Anda di halaman 1dari 19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis.2

B. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit
sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis.
penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas. SGB sering sekali
berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan
atas atau infeksi gastrointestinal5.
Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang berhubungan dengan SGB 4

C. PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler
(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf
tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari
peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon
imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus5.
Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB8.
Gambar 2 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB6

a. Peran imunitas seluler


Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan
penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari
sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan
sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.
Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus
dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah
menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan
imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen
(antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan
dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi
aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),
gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul
(ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam
membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan
pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat
merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen5,6,8.

b. Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada
saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga
atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung
myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan
dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke
tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks
dan saraf tepi telah hancur5.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi
adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil
pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi
segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi
Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus
membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan
akson5.
Gambar 3: Sistem imunopathologi saraf pada SGB
D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 4: Skema klasifikasi SGB

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy


Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan
gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah
kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang
paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan
demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy


Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim
panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%
hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol
pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon.
Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering
dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya
memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat
hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem
penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan
neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit
akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf
sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik
atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome


Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,
arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial
palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir
semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b.
Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf
kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka
pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait
dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan
terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata,
mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare
sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah
kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan
gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat
onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi
pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai
dengan onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran,
hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic
atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi
awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran
penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan
dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat
terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5

E. Gejala klinis dan kriteria diagnose


1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan
simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena
duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih
awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat
terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas
mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama
beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan
ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7
2. Keterlibatan Syaraf Kranialis
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum
mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy
Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan
pada pupil.
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan
tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena
subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.7
3. Perubahan Sensoris
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan
sensori cenderung minimal dan variabel.7
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan
sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas
tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan
kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat
hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama
perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat,
dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini
sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama
perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa
terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di
ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat
bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai
berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis
dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan
otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial
flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau
diaphoresis
Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien
dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.7
6. Pernafasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan
pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan
adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan
menelan, Bicara cadel
Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi
pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan
penyakit mereka.7
Hasil Pemeriksaan
a. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong
diagnosa:
 Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
peningkatan pada LP serial
 Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
 Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu
gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
b. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
 Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal5.
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami
demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan
motorik perifer5.
Tabel 1: Gejala klinis SBS

F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih
dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari
otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi5.
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan
gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien
GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali
kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus
phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator
mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi
sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.
VII, VI, III, V, IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas


a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke
lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang,
kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial)
Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya
bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus
b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &
stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa
mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi
terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif
terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus
c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
3) Retensi urine
Gambar 5: fase perjalan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna

1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang
b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.
c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a. Fase defisit neurologis (+)
b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.
c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d. bertambah berat sampai maksimal
e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-
demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.
b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg
5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS 5
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel
metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti
CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal. 3
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus
dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior
akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.5

I. KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik

GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien


dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset
penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung
bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang
keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan
atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun
pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien
dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.5
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa
tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih
umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien
dengan ventilator. 5
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan
hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan
GBS gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan
defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.

J. TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan
secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8

1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain
plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14
hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala (minggu pertama).

3. Pengobatan imunosupresan:
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg
BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
 6 merkaptopurin (6-MP)
 azathioprine
 cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan
sakit kepala4,6,8.
K. PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal,
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas
penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik5:
1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi
pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan
bila dengan keadaan antara lain:
a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal
b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
c. progresifitas penyakit lambat dan pendek
d. pada penderita berusia 30-60 tahun 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Evil Science. 2008. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net


2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers,
Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004
3. Evidence Center. 2011. Available from:
http://bestprice.bmj.com/bestpractice/monograph/176/basics/epidemiology.
html
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005
5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:
Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis.
Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus;
2003.
6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment
7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological
8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27
8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from :
http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre
syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from :
http://www.netterimages.com/image/63612.htm

Anda mungkin juga menyukai