TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis.2
B. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit
sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis.
penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas. SGB sering sekali
berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan
atas atau infeksi gastrointestinal5.
Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang berhubungan dengan SGB 4
C. PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler
(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf
tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari
peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon
imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus5.
Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB8.
Gambar 2 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB6
b. Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada
saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga
atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung
myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan
dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke
tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks
dan saraf tepi telah hancur5.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi
adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil
pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi
segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi
Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus
membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan
akson5.
Gambar 3: Sistem imunopathologi saraf pada SGB
D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih
dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari
otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi5.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan
gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien
GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali
kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus
phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator
mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi
sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.
VII, VI, III, V, IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-
demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS 5
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel
metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti
CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal. 3
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.
H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus
dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior
akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.5
I. KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik
J. TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan
secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14
hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan:
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg
BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan
sakit kepala4,6,8.
K. PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal,
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas
penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik5:
1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi
pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan
bila dengan keadaan antara lain:
a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal
b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
c. progresifitas penyakit lambat dan pendek
d. pada penderita berusia 30-60 tahun 2
DAFTAR PUSTAKA