Anda di halaman 1dari 50

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya

menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ

lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks

Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi

tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah

kasus.

Gambar 1. Pengaruh TB terhadap organ tubuh


2

B. Epidemiologi Tuberkulosis

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih

menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan

tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat

8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002 dan 3,9 juta adalah kasus BTA positif.

Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO

jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk setelah China dan India di dunia untuk jumlah

penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya

meninggal. Perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB

menempati rangking nomer 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi

nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.

Gambar 2. Angka prevalensi TB pada Anak


3

C. Etiologi Tuberkulosis

Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis.

Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo

Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M.

africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis

merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.

Gambar 3 . Jenis Kuman Mycobacterium Tuberculosis

M.Tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk

spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya,

misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan

gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka

mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang

juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan

protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan

dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas

dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul

lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen,

menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofagat.


4

Gambar 4. Airbone Infection of Droplet

Cara penularan Mycobakterium Tuberculosis :

1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan (Droplet nuclei). Sekali batuk dapat

mengeluarkan 3000 droplet nya(gabungan sel hidup dalam tubuh dengan sel yang

infektil).

2. Kuman bermigrasi secara hematogen dan limfogen.

Tidak semua orang yang menghirup kuman tersebut bisa tertulat penyakit TBC. Pada

orang yang sehat , biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat, biasany

kuman tersebut akan aktif bila :

 Kekurangan Gizi

 Kondisi fisik yang lemah

 Terkena penyakit tertentu seperti HIV dan Dibetes Melitus

 Pecandu Obat-Obat terlarang

 Pengguna hormon steroid


5

 Perokok berat

Timbulnya peryakit bisa bervariasi tergantung dari imun seseorang dan jumlah kuman

yang masuk kedalam tubuh kita atau pun ada yang lansung tertular sesudah terinfeksi dan ada

yang butuh jangka waktu yang panjang baru menjadi aktif.

D. Patogenesis Tuberkulosis

TB paru terdiri dari primer dan post primer, TB paru primer adalah infeksi yang

menyerang pada orang yang belum mempunyai kekebalan spesifik, sehingga tubuh melawan

dengan cara tidak spesifik. Pada fase ini kuman merangsang tubuh membentuk sensitized cell

yang khas sehingga uji PPD (Purified Protein Derivative) akan positif. Di paru terdapat fokus

primer dan pembesaran kelenjar getah bening hilus atau regional yang disebut komplek primer.

Pada infeksi primer ini biasanya masih sulit ditemukan kuman dalam dahak.

Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan paru

sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.

Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang

reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional akan mengalami

salah satu nasib berikut:

1. Sembuh dengan tidak meniggalkan cacat sama sekali (resuscitation ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gohn, garis fibrotic,

sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara:


6

a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah

epituberklosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan

daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis

milier, meningitis TB, dan lain –lain.

TB paru post primer adalah TB paru yang menyerang orang yang telah mendapatkan

infeksi primer dan dalam tubuh orang tersebut sudah ada reaksi hipersensitif yang khas. Infeksi

ini berasal dari reinfeksi dari luar atau reaktivasi dari infeksi se-belumnya. Proses awal berupa

satu atau lebih pnemonia lobuler yang disebut fokus dari Assman. Fokus ini dapat sembuh

sendiri atau menjadi progresif (meluas), melunak, pengejuan, timbul kavitas yang menahun dan

mengadakan penyebaran ke beberapa tempat.

E. Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena

a. Tuberkulosis paru

b. Tuberkulosis ekstra paru : pleura, selaput otak, selaput jantung,kelenjar limfe,

tulang ,persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, milier dan lain-

lain.
7

2. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

- Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan

kelainan radiologic menunjukkan tuberkulosis aktif

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

tuberculosis positif

3. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe

pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.


8

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /

perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu

antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

- Infeksi jamur

- TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

- Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA

positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan

e. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.


