 2 Ngaglik 2008-2011
SMA MAN YOGYAKARTA III 2011-2014

C. Pengalaman Organisasi
No. Nama Organisasi Jabatan Tahun
1. - - -

D. Karya Ilmiah
No. Judul Karya Ilmiah
1. Analysis Of Flood Events In Indonesia With Rule Association
Algorithm Apriori
E. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari Pemerintah, asosiasi atau
Institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun
Penghargaan
1. -
2. -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Lomba Karya Tulis Ilmiah Himpunan
Mahasiswa Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2017.

Yogyakarta, 7 Juni 2017


Pengusul,

Zarina Ulfa
Lampiran 4. Biodata Anggota 2

A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap Eka Rusnita
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Program Studi Statistika
4. NIM 14611113
5. Tempat Tanggal Lahir Balikpapan, 09 November 1996
6. E-mail ekarusnita@gmail.com
7. No. Telepon/Hp 082325685567

B. Riwayat Pendidikan
Nama Institusi Tahun Masuk-Lulus
SD SDN 002 Balikpapan 2002-2008
SMP SMPN 19 Balikpapan 2008-2011
SMA SMAN 7 Balikpapan 2011-2014

C. Pengalaman Organisasi
No. Nama Organisasi Jabatan Tahun
IKS (Ikatan Keluarga Staff Departemen
1. 2015/2016
Statistika) Hubungan Masyarakat
INVISIO (Tim Promosi dan Staff Finance and
2. 2017/2018
Marketing Prodi Statistika) Administration
D. Karya Ilmiah
No. Judul Karya Ilmiah
1. -

E. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari Pemerintah, asosiasi atau


Institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun
Penghargaan
1. -
2. -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Lomba Karya Tulis Ilmiah Himpunan
Mahasiswa Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2017.
Yogyakarta, 7 Juni 2017
Pengusul

Eka Rusnita

Anda mungkin juga menyukai