Apendisitis Akut
Oleh:
Adika Azaria 1840312225
Afifah Aqilatul FPW 1840312210
Wahyu Zikra 1840312291
M. Fadhillah Ghivari 1840312407
Preseptor:
dr. Vendry Rivaldy, Sp.B(K)BV
1
BAB 1
PENDAHULUAN
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan
terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang
menjelaskan bahwa Appendicitis akut merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut
Apendisitis yang bersifat akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Apendisitis
dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan.
Insiden tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki
Apendisitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan apendisitis
perforasi. Perforasi pada appendiks dapat menyebabkan terbentuknya kavitas dengan abses
yang berisis pus, yang dapat pecah dan menyebabkan peritonitis. Pada kasus seperti ini,
laparotomi emergensi dan irigasi dari rongga peritoneal sangat penting untuk dilakukan. Bila
tidak segera dilakukan operasi, dapat menyebabkan kematian pada pasien. 4,5
2
1.2 Tujuan Penelitian
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Apendiks (umbai cacing) merupakan organ digestif yang terletak pada rongga
abdomen bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ±10 cm dan
berpangkal di sekum. Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di distal.
Sedangkan pada bayi, apendiks berbentuk kerucut yaitu melebar di proksimal dan
pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya yaitu retrosekal, retroileal, ileosekal dan di
rongga pelvis1,2. Apendiks dipersarafi oleh persarafan otonom parasimpatis dari nervus
vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan
radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh
4
Fungsi appendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan
lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,
cerna. Appendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan
dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada
5
2.3 Epidemiologi Apendisitis
Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Insidensi Apendisitis akut di
negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir
angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi
pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih
tinggi.3
2.4 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limfa, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.3
6
2.5 Patogenesis Apendisitis
maju, yakni mencapai 82% dari pasien apendisitis yang mengalami peritonitis. Perjalanan
penyakit apendisitis akut yang dapat menyebabkan terjadinya perforasi hingga terjadinya
a. Stadium Kataralis
Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran mukus apendiks, akumulasi
akan menyebabkan hambatan aliran limfe, sehingga terjadi edem mukosa, submukosa,
serosa hingga peritoneum visceral. Akumulasi mukus baik bagi perkembangan bakteri
aerob dan anaerob saluran cerna.Mukus lalu berubah menjadi pus oleh bakteri.Edema
Resolusi dapat terjadi pada stadium ini, bisa karena spontan maupun dengan antibiotik
b. Stadium Purulent
Udema dan pus menyebabkan penurunan aliran vena dan arteri, sehingga terjadi
akut. Pada stadium ini peradangan telah mengenai seluruh dinding apendiks dan terjadi
c. Stadium Gangrenosa
Aliran arteri sangat terganggu mengakibatkan nekrosis/ gangren dengan bakteri yang
menembus lumen usus ke rongga peritoneum. Peradangan ini akan menyebabkan masa
lokal yang terdiri dari omentum dan usus membatasi penyebaran bakteri dan melokalisir
7
radangnya. Masa ini disebut apendisitis infiltrate, bila masa lokal itu berisi pus maka
d. Stadium perforasi
Perforasi dari lumen apendiks ke rongga peritoneum melalui dinding yang gangren
Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya
operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut
sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan
geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat
apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar 3. Faktor risiko lain perforasi diantaranya
sebelumnya.
