Anda di halaman 1dari 30

PANDANGAN MENGENAI BAYI TABUNG HAID

NIFAS IBU MENYUSUI DAN AIDS DALAM AGAMA


DAN KESEHATAN

Dosen pengampu: Drs. E. Moh. Ilham, S.PdI, M.Si

Di susun oleh :

1. NUR AENI KHASANAH


2. NUR KHOLIS
3. OULYVIA MARITA
4. RARA SUCI RAMADHAN
5. RIKA NILAM SARI
6. RISKA AYU PRATIWI
7. RIZKY ZULFIANA
8. SARI MALAK HANIFAH
9. SEPTIANA LESTARI
10. SISKA BELA DAMAYANTI
KELOMPOK 5 S16A
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan yang


sehat, yang telah mencapai usia haid. Nifas adalah darah yang keluar
setelah melahirkan (terpisahnya anak dari sang ibu yang melahirkan). Bayi
tabung adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh
wanita. Saat ini program bayi tabung menjadi salah satu masalah yang
cukup serius. Hal ini terjadi karena keinginan pasangan suami – istri yang
tidak bisa memiliki keturunan secara alamiah untuk memiliki anak tanpa
melakukan adopsi. Atau juga menolong pasangan suami – istri yang
memiliki penyakit atau kelainan yang menyebabkan kemungkinan untuk
tidak memperoleh keturunan.

Penyakit HIV AIDS merupakan permasalahan dunia yang belum


menemukan titik temu, walaupun para ahli kedokteran meneliti bertahun-
tahun, ternyata sampai sekarang belum ditemukan obatnya, sekalipun di
Negara berkembang dengan teknologi yang canggih seperti USA, Inggris
dan negara-negara lain. Penyakit HIV AIDS semakin lama semakin
menyebar di berbagai dunia. tidak hanya di Negara-negara yang
melegalkan sex bebas, HIV AIDS masuk di berbagai wilayah negara
Indonesia.

Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk


mengangkat masalah bayi tabung, HIV Aids dalam pandangan islam dan
pandangan kesehatan, selain itu penulis juga akan mengangkat masalah
haid, nifas, aids dan menyusui sebagai judul dari makalah ini yang akan
dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk menambah wawasan tentang bayi tabung, haid, nifas, ibu
menyusui, dan aids dalam agama dan kesehatan.
2. Untuk mengetahui macam-macam perempuan yang mengalami haid.
3. Untuk lebih memahami pandangan islam mengenai bayi tabung, haid,
nifas, ibu menyusui, dan aids dalam agama dan kesehatan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Bayi Tabung

I. Pengertian
Adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh
wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Bayi tabung
dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai in vitro fertilisation.

II. Proses Bayi Tabung dalam Medis


Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara
hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel
sperma dalam sebuah medium cair.

III. Hukum Bayi Tabung dalam Pandangan Islam


Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah
Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung / inseminasi buatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa
bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang
sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang
berdasarkan kaidah-kaidah agama. Namun, para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang
dititipkan di rahim perempuan lain. “Itu hukumnya haram,” papar MUI
dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari
hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan
warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung
dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram. “Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam
hal kewarisan,” tulis fatwa itu.

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan


ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam
fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram.
Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis
di luar penikahan yang sah alias zina. Nahdlatul Ulama (NU) juga
telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim
Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung:

Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam


rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka
bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis
yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri,


tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga
haram. “Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan
cara yang tidak dilarang oleh syara’,” papar ulama NU dalam fatwa itu.
Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU
mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya
seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani)
dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri
memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-
senang.”

Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam
rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan
Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh
tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam
fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan, berdasarkan
ijitihad jama’i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok
dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu hammadiyah,
hokum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang. “Hal itu
disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi
Tabung)”, papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah.
Rumusannya, “cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan
antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang
lain (dari suami itu), hal itu dilarang menurut hukum Syara”. Sebagai
ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai
masalah yang terjadi di dunia modern saat ini.

B. HAID
I. Pengertian
Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan perempuan yang
sehat, yang telah mencapai usia haid (9 tahun qomariyah). Sedangkan
darah yang keluar dari seorang perempuan yang sakit, maka disebut
sebagai darah fasad (rusak/penyakit). Darah yang keluar sebelum usia
9 tahun (hijriah) adalah darah yang rusak (darah fasad). Darah yang
keluar selain masa-masa haid dikategorikan sebagai darah istihadhoh.
II. Warna dan Sifat Darah Haid
Warna darah haid dari yang terkuat sampai yang terlemah adalah
hitam, merah, kelabu, kuning, keruh. Sedangkan sifat-sifat darah
adalah kental, amis (berbau tidak sedap), kental dan amis. Contoh:
1. Darah hitam-kental, lebih kuat daripada darah hitam-encer
2. Darah hitam-amis, lebih kuat daripada darah hitam-tidak amis
3. Darah kental-amis, lebih kuat daripada darah kental saja, atau
amis saja.
Catatan: Sifat dan warna darah ini baru digunakan ketika darah
haid yang keluar melebihi batas maksimal haid (15 hari), hal ini
bertujuan agar perempuan dapat menentukan mana masa haidnya
dan mana masa sucinya.

