SUSUNAN REDAKSI
DAFTAR ISI
JURNAL ILMU KEPERAWATAN
PENGARUH TERAPI MUSIK MOZART TERHADAP PERUBAHAN POTENSI
KREATIVITAS ANAK AUTIS USIA 5-6 TAHUN DI KLINIK TERAPI WICARA
FASTABIKUL KHOIROT BEDALI LAWANG
Penanggung Jawab
Ari Damayanti Wahyuningrum..........................................................1-5
Ns. Setyoadi, M.Kep., Sp.Kep.Kom
PENINGKATAN KENYAMANAN LANSIA DENGAN NYERI RHEUMATOID
Editor Kepala ARTHRITIS MELALUI MODEL Comfort Food For The Soul
Ns. Bintari Ratih K, M.Kep Dhina Widayati, Farida Hayati........................................................6-15
www.jik.ub.ac.id
1
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017
2
PERBEDAAN KEBERHASILAN TERAPI FIBRINOLITIK PADA PENDERITA
ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DENGAN DIABETES
DAN TIDAK DIABETES BERDASARKAN PENURUNAN ST-ELEVASI
ABSTRAK
ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah kondisi yang terjadi akibat rupturnya plak
aterosklerosis yang menyebabkan oklusi total pada arteri koroner. Salah satu tindakan reperfusi yang
dapat dilakukan pada pasien STEMI adalah pmberian fibrinolitik yang sebaiknya diberikan dalam
waktu <12 jam setelah munculnya nyeri dada. Keberhasilan terapi fibrinolitik dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal salah satunya adalah pasien menderita diabetes atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah
membedakan keberhasilan terapi fibrinolitik pada penderita STEMI dengan diabetes dan tidak
diabetes berdasarkan penurunan ST-elevasi. Metode dalam penelitian ini analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional prospective. Jumlah sampel 34 responden diambil dengan
pendekatan consecutive sampling. Pengukuran dilakukan dengan cara observasi langsung ke pasien
dan mengobservasi catatan rekam medis pasien STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes di
emergensi jantung PJT RSUP Sanglah Denpasar, ICCU RSUD Badung dan ICU BRSU Tabanan. Uji
analisis yang digunakan untuk membedakan keberhasilan terapi fibrinolitik pada penderita STEMI
dengan diabetes dan tidak diabetes adalah uji Fisher. Hasil analisis uji Fisher menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien diabetes dan tidak
diabetes (p<0.000), dimana keberhasilan terapi fibrinolitik pada pasien diabetes (10%) lebih sedikit
dibandingkan pada pasien yang tidak diabetes (79%). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
keberhasilan terapi fibrinolitik yang signifikan pada pasien diabetes dan tidak diabetes, dimana
dalam penelitian ini keberhasilan terapi fibrinolitik ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh waktu
pemberian fibrinolitik dan faktor resiko STEMI lain yang dialami oleh pasien seperti hipertensi,
obesitas, hiperlipidemia dan merokok.
Kata kunci: STEMI, terapi fibrinolitik, diabetes dan tidak diabetes, penurunan ST-elevasi
ABSTRACT
ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is a condition that occurs due to rupture of atherosclerotic
plaque causing total occlusion in the coronary arteries. One of the reperfusion actions that can be
performed in STEMI patients is fibrinolytic therapy which should be administered within <12 hours
after the onset of chest pain. The success of fibrinolytic therapy can be influenced by several things
such as patient suffered from diabetes or not. The aim of this study was to differentiate the success
of fibrinolytic therapy in STEMI patients with diabetes and non-diabetes based on decreased of ST-
elevation. Method of the research was analytic observasional with cross sectional prospective
approach. The sample number was 34 respondents which taken with consecutive sampling approach.
