Anda di halaman 1dari 16

1

KARAKTERITIK SISWA
Sunaryo Soenarto

A. Kompetensi yang Diharapkan


Setelah mengkaji bahan kuliah secara seksama, Sdr. diharapkan:
1. Mampu membedakan konsep-konsep yang mendeskripsikan karaktristik
seorang siswa SMK,
2. Mampu menilai kekuatan seorang siswa SMK berdasarkan karakteristiknya,
3. Mampu men-internalisasi-kan konsep tsb, untuk mendorong prestasi.

A. PENDAHULUAN
Kemampuan kognitif siswa yang ada dalam satu kelas sering kali
sangat heterogen. Sebagian kelompok siswa sudah begitu familier dan mahir
dalam mengerjakan pokok bahasan tertentu, namun tak jarang kelompok
siswa yang lain begitu sulit memahami pokok bahasan tersebut. Gambaran
heterogenitas kemampuan kognitif siswa tersebut, merupakan salah satu
fenomena dari beragamnya karakteristik siswa (tak terkecuali pada siswa
SMK yang sedang mengikuti pembelajaran ). Keberagaman ini juga terjadi
pada kemampuan psikomotor, sikap, motivasi, minat, perhatian, persepsi,
ingatan, retensi dan transfer siswa.
Keberagaman karakteristik siswa yang berada dalam satu kelompok
atau kelas harus menjadikan informasi penting bagi guru. Manakala kegiatan
pengidentifikasian karakteristik siswa tidak dilakukan di awal kegiatan
pembelajaran, maka guru akan mengalami kesulitan dalam mengelola
pembelajaran secara baik. Dengan pengidentifikasian perilaku dan
karakteristik awal siswa, maka guru akan dapat melakukan beberapa strategi
penyesuaian. Strategi penyesuaian dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan.
Pendekatan pertama, siswa dikelompok berdasarkan kemampuan
kognitif yang relatif sama, sehingga diperoleh pengaturan kelas yang
homogen. Dengan pengaturan kelas yang demikian, akan memudahkan guru
dalam mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan kognitif
siswa. Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran klasikal adalah
pengelompokan berdasarkan kemampuan kognitif yang relatif sama, belum
2

tentu akan memberikan jaminan bahwa kelompok tersebut juga akan memiliki
kemampuan psikomotor, sikap, motivasi yang sama pula. Pendekatan ini
memerlukan seleksi berupa tes untuk merekrut siswa.
Pendekatan kedua, kelas dibiarkan apa adanya, artinya berbagai
tingkatan kemampuan kognitif siswa dapat dikelompokkan dalam satu kelas.
Jadi kemampuan kognitif siswa dapat heterogen. Dengan pengaturan kelas
yang demikian, siswa yang menyesuaikan dengan materi ajar yang akan
disajikan guru. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan seleksi bagi siswa
yang akan mengikuti suatu program pendidikan atau program pembelajaran.
Pada dasarnya, siapa saja boleh masuk dan mengikuti pelajaran.
Pendekatan kedua belum biasa dilakukan oleh sistem pendidikan yang
memberikan pembelajaran secara klasikal, karena beban guru akan semakin
berat dalam memenuhi daya serap siswa sesuai dengan standar yang
ditetapkan kurikulum.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku dan
karakteristik awal siswa penting untuk diketahui guru diawal kegiatan
program pembelajaran, karena mempunyai implikasi terhadap penyusunan
bahan ajar dan strategi pembelajaran yang akan digunakan guru.

B. KARAKTERISTIK SISWA
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru yang
profesional perlu memperhatikan faktor yang terdapat di dalam diri siswa
maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Faktor yang terdapat
pada diri siswa (lazim disebut sebagai karakteristik siswa), penting untuk
diketahui oleh seorang guru karena hal tersebut amat mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Karakteristik siswa tersebut
meliputi : 1) kemampuan awal siswa, 2) motivasi, 3) perhatian, 4) persepsi,
5) retensi, 6) transfer, dan 7) sikap.
Di bawah ini akan dibicarakan aspek-aspek tersebut secara singkat,
serta bagaimana guru dapat memanipulasinya di dalam proses belajar
mengajar sehari-hari.
1. Kemampuan Awal Siswa
Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan.
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh
siswa sebelum ia mengikuti pembelajaran yang akan diberikan (Dick &
3