9

F. Diagnosa Tuberkulosis

Diagnosis TB paru ditegakkan bedasarkan hasil :anamnesis, gambaran klinik,

pemeriksaan fisik, gambaran foto toraks, pemeriksaan basil tahan asam, pemeriksaan uji

tuberkulin dan pemeriksaan laboratorium penunjang lainnya

Kriteria diagnosis berdasarkan Internasional Standars for Tuberkulosis Care (ISTC)

Standar diagnosis pda orang dewasa

a. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlansung selama > 2 minggu yang

tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.

b. Semua pasien yang mampu mengeluarkan dahak yang diduga menderita TB, harus

diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah

spesimen pagi.

c. Semua pasien dengan gambaran foto thoraks tersangka TB, harus diperiksa

mikrobiologi dahak.

d. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria

berikut:

 Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk dahak sputum

pagi hari), smentara gambaran foto toraks sesuai dengan gambaran TB.

 Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur

sputum jika memungkinkan) atau pasien diduga menginfeksi HIV (evaluasi

TB harus dipercepat).
10

e. Diagnosis TB intraktorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar linfe

mediastinum atau hilar pada anak

 Keadaan klinis (+). Walapun apus sputum (-)

 Foto thoraks sesuai gambaran TB

 Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB

 Bukti adanya infeksi TB (tes uberkulin positif > 10 mm setelah 48-72

jam.

Standar diagnosis pada anak

Anak yang dinyatakan propable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun

demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun

tidak didapaykan tanda dan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak

balita.
11

G. Gambaran klinik

 Anamnesa

Pasien datang dengan keluhan batuk / batuk berdahak > 2 minggu , Batk disertai dahak,

dapat bercampur darah atau betuk darah, keluhan dapat disertain sesak napas, nyeri dada

(Pleuritic Chest Pain) , badah lemas, lesu , anoreksia, berat badan menurun, malaise,

berkeringan malam hari tanpa aktivitas fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi atas : gejala sistemik (umum) dan gejala

respiratorik (paru).

1) Gejala sistemik (umum), berupa :

a) Demam

Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah demam seperti gejala influenza.

Biasanya demam dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat malam, kadang-kadang

suhu badan dapat mencapai 40° 41° C. Serangan seperti influenza ini bersifat hilang timbul,

dimana ada masa pulih diikuti dengan se rangan berikutnya setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan

(dikatakan sebagai multiplikasi 3 bulan). Rasmin mengatakannya sebagai serangan influenza

yang melompat-lompat dengan masa tidak sakit semakin pendek dan masa serangan semakin

panjang.

b) Gejala yang tidak spesifik

TB paru adalah peradangan yang bersifat kronik, dapat ditemukan rasa tidak enak badan

(malaise), nafsu makan berkurang yang menyebabkan penurunan berat badan, sakit kepala dan

badan pegal-pegal. Pada wanita kadang-kadang dapat dijumpai gangguan siklus haid.
12

2) Gejala respiratorik (paru)

a) Batuk

Pada awal teljadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru; batuk baru

akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus,

bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena

diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat

mukoid atau purulen.

b)Batuk darah

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah; berat atau ringannya batuk darah tergantung

dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah ini tidak selalu terjadi pada setiap

TB paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda perluasan proses TB paru. Batuk darah tidak

selalu ada sangkut pautnya dengan terdapatnya kavitas pada paru.

c)Sesak napas

Sesak napas akan terjadi akibat luasnya kerusakan jaringan paru, didapatkan pada

penyakit paru yang sudah lanjut. Sedangkan pada penyakit yang baru tidak akan dijumpai gejala

ini.

d)Nyeri dada

Biasanya terjadi bila sistem saraf terkena, dapat bersifat lokal atau pleuritik.

Gejala penting TB paru post primer adalah :

1) Batuk lebih dari 2 minggu, gejala ini paling dini dan paling sering dijumpai, biasanya

ringan dan makin lama makin berat.


13

2) Batuk darah atau bercak saja.

3) Nyeri dada yang berkaitan dengan proses pleuritis di apikal.

4) Sesak nafas yang berkaitan dengan retraksi, obstruksi, thrombosis, atau rusaknya

Parenkim paru yang luas

5) Wheezing yang berkaitan dengan penyempitan lumen endo-bronkhial.

6) Gejala sistemik umum yang tidak khas yaitu lemah badan, demam, anoreksia, berat badan

turun .

Gambar 6. Gambaran Klinik penderita TB

H. Pemeriksaan fisik

Secara umum pemeriksaan jasmani paru menggambarkan keadaan struktural jaringan

paru, pemeriksaan ini tidak memberikan keterangan apa penyebab penyakit paru tersebut.