Measurements were made by direct observation to the patient and medical records of STEMI patients
with diabetes and non-diabetes in emergency jantung PJT Sanglah Denpasar Hospital, ICCU Badung
Hospital and ICU BRSU Tabanan. The analisis that used to differentiate the success of fibrinolytic
therapy in STEMI patients with diabetes and not diabetes was Fisher test. The results of Fisher’s test
analysis showed that there were significant differences in the success of fibrinolytic therapy in
patients with diabetes and non-diabetes (p <0.000) which is the success of fibrinolytic therapy in
diabetic patients (10%) was lower than in non-diabetic patients (79%). The conclusion is there are
significant differences in the success of fibrinolytic therapy in diabetic and non-diabetic patients. In
this study the success of fibrinolytic therapy may also be influenced by the time of fibrinolytic
administration and other STEMI risk factors such as hypertension, obesity, hyperlipidemia and
smoking.
Keywords: STEMI, fibrinolytic therapy, diabetic and non-diabetic, ST-elevation resolution
Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. 5 No. 1, Mei 2017. Korespondensi: Ni Made Dewi Wahyunadi. Email:
ni.made.dewi.wahyunadi@gmail.com No. HP.081230246066
aliran darah dan mencegah meluasnya RSUD Badung (14 orang), dan ICU BRSU
kematian sel miokardium (Masoomi et al. Tabanan (12 orang) pada bulan Mei-Juni
2012). 2016, dengan jumlah sampel penelitian
sebanyak 34 orang yang diambil megguna-
Beberapa penelitian menunjukkan
kan pendekatan consecutive sampling.
bahwa penggunaan fibrinolitik tidak selalu
www.jik.ub.ac.id
97
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah 1) pria lebih banyak dibandingkan dengan
Pasien yang diagnosa STEMI yang disertai wanita, dimana pada pasien STEMI dengan
diabetes maupun tidak diabetes (pasien diabetes 90%nya adalah pasien pria dan
dikatakan diabetes jika GDA pasien saat pada pasien yang tidak diabetes 79% adalah
masuk ke rumah sakit ?200mg/dl dan pria. Kemudian pada pasien STEMI dengan
memiliki riwayat diabetes. Sedangkan diabetes, terapi fibrinolitik paling banyak
dikatakan tidak diabetes jika GDA pasien diberikan dalam rentang waktu >6-12 jam
<200mg/dl dan tidak memiliki riwayat (90%) dan pasien STEMI yang tidak diabetes
diabetes), 2) Usia 45-65 tahun (Middle age), mendapatkan terapi fibrinolitik paling
3) Pasien yang diberikan terapi fibrinolitik banyak dalam rentang waktu 3-6 jam (42%).
Streptokinase 1.500.000 unit dalam 1 jam. Dari semua pasien STEMI dngan diabetes,
Kriteria eksklusi pasien STEMI yang 70% pasien memiliki faktor resiko STEMI
mengalami alergi terhadap fibrinolitik. ³3, sedangkan 30%nya memiliki faktor
Pengambilan data dilakukan dengan resiko STEMI <3. Pada pasien yang tidak
cara observasi langsung ke pasien dan diabetes 13% memiliki memiliki faktor resiko
mengobservasi catatan rekam medis pasien STEMI ³3, sedangkan 87% memiliki faktor
STEMI dengan diabetes dan tidak diabetes. resiko <3.