Carey, 1990). Kemampuan awal (entry behavior) ini menggambarkan


kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh
guru.
Penelitian yang dilakukan Goldstein dalam Toeti Sukamto (1994)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemampuan siswa
dengan hasil belajarnya. Dengan asumsi bahwa siswa yang menjadi
subyek penelitian adalah siswa yang mempunyai IQ di atas rata-rata,
sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran
berikutnya. Dengan demikian perhatian guru dapat diarahkan pada
kemampuan awal siswa, sebelum materi pelajaran disampaikan.
Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia
mulai dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat diketahui:
a) apakah siswa telah mempunyai keterampilan atau pengetahuan yang
merupakan prasyarat (prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran; b)
sejauh mana siswa telah mengetahui materi apa yang akan disajikan.
Dengan mengetahuinya guru akan dapat merancang pembelajaran
dengan baik, sebab apabila siswa diberi materi yang telah diketahui maka
mereka akan merasa bosan.
Di dalam praktek sehari-hari seringkali guru merancang dan
melaksanakan pembelajaran berdasarkan asumsi bahwa siswa telah
mempunyai pengetahuan atau keterampilan yang merupakan prasyarat
,dan siswa belum mengetahui sama sekali materi yang akan disajikan.
Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pembelajaran menjadi
tidak efektif karena adanya kebosanan dari pihak siswa, atau karena
siswa belum mempunyai kesiapan untuk menerima pelajaran.
Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview,
atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan
pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa
yang representatif.

2. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang
menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu
(Morgan,1986). Adanya motivasi dapat diobservasi oleh kuatnya tingkah
laku siswa untuk mencapai tujuan. Apabila siswa mempunyai motivasi
4

positif maka ia akan : a) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian;


b) bekerja keras dan memberikan waktu kepada usaha tersebut; serta c)
terus bekerja sampai tugas terselesaikan (Worell & Stilwell,1981).
Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibagi dua, yaitu :
a) motivasi intrinsik apabila sumbernya datang dari dalam diri siswa, dan
b) motivasi ekstrinsik apabila sumbernya adalah lingkungan di luar diri
siswa. Untuk proses belajar mengajar, motivasi intrinsik lebih
menguntungkan karena biasanya dapat bertahan lebih lama. Motivasi
ekstrinsik dapat diberikan oleh guru dengan jalan mengatur kondisi dan
situasi belajar yang kondusif. Dengan jalan memberikan penguatan
(reinforcement) maka motivasi yang mula-mula bersifat ekstrinsik lambat
laun diharapkan akan berubah menjadi motivasi intrinsik (Galloway,1976).
Berbagai teori motivasi telah dikembangkan oleh banyak ahli
psikologi, antara lain: teori dorongan (drive theories), teori motivasi
kebutuhan, teori motivasi berprestasi dan teori motivasi kompetensi.
Dalam bahan pelatihan ini akan disampaikan dua teori yang terakhir, yaitu
teori motivasi berprestasi dan teori motivasi kompetensi.
a. Motivasi Berprestasi
Seorang siswa mempunyai motivasi untuk belajar karena adanya
kebutuhan untuk berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan fungsi dari:
1) harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, 2) persepsi tentang
nilai tugas tersebut, dan 3) kebutuhan untuk berhasil.
Kebutuhan untuk berprestasi bersifat intrinsik dan relatif stabil.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ingin menyelesaikan
tugas dan meningkatkan penampilan mereka. Mereka berorientasi
kepada tugas dan masalah-masalah yang memberikan tantangan, di
mana penampilan mereka dapat dinilai dan dibandingkan dengan suatu
patokan atau dengan penampilan siswa lain (Morgan, 1986). Mereka
menginginkan adanya umpan balik mengenai penampilannya.
Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi selalu memilih belajar
untuk tugas-tugas yang mempunyai derajat tantangan sedang-sedang
karena mereka menginginkan adanya keberhasilan. Mereka kurang
menyenangi tugas yang mudah dan tidak memberikan tantangan.
Sebaliknya untuk melakukan tugas-tugas yang sangat sulitpun mereka
5