Namun demikian mungkin ada beberapa hal yang dapat dipakai sebagai pegangan pada TB paru

yaitu lokasi dan kelainan struktural yang terjadi. Pada penyakit yang lanjut mungkin dapat

dijumpai berbagai kombinasi kelainan seperti konsolidasi, fibrosis, kolaps atau efusi. Maka pada

pemeriksaan fisik dijumpai pada paru :


14

 Inspeksi : bentuk paru bisa aja simetris pada kasus baru namun pada keadaan yang lama

terdapat retraksi dinding dada, dan perubahan pergerakan pernapasan menjadi menurun

 Palpasi : fremitus taktil meningkat dan tidak adanya nyeri tekan

 Perkusi : dalam batas normal (sonor) tidak mencolok dan tidak khas.

 Auskultasi : suara napas menjadi bronkovesikuler atau bronchial, atau amforik bisa juga

didapatkan bronkofoni, atau suara bisik yang disebut (whispered pectoriloque) bahkan

bisa saja ada ronki.

I. Pemeriksaan Penunjang

Gambaran foto toraks

Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan pada paru ialah foto toraks PA

dan lateral, sedangkan foto top lordotik, oblik, tomogram dan floroskopi dikerjakan atas indikasi.

Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru :

Gambar 7. Gambaran foto dengan kasus TB Paru


15

- Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru

- Bayangan berawan atau berbercak

- Terdapat kavitas tunggal atau banyak

- Terdapat kalsifikasi

- Lesi bilateral terutama bila terdapt pada lapangan atas paru

- Bayangan abnormal menetap pada foto toraks ulang setelah beberapa minggu.

Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan posterior lobus atas,

segmen posterior lobus bawah, meskipun dapat juga mengenai semua segmen.

Gambaran radiologik TB paru tidak memperlihatkan hanya satu bentuk sarang saja, akan

tetapi dapat terlihat berbagai bentuk sarang secara bersamaan sekaligus yang merupakan bentuk

khas TB paru. Adapun bentuk sarang yang dijumpai pada kelainan radiologik adalah : sarang

dini/sarang minimal, kavitas non sklerotik, kavitas sklerotik, keadaan penyebaran penyakit yang

sudah lanjut. Kelainan radiologik foto toraks hendaklah dinilai secara teliti, karena TB paru

dapat memberikan semua bentuk abnormal pada pemeriksaan radiologik dan dikenal dengan

istilah "great imitator". (PDPI, 2014)

Pemeriksaan basil tahan asam

Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang sangat penting

dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak mudah untuk menemukan

BTA tersebut. BTA barn dapat ditemukan dalam sputum, bila bronkus sudah terlibat, sehingga

sekret yang dikeluarkan melalui bronkus akan mengandung BTA. Pemeriksaan mikroskopik

langsung dengan BTA (--), bukan berarti tidak ditemukan Mycobacterium tuberculosis sebagai
16

penyebab, dalam hal penting sekali peranan hasil biakan kuman. Faktor-faktor yang dapat

menyebabkan basil bakteriologik negatip adalah :

- belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit,

- terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang tidak

adekuat,

- cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat,

- pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.

Sputum yang dapat digunakan untuk pemeriksaan yakni sputum SPS yakni

 Sewaktu (S)

 Pagi(P)

 Sewaktu (S)

Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam

sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan justru pada

TB paru yang baru dengan sputum BTA (--) dan belum menular pada orang lain, paling mudah

diobati dan disembuhkan sempurna. (PDPI, 2014)

Pemeriksaan uji tuberkulin

Pemeriksaan uji tuberkulin merupakan prosedur diagnostik paling penting pada TB paru

anak, kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Sedangkan pada orang dewasa, terutama di daerah dengan prevalensi TB paru masih tinggi

seperti Indonesia sensitivitasnya rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Handoko dkk terhadap

penderita TB paru dewasa yang menyimpulkan bahwa reaksi uji tuberkulin tidak mempunyai arti

diagnostik, hanya sebagai alat bantu diagnostik saja, sehingga uji tuberkulin ini jarang dipakai
17

untuk diagnosis kecuali pada keadaan tertentu, di mana sukar untuk menegakkan diagnosis.

