Anda di halaman 1dari 15

TUGAS BESAR PRAKTIKUM

TG3109 SEISMIK REFRAKSI


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN & PERMINYAKAN

Oleh:
NABILA NUR H. (12314014)
FRITZ SIAGIAN (12314015)
MISSELA YOSEPHIN (12314024)

ASISTEN :
DISHA EKAPUTRI (12313015)
AHMAD PUJI ARDI (12313079)

LABORATORIUM SEISMIK REFRAKSI


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang geofisikawan kita memiliki tantangan tersendiri dalam memahami perambatan
gelombang seismik. Tantangan tersebut muncul karena semua informasi mengenai
perambatan gelombang hanya diperoleh melalui seismogram, sedangkan parameter-
parameter serta mekanisme sumber yang menyebabkan event itu terjadi tidak diketahui.
Selain itu, medium yang digunakan untuk menganalisa event tersebut masih sering
diasumsikan sebagai medium yang homogen yang sederhana sedangkan pada
kenyataannya medium yang digunakan merupakan media yang kompleks dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi. Telford dkk (1990) menyatakan bahwa jika medium dianggap
sebagai anisotrop, maka perhitungan matematis dan fisis menjadi lebih kompleks.
Pemahaman mengenai perambatan gelombang seismik dapat dibantu dengan malkukan
pemodelan numerik perambatan gelombang seismik. Dengan melakukan pemodelan untuk
berbagai kasus medium dan parameter sumber secara numerik, maka dapat diketahui efek
dari setiap kasus tersebut terhadap bentuk perambatan gelombang seismik yang terekam
di permukaan.
Kemampuan komputer berkembang pesat pada beberapa dekade terakhir dan diikuti
dengan perkembangan metode numerik. Perkembangan ini dimanfaatkan untuk
melakukan simulasi numerik perambatan gelombang seismik dalam medium geologi yang
kompleks (Komatitsch dan Martin, 2007). Simulasi numerik dilakukan untuk mengetahui
reaksi gelombang seismik pada kondisikondisi tertentu sehingga dapat mempermudah
proses pengolahan data dan interpretasi seismik. Apabila bumi dianggap sebagai medium
isotrop, maka akan terjadi perbedaan keceapatan dan waktu tiba gelombang. Hal ini dapat
mempengaruhi posisi kedalaman dan struktur pada model seismik. Model seismik tersebut
bila dikoreksi dengan well-tie menghasilkan gambaran yang tidak terlalu tepat. Agar dapat
diperoleh hasil koreksi well-tie yang tepat, maka bumi diasumsikan sebagai medium
anisotrop (Wild, 2011).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan perambatan
gelombang dalam suatu medium adalah metode finite difference. Metode ini dalam
perkembangannya digunakan untuk menyelesaiskan berbagai macam kasus dalam hal
perambatan gelombang seismik dalam medium Bumi. Selain itu, metode ini diterapkan
sebagai pendekatan untuk menyelesaikan turunan parsial dari persamaan gerak
gelombang.
Dalam pemodelan menggunakan finite-difference, mediumnya didiskretisasi menjadi grid
dengan elemen berbentuk segiempat yang terstruktur (structured grid). Bentuk grid yang
demikian, beserta pendekatan finite-difference yang cukup sederhana, menghasilkan
algoritma pemodelan yang sederhana dan waktu komputasi yang relatif cepat
dibandingkan metode lainnya. Namun dengan bentuk grid berupa segiempat, finite-
difference mempunyai kelemahan dalam memodelkan topografi permukaan Bumi sebagai
free-surface.
1.2 Rumusan Masalah

Untuk melakukan pemodelan numerik perambatan gelombang seismik, maka diperlukan


sebuah program komputer untuk menyelesaikan persamaan gerak gelombang
menggunakan metode finite-difference.
Model yang digunakan sebagai medium perambatan gelombang adalah medium elastik
heterogen, dimana free-surface-nya menggunakan bentuk topografi dari lintasan yang telah
dipilih. Hasil pemodelan kemudian dianalisa untuk mengetahui bentuk gelombang yang
dihasilkan.
Dalam pengukuran awal sering diasumsikan bahwa material dalam bumi uniform (tidak
ada perubahan material dalam suatu zona tertentu) sehingga propagasi gelombang dapat
diasumsikan bergerak lurus dari sumber getar ke penerima (receiver). Pada kenyataan-nya,
struktur bumi yang kompleks membuat propagasi gelombang tidak lurus, melainkan
berkelok sesuai dengan struktur yang dilewatinya. Diperlukan kajian arah laju gelombang
(ray tracing) yang teliti sehingga diperoleh “travel time” yang tepat untuk mempelajari
propagasi gelombang pada medium non-uniform.