tidak mau, apabila mereka yakin bahwa tugas tersebut sulit untuk
dilaksanakan. Dengan demikian terlihat bahwa di dalam bekerja mereka
tidak bersifat untung-untungan, dan semua tujuan mereka adalah realistis.
Apabila berhasil maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan
aspirasinya sehingga dapat meningkat ke arah tugas-tugas yang lebih
sulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai
motivasi berprestasi tinggi justru akan menurun motivasinya apabila
selalu memperoleh keberhasilan di dalam melaksanakan tugas.
Sebaliknya apabila mereka kadang-kadang mengalami kegagalan maka
hal ini justru akan dapat meningkatkan motivasinya kembali (Gage &
Berliner,1979).
Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang
guru perlu mengetahui sejauhmana kebutuhan siswanya untuk
berprestasi. Dengan demikian mereka akan dapat memanipulasi motivasi,
atau memberikan tugas-tugas yang sesuai untuk masing-masing
siswanya.
b. Motivasi Kompetensi
Teori motivasi kompetensi menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai keinginan untuk menunjukkan kompetensi dengan
menaklukkan lingkungannya. Motivasi belajar pada siswa misalnya
merupakan dorongan internal ke tingkah laku yang membawanya ke arah
kemampuan dan penguasaan.
Guru dapat meningkatkan motivasi kompetensi siswa dengan
menerapkan pendekatan internal sehingga unjuk kerja siswa dapat
berubah, dan siswa dapat mengontrol prestasinya. Ini dapat dilakukan
dengan jalan 1) memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat diri
sendiri secara obyektif; 2) menyesuaikan tingkat kesukaran tugas dengan
kemampuan siswa sehingga siswa mempunyai harapan untuk berhasil; 3)
memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan tugas yang
mempunyai nilai tinggi dan membangkitkan minat; 4) tugas disesuaikan
dengan minat dan pengalaman siswa sebelumnya; 5) materi yang
disajikan harus disusun dan diberikan sedemikian rupa sehingga menarik
perhatian dan mengikutsertakan siswa; 6) memberi kesempatan kepada
6

siswa untuk melakukan penguatan pada diri sendiri atas usaha dan
ketahanannya.
Berdasarkan beberapa teori motivasi yang telah dijelaskan di
muka, di bawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat
meningkatkan motivasi siswanya :
1) Setiap materi subyek yang diajarkan perlu dibuat menarik. Setiap
proses belajar harus membuat siswa aktif, yaitu dengan mengajak
siswa menemukan atau membuktikan sesuatu, dan sedapat mungkin
berguna.
2) Terapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa
bekerja keras.
3) Siswa harus tahu apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mereka
dapat mengetahui bahwa tujuan telah tercapai.
4) Guru harus memperhitungkan perbedaan kemampuan individual antar
siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau subyek
tertentu.
5) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu
kebutuhan fisiologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta
penghargaan, dengan jalan :
a) memperhatikan kondisi fisik siswa,
b) memberi rasa aman,
c) menunjukkan bahwa guru memperhatikan mereka,
d) mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap
siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan,
e) mengarahkan pengalaman belajar ke keberhasilan, dan buat
siswa mempunyai tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai
orientasi ke prestasi serta mempunyai konsep diri yang positif
dengan jalan :
(1) memberikan tujuan-tujuan belajar yang menantang tetapi dapat
dicapai oleh siswa,
(2) memberitahukan hasil belajar dengan memberikan tekanan
pada hal-hal yang positif,
(3) membiarkan siswa mengatur sendiri proses belajarnya.
7

6) Untuk siswa yang memerlukannya, usahakan agar terbentuk


kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri dan pengarahan diri
sendiri dengan jalan :
a) menerapkan teknik-teknik latihan motivasi berprestasi.
b) mendorong adanya perasaan-perasaan konsep diri (self-efficacy).
7) Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin
belajar lebih banyak lagi, dengan cara :
a) menghubungkan materi yang diajarkan dengan realitas yang
disenangi dan dikaguminya oleh masyarakat,
b) mengatur kondisi belajar sedemikian rupa sehingga mereka
merasa betah/senang,
c) menimbulkan perasaan bahwa mereka berhasil dengan baik di
dalam proses belajarnya.
Upaya untuk meningkatkan motivasi siswa sangat perlu untuk
dipelajari guru dan diterapkan di dalam pembelajaran yang dikelolanya,
sebab tanpa adanya motivasi siswa tidak akan berhasil di dalam proses
belajarnya.
3. Perhatian
Menurut Worell and Stilwell, yang dikutip oleh Toeti Soekamto
(1994) menjelaskan bahwa perhatian dapat didefinisikan sebagai suatu
strategi kognitif yang mencakup empat keterampilan, yaitu: 1) berorientasi
ke suatu masalah, 2) meninjau sepintas isi masalah, 3) memusatkan diri
pada aspek-aspek yang relevan, dan 4) mengabaikan stimuli yang tidak
relevan.
Di dalam proses belajar mengajar perhatian merupakan faktor
yang besar pengaruhnya. Siswa harus mempunyai perhatian yang cukup
besar mengenai apa yang disajikan, sehingga ia dapat menerima dan
memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian
banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat siswa 1)
mengarahkan diri ke tugas yang akan diberikan, 2) melihat masalah-
masalah yang akan diberikan, 3) memilih dan memberikan fokus pada
masalah yang harus diselesaikan, dan 4) mengabaikan hal-hal lain yang
tidak relevan.
8

