Anda di halaman 1dari 15

PENGENDALIAN pH

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan, praktikan diharapkan dapat:
1. Mengetahui pengaruh pH larutan terhadap perubahan kecepatan laju alir umpan
(pompa B)
2. Mencari Proposional Band yang ideal dengan pengadukan.
3. Mengetahui pengaruh perubahan Set Point.
4. Mengetahui pengaruh pH larutan dengan Optimasi Proses
5. Mengetahui pengaruh pH terhadap pemberian optimasi melalui PID controller.

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu
 Alat armfield PCT 40 Basic Process Module
 Set computer
 Gelas kimia 1 L
 Batang pengaduk
 Baskom 20 L
 Bulp
 Pipet ukur 25 Ml

B. Bahan
Adapun bahan yangdigunakan pada percobaan ini yaitu :
 Air
 NaOH 1 M
 HCl 1 M
III. DASAR TEORI
A. Pengendalian pH
Pengendalian pH merupakan salah satu faktor penting dalam dunia industri.
Pengendalian ini bertujuan untuk menjaga nilai pH agar berada pada kisaran nilai
yang diinginkan sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Seiring dengan
meningkatnya kebutuhan performansi pengukuran dan pengendalian pH dalam
industri kimia, maka perlu dibuat sistem pengendalian yang mampu memberikan
performansi yang baik dengan akurasi yang memadai. Pada berbagai literatur
mengenai perancangan pengendalian pH,yang digunakan adalah berdasarkan pada
persamaan dinamik dan persamaan statik.
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai
kologaritmaaktivitas ion hydrogen. pH dibentuk dari informasi kuantitatif yang
dinyatakan oleh tingkat keasaman atau basa yang berkaitan dengan aktivitas ion
Hidrogen. Jika konsentrasi [H+] lebih besardaripada [OH-], maka material tersebut
bersifat asam, yaitu nilai pH kurang dari 7.Jika konsentrasi [OH-] lebih besar dari
pada [H+], maka material tersebut bersifat basa, yaitu dengan nilai pH lebih dari 7.
Pengukuran pH yang lebih akurat biasa dilakukan dengan menggunakan pH
meter.Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektro dan pengukuran
pH, elektroda referensi, dan alat pengukur impedansitinggi.Pada praktikum kali ini
yang dikendalikan yaitu pH dengan tiga variable set point yang ingin dikendalikan
yaitu pH 7.
Peralatan proses pengendalian pH terdiri dari dua tangki yang terletak dibagian
atas alat dan dibagian dasar. Tangki atas terbagi dua, tangki A dan tangki B yang
masing-masing berisi larutan umpan berupa larutan asam dan tangki bawah sebagai
tangki penampung.
Tujuan utama pengendalian pH adalah mengendalikan pH larutan yang terdapat
pada tangki utama (MAIN) yang mengalir kebawah masuk menuju tangki
pencampur, jumlah larutan yang masuk dapat diketahui dengan mengatur katup dan
mengukur laju alir dari flowmeter. Gangguan (NOISE) dari tangki noise juga
mengalir kebawah menuju tangki pencampur, jumlah dan besar aliran dapat diatur
dan dilihat dengan flowmeter. Larutan bercampur di tangki dan di aduk oleh stirrer
kemudian di ukur oleh elektroda, hasil pengukuran diberikan ke controller CRpH
yang berhubungan dengan sebuah personal computer. Output dari controller
kemudian diberikan ke pompa peristaltik yang akan memompa sejumlah larutan
koreksi sehingga pH didalam tangki akan mendekati harga setpoint yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Dalam variasi laju alir umpan dengan setpoint bersifat agak asam dan asam kuat.
Pada laju alir yang lambat, pengendali tidak dapat mempertahankan harga pH dan
pompa akan bergerak secara periodik (bergantian) sehingga menghasilkan osilasi dan
tidak mencapai setpoint stabil. Pengurangan osilasi dapat dilakukan dengan
mempercepat laju alir. Perbedaan untuk setpoint yang bersifat agak asam dan asam
dapat diperlihatkan pada grafik yang terbentuk. Linearitas dan bentuk simetris grafik
antara setpoint yang berbeda pada saat laju alir divariasikan menunjukkan
ketergantungan pH terhadap laju alir.
Jenis – Jenis Variabel Proses dalam system pengendalian:
1. Process Variable (PV) adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan
keadaan sistem proses yang dikendalikan agar nilainya tetap atau berubah
mengikuti alur tertentu (variable terkendali).
2. Manipulated Variable (MV) adalah variable yang digunakan untuk melakukan
koreksi atau mengendalikan PV (variable pengendali).
3. Set Point (SP) adalah nilai variable proses yang diinginkan (nilai acuan).
4. Gangguan (w) adalah variable masukan yang mampumempengaruhinilai PV
tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan.
5. Variabel Keluaran Tak Dikendalikan adalah variable yang menunjukkan
keadaan sistem proses tetapi tidak dikendalikan secara langsung.
Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah sebagai berikut:
1. Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai
variable proses.
2. Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variable proses (nilai terukur) dibandingkan
dengan nilai acuan (set point).
3. Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan
langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
4. Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses, agar perbedaan antara
nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin. Untuk pelaksanan
langkah-langkah pengendalian proses tersebut diperlukan instrumentasi sebagai
berikut:
a. Unit proses
b. Unit pengukuran.
Bagian ini bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa besaran fisika atau
kimia menjadi sinyal standar (sinyal pneumatic dan sinyal listrik).

