Anda di halaman 1dari 9

Jenis jenis Pajak dalam Negeri :

1. Pajak Penghasilan

Pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang diperoleh dari penghasilan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak selama tahun pajak. Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang
dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu :

(a) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas. Cotohnya : gaji, honorarium,
penghasilan dari praktik dokter, notaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.

(b) Penghasilan dari usaha dan kegiatan

(c) Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak maupun harta tidak bergerak, contohnya : bunga,
dividen, sewa, keuntungan, penjualan harta atau hak yang tidak digunakan untuk usaha dan sebagainya.

(d) Penghasilan lain-lain. Contohnya : pembebasan utang, hadiah dan sebagainya.

2. Pajak Penghasilan Migas

Pengertian Pajak Penghasilan Migas adalah iuran yang diperoleh pemerintah dari usaha atas hasil
eksplorasi dan eksploutasi minyak bumi. Minyak bumi merupakan kekayaan potensial bagi negara.
Eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi teah dimulai sejak zaman penjajahan. Berdasarkan ketantua Pasal
33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, sehingga
semua usaha eksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak bumi dipegang oleh pemerintah dengan
pertamina sebagai penanggung jawab.

3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah iuran yang
diperoleh pemerintah dari penjualan barang mewah. Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah ini diatur di dalam UU No.18 Tahun 1994. Yang menjadi subjek pajak pertambahan nilai
adalah :

(a) Penyerahan barang dan jasa kena pajak di dalam daerah pabean dengan beberapa pengecualian.

(b) Impor atau ekspor Barang Kena Pajak (BKP).

(c) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan jasa dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

(d) Penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha barang tersebut di dalam daerah pabean
dan impor yang tergolong barang mewah.
Bagi BKP (Barang Kena Pajak) yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga
dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan adalah iuran yang dipungut oleh pemerintah terhadap bangunan yang dimiliki,
dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang diperguanakan untuk
kegiatan usaha perkebukan, perhutanan dan pertambangan. Ketentuan mengena pajak bumi dan
bangunan (PBB) diatur di dalam UU No. 12 Tahun 1985. Objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi
dan atau bangunan dengan beberapa pengecualian dan dibagi dalam sektor pedesaan, perkotaan,
perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan
yang secara nyata :

(a) mempunyai suatu hak atas objek.

(b) memperoleh manfaat atas objek.

(c) memiliki objek.

(d) menguasai objek baik atas bumi atau atas bangunan atau salah satu diantaranya.

Berdasarkan peraturan pemerintah No.104 Tahun 2000, pembagian hasil penerimaan pajak bumi dan
bangunan ditetapkan sebagai berikut :

(a) Untuk pemerintah pusat 10%.

(b) Untuk pemerintah daerah 16,2%.

(c) Untuk daerah kabupaten atau kota 64,8%.

(d) Untuk biaya pemungutan 9%.

5. Cukai

Pengertian Cukai adalah pungutan negara yang terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
dan karakteristik yang ditentukan yang disebut dengan Barang Kena Cukai (BKC). Cukai diatur di dalam
UU No.11 Tahun 1995 megenai Cukai. Yang dimaksu dengan Barang Kena Cukai ialah barang-barang yang
di dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi.

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah penerimaan negara yang berasal dari pemungutan
karena diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan. BPHTB diatur di dalam UU No.21 Tahun 1997.
Subjek BPHTB ialah orang prbadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Yang
dimaksud dengan hak atas tanah dan bangunan yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha,
hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. Yang menjadi objek BPHTB adalah
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemindahan hak dan pemberian hak baru.

7. Pajak Lainnya

Penerimaan negara yang tercantu, dalam Pos Pajak lainnya adalah penerimaan dari Bea Materai dan Bea
Lelang.

Pengertian Bea Materai adalah pajak yang diperoleh atas dokumen. Satu dokumen hanya terutang satu
bea materai dan tembusan atau rangkap dari dokumen terutang Bea Materai yang sama dengan aslinya.
Pihak yang terutang Bea Materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen
tersebut, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Pengertian Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum, termasuk melalui media
elektronik, dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat dan atau dengan
penawaran harga secara tertulis, yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat. Objek
lelang adalah barang bergerak dan barang tidak bergerak. Subjek lelang yaitu pemohon atau penjual
lelang, peserta lelang dan pembeli lelang.