Menurut Toeti Soekamto (1994), faktor-faktor yang


mempengaruhi perhatian seseorang adalah:
a. Faktor internal, mencakup :
1) Memberikan stimulus yang sesuai dengan minat siswa akan lebih
mudah menarik perhatiannya.
2) Kelelahan, baik fisik maupun mental akan mengurangi perhatian.
3) Orang yang ekstrovert membutuhkan istirahat-istirahat di antara
waktu belajarnya, karena mereka ini tidak dapat berkonsentrasi
untuk jangka waktu yang panjang seperti halnya mereka yang
introvert.
b. Faktor eksternal, meliputi:
1) Intensitas stimulus, makin kuat intensitas stimulus yang disajikan
makin besar pula perhatian siswa terhadapnya.
2) Stimulus yang baru dan tidak umum akan lebih menarik perhatian.
3) Keragaman stimuli, dengan lain perkataan stimuli yang berubah-
ubah akan lebih menarik perhatian.
4) Beberapa warna lebih mudah menarik perhatian dibanding dengan
warna lain (misalnya warna merah),
5) Stimulus yang bergerak lebih menarik perhatian dibanding dengan
stimulus yang tidak bergerak,
6) Penyajian stimulus secara berkala dan berulang-ulang dengan tidak
membosankan akan lebih menarik perhatian daripada yang
disajikan secara cepat dan hanya untuk sekali saja.
Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk menarik perhatian
siswanya ialah (Lindgern,1976):
1) Mengetahui minat siswa. Hal ini tergantung antara lain dari umur,
status sosial ekonomi, harapan, pengalaman, keberhasilan,
kejadian-kejadian di dunia, dan sebagainya.
2) Memberi pengarahan dan petunjuk yang memotivasi, misalnya
bagian mana yang penting, apa yang akan diuji dan sebagainya.
3) Menjelaskan tujuan-tujuan belajar, topik-topik dan kesimpulan-
kesimpulan dari materi yang akan diajarkan.
9

4) Memberi advance organizers dalam bentuk singkatan tentang


materi yang akan dibicarakan dan hubungannya dengan apa yang
telah diperoleh siswa.
5) Mengadakan tes awal atau kuis/pertanyaan.
6) Untuk tetap dapat menarik perhatian siswa guru dapat melakukan
hal-hal tersebut di bawah ini:
1) Menyajikan stimuli yang beraneka ragam.
2) Merubah saluran komunikasi sehingga tidak menjemukan.
3) Membuat siswa melakukan aktivitas fisik.
4) Memberikan humor selama penyajian/pembelajaran.
5) Menunjukkan kepada siswa kesenangan dalam mengajar.
6) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama presentasi sebagai alat
untuk memberikan penekanan, atau mengulangi hal-hal pokok.
7) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencatat.
8) Memberi hand-outs.
4. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang
menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang
diperolehnya dari lingkungannya (Fleming & Levie, 1981). Semua proses
belajar selalu dimulai dengan persepsi yang dilakukan siswa setelah
menerima suatu stimulus atau pola stimuli dari lingkungannya. Karenanya
persepsi dianggap sebagai tingkat awal struktur kognitif seseorang.
Persepsi bersifat: 1) relatif, tidak absolut, tergantung pada
pengalaman tepat sebelumnya, 2) selektif, tergantung pada pengalaman,
minat, kebutuhan dan kemampuan siswa untuk mengadakan persepsi,
dan 4) sesuatu yang tidak teratur akan sukar dipersepsikan. Suatu objek
akan dapat dipersepsikan dengan baik apabila objek tersebut lebih
menonjol dibandingkan dengan lingkungannya.
Sejak dini siswa harus sudah diajar untuk mempunyai persepsi
seakurat mungkin mengenai apa yang disajikan guru. Kesalahan dalam
persepsi seringkali terjadi karena guru memberikan materi terlalu banyak
pada kurun waktu tertentu, atau karena observasi yang dilakukan siswa
terlalu cepat dan tidak teliti. Sekali siswa mempunyai persepsi yang salah
mengenai apa yang disajikan maka untuk selanjutnya akan sukar
10

