Anda di halaman 1dari 9

KASUS THT

TIMPANOSKLEROSIS

Disusun oleh :

Adria Putra Farhandika

1102013010

Pembimbing :

dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK SMF ILMU TELINGA, HIDUNG, TENGGOROKAN,
KEPALA DAN LEHER PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 25
JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Timpanosklerosis merupakan penyakit pada membran timpani yang


menunjukkan gambaran bercak-bercak putih tebal atau menjadi putih dan tebal
seluruhnya akibat timbunan kolagen terhialinisasi pada bagian tengahnya.1
Keadaan ini dikarakteristikkan oleh adanya hialinisasi dan deposit kalsium pada
membran timpani, telinga tengah, atau keduanya, sering muncul sebagai akibat
dari inflamasi atau trauma dan juga sering didapati setelah episode rekuren dari
otitis media akut, otitis media dengan efusi, dan insersi ventilasi tuba.2
Timpanosklerosis merupakan kelanjutan yang sering terjadi pada kasus-
kasus otitis media kronis atau rekuren dan setelah tindakan pembedahan pada
membran timpani atau telinga tengah. Hal ini biasanya terbatas pada mebran
timpani dan hanya memberikan gangguan klinis yang sangat sedikit. Namun,
apabila timpanosklerosis melibatkan telinga tengah, maka dapat mengakibatkan
fiksasi osikular dan gangguan pendengaran konduktif.3
Penelitian mengenai timpanosklerosis kebanyakan dilakukan pada pasien-
pasien dengan otitis media kronis dan timpanostomi dibandingkan dengan
populasi umum. Didapatkan bahwa pada 23-40 % anak-anak dengan keluhan
telinga mengeluarkan cairan yang ditatalaksanan dengan timpanostomi menderita
timpanosklerosis, dan miringosklerosis merupakan bentuk yang tersering.4
Insiden timpanosklerosis dilaporkan berkisar antara 6,4-33% pada subjek
dengan otitis media kronis. Insiden cenderung meningkat dengan pertambahan
usia dan tindakan timpanostomi penggantian tuba (insiden berkisar antara 28-
61%).3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi


Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan
hialinisasi dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau keduanya

2
dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran. Timpanosklerosis ini
diklasifikasikan sebagai berikut :
- Myringosclerosis, hanya mengenai membran timpani
- Intratympanic tympanosclerosis, mengenai bagian telinga tengah lain.2,4

2.2. Anatomi
Membran timpani merupakan pembentuk utama dinding lateral telinga
tengah, berupa lapisan tipis, resisten, semitransparan, abu-abu mengkilat, dan
mirip kerucut (cone-like). Apeks membran timpani terletak pada umbo, yang
mana berhubungan dengan bagian terbawah dari tangkai malleus. Kebanyakan
keliling membran timpani menebal untuk membentuk suatu cincin fibrokartilago,
annulus timpani, yang terletak pada alur tulang timpani yang disebut dengan
sulkus timpani.5

Gambar 1. Membran Timpani Normal Telinga Kanan


Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu
pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane
timpani. Pada membran timpani terdapat 2 macam serabut yaitu serabut sirkuler
dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang
berbentuk kerucut tersebut. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai misalnya bila
reflek cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.6
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus malleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,

3
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah-
belakang. Hal ini berguna untuk menyatakan letak perforasi dari membrane
timpani.6

2.3. Etiologi
Etiologi dari timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, mungkin
dibentuk dari sisa-sisa/bekas yang berhubungan dengan inflamasi kronis telinga
tengah. Faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan antara lain :
- Otitis media supurativa kronis (OMSK) dan otitis media dengan efusi.
- Insersi Grommet (timpanostomi tuba) meningkatkan resiko terjadinya
timpanosklerosis
- Sklerosis sistemik
- Kemungkinan berhubungan dengan atheroma karotis atau aterosklerosis
- Hubungan dengan cholesteatoma masih diperdebatkan, meskipun dua keadaan
ini dapat muncul bersamaan.4