Suatu negara tentunya membutuhkan sebuah pemasukan tersendiri untuk melaksanakan kegiatan atau
programnya, seperti belanja, perbaikan sarana prasarana dan lain sebagainya. Pemasukan negara sering
disebut dengan devisa negara yakni uang atau dana yang dimiliki oleh pemerintah baik dari dalam dan
luar negeri. Pemasukan negara menjadi salah satu aspek penting bagi kestabilan kinerja pemerintahan.
(Baca juga : fungsi devisa negara)

ads

Ada beberapa jenis pemasukan negara dimana ada yang berasal dari pemungutan pajak, ada yang dari
luar pajak, ada juga hadiah sebagai apresiasi kepada suatu negara. Pemasukan negara yang berasal dari
pajak meliputi pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, pajak dari
penanaman saham dari luar negeri dan masih banyak lainnya. Sedangkan untuk hadiah, biasanya
pemasukan pemerintah berasal dari penghargaan ketika menjadi suatu negara terbaik di dunia,
mendapat ucapan terima kasih dari pihak luar negeri akibat dari kerjasama dan lain sebagainya. Untuk
pemasukan negara bukan pajak akan kita bahas bersama pada artikel ini.

Penerimaan negara bukan pajak merupakan segala sesuatu pemasukan yang diterima oleh negara bukan
melalui perpajakan. Jadi semua yang diterima oleh negara tidak melalui atau tidak menyinggung
perpajakan maka itulah yang disebut dengan penerimaan bukan pajak atau yang sering kita sebut
dengan non tax. Tentu sebuah produk atau aspek perekonomian suatu negara memiliki landasan hukum
atau dasar yang menjadi koridor atau perlindungan dari sebuah penyelewengan. Dasar hukum yang
terkait oleh penerimaan negara bukan pajak antara lain :

Undang- undang no 20 tahun 1997 yang membahas tentang penerimaan negara bukan pajak.

Undang- undang no 17 tahun 2003 yang berisi tentang keuangan negara.

Undang- undang no 1 tahun 2004 yang berbicara tentang pembendaharaan negara.

Undang- undang no 15 tahun 2004 yang berisis tentang pemeriksaan pengolahan dan tanggungjawab
keuangan negara.

Undang- undang no 22 tahun 1997 yang menyinggung tentang jenis dan penyetoran penerimaan bukan
pajak.

Undang- undang no 73 tahun 1999 yang berbicara tentang tata cara penggunaan penerimaan negara
bukan pajak yang bersumber dari kegiatan tertentu.

Peraturan pemerintah no 1 tahun 2004 tentang tata cara penyampaian rencana dan laporan realisasi
penerimaan negara bukan pajak.

Peraturan pemerintah no 22 tahun 2005 tentang pemeriksaan penerimaan negara bukan pajak.

Peraturan pemerintah no 29 tahun 2009 tentang tata cara penentuan jumlah dan penyetoran
penerimaan bukan pajak yang terutang.

Peraturan pemerintah no 71 tahun 2009 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak di
lingkungan Kementrian dalam negeri.

Peraturan pemerintah no 34 tahun 2010 tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan atas
penetapan penerimaan negara bukan pajak yang masuk dalam kategori terutang.

Artikel terkait : aspek hukum ekonomi pembangunan – undang-undang pasa modal terbaru
Adapun pengelompokkan penerimaan negara bukan pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan tepatnya pada Undang-undang no 20 tahun 1987 tentang jenis penerimaan negara bukan
pajak , yakni meliputi :

Penerimaan negara yang bersumber dari pengelolahan dana pemerintah.

Penerimaan atau pemasukan negara yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam yang mereka
miliki.

Penerimaan atau pemasukan negara yang berasal dari hasil-hasil pengelolahan kekeyaan negara yang
telah dipisahkan.

Penerimaan atau pemasukan yang berasal dari aktivitas pemerintah yang berupa pelayanan kepada
masyarakat.

Penerimaan atau pemasukan yang berasal dari pengenaan denda administrasi dan berdasarkan
keputusan pengadilan.

Penerimaan atau pemasukan lainnya yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan tentang
penerimaan negara bukan pajak.

