Anda di halaman 1dari 18

A.

Konsep Teori
1. Konsep Medis Post Partum
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan.
Puerperium dibagi dalam 3 periode, yaitu puerperium ini, puerperium intermedial, dan
remote puerperium. Puerperium dini yaitu kepulihan, yang mana ibu diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan, yaitu kurang lebih sampai 40 hari. Puerperium interemedial,
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu. Remote
puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih sempurna (Mochtar, 2000 dalam
Indriyani, 2013).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu atau 24 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3
bulan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah 40 hari,
dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda
kelahiran). Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan.
Jadi nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan (Sari & Rimandini, 2014).

b. Perubahan fisiologis pascapartum (Sulistyawati, 2009).


1) Perubahan sistem reproduksi
a) Uterus
(1) Pengerutan rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi neurotik (layu/mati).
(2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama nifas. Lokhea dibedakan menjadi
3 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya:
(a) Lokhea rubra/merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum.cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
(b) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
(c) Lokhea seroso
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.keluar pada hari ke-7 sampai
hari ke-14.
(d) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Dapat berlangsung selama 2-6
minggu post partum.
(3) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak mengangga
seperti corong setelah bayi lahir. Karena robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali ke keadaan seperti
sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu
persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir,
tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam hanya dapat
dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke-6 post partum, serviks sudah menutup
kembali.
b) Vulva dan vagina
Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka vagina umumnya
tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan
sendirinya), kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi mungkin menyebabkan
sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis.
c) Perinium
Setelah melahirkan, perinium menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perinium sudah
mendapatkan kembali sebagai tonus-nya.
2) Perubahan sistem pencernaan
Ibu akan mengalami konstipasi setelah melahirkan. Hal ini disebabkan karena pada
waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya
asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.
Selain konstipasi ibu, ibu juga mengalami anoreksia akibat penurunan dari sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penurunan
kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
3) Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil
dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat
spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung.
4) Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot – otot uterus berkontraksi setelah partus. Pembuluh darah yang berada diantara
anyaman otot uterus akan terjepit. Ligamen– ligamen, diafragma pelvis, serta fasia
yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur – angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “
kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang
alat genitalia menjadi kendor stabilisasi terjadi pada 6 – 8 setelah persalinan.
5) Perubahan sistem endokrin
a) Hormon plasentra
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset
pemenuhan mammae pada hari ke-3 post partum
b) Hormon pituitary
Pada ibu yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH
dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH
tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hypotalamik pituitary ovarium
Seorang ibu yang menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor menyusui. Menstruasi
pertama bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
d) Kadar estrogen
Penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga
sedang meningkat dapat memengaruhi kelenjar mammae dalam menghasilkan
ASI.
6) Perubahan tanda vital
a) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik (37,5-38ºC) akibat
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100
kali per menit adalah abnormalitas, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan
infeksi.
c) Tekanan darah
Tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat post partum dapat menandakan terjadinya pre
eklamsi post partum.
d) Pernafasan
Apabila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan akan mengikutinya, kecuali
apabila ada gangguan pada saluran pencernaan.
7) Perubahan sistem kardiovaskuler
Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200 – 500 ml, sedangkan pada
persalinan sectio caesarea, pengeluaran 2 kali lipatnya. Perubahan terdiri dari
volume darah kadar haematokrit. Setelah persalinan shont akan hilang dengan tiba –
tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah, keadaan ini akan menyebabkan pada
jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum
cardio
8) Perubahan sistem hematologi
Pada masa nifas tejadi perubahan komponen darah, misalnya jumlah sel darah putih
akan bertambah banyak. Jumlah sel darah merah dan Hb akan berfluktuasi, namun
dalam 1 minggu pasca persalinan biasanya semuanya akan kembali pada keadaan
normal. Curah jantung atau jumlah darah yang dipompa oleh jantung akan tetap
tinggi pada awal masa nifas dan dalam 2 minggu akan kembali pada keadaan
normal.
c. Perubahan psikologi pascapersalinan
Beberapa penulis mengatakan dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak
wanita menunjukkan gejala – gejala psikiatrik, terutama gejala depresi dari ringan
sampai berat serta gejala neurosis traumatic. Biasanya ibu dapat sembuh kembali tanpa
atau dengan pengobatan. Jadi hal yang perlu diperhatikan, yaitu adaptasi psikososial
pada masa pascapersalinan. Dalam menjalani adaptasi tersebut ibu akan melalui fase –
fase sebagai berikut (Indriyani, 2013).
1) Fase talking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama
pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering diceritakan
kembali. Kelelahan membuat ibu cukup perlu istirahat untuk mencegah kurang tidur.
Oleh karena itu, kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
2) Fase talking hold
Fase ini berlangsung antara 3–10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu,
perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang
tepat. Oleh karena itu, pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh
rasa percaya diri.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan merawat diri dan bayinya pada fase ini