(PDPI, 2014)

Pemeriksaan laboratorium penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat menunjang untuk mendiagnosis TB paru dan

kadang-kadang juga dapat untuk

mengikuti perjalanan penyakit yaitu :

- laju endap darah (LED) tinggi

- limfositosis / monositosis

- Hemoglobin rendah

- hitung jenis leukosit.

Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke kiri dan

limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat. Dalam keadaan

regresi/menyembuh, leukosit kembali normal dengan limfosit nilainya lebih tinggi dari nilai

normal, laju endap darah akan menurun kembali. (PDPI, 2014)

J. Diagnosa Banding

A. Simple brochopneumonia

B. Kanker paru stadium dini

C. Pneumonia kaseosa aktif

D. Brokiektasis

E. Bronkitis

F. Emfisema
18

K. Penyulit

Beberapa penyulit yang sering menyertai tuberkulosis paru ialah :

1. Pleuritis

2. Empiema

3. Tuberculosis organ lain

4. Bronkitis kronis

5. Kor pulmonar

6. Amioloidosis

7. Aspergilosis

8. Karsinoma bronkogenik

9. Hipokalemia

10. Anemia

11. Pneumothorak

12. Efusi pleura


19

L. Penatalaksanaan Tuberkulosis

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu, fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

Obat Anti Tuberkulosis

Obat yang dipakai :

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan:

- INH

- Rifampicin

- Pirazinamid

- Streptomisin

- Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

- Kanamisin

- Amikasin

- Kuinolon

- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin dan asam klavulanat

- Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain: Kapreomisin,

Sikloserin, PAS, Derivat INH dan Rifampisin, Thioamides (ethioamide dan

prothioamide)

Kemasan

- Obat Tunggal, disajikan secara terpisah, yakni INH, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol
20

- Obat Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC). Kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

Dosis Obat

Obat Dosis Dosis yang Dianjurkan Dosis Dosis (mg) / Berat Badan (kg)

(mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/hari) Max

Harian Intermitten <40 40-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 1500 750 1000 1500

E 15-20 15 30 1000 750 1000 1000

S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 1. Dosis Obat Tuberkulosis (PPDI, 2014)

Atau bisa rujukan ke dalam tabel dibawah ini (menurut kemenkes RI ) :


21

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang paling penting

untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (Multidrug resistance tuberculosis).

Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemic TB merupakan priority utam WHO.

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan

untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberculosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan

yang tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan

standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

penggunaan monoterapi

Penetuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

terapi dan non toksik. (PDPI, 2006)

Paduan Obat Anti Tuberkulosis

Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:


22

1. TB Paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto thoraks lesi luas. Paduan obat yang

dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk:

a. TB Paru BTA (+), kasus baru

b. TB Paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas

2. TB Paru (kasus baru), BTA negative, pada foto thoraks lesi minimal. Paduan obat yang

dianjurkan: 2RHZE/4RH atau 6RHE atau 2RHZE/4R3H3

3. TB Paru kasus kambuh

Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan dengan

hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE

selama 5 bulan

4. TB Paru kasus gagal pengobatan

Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6

bulan Kanamisin, Ofloksasin, Etionamid, Sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan Ofloksasin,

Etionamid, Sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat

diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi dapat

diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

5. TB Paru kasus putus obat

Pasien TB Paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

criteria sebagai berikut:

a. Berobat > 4 bulan

- BTA saat ini negative


23

Klinis dan radilogi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan.

Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

diagnosis TB denganmempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila

terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat

dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

- BTA saat ini positif

Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kaut dan jangka waktu

pengobatan yang lama.

b. Berobat < 4 bulan

- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kaut

dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

- Bila TB negative, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.

6. TB Paru kasus kronik

- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan

RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi

(minmal terdapat 4 macam OAT yang massif sensitive) ditambah dengan obat lini 2

seperti kuinolon, betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan minimal 18 bulan. Jika tidak

mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk

meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Kasus TB kronik perlu dirujuk ke dokter

spesialis paru. (PDPI, 2006)


24

M. Efek Samping Obat

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi

dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi simptomatis maka pengobatan

OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian

piridoksin dengan dosis 100 mg/hari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan

tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi

piridoksin (syndrome pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat

yang terjadi pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

hentkan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis

ialah:

- Sindrom Flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom dispepsi, berupa sakit perut, mual, anorexia, muntah-muntah kadang diare.