mengubah persepsi tadi, dengan demikian siswa juga akan mempunyai


struktur kognitif yang salah (Lawther,1977). Persepsi siswa akan menjadi
lebih mantap dengan meningkatnya pengalaman. Agar dapat berfungsi
secara efektif maka kemampuan untuk mengadakan persepsi tentang
sesuatu harus dikembangkan sebagai suatu kebiasaan (habit).
Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai stimuli yang
diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan, perlu
adanya latihan-latihan dalam bentuk situasi yang bermacam-macam
sehingga siswa akan tetap dapat mengenal pola stimuli itu meskipun
disajikan dalam bentuk yang baru. Latihan-latihan ini perlu dirancang
sebaik mungkin sebab perulangan-perulangan tentang sesuatu yang telah
diketahui akan menyebabkan persepsi siswa terhenti pada suatu tingkat
tertentu.
Prinsip-prinsip umum yang perlu diketahui oleh guru mengenai
persepsi adalah:
a. Makin baik persepsi siswa mengenai sesuatu, makin mudah siswa
mengingatnya.
b. Pembelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah, karena
akan memberikan pengertian yang salah pula pada siswa tentang apa
yang dipelajari.
c. Apabila dalam pengembangan strategi pembelajaran diperlukan
adanya alat bantu sebagai pengganti benda sesungguhnya (misalnya
gambar, foto, model dan sebagainya) maka perlu diusahakan agar
pengganti benda tersebut sangat mendekati aslinya sehingga siswa
memperoleh persepsi seakurat mungkin.
5. Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali
setelah seseorang mempelajari sesuatu. Seperti ingatan, retensi sangat
menentukan hasil yang diperoleh siswa di dalam proses belajarnya.
Apabila seseorang belajar, maka setelah beberapa waktu lamanya
apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan dan apa yang diingatnya
akan berkurang jumlahnya. Penurunan jumlah materi yang diingat ini
akan sangat cepat pada permulaan, selanjutnya penurunan tersebut tidak
lagi cepat. Hal ini dapat dilihat dari kurva di bawah ini.
11

100 %
d
i 80
i
n 60 20 menit, 58%
g
a 40 80 menit, 44%
t 1 hari , 33%
20

0
5 10 15 20 25
hari setelah belajar
Gambar 1 Kurva retensi
Hasil penelitian mengenai retensi menunjukkan (Thorburg, 1984):
a. Materi pelajaran yang bermakna akan lebih mudah diingat siswa
dibandingkan dengan materi yang tidak bermakna.
b. Benda yang jelas dan konkrit akan lebih mudah diingat siswa
dibanding dengan yang bersifat abstrak.
c. Retensi akan lebih baik untuk materi yang bersifat kontekstual.
d. Tingkat IQ tidak berkorelasi dengan retensi yang telah dipelajari siswa,
seperti ditunjukkan grafik berikut :
9,2
9,0
8,8 IQ Tinggi
8,6
JUMLAH BENAR

( X = 129 )
8,4
8,2 IQ Sedang
8,0 (X = 106 )
7,8
7,6 IQ Rendah
7,4 ( X = 67 )
7,2