III. Masa Haid dan Masa Suci


Masa minimal haid adalah sehari semalam (24 jam). Sedangkan
masa maksimal haid adalah 15 hari. Jika darah yang keluar lebih dari
15 hari 15 malam, maka darah tersebut disebut sebagai darah
istihadhoh (darah penyakit). Sedangkan masa suci (tidak keluar darah
haid) minimal adalah 15 hari, dan tidak ada jumlah maksimal dalam
masa suci ini.

IV. Macam-macam Perempuan Yang Mengalami Haid

1. Mubtadi’ah (‫ )مبتدأة‬/ Perempuan Yang Pertama Kali Mengalami


Haid. Perempuan jenis ini terbagi menjadi 2 kategori, yang dapat
membedakan warna darah dan yang tidak dapat membedakan
warna darah.
 Mubtadi’ah Mumayyizah (‫ )مبتدأة مميزة‬/ Perempuan yang
pertama kali mengalami haid dan dapat membedakan warna
darah.
Perempuan ini adalah perempuan yang baru pertama kali
mengeluarkan darah haid dan dapat membedakan antara
darah yang kuat dan warna darah yang lemah. Ketentuan
hukum haid perempuan kategori ini: Hukum haid perempuan
ini adalah dikembalikan pada kemampuannya dalam
membedakan warna darah (darah kuat dan darah lemah).
Syarat-syarat perempuan kategori ini:
 Darah kuat tidak kurang dari masa minimal haid (sehari
semalam)
 Darah kuat tidak lebih dari masa maksimal haid (15 hari
15 malam)
 Darah lemah tidak kurang dari masa minimal suci (15
hari 15 malam)
 Darah lemah yang keluar lebih dari 15 hari tersebut terus
bersambung (tidak ada darah kuat yang mengiringinya).
 Mubtadi’ah Ghoiru Mumayyizah (‫ )مبتدأة غير مميزة‬/ Perempuan
yang pertama kali mengalami haid dan tidak dapat
membedakan warna darah.
Perempuan ini adalah perempuan yang baru pertama kali
mengeluarkan darah haid dan sama sekali tidak dapat
membedakan antara warna darah yang kuat dan warna darah
yang lemah. Ketentuan hukum haid perempuan kategori ini:
 Jika darah yang keluar dari perempuan ini tidak memenuhi
syarat pada perempuan Mubtadi’ah Mumayyizah, dan hanya
tahu awal keluar darahnya, maka darah haid perempuan ini
adalah sehari-semalam (24 jam), dan masa sucinya adalah 29
hari.
 Jika dia sama sekali tidak dapat mengenali sifat darahnya
yang keluar, dan tidak tahu kapan keluarnya, maka
perempuan tersebut masuk kategori perempuan
Mutahayyiroh, Perempuan Mutahayyiroh dalam tinjauan
hukum haidnya terbilang amat rumit. Ada dua istilah untuk
kategori perempuan ini, istilah pertama adalah Mutahayyiroh
(Perempuan yang bingung dengan darah haidnya), dan istilah
kedua adalah Mutahayyaroh (Perempuan yang dibingungkan
oleh darah haidnya).

2. Mu’tadah (‫ معتادة‬/ Perempuan Yang Pernah Mengalami Haid


Perempuan yang pernah mengalami haid terbagi menjadi tiga 2
kategori; yang dapat membedakan jenis darah dan yang tidak dapat
membedakan jenis darah.
1) Mu’tadah Mumayyizah (‫ )معتادة مميزة‬/ Perempuan yang pernah
mengalami haid dan dapat membedakan jenis darah
Perempuan ini adalah perempuan yang pernah mengalami haid
dan masa suci (meski 1 kali saja) serta dapat mengenali dan
membedakan antara warna darah kuat yang dan warna darah
yang lemah. Ketentuan hukum haid perempuan kategori ini:
Darah haid perempuan ini dengan menitikberatkan pada
kemampuan dirinya dalam membedakan warna darah.
2) Mu’tadah Ghoiru Mummayyizah (‫ )معتادة غير مميزة‬/ Perempuan
yang pernah mengalami haid dan tidak dapat membedakan
jenis darah Perempuan ini adalah perempuan yang pernah
mengalami haid (meski 1 kali saja) dan tidak dapat mengenali
dan membedakan antara warna darah kuat yang dan warna
darah yang lemah.
Perempuan kategori ini, dikategorikan menjadi 3 kategori lagi:
 Mu’tadah Ghoiru Mummayyizah adz-Dzakiroh.
Perempuan yang pernah mengalami haid dan tidak dapat
membedakan jenis darah, serta hanya ingat jumlah hari
haidnya saja. Pointnya adalah perempuan ini samasekali
tidak mengetahui apa-apa tentang haid, dia hanya hapal
lama hari darah haidnya keluar (misal perempuan ini
hanya ingat jumlah hari haidnya 6 hari)
 Perempuan yang pernah mengalami haid dan tidak dapat
membedakan jenis darah, serta hanya ingat waktu keluar
dan waktu berhenti darah haidnya saja. Poinnya adalah
perempuan ini sama sekali tidak mengetahui apa tentang
haid, dia hanya hapal waktu keluar dan berhenti darah
haidnya (misal perempuan ini ingat waktu keluarnya
sebelum maghrib sekitar jam 17.00 sore, dan waktu
berhenti darahnya sesudah maghrib sekitar jam 18.30)
 Perempuan yang pernah mengalami haid dan tidak dapat
membedakan jenis darah, serta sama sekali tidak ingat
jumlah hari dan awal keluar dan berhenti darah haidnya.
Perempuan ini sama sekali tidak ingat berapa hari
darahnya keluar, kapan awal keluarnya, dan kapan
berhentinya.
C. NIFAS