d. Perawatan pascapersalinan
Menurut Indriyani (2013), perawatan pasca persalinan meliputi:
1) Mobilisasi
2) Disebabkan lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat, tidur terentang selama 8 jam
pascapersalinan. Kemudian, boleh miring kiri kanan untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua boleh duduk, hari ketiga boleh
jalan – jalan. Mobilisasi di atas mempunyai variasi tergantung komplikasi
persalinan, nifas, dan sembuhnya luka – luka. Kegiatan lain mobilisasi yang dapat
dilakukan untuk membantu mempercepat proses involusi adalah melakukan senam
nifas.
3) Diet
4) Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan
yang mengandung cukup protein, banyak cairan, sayur – sayuran, dan buah –
buahan.
5) Miksi
6) Hendaknya miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang – kadang ibu
mengalami sulit buang air kecil karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin
dan spasme oleh iritasi musculus sfingter ani selama persalinan. Selain itu juga
karena edema kandung kemih selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan
ibu tidak bisa buang air kecil sebaiknya dikaterisasi.
7) Defekasi
8) Buang air besar harus dilakukan maksimal 3 – 4 hari pascapesalinan bila sulit
buang air besar dan konstipasi control diet, bila perlu menggunakan pengobatan
sampai klisma.
9) Perawatan payudara (mammae)
10) Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas,
tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Dianjurkan ibu
untuk menyusui bayinya dengan baik dan benar karena air susu ibu (ASI) sangat
sehat baut kesehatan bayi.
11) Laktasi
12) Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan – perubahan pada kelenjar mammae, yaitu proliferasi jaringan pada
kelenjar- kelenjar, alveoli, dan jaringan lemak bertambah. Keluarnya cairan susu,
hipervaskularisasi, dan setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan
progesteron hilang. Maka, timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin
akan merangsang keluarnya air susu ibu. Di samping itu, pengaruh oksitosin
menyebabkan mio – epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga ASI keluar.
13) Cuti hamil dan bersalin
14) Pemeriksaan pascapersalinan
15) Bagi wanita dengan persalinan normal sebaiknya dilakukan pemeriksaan kembali
setelah 6 minggu persalinan. Namun, wanita dengan persalinan bermasalah harus
kontrol 1 minggu setelah bersalin. Pemeriksaan postnatal meliputi pemeriksaan
umum pada tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya. Selain itu keadaan
umum suhu badan, selera makan, payudara ( ASI dan putting susu), dinding perut,
perineum, kandung kemih, rectum, sekret yang keluar, dan keadaan alat – alat
kandungan.
16) Nasihat untuk ibu postnatal
17) Nasihat yang dapat disampaikan pada ibu postnatal antara lain bahwa fisioterapi
seperti senam nifas sangat baik dilakukan sesuai keadaan ibu, sebaiknya bayi
disusui, mengikuti program keluarga berencana, dan membawa bayi untuk
imunisasi.