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di
daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
8
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat
celcius.3
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila apendiks terletak
di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
9
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang
panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala
serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum
dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Mual
Muntah
Demam
10
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada apendisitis, pasien belum tampak adanya distensi abdomen dan bising usus
masih normal. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan yang terbatas pada region kuadran kanan
a. Rovsing’s sign
b. Psoas sign
Rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel
c. Obturator sign
Fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi telentang. Nyeri timbul apabila
11
Pada apendisitis perforasi yang sudah menyebabkan peritonitis, pasien akan
mengeluhkan nyeri pada seluruh abdomen. Pada inspeksi didapatkan distensi abdomen,
kemudian pada auskultasi didapatkan penurunan bising usus, pada palpasi didapatkan nyeri
tekan dan nyeri lepas di seluruh lapangan abdomen. Adanya defans muscular menandakan
Jika dilakukan Rectal Tousche (RT), pasien dapat mengeluhkan nyeri pada arah
pukul 10 yang menandakan appendiks berada di posisi pelvic, sedangkan sfinkter ani
pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, profil pembekuan darah.
Pemeriksaan darah yang dapat menggambarkan adanya proses infeksi pada appendiks akan
pemeriksaan Rontgen, Ultra Sono Graphy (USG), dan CT-Scan. Pada hasil USG dikatakan
pasien positif mengalami apendisitis adalah dengan besar appendiks yang lebih besar atau
sama dengan 6 mm. diagnosis menggunakan USG ini memiliki angka sensitivitas 55-96%
dan spesifitas 85-98% untuk mendiagnosis apendisitis akut. Pemeriksaan USG ini juga dapat
menggambarkan adanya apendisitis pada anak-anak atau ibu hamil.3,7 Pada pemeriksaan
rontgen abdomen mungkin didapatkan fekalit <5%, berupa perselubungan di fossa iliaka
12
appendicolith, dan apabila ditambahkan kontras kemungkinan didapatkan gambaran
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat
bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai
lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan 5. Komponen Alvarado
Score adalah:
Skor 0-4 : Kemungkinan besar tidak namun bukan tidak mungkin apendisitis
13
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang harus dipikirkan pada kasus seperti ini adalah:
2.9 Penatalaksanaan
Bila diagnosis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan
Pada apendisitis dengan abses atau phlegmon , dianjurkan untuk drainase abses
antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob , dan
14
2.9.1 Penatalaksanaan preoperatif
pemberian cairan intravena. Perembesan cairan yang massif dari cairan ke rongga peritoneal
harus digantikan dengan cairan intravena dengan jumlah yang sesuai. Apabila terjadi toksik
sistemik, maka harus dilakukan pencatatan terhadap cairan yang masuk dan keluar dengan
memasang kateter urin. Pada pasien harus diberikan Ringer Lactate dengan tetesan cepat
dalam angka yang optimal serta mengontrol pengeluaran cairan melalui urin dengan kateter
urin.
pathogen pada rongga peritoneum setelah dilakukan pemeriksaan cairan dengan cara kultur.
Antibiotic inisial yang dapat diberikan antara lain sefalosporin generasi ketiga, ampicilin-
antibiotik yang tepat dilakukan setelah menunggu hasil kultur dan tes sensitivitas. Antibiotik
masih dilanjutkan pemberiannya sampai pasien afebris, dengan nilai leukosit normal.
Pemasangan NGT juga dapat dilakukan untuk pasien yang mengeluhkan distensi atau perut
kembung.
3.0 Komplikasi
- Apendisitis abses
15
- Apendisitis perforata
- Apendisitis kronis
3.1 Prognosis
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta
komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak, angka ini berkisar 0,1-1%
sedangkan pada pasien di atas 70 tahun angka ini meningkat di atas 20% terutama karena
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Geahart SL, Silen W. Acute Apendisitis and Peritonitis. Dalam: Fauci A, Braunwald
Internal Medicine. Edisi ke-17 Volume II. USA: McGraw-Hill; 2008; 1916-17.
1645-56. 2016.
3. Sjamsuhidajat RW, Karnadihardja, Thaddeus OHP, Reno R. Buku Ajar Ilmu Bedah.
and Its Relevance for Cross Sectional Imaging. RadioGraphics, 32:437-51. 2012.
7. Seymor I. Schwartz, Appendix, in Principles of Surgery, 8th ed, Mc Graw Hill inc;
USA. 2005.
17