Pengambilan data variabel keberhasilan Tabel 1. Karakteristik Pasien STEMI
terapi fibrinolitik dilakukan dengan
dengan Diabetes dan Tidak Diabetes
mengukur persentase penurunan ST-elevasi
Karakteristik Diabetes Tidak
dari rekaman EKG pasien yang dilakukan 2
N=10 (%) Diabetes
kali yaitu sebelum terapi fibrinolitik dan 60 N=24
menit setelah pemberian terapi fibrinolitik. (%)
Jenis kelamin
Perhitungan keberhasilan terapi fibrinolitik
Pria 90 79
berdasarkan selisih tinggi (penurunan) ST- Wanita 10 21
elevasi = penjumlahan tinggi ST-elevasi Waktu pemberian fibrinolitik
<3 jam 0 37
tertinggi dari setiap lead sebelum terapi
3-6 jam 10 42
fibrinolitik - penjumlahan tinggi ST-elevasi >6-12 jam 90 21
tertinggi dari setiap lead sesudah terapi Tekanan darah
Hipertensi 60 42
fibrinolitik). Persentase (%) penurunan ST
Tidak hipertensi 40 58
elevasi = penurunan ST elevasi: penjumlahan IMT
tinggi ST-elevasi dari setiap lead sebelum Obesitas 20 4
Tidak obesitas 80 96
terapi fibrinolitik x 100. Kemudian
Kolesterol
dikategorikan menjadi ≥ 50% (berhasil) dan Hiperlipidemia 50 29
<50% (gagal). Tidak hiperlipidemia 50 71
Kebiasaan Merokok
Merokok 70 29
HASIL Tidak merokok 30 71
Jumlah faktor resiko ≥3
Tabel 1. menunjukkan bahwa pada Faktor resiko ≥3 70 13
Faktor resiko <3 30 87
penelitian ini respnden dengan jenis kelamin
pada Pasien Diabetes dan Tidak Diabetes pada pasien STEMI dengan diabetes dan tidak
diabetes. Dari hasil penelitian tersebut
≥50% <50% p
(berhasil) (gagal) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang
Diabetes 10% 90% <0.000 signifikan dalam penurunan ST elevasi pada
Non Diabetes 79% 21%
pasien STEMI dengan diabetes dan yang tidak
Berdasarkan uji Fisher pada tabel 3. diabetes, dimana penurunan segmen ST secara
dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan komplit pada pasien diabetes sebesar 31,6%
keberhasilan terapi fibrinolitik yang dan pada pasien tidak diabetes terjadi
signifikan pada pasien diabetes dan tidak penurunan segmen ST secara komplit sebesar
diabetes (p<0.000), dimana pada pasien 51,0% (p<0,005). Sedangkan kegagalan
STEMI yang tidak diabetes keberhasilan penurunan segmen ST pada pasien dengan
terapi fibrinolitik lebih banyak yaitu 79%, diabetes sebesar 27,8%, dan kegagalan
sedangkan pada pasien STEMI dengan dia- penurunan segmen ST pada pasien tidak dia-
betes tingkat kegagalannyalah yang lebih betes yaitu sebesar 9,0%. Hal ini menunjukkan
banyak yaitu 90%. bahwa persentase kegagalan terapi fibrinolitik
terjadi lebih besar pada pasien dengan
PEMBAHASAN diabetes.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil Berbeda dengan hasil penelitian yang
bahwa terdapat perbedaan keberhasilan dilakukan oleh Zahid et al. (2012) yang
www.jik.ub.ac.id
99
menunjukkan bahwa keberhasilan terapi meningkat. Selama dilakukan uji toleransi
fibrinolitik tidak berbeda secara signifikan glukosa oral pada tikus, hiperglikemia akut
antara pasien yang diabetes dengan yang menyebabkan memendeknya waktu paruh
tidak diabetes, dimana didapatkan bahwa fibrinogen, meningkatkan agregasi platelet,
pada pasien diabetes angka keberhasilan dan meningkatkan level fragmen protrombin
terapi fibrinolitik lebih rendah (45%) dan juga meningkatkan faktor VII. Hal inilah
dibandingkan dengan angka kegagalannya yang diperkirakan menyebabkan disfungsi
(55%) namuntidak berbeda secara signifikan. mikrovaskuler dan kemungkinan juga
Selain itu dalam penelitian yang dilakukan bertanggung jawab atas kegagalan terapi
oleh Pourmousavi et al. (2015) menunjukkan trombolisis.
keberhasilan penurunan ST elevasi terjadi Mendukung pendapat tersebut Zarris et
sebanyak 48,5% pada pasien diabetes dan al. dalam Pourmousavi et al. (2015) juga
45,5% terjadi pada pasien yang tidak diabetes, menyampaikan bahwa penurunan ST-elevasi
dimana antara pasien yang diabetes dan akan terjadi lebih lama pada pasien yang
yang tidak diabetes tidak memiliki menderita diabetes. Dimana Angela et al.