Pada prinsipnya peralatan yang digunakan adalah PCT42.


B. Pengendalian PID (Proportional–Integral–Derivative controller)

Sistem Kontrol PID(Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan


kontroleruntuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik
adanya umpan balik pada sistem tesebut ( Feed back ). Pengontrol PID adalah
pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia industri. Pengontrol PID
akan memberikan aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error yang diperoleh.
Control valve akan menjadi aktuator yang mengatur aliran fluida dalam proses
industri yang terjadi Level air yang diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah
perbedaan dari Set Point dengan level air aktual.
Sistem pengendalian secara kontinyu berbeda dengan pengendalian tak kontinyu
(ON/OFF). Pada sistem kontrol kontinyu, sistem secara kontinyu melakukan evaluasi
antara error dan set point dan secara kontinyu pula memberikan masukan (input) bagi
elemen kontrol akhir untuk melakukan perubahan agar harga pengendalian (control
point) mendekati atau sama dengan harga set point.
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional),D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing - masing
memiliki kelebihan dankekurangan. Dalam implementasinya masing - masing cara
dapat bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem
kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar
tanggapan sinyal keluaran system terhadap masukan tertentu sebagaimana yang
diinginkan.
1. PROPORSIONAL
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u = G(s) • e maka u =
Kp • edengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain
(penguat)sajatanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler.
Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak
dinamik ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana
kontrol P ini cukup mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time
dan setting time
Proporsional merupakan perbaikan dari 2 jenis posisi (ON/OFF) dimana output
dari pengendali terhadap error dapat dibuat suatu grafik yang mempunyai garis lurus

dengan sudut kemiringan 45o untuk pita proporsional 100%. Pada rentang di dekat
setpoint, setiap harga error mempunyai hubungan satu-satu yang mencangkup dari
0% - 100% yang disebut PITA PROPORSIONAL. Persamaan yang digunakan
adalahh :
P = Kp.Ep + Po
Pb = 100/Kp
Dimana
P = output pengendali
Kp = konstanta proporsional antara error dan output
pengendali Ep = Error persen skala penuh
Po = output saat tak terdapat error
Ketika sinyal regulasi mencapai 100% atau katup pneumatic terbuka penuh,
error mencapai level saturasi (jenuh), penambahan error tidak akan meningkatkan
sinyal regulasi.
Disini perlu diketahui range interval error sinyal regulasi dapat beroperasi
antara 0%-100%. Range variasi error dinyatakan sebagai Proportional apabila error
(e) antara 0-PB, maka persen sinyal regulasi (x) adalah :
X = e . PB
Semakin besar PB, semakin kecil keluaran controller (x) untuk error yang sama.
Dengan kata lain, semakin rendah Gain proportional kontroler.
Sistem pengendali yang hanya menggunakan mode Proportional ini
mempunyai ketentuan sebagai berikut :
a. Error tidak dapat dieliminasi (dikurangi) dan sulit mencapai set point
b. Adanya error sisa (residu) yang disebut OFFSET yang bertambah dengan
bertambahnya PB.
Ciri – ciri pengontrol proposional
a. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proposional hanya mampu melakukan koreksi
kesalahn yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat
(menambah rise time).
b. Jika nilai Kp dinaikan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai
keadaan mentapnya (mengurangi rise time)
c. Namun, jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi
d. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error tetapi
tidak menghilangkannya.