2.4. Gambaran Klinis


Gambaran klinis yang umumnya muncul adalah ditemukannya plak putih
pada membran timpani. Jika proses ini hanya terbatas pada membrane timpani
saja biasanya tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah
mencapai telinga tengah, maka rantai osikular menjadi tidak mobil yang akan
menyebabkan terjadinya tuli konduktif.2

2.5. Patogenesis
Timpanosklerosis secara histologi tampak sebagai hialinisasi jaringan
penyangga subepitelial membran timpani dan telinga tengah, pada kebanyakan
kasus dapat ditemukan kalsifikasi. Osteogenesis juga dapat muncul bersamaan
dengan lesi yang terjadi. Saat plak muncul pada membrane timpani, plak tersebut
hanya terbatas pada lamina propia. Hussl dan Lim menemukan bahwa plak ini
merupakan proses degenerative yang mengakibatkan terjadinya kalsifikasi pada
jaringan penyangga pada telinga tengah. Mereka membuat hipotesa bahwa OME
atau OMA mengakibatkan terjadinya proses destruktif pada jaringan penyangga,
yang mana akan memicu untuk terjadinya degenarasi dari jaringan kolagen dan
kalsifikasi distropik. Degenerasi kolagen dapat merupakan akibat langsung dari
inflamasi atau infeksi yang terjadi pada telinga tengah (oleh proteinase dan
kolagenase bakteri). Wielinga dan kawan-kawan, menemukan bahwa pada kasus

4
sumbatan tuba eustachius, tanpa infeksi, dapat mengakibatkan timpanosklerosis
pada percobaan dengan tikus, dari sana mereka membuat hipotesa bahwa hanya
dengan deformasi cukup untuk mendukung pembentukan plak. Penyebab lain
yang mungkin adalah proses autoimun yang terjadi pada membran timpani. Hussl
and Lim mengemukakan 2 kemungkinan mekanisme terbentuknya plak
timpanosklerosis:7

Gambar 2. Mekanisme terbentuknya plak timpanosklerosis7

2.6. Diagnosis
Timpanosklerosis diduga merupakan komplikasi dari otitis media, pasca
trauma, dan tindakan pembedahan yang mana ditemukan lapisan hialin yang
aselular dan akumulasi deposit kalsium pada membran timpani dan submukosa
telinga tengah. Pada kebanyakan pasien, gejala yang ditimbulkan tidak begitu
signifikan secara klinis dan mengakibatkan sedikit atau tidak ada gangguan
pendengaran. Pada pemeriksaan otoskopi, timpanosklerosis memberikan

5
gambaran semisirkuler atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada
membrane timpani.7

Gambar 3. (A) Membran timpani pada timpanosklerosis, (B), Telinga kiri,


perforasi anateroinferior kering, (C) Perforasi anteroinferior dengan plak
timpanosklerotik, (D) Telinga kiri, perforasi subtotal karna timpanosklerosis8

Gambar 4. (A) Telinga kanan, plak timpanosklerosis pada rantai osiikular, (B)
Telinga kiri, perforasi total dengan timpano sklerosis.8