perbedaan yang signifikan dalam merespon dalam Pourmousavi et al. (2015) juga
streptokinase. menyatakan bahwa walaupun kepatenan
Lain halnya dengan hasil penelitian yang arteri sama-sama terjadi pada pasien
ditunjukkan oleh Sultana et al. (2010), diabetes dan tidak diabetes yang diberikan
dimana tujuan penelitiannya adalah untuk fibrinolitik namun penurunan ST-elevasi lebih
mengukur besarnya penurunan ST elevasi sedikit terjadi pada pasien yang menderita
setelah pasien diberikan fibrinolitik. Dalam diabetes. Mereka menyimpulkan bahwa
penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes diabetes kemungkinan berkontribusi pada
(p<0,001) secara signifikan mempengaruhi terjadinya kerusakan mikrovaskuler yang
keberhasilan terapi fibrinolitik, dimana pada mengganggu perfusi miokard sehingga
pasien yang diabetes angka keberhasilan menyebabkan kegagalan penurunan ST-
terapi fibrinolitik justru lebih tinggi diban- elevasi dan buruknya prognosis pada pasien
dingkan pada pasien yang tidak diabetes. STEMI yang memiliki diabetes.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa Bhat dan Carvalho (2014) menambahkan
mekanisme diabetes dalam mempengaruhi bahwa pada pasien diabetes sensasi miokard
keberhasilan reperfusi masih belum jelas, akan berkurang terhadap adanya injuri yang
namun berdasarkan penelitian Pundolfi et menyebabkan pasien terlambat menyadari
al. yang dilakukan pada tikus dalam Kocas gejala sehingga waktu pain to needle pun
et al. (2015) menunjukkan bahwa pada tikus semakin memanjang dan dalam hal ini
yang mengalami hiperglikemia akut akan kegagalan terapi fibrinolitik diperkirakan
terjadi penurunan tissue plasminogen berhubungan dengan memanjangnya waktu
activator dan juga akan terjadi peningkatan onset nyeri sampai terapi fibrinolitik.
level plasminogen activator-inhibitor Pada penelitian ini didapatkan bahwa
sehingga resiko pembentukan trombus keberhasilan terapi fibrinolitik lebih banyak
www.jik.ub.ac.id
101
Guideline for the Management of ST- Sultana, R., Sultana, N., Rasheed, A., Rasheed,
Elevation Myocardial Infarction. A Z., Ahmed, M., Ishaq, M., & Samad, A.
Report of the American College of (2010). Door to needle time of streptoki-
Cardiology Foundation/American Heart nase and ST segment resolution assessing
Association Task Force on Practice the efficacy of reperfusion therapy at
Guidelines. Journal of the American Karachi Institute of Heart Diseases. J Ayub
College of Cardiology, 61(4), 78-140. Med Coll Abbottabad, 22(1), 66–69.
Pourmousavi, M. M., Tajlil, A., Rahimi Widimsky, Petr, Kala, Petr, and Rokyta, Richard.
Darabad, B., Pourmousavi, L., Pourafkari, (2012). Summary of the 2012 ESC
L., & Ghaffari, S. (2015). The impact of Guidelines for the management of acute
diabetes on electrocardiographic ST myocardial infarction in patients presenting
resolution and clinical outcome of acute with ST-segment elevations. Prepared by
ST elevation myocardial infarction following the Czech Society of Cardiology. Cor et
fibrinolytic therapy. Cor et Vasa. Vasa, 54(5), e273-e289. doi: http://
Saleem, S., Khan, A., & Shafiq‘, I. (1969). Post dx.doi.org/10.1016/j.crvasa.2012.09.001
thrombolytic resolution of ST elevation Zahid, S. A., Khan, H. S., Shehzad, K., Kayani,
in STEMI patients admitted to cardiology A. M., Javed, A., & Azad, A. S. (2012). Door
unit of a tertiary care hospital. Pakistan to Needle Time and its Impact on Successful
Journal of Medical Sciences, 32(1). http:/ Thrombolysis. Journal of Rawalpindi
/doi.org/10.12669/pjms.321.8974 Medical College (JRMC), 16(1), 3–5.