2. INTEGRAL
JikaG(s)adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagaiu(t) =
[integrale(t)dT]Kidengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan diatas,
G(s) dapat dinyatakansebagai u = Kd.[deltae / deltat] Jika e(T) mendekati konstan
(bukan nol) maka u(t) akanmenjadisangat besar sehingga diharapkan dapat
memperbaiki error. Jika e(T)mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil.
Kontrol I dapat memperbaikisekaligus menghilangkan respon steady-state, namun
pemilihan Ki yang tidak tepat dapat
menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
ketidakstabilansistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan
output berosilasikarena menambah orde sistem.
Mode kontrol integral selalu digunakan berpasangan dengan mode proporsional
dengan persamaan :
Dengan mode gabungan ini error pertama-tama akan meningkat kemudian
berkurang dengan cepat oleh aksi proporsional. Error tidak akan nol dikarenakan
adanya offset. Aksi kontrol integral akan mengurangi error residu (OFFSET) dari
proporsional. Dengan mode ini kemungkinan untuk mengurangi error secara tuntas,
sedangkan kondisi equilibrium baru memerlukan aliran masuk yang baru yang
digerakkan oleh mode integral juga.
Umumnya mode gabungan ini digunakan ketika variabel yang dikendalikan
diharapkan mengalami perubahan besar namun lambat yang memerlukan perubahan
cukup besar pada sinyal regulasi (x).
Ciri – ciri pengontrol integral
a. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
pengontrol integral cenderung memperlambat respon
b. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan pada
nilai sebelumnya.
c. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki
d. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset.
Tetapi semakin besar nilai konstanta ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi
sari sinyal keluaran pengontrol.

3. DERIVATIF
Mode derivatif juga dipergunakan bergabung dengan moode proporsional
dengan persamaan :
Jika error konstan, derivative sebagai fungsi waktu akan mempunyai harga nol
(tidak ada output). Mode proportional derivative ini digunakan apabila diharapkan
perubahan yang cepat dan dalam batas level yang diizinkan. Oleh karena level
control mempunyai variasi bahan yang rada lambat, penggunaan mode derivatif
kurang memberi pengertian yang jelas.
Mode gabungan yang melibatkan derivative yang digunakan pada CRpH adalah
mode gabungan lengkap atau mode PID (Proportional, Integral, Derivatif) dengan
persamaan :
Gabungan ketiganya disini memberikan kemungkinan pengendalian yang
sempurna dan menghasilkan pengendalian yang optimal. Ciri – ciri kontrol derivative

a. Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan )
b. Jika sinyal kesalahan berupa terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
pengontrol tergantung pada nilai kd dan laju perubahan sinyal kesalahan.
c. Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem.
d. Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan
mengurangi overshoot.

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat


saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara parallel menjadi
pengontrol proporsional plus integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-
elemen pengontrol P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan :
1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya
2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.
IV. PROSEDUR KERJA
1. Membuat Larutan Asam dan Basa

a. Pembuatan larutan HCl 0.001 M


 Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
 Menambahkan air 20 L ke dalam tangki penampungan.
 Memipet larutan HCl 1 M sebanyak 20 mL kedalam tangki penampungan.
 Menghomogenkan larutan untuk larutan asam.
b. Pembuatan larutanNaOH 0.001 M
 Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
 Menambahkan air 20 L ke dalam tangki penampungan.
 Memipet larutan NaOH 1 M sebanyak 20 mL kedalam tangki penampungan.
 Menghomogenkan larutan untuk larutan basa.