Itulah beberapa pembagian dari penerimaan negara bukan pajak, namun selanjutnya kita akan
memperjelas dan memperinci pengelompokkan beberapa bentuk penerimaan negara bukan pajak, yakni
sebagai berikut :

penerimaan yang bersumber dari pengelolahan dana pemerintahan, penerimaan ini meliputi beberapa
aspek yakni :

penerimaan yang berasal dari jasa giro

penerimaan dari sisa-sisa anggaran yang telah digunakan yakni sisa anggaran dari pembangunan atau
SIAP dan sisa anggaran rutin atau SIAR. (Baca juga : fungsi pajak dalam pembangunan)

penerimaan yang berasal dari pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), yang terdiri dari beberapa aspek
sebagai berikut :

royalti atau keuntungan dari perikanan baik air tawar maupun air laut. ( Baca juga : manfaat ekonomi
perikanan)

royalti atau keuntungan yang diperoleh dari bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan.
royalti atau keuntungan yang didapat dari bidang pertambangan yang meliputi emas, perak dan lainnya
kecuali migas.

Royalti sendiri diartikan sebagai pembayaran atau penyetoran yang diterima oleh negara sehubungan
dengan pemberian izin kepada pihak yang bersangkutan untuk memanfaatkan ataiu mengolah kekayaan
negara berupa sumber daya alam itu sendiri. (Baca juga : cara mengatasi kelangkaan SDA)

penerimaan yang diperoleh dari pengolahan kekayaan negara yang dibagi menjadi 3 bagian yakni :

Bagian laba pemerintahan, yang berasal dari berbagai aktivitasnya seperti pemberian izin, pelayanan dan
lain sebagainya.

Hasil penjualan saham atau sertifikat berharga yang dimiliki pemerintah, meliputi saham kepemilikan
daerah, dan saham lainnya. (Baca juga : tindakan ekonomi rasional)

Deviden yang diartikan sebagai sebuah pembayaran yang berupa keuntungan dari keikutsertaan mereka
selaku pemegang saham dalam suatu perusahaan tertentu. (Baca juga : Sumber dana perusahaan)

penerimaan atau pemasukan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah itu sendiri,
pelayanan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat antara lain :

pelayanan pada bidang pendidikan formal mauapun non formal (baca juga : teori hierarki kebutuhan
Maslow)

pelayanan kepada masyarakat di bidang kesehatan (Baca juga : Teori kebutuhan dasar manusia)

pemberiaan atas hak paten, hak cipta dan merk kepada pihak yang bersangkutan. (baca juga : pengertian
dan perbedaan TM, R, C, SM)

Penerimaan dan pemasukan yang didasarkan atas keputusan pengadilan, adapun pemasukan itu antara
lain :

Dana yang diperoleh dari proses pelelangan barang.

Dana yang diperoleh dari denda atas sebuah pelanggaran.

Dana yang diperoleh dari hasil rampasan seorang penjahat ketike tertangkap oleh polisi.

Penerimaan dana berupa hibah

Hibah adalah sebuah hadiah yang diberikan Cuma-Cuma oleh pihak lain, atau bisa juga sebuah hadiah
yang diperoleh ataqs kerjakeras dan kesuksesan yang mereka raih.

Penerimaan lain yang telah diatur dan tidak keluar dari perundang-undangan yang ada
Tentu dengan adanya penerimaan negara bukan pajak perlu adanya sebuah pengelolahan yang benar
agar tetap dalam koridor yang benar. Ada beberapa prinsip pengelolahan penerimaan negara bukan
pajak, antara lain :

Seluruh penerimaan negara bukan pajak (PNPB) harus disetorkan secepatnya pada kas negara. Hal ini
sesuai dengan pasal 4 undang-undang no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak
(PNPB).

Penerimaan negara bukan pajak (PNPB) secara keseluruhan wajib disetorkan pada waktunya atau waktu
yang tepat. Hal ini telah disebutkan pada pasal 16 ayat 3 undang-undang no 1 tahun 2004 tentang
pembendaharaan negara.

Besarnya tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNPB) telah ditetapkan dalam Undang- undang
atau peraturan pemerintah yang bertindak untuk menetapkan jenis penerimaan negara bukan pajak
(PNPB) yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan di dalam pasal 3 ayat 2 undang-
undang no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNPB).

Penerimaan yang berasal dari kementrian atau lembaga tidak boleh digunakan secara langsung untuk
membiayai segala pengeluaran yang sudah terjadi atau yang akan terjadi sesuai dengan program kerja
yang telah disusun. Hal ini didasarkan pada pasal 16 ayat 3 Undang-undang no 1 tahun 2004 tentang
pembendaharaan negara.