- Gatal-gatal dan kemerahan

Efek samping yang berat namun jarang terjadi:

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.


25

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari

gejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi

walaupun gejalanya telah menghilang.

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya. Hal ini

harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang

dapat menyebabkan arthritis gout. Hal ini kemingkinan disebabkan berkurangnya

ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,

kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

tergantung dengan dosis yang diapakai, jarang sekali terjadi pada dosis 15-25

mg/kgBB/hari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan

akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya

etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler untuk dideteksi.

5. Streptomisin.

Efek samping utama adalah kelainan syaraf VIII (Nervus Vestibulocochlearis) yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
26

meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko

tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek

samping yang terlihat adalah telinga berdenging (tinnitus), pusing dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya

dikurangi 0,25 gram. Jika pengobatan diteruskan makan kerusakan alat keseimbangan

makin parah dan menetap.

Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang

terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera

setalah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gram.

Streptomisisn dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada

perempuan hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin. (PDPI, 2006)

N. Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus

Gejala TBC adalah dimulai dengan batuk-batuk ringan, tetapi lama-lama tambah hebat

hingga keluar darah sedikit-sedikit. Gejala-gejala lainnya adalah: penderita tampak pucat, badan

lemah semakin kurus, suhu badan naik dan kalau malam hari mengeluarkan keringat. Kadang-

kadang ada juga yang suaranya sampai habis.

Menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya sebagai daya pertahanan alam. Menjuhi

sumber penularan. Selain itu bagi yang biasa ke dokter, dapat juga minta penyuntikan vaksin

BCG. Seorang ibu yang menderita TBC paru-paru, sebaiknya tidak menyusui anaknya selama
27

belum sembuh. Seseorang yang menderita penyakit tertentu, di samping TB, memerlukan

pengobatan yang berhati-hati sehingga tidak terjadi kesalahan pemberian obat.

a. Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan Tuberkolosis (TB) pada kehamilan tidak berbeda dengan

pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua Obat Anti Tuberkolosis (OAT)

aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan

karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi

yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya

sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan

dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

b. Ibu menyusui dan bayinya

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan

pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang

menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat

merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi

tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH

diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.


28

c. Penderita TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB),

sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang penderita TB sebaiknya

mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis

tinggi (50 mcg).

d. Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksana pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama

seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya dengan

penderita TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan penderita TB-HIV adalah

dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan

stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus

memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)

Pengobatan penderita TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk

menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.

e. Penderita TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda

sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat

diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai
29

hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6

bulan.

f. Penderita TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum

pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan

bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali,

pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita dengan

kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah

2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

g. Penderita TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan

dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan

dengan dosis standar pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal.

Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari

penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal

tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.

Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
30

h. Penderita TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral

anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat

digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti

diabetes oral. Pada penderita Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika,

oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan

tersebut.

i. Penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa

penderita seperti:

 Meningitis TB

 TB milier dengan atau tanpa meningitis

 TB dengan Pleuritis eksudativa

 TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian

diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan

pengobatan. (WHO, 2013)


31

O. Komplikasi TB Paru

Beberapa yang bisa terjadi akibat pengembangn penyakit paru ini adalah adalah seperti :

1. Mengitis TB

2. Peritonitis TT

3. Spondilosis TB

4. Kelenjar TB

5. TB Kulit
32

BAB III

IDENTITAS PASIEN

 Identitas Pasien

Nama : Muhammadin

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 67 tahun

Alamat : Desa : Ie Relop, kec,pegasing, Kab. Aceh tengah

Agama : Islam

MRS : 16 maret 2016

Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2016

 Anamnesa

Keluhan Utama : Sesak napas (+),

Keluhan Tambahan : Batuk (+) ,malaise (+),

Riwayat Penyakit Sekarang : demam sejak 2 hari yll, lemas, berkeringat malam hari

dan penurunan berat badan.