2. Percobaan 1 (Pengaruh pH Larutan terhadap Perubahan Laju Pompa B)


1) Pada layar monitor computer, dibuka aplikasi PCT 41 pH sensor dan dipilih
section 1 dan diklik “load”.
2) Baskom disiapkan sebanyak tiga buah dan diberi tanda label A (larutan asam),
B (larutan basa), dan C (baskom pembuangan) yang dimana :
 Untuk pompa A digunakan baskom A dan diisi larutan asam (HCl) 0,001 M
 Untuk pompa B digunakan baskom B dan diisi larutan basa (NaOH) 0,001
M
 Baskom ketiga digunakan untuk pembuangan.
3) Pada layar aplikasi yang telah muncul, diatur pompa B 30% dan ditunggu
sampai “acidity” mencapai pH > 9 dan stirrer dijalankan.
4) Setelah pH pada “acidity” tercapai, diklik PID controller dan diatur set point =
7, PB = 10, I = 300, dan D = 1. Diklik “apply” dan “Go” untuk menjalankan
proses.
5) Menunggu hingga mencapai set point konstan
6) Mengulang kembali prosedur diatas dengan memasukkan kecepatan pompa B
50% dan 70% .
7) Ditunggu hingga diperoleh data set point konstan.

3. Percobaan 11 (Pengaruh pH terhadap Perubahan Nilai Proportional Band


dengan Pengadukan)
1) Pada layar monitor computer, dibuka aplikasi PCT 41 pH sensor dan dipilih
section 1 dan diklik “load”.
2) Baskom disiapkan sebanyak tiga buah dan diberi tanda label A, B, dan C
3) Pada layar aplikasi yang telah muncul, diatur pompa B 30% dan ditunggu
sampai “acidity” mencapai pH > 9 dan stirrer dijalankan.
4) Setelah pH pada “acidity” tercapai, diklik PID controller dan diatur set point =
7, PB = 5, I = 300, dan D = 1. Diklik “apply” dan “Go” untuk menjalankan
proses.
5) Data ditunggu hingga set point konstan dan dilakukan variasi PB = 2%, dan
0.5% (masing-masing hingga konstan).

4. Percobaan III (Pengaruh pH Larutan Terhadap Variasi Setpoint)


1) Pada layar monitor computer, dibuka aplikasi PCT 41 pH sensor dan dipilih
section 1 dan diklik “load”.
2) Baskom disiapkan sebanyak tiga buah dan diberi tanda label A (larutan asam),
B (larutan basa), dan C (baskom pembuangan)
3) Pada layar aplikasi yang telah muncul, diatur pompa B 30% dan ditunggu
sampai “acidity” mencapai pH > 9 dan stirrer dijalankan.
4) Setelah pH pada “acidity” tercapai, diklik PID controller dan diatur set point =
7, PB = 0.5, I = 300, dan D = 1. Diklik “apply” dan “Go” untuk menjalankan
proses.
5) Menunggu hingga mencapai set point konstan
6) Mengulang kembali prosedur diatas dengan memasukkan nilai setpoint 5 dan
kembali lagi pada nilai setpoint 7
7) Ditunggu hingga diperoleh data set point konstan.

5. Percobaan IV (Pengendalian pH dengan On-Off Controller)


1) Pada layar monitor computer, dibuka aplikasi PCT 41 pH sensor dan dipilih
section 1 dan diklik “load”.
2) Baskom disiapkan sebanyak tiga buah dan diberi tanda label A (larutan asam),
B (larutan basa), dan C (baskom pembuangan).
3) Pada layar aplikasi yang telah muncul, diatur pompa B 30% dan ditunggu
sampai “acidity” mencapai pH > 9 dan stirrer dijalankan.
4) Setelah pH pada “acidity” tercapai, diklik PID controller dan diatur set point =
7, PB = 0, I = 0, dan D = 0. Diklik “apply” dan “Go” untuk menjalankan
proses.
5) Setelah terbentuk 4 osilasi pada variable akhir, proses dihentikan dengan
menekan “stop” pada tab menu.
6) Menghitung nilai amplitudo (y) yaitu jarak overshoot dan undershoot dan
periode waktu (t) antar puncak dengan lembah.
7) Perhitungan ini untuk menentukan nilai P = y/3 , I = t , D = t/6 pada
pengendalian pH dengan PID controller.