1.3 Tujuan
1. Membuat program simulasi numerik penjalaran gelombang seismik.
2. Membuat model struktur kecepatan dengan metode finite difference.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Struktur Geologi
Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di suatu daerah sebagai
akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada batuan oleh proses tektonik atau proses
lainnya. Dengan terjadinya proses tektonik, maka batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan
batuan metamorf) maupun kerak bumi akan berubah susunannya dari keadaannya semula.
I. Strike dan Dip
Strike dan Dip adalah sikap atau karakteristik dalam batuan yang dihasilkan oleh
forces geologi maupun sekarang setelah batuan terlipat (ditekuk) atau faulted (retak
dan bergerak di sepanjang celah jarak yang cukup jauh)
a) Strike adalah garis imajiner dengan arah kompas membangun pada permukaan
tempat sedimen atau kesalahan di mana semua titik pada garis yang elevasi setara
- arah kompas biasanya ditunjukkan sebagai bantalan
b) Dip adalah garis imajiner membangun menuruni lereng di tempat sedimen atau
fault arah dip tegak lurus terhadap arah strike dan biasanya dinyatakan dalam
bantalan dan sudut kemiringan (dip) diukur dari bidang horizontal ke bagian atas
tempat atau fault, sudut dip tidak boleh melebihi 90 derajat.
II. Struktur lipatan (Fold)
Lekukan-lekukan di lapisan batuan dan terjadi atas bended, bawah, atau kekuatan
tekanan samping adalah penyebab utama dari lipatan. Lipatan adalah perubahan
bentuk dan volume pada batuan yang ditunjukkan dengan lengkungan atau
melipatnya batuan tersebut akibat pengaruh suatu tegangan (gaya) yang bekerja pada
batuan tersebut. Pada umumnya, refleksi pelengkungan ditunjukkan pada pelapiasn
pada batuan-batuan sedimen atau foliasi pada batuan metamorf. Lipatan adalah
penyebab penting dari pembentukan gunung. Jenis lipatan:
a) Antiklin
Serangkaian lapisan atas melengkung dengan bagian sisi (kaki) mencelupkan
kearah yang berlawanan dari bagian tengah lipatan. Perpecahan dengan plane
(disebut bidang aksial) diamati pada puncak pandangan sebagai sumbu lipatan.
Permukaan yang tererosi ini menunjukkan batuan yang semakin muda adalah
batuan yang jauh dari sumbu lipatan.
b) Sinklin
Serangkaian lapisan bawah melengkung dengan kaki mencelupkan ke dalam.
Arah yang berlawanan terhadap sumbu lipatan permukaan yang tererosi
menunjukkan batuan yang semakin tua adalah batuan yang jauh dari sumbu
lipatan.

Beberapa definisi mengenai lipatan:

a) Crest Point
Titik tertinggi pada lipatan
b) Hinge Point
Titik maksimum pelengkungan pada lapisan yang terlipat
c) Crestal line
Garis yang melalui titik-titik crest point
d) Axial line (garis sumbu lipatan)
e) Crestal plane
Bidang yang melalui crestal line dan pusat perlipatan
f) Axial plane (bidang sumbu)
Bidang yang melalui garis sumbu dan garis pusat perlipatan dan membagi sama
besar sudut yang dibentuk sayap-sayapnya
g) Limb (Sayap lipatan)
Bagian sebelah menyebelah dari sisi lipatan
h) Trough point dan trough line
Titik dan garis terendah pada lipatan