mula-mula 5 menit 7 minggu


12

Gambar 2 Hubungan antara retensi dan IQ


Ada tiga faktor yang mempengaruhi potensi, yaitu : 1) yang
dipelajari pada permulaan (original learning), 2) belajar melebihi
penguasaan (overlearning), dan 3) pengulangan dengan interval waktu
(spaced review). Strategi berikut dapat dipakai guru untuk meningkatkan
retensi siswa:
a. Yakinkan bahwa kekomplekan respons yang diinginkan masih berada
dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang
telah dipelajari sebelumnya.
b. Berikan latihan-latihan apabila respons akan dipengaruhi oleh transfer
positif.
c. Buatlah situasi belajar yang jelas dan spesifik sehingga siswa dapat
mempelajari respons diskriminatif yang diinginkan.
d. Buatlah situasi belajar yang relevan dan bermakna.
e. Berikan penguatan terhadap respons siswa apabila dirasa perlu.
f. Berikan latihan dan mengulang secara periodik dan sistematik.
g. Berikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar
materi baru tetapi juga diharuskan mengingat kembali pelajaran yang
telah diberikan sebelumnya.
h. Mencari peluang-peluang yang terdapat di dalam situasi belajar baru,
dan menghubungkannya dengan apa yang pernah dipelajari
sebelumnya.
i. Usahakan agar bahan ajar yang dipelajari bermakna dan disusun
dengan baik.
j. Pakailah bantuan jembatan keledai (mnemonic), karena ini akan
meningkatkan organisasi bahan ajar yang dipelajari,
k. Berikan resitasi karena ini akan meningkatkan praktek siswa,
l. Bangunlah struktur konsep yang jelas, misalnya dengan menggunakan
alat peraga atau media audiovisual. Dengan kata lain perlu digunakan
lebih dari satu indera di dalam aktivitas belajar siswa.
6. Transfer
Transfer merupakan suatu proses di mana sesuatu yang pernah
dipelajari dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari materi baru.
Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan di sekolah selalu
13

diasumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk memecahkan masalah di


dalam kehidupan atau pekerjaan kelak. Transfer belajar atau transfer
latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, sikap atau respons-respons lain dari satu situasi ke situasi lain.
Bentuk transfer dapat: 1) positif, artinya pengalaman sebelumnya
membantu atau mempermudah pembentukan penampilan siswa dalam
tugas selanjutnya, dan 2) negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru
menghambat atau mempersulit penampilan di dalam tugas baru, 3) transfer
nol terjadi apabila pengalaman masa lalu tidak mempengaruhi penampilan
selanjutnya (Toeti Soekamto,1994).
Guru dapat menerapkan beberapa gagasan untuk meningkatkan
transfer dalam pembelajaran, antara lain:
a. Usahakan agar siswa benar-benar telah menguasai apa yang dipelajari
sebelumnya,
b. Sebelumnya tentukan secara spesifik, apa yang akan di transfer dengan
jalan mengadakan analisis tugas (task-analysis),
c. Sajian materi pelajaran disusun berdasarkan : 1) menurut hierarkhi
belajar, 2) dari yang sederhana ke yang sulit, 3) mengatur kegiatan dari
yang sederhana ke yang kompleks,
d. Usahakan agar siswa mempunyai kesempatan untuk mengadakan
latihan mentransfer dari apa yang dipelajari ke dalam situasi yang
sesungguhnya diluar kelas/sekolah,
e. Usahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk
melakukan tugasnya, sehingga mereka memiliki pengalaman
merencanakan sesuatu dalam pekerjaanya kelak,
f. Berikan tugas-tugas yang serupa,
g. Usahakan agar pelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang
bermakna bagi siswa,
h. Berikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan
dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang telah dipelajari.
7. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat
mempengaruhi tingkah lakunya terhadap suatu obyek atau kejadian di
sekitarnya. Sikap ini merupakan suatu bentuk hasil belajar tersendiri yang
14

selalu diharapkan di dalam suatu proses belajar, meskipun untuk


mempelajarinya diperlukan waktu yang relatif lama. Komponen sikap
adalah : a) kognitif, karena seseorang memerlukan adanya konsistensi di
dalam tingkahlaku / sikapnya, b) efektif, yang dapat berupa positif atau
negatif, dan c) tingkah laku, yang ditentukan oleh situasi pada suatu saat
tertentu, dan dapat saja tidak konsisten dengan sikap yang sesungguhnya.
Intensitas dan arah sikap dapat bervariasi dari yang positif sampai
ke negatif. Meskipun pada umumnya tujuan pendidikan adalah
menanamkan sikap positif, tetapi di dalam beberapa hal dalam diri siswa
justru perlu dikembangkan sikap yang bersifat negatif, misalnya terhadap
kecerobohan, plagiat, menyontek dan sebagainya.
Kondisi internal yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari sikap
adalah :
a. Pengetahuan atau ketrampilan intelektual apabila yang dipelajari adalah
sikap terhadap pengetahuan yang menjadi obyek belajarnya.
b. Ketrampilan motorik apabila yang dipelajari adalah sikap terhadap
ketrampilan motorik.
c. Rasa kagum atau respek terhadap orang yang mempunyai sikap positif
seperti yang sedang dipelajarinya.
Kondisi eksternal yang perlu dimanipulasi guru, ialah :
a. Pengalaman emosional dalam melakukan sesuatu yang harus dipelajari.
b. Penguatan setiap kali siswa menunjukkan sikap yang diinginkan.