Pasien datang ke RSUD Datu Beru dengan keluhan sesak napas , diserai dengan batuk

dan demam 2 hari yang lalu, pasien mengeluh lemas, berkringat dimalam hari dan adanya

penurunan berat badan selama ini.

 Riwayat Pengobatan : riwayat mengomsumsi OAT sudah 7 bulan ini

 Riwayat Penyakit Dahulu : TB paru

 Riwayat Penyakit Keluarga : (-)


33

 Riwayat Psikososial (Pendidikan dan Sosial Ekonomi) :

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tani

Status Perkawinan : Sudah menikah

Kebiasaan : Sering mengomsumsi rokok setiap hari.

 Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Tekanan darah : 125/75 mmHg

Nadi : 75x/menit. teratur, kuat

Suhu : 38,0oC

Pernapasan : 28x/menit

Keadaan Umum

KU : Tampak kesakitan

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6 = 15

Status Generalis

Kepala-Leher

Kepala : Deformitas (-)

Rambut : Hitam, lurus, Tipis

Mata : Konjungtiva Anemis(+).

Telinga : Deformitas pinna (-), serumen (-)


34

Hidung : Deformitas (-), sekret (-)

Tenggorok: Dalam batas normal

Gigi dan mulut: Karies dentis (-), sianosis (-)

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

Paru

Inspeksi:

1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan

dinding dada simetris namun adanya peningkatan pergerakan (+).

2. Permukaan dada: reraksi dinding dada (+) papula (-), petechiae (-), purpura (-),

ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral.

3. Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tidak tampak hipertrofi SCM, otot bantu

abdomen aktif (+) dan hipertrofi (-).

4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (+).

5. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan

Fossa jugularis: tak tampak deviasi

6. Tipe pernapasan: Abdominal - Thorakal.

Palpasi:

 Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal sinistra.
35

 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).

 Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.

 Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.

Perkusi:

 Sonor seluruh lapang paru.

 Batas paru-hepar  Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.

 Batas paru-jantung:

 Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra

 Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra

Auskultasi:

 Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).

 Pulmo:

 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .

 Rhonki (+/+).

 Wheezing (+/+).

Abdomen

Inspeksi:

 Bentuk: simetris

 Umbilicus: masuk merata

 Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-), massa (-

), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),

spider nervy (-)


36

 Distensi (-)

 Ascites (-)

Auskultasi:

 Bising usus (+) normal

 Metallic sound (-)

 Peristaltik 6x/menit

Perkusi:

 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)

 Nyeri ketok (-)

 Nyeri ketok CVA (-/-)

Palpasi:

 Nyeri tekan epigastrium (-)

 Massa (-)

 Hepar/lien/ren: tidak teraba

 Tes Undulasi (-), Shifting dullness (-)

Ekstremitas
37

 Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

I. Pemeriksaan Penunjang

 PO Thorax = adanya berck-bercak awan dengan batas yang tidak tegas + kavitas

+ hiper corakan bronkovascular (adanya proses spesifik aktif pada bagian atas

paru).

 Lab Darah Rutin : WBC 1.56 x 10 3/ul

HBG 5.1 g/dl

PLT 96 x10 3 /ul

 PX. BTA Sputum : Negatif (-)

II. Diagnosis Kerja

TB paro on therapy + Malnutrisi + Anemia

III. Diangnosa Banding

1. Asma Bronkhitis

2. Pneumonia

3. Bronkiektasis
38

IV. Penatalaksanaan

- Diet M II

- Ivfd RL 20 gtt/i → Kaen 3B 20 gtt/i

- Ivfd Aminofluid fls / hari

- Levofloxacin 500 mg 1 x 1

- Sulcrafat syr 3 x 1 C
39

FOLLOW UP

Rabu 16 Maret 2016 ( H1 )

S : Sesak (+) menurun , Batuk (+), demam (+)

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 120/70 mmHg

HR : 85x/i

RR : 25x/i

Temp : 38,6oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves menurun, Wh +/+, Rh +/+,retraksi dinding dada +/+

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Ivfd Aminofluid 1 fls / hari

Levofloxacin 500 mg 1x1

Sucralfat syr 3x1 C


40

Kamis 17 Maret 2016 ( H2 )

S : Sesak (+) menurun , Batuk (+) menurun, anoreksia (+)

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 140/80 mmHg

HR : 69x/i

RR : 25x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh /+, Rh +/+,retraksi dinding dada +/+

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Ivfd Aminofluid 1 fls / hari

Levofloxacin 500 mg 1x1

Sucralfat syr 3x1 C


41

Jumat 18 Maret 2016 ( H3 )

S : Batuk (+) menurun, anoreksia (+) lemah badan (+)

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 140/90 mmHg

HR : 83x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh -/-, Rh +/+,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Ivfd Aminofluid 1 fls / hari

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff


42

Sabtu, 19 Maret 2016 ( H4)

S : Batuk (+), jantung berdebar (+)

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 120/90 mmHg

HR : 67x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh -/-, Rh +/+,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff


43

Minggu , 20 Maret 2016 ( H5 )

S : Batuk (+), jantung berdebar (+) pusing (+), sakit kepala (+)

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 110/80 mmHg

HR : 69x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh -/-, Rh -/+,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff


44

Senin , 21 Maret 2016 ( H6 )

S : Batuk (+), jantung berdebar (+) pusing (+),

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 130/80 mmHg

HR : 69x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh -/-, Rh /+,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff


45

Selasa , 22 Maret 2016 ( H7 )

S : Batuk (+),pusing (+),

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 100/90 mmHg

HR : 70x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh -/-, Rh -/-,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff


46

Rabu , 23 Maret 2016 ( H8 )

S : cepat lelah (+) KU lainnya mulai membaik

O : Keadaan umum : Baik

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : TD : 110/100 mmHg

HR : 64x/i

RR : 22x/i

Temp : 35,oC

Kepala/ leher : DBN

Thorax : cor/pul : ves +/+, Wh +/+, Rh -/-,retraksi dinding dada -/-

Abdomen : distensi (-), timpani (+)

Ekstremitas : atas : akral hangat +/+, oedema -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedema -/-

A : TB paru on therapy + malnutrisi + anemia

th : IVfd Kaen 3B 20 gtt/i

Levofloxacin 500 mg 1x1 (H2)

Sucralfat syr 3x1 C

OAT 1 x III (obat kemasan kuning )

Betahistine 3 x 1 tab

Birotex Inhaler 4 x 2 Puff

Kemudian Pasien Berobat Jalan.

V. Prognosis

Dubia ad Bonam
47

BAB IV

KESIMPULAN

TBC adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium

tuberculosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia.

Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga

kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan

oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat

disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama

pada lebih dari setengah kasus.

Pasien datang dengan keluhan batuk / batuk berdahak > 2 minggu , Batk disertai dahak,

dapat bercampur darah atau betuk darah, keluhan dapat disertain sesak napas, nyeri dada

(Pleuritic Chest Pain) , badah lemas, lesu , anoreksia, berat badan menurun, malaise,

berkeringan malam hari tanpa aktivitas fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan.

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu, fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

Obat Anti Tuberkulosis

Obat yang dipakai :

3. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan:

- INH

- Rifampicin

- Pirazinamid

- Streptomisin
48

- Etambutol

4. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

- Kanamisin

- Amikasin

- Kuinolon

- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin dan asam klavulanat

- Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain: Kapreomisin,

Sikloserin, PAS, Derivat INH dan Rifampisin, Thioamides (ethioamide dan

prothioamide)

Kemasan

- Obat Tunggal, disajikan secara terpisah, yakni INH, Rifampisin, Pirazinamid dan

Etambutol

- Obat Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC). Kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.


49

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Zulkifli . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (tuberkulosis paru) ED.VI. JILID III . Editor
Aru W.Sudoyo n dkk. Jakarta : Interna Publishing .2014

2. DAS. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Editor Hood Alsagaff, Abdul Mukty Cet-5 Surabaya:
Airlangga University Press. 2012

3. Bickley,Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan ED.8 Jakarta: EGC.2011

4. Sobotta . Organ-Organ Dalam ,Editor: Friedrich Paulsen dan Jens Waschke . Ed. 23 – Jakarta :
EGC 2012

5. Prof.Dr. Faisal Yunus , Ph.D,Sp.P (k) . Pedoman diagnosis an Penatalaksanaan


Indonesia.Penerbit : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2015
50

Anda mungkin juga menyukai