Anda di halaman 1dari 3

"AHLAK MULIA PENJUAL BAKMI "

Pada suatu siang...

Saat menuju ke areal parkir, melintas di depan kami, seorang penjual bakmi yang sedang
mendorong gerobaknya.
Seorang pria yang tidak muda lagi, berpakaian lusuh dengan beberapa bercak cabe yang melekat di
baju depannya.

Saya tergerak ingin makan....kami memanggil penjual bakmi dan memesan bakmi yang terlihat
lezat. Mungkin karena sudah lapar. Kami menikmati acara santap siang di bawah pohon rindang di
areal parkir.

Setelah selesai makan

Saat membayar memberikan uang 100 ribu, saya melihat penjual bakmi ini mengambil uang
recehan puluhan ribu senilai 100 ribu, memberikan uang kembalian kepadaku, lalu meletakkan
sejumlah uang ke dalam laci kiri dan juga memasukkan sejumlah uang ke dalam laci tertutup lain
yang memiliki lubang untuk tempat masuknya uang.

Saya merasa heran dengan tingkah beliau yang aneh dan cukup merepotkan. Setiap kali menerima
uang dari pembeli, penjual bakmi ini pasti akan memasukkan uang ke dalam kedua laci yang
berbeda.

Saya bertanya : "Pak, kalau boleh tahu, mengapa uangnya dipisah-pisah...?"

Penjual bakmi : “Boleh pak... Saya sengaja memisahkan uang hasil penjualan dengan maksud
membagi mana uang yang menjadi . ....
Hak saya dan
mana yang menjadi...
Hak anak asuh saya..."

Saya bertanya penuh heran : "Anak asuh?


Memangnya bapak memiliki anak asuh?"

Penjual bakmi : "Sebagian uang hasil penjualan akan saya gunakan sebagai modal usaha dan untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya.

Sebagian lagi saya sisihkan untuk membantu meringankan beban keluarga anak-anak yang saya
asuh, setidaknya saya dapat membayar kebutuhan sekolah mereka...."

Saya :
"Dengan hanya berjualan bakmi bapak memiliki anak asuh?
Bukankah ini menambah beban kehidupan bapak?"

Penjual bakmi :
"Saya tidak pernah merasa apa yang saya lakukan ini menyusahkan dan menambah beban hidup
saya?
Yang sebenarnya menjadi beban hidup saya adalah.....
“ketika saya mampu berbagi tapi saya tidak melakukan apa-apa..."

Saya terkejut dengan kalimat-kalimat sederhana namun menohok batinku.

Seorang penjual bakmi yang sederhana mampu berpikir demikian MULIA.

Penjual bakmi melanjutkan : "Anak asuh saya saat ini berjumlah 15 orang.
Mereka dapat menikmati bangku sekolah dengan tenang dan menuntut ilmu setinggi mereka mau.
Bahkan ada di antara mereka yang sudah tamat sekolah dan mulai bekerja.
Saya senang dan amat berbahagia dengan apa yang sudah saya lakukan selama 20 tahun ini. Saya
ikhlas melakukan semuanya..."

Hatiku sangat tersentuh mendengar penuturan bapak penjual bakmi. Jawaban yang cukup mengiris
sembilu saya, rekan saya dan para pembeli yang kebetulan mendengar percakapan kami.

Kami merasa apa yang telah diperbuat beliau merupakan sebuah "tamparan" yang memerahkan
pipi. Kami yang memiliki nasib jauh lebih baik dari bapak penjual bakmi, belum tentu memiliki
pemikiran dan rencana sedemikian indah dalam hidup.

Seringkali kita berlindung di balik kata "tidak mampu" atau


gaji masih kecil
atau
belum ada rezeki.

Saya melanjutkan bertanya :


“Pak, bukankah bersedekah atau mengangkat anak asuh itu hanya diwajibkan bagi mereka yang
mampu membiayai..?"

Beliau menjawab :
“Pendapat itu kurang tepat Pak... Kita harus malu kepada TUHAN kalau bicara mengenai
rezeki sebab .....
TUHAN selalu memberikan rezeki yang cukup kepada umatnya.
Selanjutnya tergantung kepada kita untuk mengelolanya.
Semua orang pasti mampu kalau memang mempunyai ...NIAT...."

Penjelasan yang polos dan gamblang membuat kami semua terdiam dalam alur berpikir masing-
masing.

Sobatku yang budiman...

Sebuah pembelajaran hidup telah ditunjukkan oleh penjual bakmi yang kesehariannya sangat
bersahaja namun mampu menghipnotis alam bawah sadar dan membangunkan jiwa kita yang
selama ini terbuai oleh manisnya kehidupan.

Banyak dari kita yang masih suka berlindung dari kata


"belum mampu" atau
"masih banyak kebutuhan lain".
Jika kita menganggap diri kita tidak mampu,
..... maka.....
mungkin seterusnya kita akan selalu berada di bawah garis mampu.
Namun,
jika kita berkata MAU, dan ADA NIAT MULIA
maka dengan Bantuan kekuasaan TUHAN,
kita pasti akan sanggup melakukan perbuatan BAIK.....dan... MULIA

Jangan pandang nilainya,


namun lihatlah ketulusan dan keikhlasannya.

Jangan menunggu mampu,


.....sebab waktu kita sangat terbatas.
Kita tidak tahu kapan akan "diajak pulang" oleh TUHAN.

Semoga kisah perjalanan hidup yang dilakoni oleh penjual bakmi ini dapat menjadi inspirasi dan
memberi Hikmah terbaik bagi kehidupan kita.

HIDUP INI adalah KESEMPATAN....untuk menjadi BERKAT... Bagi Orang Lain.

KESEMPATAN yang TUHAN berikan selagi kita masih diberi KEKUATAN.

TUHAN tidak melihat berapa banyak HARTA yang dapat kita Kumpulkan
......Tapi......
Berapa banyak orang yang dapat kita BAHAGIAKAN melalui HARTA yang TUHAN
PERCAYAKAN pada kita

Anda mungkin juga menyukai