Pemeriksaan penunjang biasanya tidak terlalu dibutuhkan apabila telah


ditemukan lesi yang khas, tidak ada perluasan, dan tidak ada kecurigaan adanya

6
gangguan pendengaran atau penyakit telinga ten gah lain. Namun, pemeriksaan
penunjang yang dapat membantu antara lain:7
- Audiometri, dapat menentukan derajat dan tipe gangguan pendengaran
- Timpanometri, hasil timpanogram dapat dipengaruhi oleh adanya
timpanosklerosis
- CT Scan dapat membantu menegakkan diagnosis terutama bila disertai dengan
kelainan pada kavitas telinga tengah.7
2.7. Penatalaksanaan
Timpanosklerosis pada telinga tengah secara histologi mirip dengan
timpanosklerosis pada membran timpani, tapi lebih sering menyebabkan tuli
konduktif dikarenakan terjadinya fiksasi osikular. Dalam beberapa buku
dinyatakan bahwa timpaniosklerosis cenderung berulang setelah tindakan
pembuangan dengan operasi. Smyth dan kawan-kawan melaporkan hasil yang
memuaskan pada 79% kasus timpanisklerosis yang dilakukan rekonstruksi
osikular (stapedektomi dan reseksi osikular total) yang dilakukan dalam 2 tahap.7
Timpanosklerosis mungkin dapat ditemukan dibelakang membran timpani
yang intak. Plak yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat dibiarkan saja.
Lapisan yang luas/besar pada sisa-sisa membran timpani harus dihilangkan karena
materi avaskular ini dapat menghambat integrasi dari graft, dan dapat juga
memberikan dapak pada rantai osikular terutama kepala malleus dan incus pada
epitympanum. Mobilisasi tidaklah disarankan karenan refiksasi sering terjadi.9
Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan pada pasien-pasien dengan timpanosklerosis, namun resiko untuk
kerusakan kokhlea lebih tinggi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh
penyakit telinga tengah lain, ini dikarekan oleh tindakan diseksi luas yang
dibutuhkan pada kasus timpanosklerosis dan terdapatnya erosi dari labirin.7

BAB 3
KESIMPULAN

1. Timpanosklerosis merupakan suatu kondisi yang mana didapatkan


hialinisasi dan kalsifikasi pada membran timpani, telinga tengah atau
keduanya dan jika meluas dapat mempengaruhi pendengaran.
2. Timpanosklerosis merupakan kelanjutan yang sering terjadi pada kasus-
kasus otitis media kronis atau rekuren dan setelah tindakan pembedahan
pada telinga tengah.

7
3. Etiologi timpanosklerosis belum diketahui dengan pasti, namun faktor-
faktor yang mungkin berhubungan antara lain OMSK, otitis media dengan
efusi, insersi Grommet, sklerosis sistemik, atheroma karotis atau
aterosklerosis, dan cholesteatoma.
4. Jika proses timpanosklerosis ini hanya pada membran timpani biasanya
tidak mempengaruhi pendengaran, namun bila proses ini telah mencapai
telinga tengah dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif.
5. Gambaran timpanosklerosi pada pemeriksaan otoskopi adalah semisirkuler
atau seperti sepatu kuda yang berwarna putih pada membran timpani
6. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu antara lain audiometri,
timpanometri, dan CT Scan.
7. Plak timpanosklerosis yang kecil tidaklah membahayakan dan dapat
dibiarkan saja.
8. Timpanoplasti dan rekonstruksi osikular dapat dilakukan sebagai
penatalaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Asarkar, Ameya, and Shishir Gosavi. "Tympanosclerosis - a Beginner's Worry:


a case Series and Review of Literature." Otolaryngology, 2013.
2. Lalwani AK, Agrawal SK, Aguila DJ, et al. Current Diagnosis and Treatment :
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. New York : Mc Graw
Hill – Lange; 2007.
3. Snow Jr, James B and Ballenger, John Jacob. Ballenger’s Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery. 16th Edition. Spain : BC Decker Inc; 2003.
4. EMIS & PIP. Tympanosclerosis. Disitasi dari http://www.patient.co.uk/
showdoc/40025285.htm Diakses tanggal januari 5, 2019
5. Sanna, Mario, Russo, Alessandra, and De Donato, Giuseppe. Color Atlas of
Otoscopy : From Diagnosis to Surgery. 1st Edition. New York : Thieme
Inc; 1999.
6. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.
7. Flint, Paul W., Haughey, Bruce H., Lund, Valerie J., et al. Cummings

8
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 5th Edition. China : Mosby-Year
Book Inc; 2010.
8. Menner AL. Pocket Guide to Ear. 1st Edition. New York : Thieme Inc; 2003.
9. Hildmann H, Sudhoff H. Middle Ear Surgery. 1st Edition. New York :
Springer- Verlag; 2006.

Anda mungkin juga menyukai