2. Konsep Sectio Caesarea (SC)


a. Definisi
Istilah sectio caesaria berasal dari perkataan latin caedere yang artinya memotong.
Sectio caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut, sectio caesarea juga dapat didefinisikan
sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam lahir (Sofian, 2015).

b. Etiologi
Menurut Nurarif & kusuma H (2015), etiologi sectio caesarea yaitu :
1) Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak, disproporsi pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solutio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-
eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2) Etiologi berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi.

c. Jenis-jenis operasi sectio caesarea


Menurut Sofian (2015), jenis operasi sectio caesarea yaitu:
1) Abdomen (Sectio caesarea abdominalis)
2) Sectio caesarea transperitonealis:
3) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kroning
b) Sayatan melintang (transversal) menurut kerr
c) Sayatan huruf T (T-incision).
4) Sectio caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
a) Pengeluaran janin lebih cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya kandung kemih
c) Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal atau distal
Kekurangan:
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi
yang baik
b) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah terjadi ruptur uteri spontan
Saat ini, tehnik tersebut jarang dipergunakan karena banyak kekurangannya. Namun
pada kasus-kasus tertentu, seperti pada kasus operasi berulang, yang memiliki
banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
5) Sectio caesarea ismika (profunda)
Dilakukn dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
(low cervical transversal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c) Tumpang tindih peritoneal flap sangat baik untuk menahan penyebaran isi uterus
ke rongga peritoneum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan:
a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
putusnya uterin yang mengakibatkan perdarahan dalam jumlah banyak.
b) Tingginya keluhan pada kandung kemih setelah pembedahan.
d. Manifestasi klinik
Menurut Nurarif & kusuma (2015), manifestasi klinik sectio caesarea adalah:
1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
2) Panggul sempit
3) Disporsi sefalopelvik : yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran
panggul.
4) Rupture uteri mengancam
5) Partus lama (prolonged labor)
6) Partus tidak maju ( obstructed labor)
7) Distosia serviks
8) Pre-eklamsi dan hipertensi
9) Malpresentasi janin
a) Letak lintang
b) Letak sungsang
c) Presentasi dahi dan muka (letak deflekasi)
d) Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
e) Gemeli

e. Test diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sectio caesarea menurut Wiknjosastro (2006) dalam Histriani
(2012) yaitu:
1) Elektroensefalogram ( EEG ) :
2) Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
3) Pemindaian CT :
4) Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
5) Magnetik Resonance Imaging ( MRI ) :
6) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terliht bila
menggunaan pemindaian CT.
7) Pemindaian Positron eEmission Tomography ( PET ) :
8) Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
f. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Kadar kalsium darah
b) Kadar natrium darah
c) Kadar magnesium darah
d) Kadar natrium darah
e) Kadar magnesium darah

g. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2002) dalam Histriani (2012), penatalaksanaan ibu nifas post sectio
caesarea meliputi:
1) Manajemen post operatif
a) Pasien dibaringkan di dalam kamar pulih (kamar isolasi) dengan pemantauan
ketat tensi, nadi, nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit
dalam 1 jam berikut dan selanjutnya.
b) Pasien tidur dengan muka ke samping dan yakinkan kepalanya agak tengadah
agar jalan nafas bebas.
c) Letakkan tangan yang tidak diinfus di samping badan agar cairan infus dapat
mengalir dengan lancar.
2) Mobilisasi/aktifitas
3) Pasien boleh menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya sedikit 8 – 12 jam
kemudian duduk, bila mampu pada 24 jam setelah sectio caesarea pasien jalan,
bahkan mandi sendiri pada hari kedua.
4) Perawatan luka
Perawatan luka pada ibu nifas post sectio caesarea adalah merawat luka dengan cara
mengganti balutan atau penutup yang sudah kotor atau lama dengan penutup luka
atau pembalut luka yang baru. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya luka
infeksi serta memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien. Persiapan alat dan
bahan yang dibutuhkan antara lain: bak instrumen, kassa, gunting, plester, lidi
waten, antiseptik (betadine), pinset anatomis dan chiurgis, bengkok, perlak pengalas,
sarung tangan steril, larutan NaCl untuk membersihkan luka, salep antiseptik, tempat
sampah, larutan klorin 0,5%. Langkah-langkah perawatan luka post sectio caesarea
adalah:
a) Kapas perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan berdarah harus
diganti. Umumnya kassa perut dapat diganti hari ke 3 – 4 sebelum pulang dan
seterusnya, pasienmengganti setiap hari luka dapat diberikan betadine sedikit.
b) Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasien bedah.
5) Kateter/eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involasi uterus dan menyebabkan pendarahan oleh karena itu
dianjurkan pemasangan kateter seperti dower cateter/balon kateter yang terpasang
selama 24 sampai 48 jam, kecuali penderita dapat kencing sendiri. Kateter dibuka
12–24 jam pasca pembedahan.Bila terdapat hematuria maka pengangkatan dapat
ditunda.