6. Percobaan V (Pengendalian pH dengan PID Controller)


1) Pada layar monitor computer, dibuka aplikasi PCT 41 pH sensor dan dipilih
section 1 dan diklik “load”.
2) Baskom disiapkan sebanyak tiga buah dan diberi tanda label A (larutan asam),
B (larutan basa), dan C (baskom pembuangan).
3) Pada layar aplikasi yang telah muncul, diatur pompa B 30% dan ditunggu
sampai “acidity” mencapai pH > 9 dan stirrer dijalankan.
4) Setelah pH pada “acidity” tercapai, diklik PID controller dan diatur set point =
7, PB = ... I = ... dan D = ... Diklik “apply” dan “Go” untuk menjalankan
proses.
5) Kemudian ditunggu hingga set point konstan.
VII. PEMBAHASAN
Cahyaningsih Dwi Putri Vitandy
331 16 034
Setelah melakukan praktikum pengendalian PH ini bertujuan untuk
menjaga nilai PH agar berada pada nilai kisaran (Set Point) yang diinginkan.
Pada alat pengendalian PH memiliki 2 wadah yang terletak di bagian bawah.
Wadah pertama berisikan larutan NaOH dan wadah kedua berisikan larutan
HCl. Larutan pada wadah kedua akan masuk kedalam reaktor dengan
dipompakan oleh pump dosing pum sedangkan larutan NaOH akan digerakan
oleh proposional pump, masuk menuju tangki pencampur, jumlah larutan yang
masuk dapat diketahui dengan mengatur katup dan mengukur laju alir dari
flowmeter.
Output dari controller kemudian diberikan ke pompa dosing yang akan
memopa sejumlah larutan NaOH sehingga PH didalam tangki akan mendekati
harga set point yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga output dari
controler berwarna hijau. Larutan bercampur di tangki dan di aduk oleh stirrer
kemudian di ukur oleh elektroda, hasil pengukuran diberikan ke controller CRpH
yang berhubungan dengan sebuah personal computer.
Pada percobaan pertama memvariasikan kecepatan pada Pompa B yaitu
30%, 50 % dan 70%. Dengan Propotional Band 10. Integral time 300 dan
Derivatif time 1 dan harga set point 7. Dapat dilihat dari percobaan bahwa
semakin besar laju Pompa B semakin cepat mencapai Set Point yang
diinginkan. Percobaan kedua yaitu memvariasikan Proposional Band pada 0,5;
2 dan 5%, yang menyatakan persentase perubahan error atau pengukuran yang
menghasilkan perubahan sinyal, semakin tinggi proposional band controller
untuk mendeteksi semakin lambat sehingga integral time lebih lama.
Percobaan ketiga yaitu perubahan set point dimulai dari set point 7→5→7
dengan Propotional Band 2, Integral time 300 dan Derivative time 1. Dapat
dilihat dari grafik bahwa tidak mencapai set point tapi mendekati dengan set
point. Percobaan keempat yaitu dengan Optimasi Proses untuk mencari nilai
PID sebagai uji parameter selanjutnya. Dengan nilai propotional band 0,
Integral time 0, dan Derivative time 0 lalu Pompa B pada 30%. Diperoleh nilai
PID melalui perhitungan yaitu Propotional Band adalah 1.67, Integral Time
380 dan Derivative Time 63.33.
Percobaan terakhir adalah uji parameter PID dengan memasukkan nilai
PID yang diperoleh sebelumnya, dari data dapat dilihat bahwa waktu untuk
mencapai set point lebih cepat.
VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin besar laju Pompa B semakin cepat mencapai Set Point yang
diinginkan
2. Perbedaan bentuk grafik dikarenakan perbedaan nilai proposional band
yang dimasukan proposional band untuk menyatakan persentase
perubahan error.
3. Semakin besar nilai proportional band (PB) maka semakin kecil output
controller dan time untuk mencapai kestabilan lambat.
4. Sistem pengendalian pH bertujuan untuk mengendalikan pH larutan yang
terdapat pada tangki baik secara batch maupun kontinyu.

IX. KESIMPULAN
 Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium Pengendalian Proses. Politeknik
Negeri Ujung Pandang. Jurusan Teknik Kimia: Politeknik negeri Ujung
Pandang.
 Anonim. 2015. Pengendalian pH. Diakses pada tanggal 14 Desember
2018.http://s3.amazonenews.com/academia.edu.documents/34010782/CR
pH.docx
 Anonim. 2015. Pengendalian pH. Diakses pada tanggal 14 Desember
2018. https://kikimidia.blogspot.com/2015/12/laporan-crph-pengendalian-
proses.html
 Deviana, Wahyu Sisilia. 2016. Diakses pada tanggal 15 Desember 2018.
http://wahyusisilia.blogspot.com/2016/01/laporan-pengendalian-nilai-ph-
crph.html

Anda mungkin juga menyukai