Gambar 1. Diagram blok lipatan


III. Kekar (Joint)
Kekar adalah struktur rekahan pada batuan yang tidak memperlihatkan pergeseran.
Hampir tidak ada suatu singkapan di muka bumi ini yang tidak memperlihatkan
gejala rekahan. Kekar bukan gejala yang kebetulan, tetapi merupakan hasil
kekandasan atau kegagalan batuan akibat tegasan (stress), karena itu kekar akan
mempunyai sifat-sifat yang menuruti hukum-hukum fisika. Struktur kekar
merupakan gejala yang paling umum dijumpai dan banyak dipelajari secara luas
tetapi merupakan struktur yang paling sukar untuk dianalisa. Berdasarkan cara
terbentuknya, kekar dapat diklasifikasikan menjadi:
- Kekar tektonik
Contohnya adalah kekar gerus (shear joint) dan kekar Tarik (tension joint)
- Kekar non-tektonik
Contohnya adalah mudcrack, kekar kolom, dan kekar berlembar
Struktur ini banyak dipelajari karena sangat berhubungan erat dengan masalah-
masalah geologi teknik, geologi minyak bumi (terutama masalah cadangan dan
produksi), geologi untuk pertambangan baik dalam hal sistem penambangannya
maupun pengerahan terhadap bentuk-bentuk mineralisasi dll. Di dalam teknik sipil
dan pertambangan, masalah kekar merupakan hal yang sangat penting, karena
meraka merupakan jalur-jalur lemah dalam batuan. Kesukaran yang dihadapi dalam
membuat analisa struktur ini terletak pada banyaknya sifat-sifat dasar yang
dimilikinya, artinya terdapat bukti-bukti bahwa rekahan-rekahan ini dapat terbentuk
pada setiap waktu kejadian.
Kekar non-tektonik, yaitu kekar yang terbentuk bukan karena gaya tektonik,
misalnya kekar akibat pendinginan (cooling joint) pada batuan beku, misalnya kekar
kolom (columnar joints) atau dapat juga terbentuk akibat pembebanan, misalnya
“sheeting joints”.
IV. Sesar (Fault)
Sesar adalah rekahan atau zona rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan,
dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Pergeseran pada sesar bisa terjadi
sepanjang garis lurus yang disebut sesar translasi atau terputar yang dinamakan sesar
rotasi. Pergeseran pergeseran ini mempunyai dimensi berkisar antara beberapa cm
hingga ratusan km.
Bahan yang hancur akibat pergeseran yang terdapat pada jalur sesar, dapat berupa
“gouge” yaitu suatu bahan yang halus karena lumat akibat gerusan dan “breksi sesar”
yaitu zona hancuran yang memperlihatkan orientasi fragmen akibat gerusan.
Istilah penting yang mengenai sesar:
 Bidang sesar
Bidang rekahan dimana terjadi pergeseran antara blok-blok yang saling
berhadapan.
 Hanging wall
Blok patahan yang berada dibagian atas bidang sesar
 Foot wall
Blok yang ada di bagian bawah sesar
 Throw (Loncatan vertikal)
Jarak slip yang diukur pada bidang vertikal
 Heave (Loncatan horizontal)
Jarak slip yang diukur pada bidang horizontal

Gambar 2. Diagram blok sesar


V. Ketidakselarasan(Unconformity)
Hubungan bukan keselarasan (non-conformity), merupakan hubungan antara batuan
beku ataupun metamorf dengan batuan sedimen yang diendapkan diatasnya. pada
dasarnya hubungan ini juga merupakan ketidak selarasan, mengingat proses
pengendapan diatas batuan jenis lain akan menyangkut proses pengangkatan,
pengikisan dan penurunan kembali sehingga merupakan alas bagi batuan sedimen di
atasnya.

Gambar 3. Sketsa unconformity


2.2 Metode Finite-difference
Metode ini diformulasikan untuk badan kecepatan yang diambil di lokasi khusus, dengan
jarak horizontal dan vertikan yang sama ke segala sisi. Pertanyaan mengenai struktur
kecepatan mana yang dipakai untuk struktur yang disampelkan lebih rumit.

Gambar 4. Source point A dan 8 titik lain


Sumber gelombang seismic berada pada titik A di gambar 4. Proses pewaktuan dimulau
dengan menentukan titik A adalah saat travel time adalah nol, titik-titik yang tegak lurus
terhadap A adalah titik B1 – B4. Rumus mencari 𝑡𝑖 adalah:

𝑡𝑖 = (𝑆 + 𝑆𝐴 )
2 𝐵𝑖 (1)

Keterangan untuk rumus diatas adalah: ℎ adalah jarak mesh dari titik ke titik, 𝑆𝐵𝑖 adalah
1
slowness ( 𝑉 ) di titik B1 – B4, sedangkan 𝑆𝐴 adalah slowness di titik A. Yang perlu dihitung

selanjutnya adalah travel time untuk titik C1 – C4.


Propagasi ray pada dua dimensi, atau propagasi wavefront ditentukan dengan persamaan
eikonal ray tracing, yaitu
𝜕𝑡 2 𝜕𝑡 2
( ) + ( ) = 𝑠(𝑥, 𝑧)2
𝜕𝑥 𝜕𝑧 (2)

yang menghubungkan antara gradient travel time dengan struktur kecepatan. Koordinat
sumbu adalah 𝑥 dan 𝑧, serta 𝑠 adalah slowness. Aproksimasi dari kedua persamaan diatas
adalah:
𝜕𝑡 1
= (𝑡 + 𝑡2 − 𝑡1 − 𝑡3 )
𝜕𝑥 2ℎ 0 (3)

Dan
𝜕𝑡 1
= (𝑡 + 𝑡1 − 𝑡2 − 𝑡3 )
𝜕𝑧 2ℎ 0 (4)