h. Komplikasi
Menurut Sofian (2015), komplikasi sectio caesarea meliputi:
1) Infeksi puerperal (nifas)
a) Ringan: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
b) Sedang: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
c) Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Infeksi berat sering dijumpai
pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2) Perdarahan karena
a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b) Atonia uteri
c) Perdarahan pada placental bed.
3) Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
4) Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
3. Konsep CPD
a. Pengertian Cephalopelvik Disproporsi
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran
panggul. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. (Manuaba, 2000)
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.
Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara
anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah
angka normal sebanyak 1 cm atau lebih. Pengertian secara obstetri adalah panggul yang
satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan
normal.

b. Anatomi Panggul
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu :
1) Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan diameter
transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan
panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2) Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga
berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke
dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4) Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang
luas.
TulanG–tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa
dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang ini satu dengan
lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan
kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro- iliaka yang
menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat artikulasio sakro-
koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang panggul) dan os koksigis (tulang
tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran
sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih
longgar, misalnya ujung koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih
kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada
saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu
dapat ditekan ke belakang.
Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis
minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut
juga dengan false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis
minor atau true pelvis. Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ-
organ abdominal selain itu pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot-otot dan
ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor
terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus
dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh
muskulus levator ani dan muskulus koksigeus.
Adapun ukuran panggul adalah sebagai berikut :
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari
pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat
diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur
naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai
penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di
vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai
oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung
dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm.
Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara
bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih antara konjugata vera
dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
2) Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan
jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung
sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5
cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

Gambar 2.1. Anatomi Panggul Wanita

c. Etiologi Cephalopelvik Disproporsi


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang
panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
a) Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b) Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
2) Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.
3) Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit
jalan lahir.
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran
pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu :
1) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine : panggul naegele, panggul
robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma,
fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang : kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki : koksitis, luksasio koksa, atrofi atau
kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas
panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit
seluruhnya, yaitu sebagai berikut :
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya
(konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya
kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan
dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang
1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan
sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider
(1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm.
2) Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol
ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih
sering dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala
janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio
sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti
seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu
tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior
panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang.
Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah
panggul.
4) Perkiraan kapasitas panggul sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa.
Misalnya padatuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan
tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul
sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak
dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar
dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Pelvimetri terdiri dari :
a) Pelvimetri luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran
panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai
antara lain: jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan
sebagainya. Yang diukur adalah :
(1)Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
(2)Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat
yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
(3)Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina
iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.
(4)Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
(5)Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas simfisis
ke profesus spinosus lumbal 5.
(6)Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
b) Pelvimetri dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh
bagian tulang belakang/promotorium. Hitung jarak dari tulang kemaluan hingga
promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah
panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal. (Aflah Nur, 2010).
c) Pelvimetri roentgenologik
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan
angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
5) Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi
5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan
lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, biasanya tidak
menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya
kurang dari 4500 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala
janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul.

4. Penatalaksanaan Chepalopelvik Disproporsi


a. Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor, antara lain:
bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggul, besarnya kepala
janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum persalinan
berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika CV < 8 ½ cm
dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat dilakukan
persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak dilakukan pada
letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ada 2 macam
persalinan percobaan, yaitu:
1) Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara
spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu
dalam keadaan baik (dikatakan berhasil).
2) Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam sesudahnya.
Setelah 1 jamkepala turun sampai H III, test of labor berhasil. Persalinan percobaan
dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuan, keadaan ibu atau
anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang patologis, dan forceps/vakum
ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut, dilakukan sectio caesarea.
b. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan percobaan dianggap
gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis.
Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d. Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara
melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat
dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang
biasanya diikuti oleh kranioklasi.
e. Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi
dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal,
tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau
kedua klavikula.

Anda mungkin juga menyukai