8. Minat siswa
Hurlock (1993) menjelaskan bahwa minat adalah sumber motivasi
yang mendorong seorang siswa untuk melakukan apa yang ingin dilakukan
ketika masih bebas memilih. Ketika seorang siswa menilai bahwa melakukan
sesuatu akan bermanfaat, maka ysb akan berminat, kemudian hal tersebut
akan mendatangkan kepuasan. Apabila kepuasan kemudian menurun, maka
minatnya juga akan menurun. Dengan demikian minat tidak bersifat
permanen, namun dapat berubah-ubah. Crow and Crow (1984) menjabarkan
bahwa minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memperhatikan
seseorang, suatu barang atau kegiatan/sesuatu yang dapat memberi
pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh kegiatan itu sendiri.
15

Lebih lanjut dijelaskan minat mempunyai hubungan yang erat dengan


dorongan-dorongan, motif-motif dan respon emosional.
Kecenderungan minat siswa dapat dikenali dari tipe kepribadiannya.
Holland (1985) mengidentifikasikan tipe kepribadian seseorang berikut ciri-
cirinya. Dari identifikasi kepribadian siswa menunjukkan bahwa tidak semua
jabatan cocok untuk semua orang. Setiap tipe kepribadian tertentu
mempunyai kecenderungan terhadap minat jabatan tertentu pula. Berikut
disajikan kecenderungan tipe kepribadian dan ciri-cirinya.
a. Realistik (realistic), yaitu kecenderungan untuk bersikap apa adanya atau
realistik. Ciri-ciri kecenderungan ini adalah: rapi, terus terang, , tidak suka
berkhayal, tidak suka kerja keras.
b. Penyelidik (investigative), yaitu kecenderungan sebagai penyelidik. Ciri-ciri
kecenderungan ini meliputi: analitis, hati-hati, kritis, suka yang rumit, rasa
ingin tahu besar.
c. Seni (artistic), yaitu kecenderungan suka terhadap seni. Ciri-ciri
kecenderungan ini adalah: tidak teratur, emosi, idealis, imajinatif, terbuka.
d. Sosial (social), yaitu kecenderungan suka terhadap kegiatan-kegiatan
yang bersifat sosial. Ciri-cirinya: melakukan kerjasama, sabar, bersahabat,
rendah hati, menolong, dan hangat.
e. Suka usaha (enterprising), yaitu kecenderungan menyukai bidang usaha.
Ciri-cirinya : ambisius, energik, optimis, percaya diri, dan suka bicara.
f. Tidak mau berubah (conventional), yaitu kecenderungan untuk
mempertahankan hal-hal yang sudah ada, enggan terhadap perubahan.
Ciri-cirinya: hati-hati, bertahan, kaku, tertutup, patuh konsisten.

BAHAN DISKUSI:

Lakukan diskusi secara berkelompok dan uraikan solusi permasalahan di bawah


ini:

1. Apa yang seharusnya dilakukan guru, jika para siswa yang diajarnya kelihatan
bersikap acuh tak acuh; mereka sering berbicara dengan teman sebelahnya?
2. Sebagian besarnya siswa klas XI yang diajarkan mata kuliah mesin listrik tidak
paham dengan materi dasar mesin listrik. Sdr. sebagai calon pendidik Bidang
Keahlian Listrik, lakukan analisis secara sistematis!
16

3. Pak Ali guru telah mengajar SMK selama 15 tahun. Dalam mengembangkan
strategi mengajar, beliau sering membuat interaksi pembelajaran yang
beragam. Namun akhir-akhir ini, beliau mulai kehabisan akal dengan
menurunnya antusiusme siswa dalam menjawab pertanyaan. Sebagai calon
pendidik professional, lakukan analisis secara komprehensif !.

Anda mungkin juga menyukai