Apabila kedua persamaan diatas digabungkan pada persamaan eikonal, akan didapatkan
𝑡3 = 𝑡0 + √2(ℎ𝑠)2 − (𝑡2 − 𝑡1 )2 (5)

Persamaan diatas akan menghasilkan travel time titik C1 menggunakan travel time pada
titik A, B1, dan B2 di sebuah aproksimasi gelombang bidang. Untuk persamaan ini, titik A
tidak harus selalu menjadi source point.
Persamaan ekstrapolasi kedua akan mengasumsikan circular wavefront.
𝑡0 = 𝑡1 + 𝑠√𝑥𝑠2 + 𝑧𝑠2 (6)

𝑡1 = 𝑡𝑠 + 𝑠√(𝑥𝑠 + ℎ)2 + 𝑧𝑠2 (7)

𝑡2 = 𝑡𝑠 + 𝑠√𝑥𝑠2 + (𝑧𝑠 + ℎ)2 (8)

dan

𝑡3 = 𝑡𝑠 + 𝑠√(𝑥𝑠 + ℎ)2 + (𝑧𝑠 + ℎ)2 (9)

Rumus Error (dalam %):


𝑡3 − 𝑡3𝑐
𝐸=
ℎ𝑠 (10)

2.3 Uji Ray tracing


Walaupun banyak media yang bisa dipakai untuk memastikan akurasi, menghitung travel
time yang akurat untuk media yang sejenis tidak berguna. Ujian paling menantang adalah
membandingkan hasil finite difference dan hasil ray-tracing untuk medium yang variasi
kecepatannya sangat banyak. Ray tracer membagi tiap kotak yang menjadi sampel grid
kecepatan menjadi dua segitiga, yang masing2 memiliki gradient linear. Ray path yang
melewati tiap segitiga adalah busur dari sebuah lingkaran, yang dapat diselesaikan secara
analitik. Sebuah medium random dengan 5% variasi kecepatan RMS dipilih dan
disampelkan pada grid 128x128. Jarak antar titik adalah 20. Variasi kecepatan di model ini
ditunjukkan pad gambar berikut. Source diletakkan di grid point (64,120), dan masing-
masing dari 128 titik di permukaan di anggap menjadi receiver.
Gambar 5. Model variasi kecepatan
Travel time yang melewati bangunan ini berjarak dari 118 – 136 detik saat sebuah jarak grid
1 km dan kecepatan rata-rata 1 km/s dipilih. Travel time yang dihitung untuk sebuah
kecepatan sejenis dan untuk struktur kecepatan berdasarkan variable dibandingkan di grafik
berikut.

Grafik 1. Perbandingan kecepatan


Gambar selanjutnya adalah untuk menunjukkan perbedaan hasil ray tracing dan finite
difference. Perbedaannya akan sulit dilihat apabila kita melihat skala pada gambar 5. Medan
kecepatan variable diinterpolasi dengan gradient linear oleh ray tracer dan dirata-ratakan
dengan metode finite difference.

Gambar 6. Perbandingan interpolasi kedua metode

Kedua metode interpolasi tidak mempengaruhi travel time secara signifikan, dapat dilihat dari
kesamaan pola dan amplitudo gelombang yang dihasilkan, dan metode interpolasi
menghasilkan medan kecepatan yang berbedaa di kecepatan variabel, tetapi menghasilkan
medan kecepatan yang sama di kecepafan sejenis.

Kesimpulannya, bila menggunakan persamaan 5, besar error adalah 0,1%. Tetapi, apabila
menggunakan persamaan 6,7, dan 8 digunakaan saat wavefront membengkok secara tajam,
maka errornya menjadi maksimal 0,03%. Ketepatan meningkat seiring grid diperkecil.

Skema finite difference ini tidak hanya akurat, tetapi juga mampu menemukan travel time di
empat lokasi dimana raytracer gagal (kemungkinan shadow zone), dan satu lokasi dimana ray
tracer tidak menemukan first arrival time. Finite difference menemukan travel time di semua
titik grid 128x128, sedangkan raytracing hanya menemukan travel time di 128 titik permukaan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Vidale, John. 1988. Finite-Difference Calculation Of Travel Times. Bulletin of the


Seismological Society of America, Vol. 78, No. 6, pp. 2062-2076.
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66633/potongan/S1-2013-283161-chapter1.pdf,
Diakses pada Jumat, 23 Desember 2016, pukul 22.51.
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69302/potongan/S1-2014-284162-chapter1.pdf,
Diakses pada Jumat, 23 Desember 2016, pukul 22.53.

Anda mungkin juga menyukai