Anda di halaman 1dari 6

 5 MOMENT CUCI TANGAN (TEKNIK MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL)

1. Sebelum kontak dengan pasien,


2. Sebelum tindakan aseptik,
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien,
4. Setelah kontak dengan pasien,
5. Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien

 6 Sasaran Keselamatan Pasien/PATIENT SAFETY


1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Penguran resiko pasien jatuh

 Pencegahan INFEKSI NOSOKOMIAL


Usaha pencegahan infeksi nosokomial harus dilakukan melalui prosedur operasional
yang terstandarisasi oleh pihak rumah sakit. Namun, dari sisi pasien, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial, seperti:

1. Meminta para pengunjung untuk mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
saat akan membesuk atau setelah selesai membesuk.
2. Usahakan tidak menyimpan terlalu banyak barang di ruang rawat agar sirkulasi
udara dalam ruangan tidak terhambat dan tumpukan barang tidak menimbulkan
suasana lembap.
3. Menjaga kebersihan diri, keluarga yang menemani, dan segala perlengkapan
pribadi yang dibawa ke rumah sakit.

 INDIKATOR PEMENUHAN OKSIGEN TERCAPAI :


1. Sesak berkurang
2. Saturasi oksigen dalam batas normal
3. Tidak terdapat suara nafas tambahan
4. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
5. Tidak terdapat penggunaan otot bantu nafas
 Bahaya pemberian oksigen
1. Iritasi kulit karena penggunaan masker oksigen.
2. Bahaya kebakaran : Pemberian oksigen pada klien dengan retensi karbondioksida bila tidak
dimonitor, baik konsentrasi maupun alirannya, dapat mengakibatkan penekanan pada pusat
pernapasan.
3. Keracunan oksigen terjadi apabila terapi oksigen diberikan dengan konsentrasi yang tinggi
dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan kerusakan
struktur jaringan paru seperti: atelektasis, kerusakan surfaktans.
4. Henti nafas, dapat terjadi bila oksigen diberikan pada penderita hipoksia berat, dimana
pusat pernapasan tidak lagi peka terhadap karbondioksida dan hanya peka terhadap PaO2
arteri yang rendah. Peningkatan PaO2 akan menghilangkan rangsangan ini.
5. Infeksi paru, terjadi akibat alat-alat yang digunakan telah terkontaminasi. Gunakanlah alat
yang steril untuk resiko ini.
6. Pengeringan mukosa saluran napas, terjadi bila O2 yang diberikan tidak dihumidifikasi.
Oksigen yang diperoleh dari sumber O2 merupakan udara kering yang belum mengalami
humidifikasi.

 MEMPERTAHANKAN JALAN NAFAS


1. Teknik batuk
2. Teknik pengisapan
3. Insersi jalan nafas buatan

 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka


1. Usia
2. Nutrisi
3. Infeksi
4. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi
5. Hematoma
6. Benda asing
7. Iskemia
8. Diabetes Mellitus
9. Keadaan Luka
10. Obat

 Metode Pemberian Oksigen

Metode pemberian oksigen dapat dibagi menjadi 2 teknik yaitu: sistem aliran rendah dan sistem
aliran tinggi.

Sistem Aliran Rendah


Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, menghasilkan FiO2
yang bervariasi tergantung pada tipe pernapasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan
untuk klien yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola pernapasan
norma, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernapasan 16-20 kali
permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah:
a. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1-6
liter permenit dengan konsistensi oksigen sama dengan kateter nasal.
Keuntungan:
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernapasan teratur, pemasanganna
mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah
ditolelir klien dan terasa nyaman.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44 %, suplai oksigen berkurang bila klien
bernafas dengan mulut, mudah lepas karena kedalaman kanula hanya 1 cm, dan dapat
mengiritasi selaput lender.
b. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran
1-6 liter permenit dengan konsentrasi 24-44%.

Keuntungan:

Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih baik dari 45 %, teknik memasukkan
kateter nasal lebih sulit daripada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi
iritasi selaput lender nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter permenit dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.

c. Sungkup Muka Sederhana

Merupakan alat pemberian oksigen kontinyu atau selang seling 5-8 liter permenit dengan
konsentrasi oksigen 40-60%.

Keuntungan:

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan
dalam pemberian terapi aerosol.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.

d. Sungkup Muka Dengan Kantong Rebreathing

Merupakan suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan
aliran 8-12 liter permenit. Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender.

Kerugian :

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2 dan kantong oksigen bias terlipat.

e. Sungkup Muka Dengan Kantong Non Rebreathing

Merupakan teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% denganaliran
8-12 liter permenit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.

Keuntungan :
Konsentrasi oksigen dapat mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lender.

Kerugian :

Kantong oksigen bias terlipat.

Sistem Aliran Tinggi


Merupakan teknik emberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernapasan sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen lebih tinggi,
tepat dan teratur. Contoh teknik system aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian oksigen dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan
negative, akibatnya udara luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter permenit dengan konsentrasi 30-55%.

Keuntungan :

Konsentrasi oksigen yang diberikan konsttan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol
serta tidak terjadi penumpukan CO2.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong oksigen bias terlipat.

 PELAPORAN DAN PENCATATAN PASIEN INFEKSI NOSOKOMIAL


 PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1) Fase Koagulasi

Setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang diikuti dengan aktivasi kaskade
pembekuan darah sehingga terbentuk klot hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya
yaitu fase inflamasi.

2) Fase Inflamasi

Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan hemostasis, menyingkirkan


jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri
patogen terutama bakteri. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom mengalami d
egranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor ß (β-TGF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNFα,
IL-1 dan IL-8. Leukosit bermigrasi menuju daerah luka.
Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses penutupan luka. Proses ini terjadi pada
hari 2-4.

3) Fase Proliferasi

Fase proliferasi bercirikan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan jaringan
pembuluh darah baru, fibroblast, dan makrofag dalam jaringan penyangga yang longgar. Fase
proliferatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan
fenotif. Regresi hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel
keratin bermigrasi ke arah lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks protein
ekstraselular (fibronectin, vitronectin, dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh
makrofag, vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan
pembentukan jaringan granulasi.

4) Fase Maturasi (Remodeling)

Fase terakhir adalah fase remodeling yang bercirikan keseimbangan antara proses pembentukan
dan degradasi kolagen. Remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses penyembuhan
luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka, akibat pembentukan aktin
myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan kekuatan kontraksi pada penyembuhan
luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang
dimediasi matriks metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa
3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal.

Anda mungkin juga menyukai