Seluruh penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dikelola dalam sistem APBN. Hal ini telah dijelaskan
dalam pasal 5 undang-undang no 20 tahun 1997 tentang penerimaan negara bukan pajak (PNPB).

Segala penerimaan yang menjadi hak negara dalam tahun anggaran yanag telah ditentukan dan
bersangkutan harus dimasukkan ke dalam APBN. Hal ini telah tercantum dalam undang-undang no 17
tahun 2003 pasal 3 ayat 5 yang berbicara tentang keuangan negara.

Selain memenuhi kewajibannya untuk menyetor ke kas negara dan memasukannya ke dalam APBN,
sebagian dana dari penerimaan negara bukan pajak (PNPB) bisa digunakan untuk melaksanakan kegiatan
tertentu yang berhubungan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak (PNPB) tersebut oleh instansi
yang bersangkutan.

Sebagian dana dari penerimaan negara bukan pajak (PNPB) bisa digunakan untuk melaksanakan kegiatan
tertentu yang berhubungan dengan jenis penerimaan negara bukan pajak (PNPB) yang telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.

Beberapa instansi boleh menggunakan sebagian dana dari penerimaan negara bukan pajak (PNPB)
dengan syarat telah mendapatkan ijin dan persetujuan dari Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan berhak untuk meninjau kembali pesetujuannya mengenai penggunaan penerimaan
negara bukan pajak yang dimaksud sewaktu-waktu.
Dana dari hasil penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bisa digunakan untuk membiayai berbagi
kegiatan diantaranya :

Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi.

Kegiatan seputar pelayanan kesehatan.

Kagiatan atau aktivitas yang bersangkutan dengan pendidikan dan pelatihan masyarakat.

Kegiatan seputar penegakkan hukum dan keadilan

Kegiatan yang bersangkutan dengan pelayanan yang melibatkan kemampuan intlektual tertentu.

Kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian dan pengelolahan sumber daya alam.

Tentunya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) harus melalui sebuah proses penting yakni pelaporan,
karena hal ini juga menyangkuut hidup atau hajat orang banyak. Meskipun bukan dari perpajakan, dana
yang diperoleh dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan tujuan untuk keterbukaan,
menghindari penyelewengan dan lainnya. Pelaporan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ada dua
yakni :

Pimpinan dari masing-masing instansi pemerintah yang memiliki sangkut paut atau hubungan dengan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) wajib melaporkan laporan triwulan mengenai seluruh
penerimaan dan penggunaan dana dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) keoada Menteri
Keuangan.

Laporan mengenai realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) triwulan disampaikan secara tertulis
oleh pejabat atau pemimpin instansi pemrintahan kepada Menteri Keuangan paling lambat 1 bulan
setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

Penerimaan negara bukan pajak (PNPB) bukan hal yang remeh, tentu perlu sebuah pemeriksaan untuk
membuktikan kebenaran dan menghindari sebuah kesalahan yang terjadi. Pengawasan perlu dilakukan
karena jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tidak sedikit. Maka dari itu ada dua langkah
pengawasan, antara lain :

Instansi pemerintahan diperbolehkan untuk melakukan pengawasan atau pemeriksaan khusus atas
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai dengan permintaan Menteri Keuangan. Hal ini tertuang
dalam PP no 22 tahun 2005 pasal 4.
Untuk instansi pemerintah yang berhak serta berwenang melakukan pemeriksaan khusus terhadap
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah disebutkan dalam PP n0 22 tahun 2005 pasal 1, yakni
Badan Pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKB).

Pemeriksaan ini memiliki beberapa tujuan yakni meningkatkan efisiensi dan keefektifan pengelolahan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP), untuk menguji kepatuhan pihak-pihak yang bersangkutan atas
pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan khususnya di bidang
penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Selanjutnya kita akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah tarif atas jenis
penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan
nilai tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yakni :

Dampak yang dihasilkan dari pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan atau aktivitas yang
berhubungan dengan usaha baik mandiri atau kelompok. (Artikel terkait : contoh tindakan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari – contoh prinsip ekonomi dalam kehidupan sehari-hari)

Memperhatikan aspek keadilan dalam masyarakat, adil bukan berarti sama namun adil di sini berarti
sesuai dengan yang ada jika semakin besar pendapatan maka semakin besar pula tarif yang dikenakan.

Pengenaan biaya atas penyelenggaraan kegiatan didasarkan atas jenis penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai