Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap daerah ingin menonjolkan kekayaan seni dan

budaya yang dimilikinya untuk menunjukkan ciri khasnya kepada daerah lain, hal

ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan memperkenalkan

keseniannya (tari-tarian, lagu-lagu dan alat musik daerah), budayanya yaitu

dengan memperkenalkan adat istiadat, ritual yang sering dilakukan sampai dengan

makanan yang digemari oleh masyarakat setempat yang merupakan makanan khas

daerah tersebut.

Daerah Nusa Tenggara Timur (Kupang) misalnya, dikenal lewat alat

musik Sasando, minuman Tuak, maupun makanan khas daerah NTT yaitu daging

asap (daging Se’i). Hal yang menarik mengenai makanan ini adalah cara

pembuatan dan cita rasa yang dimilikinya. Daging Se’i adalah daging yang

dimasak dengan cara diasap dengan menggunakan bara api (arang) dan kayu

kesambi, biasanya daging yang digunakan adalah daging sapi atau daging babi.

Pengasapan daging atau ikan terutama ditujukan untuk mengawetkan atau

menambahkan citarasa. Selain itu pengasapan juga dapat menghambat oksidasi

lemak di dalam bahan pangan tersebut. Pengasapan biasanya dilakukan dengan

menggunakan kayu keras atau bahan lain yang mengandung selulosa dan lignin,

seperti serbuk kayu jati, sekam, sabut kelapa dan tongkol jagung (Astawan et

al.,1989).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa cara

pembuatan daging Se’i yang selama ini dilakukan dengan pengasapan tradisional
memiliki resiko terkontaminasi oleh senyawa-senyawa yang bersifat karsinogen

sehingga dapat membahayakan konsumen.

Benzo(a)pyrene merupakan senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik yang

mudah diserap oleh permukaan makanan dan terendapkan di permukaaan

makanan sehingga diserap oleh permukaan tersebut selama pengasapan

tradisional.

Tingkat karsinogen yang dijumpai pada produk makanan yang diasap

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain metode atau cara pembuatan asap,

suhu pembakaran, oksidasi, persediaan udara, lamanya pengasapan dan suhu

pengasapan (Tilgner, 1977 cit Rhee dan Bratzler, 1978).

Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui bagaimana pengaruh

variasi waktu pengasapan terhadap kualitas daging Se’i yang meliputi cita rasa

dan keawetan daging Se’i serta residu senyawa karsinogen dalam daging Se’i.

B. Hipotesis

Semakin lama waktu pengasapan cita rasa dan keawetan daging asap serta residu

senyawa karsinogen dalam daging asap semakin meningkat.

C. Tujuan

Mengetahui pengaruh variasi waktu pengasapan terhadap cita rasa, keawetan

daging asap serta residu senyawa karsinogen benzo(a)pyrene yang terdapat pada

daging asap (daging Se’i).

2
D. Manfaat penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui waktu pengasapan yang

paling tepat untuk menghasilkan daging asap (daging Se’i) yang memiliki masa

simpan yang panjang, residu senyawa karsinogenik yang rendah serta memiliki

citarasa yang menarik minat konsumen.

Anda mungkin juga menyukai