I. Pengertian
Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan (terpisahnya
anak dari sang ibu yang melahirkan). Disyaratkan dalam darah nifas
yaitu darah yang keluar setelah melahirkan adalah dalam kurun 15
hari pertama setelah bayi dilahirkan. Artinya, darah nifas itu keluar
sejak hari ke-1 sampai hari ke-15 setelah melahirkan. Jika ternyata
darah keluar tetapi tidak dalam masa 15 hari tersebut, maka
perempuan tersebut tidak mengalami nifas, dan darah yang keluar
tersebut dihukumi haid menurut qaul ashoh.
Contoh:
 Pada tanggal 1 seorang perempuan melahirkan, namun darah baru
keluar pada tanggal 5. Dengan demikian, darah yang keluar mulai
tanggal 5 dihukumi haid, sedangkan tanggal 1 hingga 40 atau 60
hari berikutnya terbilang sebagai nifas.
 Pada tanggal 1 seorang perempuan melahirkan, namun darah baru
keluar pada tanggal 17. Dengan demikian, perempuan tersebut
tidak mengalami nifas, dan darah yang keluar pada tanggal 17
tersebut dikategorikan sebagai darah haid (dengan tetap melihat
kategori haid perempuan tersebut).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Darah yang dilihat
seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas.” Beliau
tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu
rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu
bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa
nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh
Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hukum oleh Pembawa syari’at, halaman 37 Nifas tidak ada
batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang
wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan
berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka
itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40
hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana
dinyatakan oleh banyak hadits.”
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal
menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau
tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah
si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi
ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas pada
umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka
tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah
masa (40 hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai
patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada masa
mendatang.
Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia
mustahadhah. Dalam hal ini, hendaklah ia kembali kepada
hukum-hukum wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada
pasal sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan
berhentinya darah berarti ia dalam keadaan suci, meskipun
sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa
dan boleh digauli oleh suaminya.Terkecuali, jika berhentinya
darah itu kurang dari satu hari maka hal itu tidak dihukumi suci.
Demikian disebutkan dalam kitab Al-Mughni.
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecualijika si wanita melahirkan
bayi yang sudah berbentuk manusia. Seandainya ia mengalami
keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia maka
darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi dihukumi
sebagai darah penyakit. Karena itu yang berlaku baginya adalah
hukum wanita mustahadhah.
Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia
adalah 80 hari dihitung dari mulai hamil, dan pada umumnya 90
hari. Menurut Al-Majd Ibnu Taimiyah, sebagaimana dinukil
dalam kitab Syarhul Iqna’: “Manakala seorang wanita mendapati
darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka
tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika sesudahnya,
maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah
kelahiran temyata tidak sesuai dengan kenyataan maka ia segera
kembali mengerjakan kewajiban; tetapi kalau tidak teryata
demikian, tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak
pedu kembali mengerjakan kewajiban”
II. Masa Nifas
Masa nifas secara umum adalah 40 hari dan malamnya. Sedangkan
masa paling sedikitnya nifas adalah lahdzoh (‫)لحظة‬/sak kecrutan (bhs.
Jawa). Dan masa paling lama nifas adalah 60 hari dan malamnya.

III. Hukum Nifas


Jika darah nifas yang keluar melebihi masa maksimal nifas (60 hari
dan malamnya), maka hukum yang berlaku hampir sama dengan
hukum dan kategori haid. Maksudnya adalah hukum nifasnya dengan
melihat apakah perempuan tersebut termasuk kategori perempuan
yang pertama kali mengalami nifas (‫)مبتدأة‬, atau perempuan yang
sebelumnya pernah mengalami nifas ( ‫)معتادة‬, yang dapat membedakan
warna darah (‫ ))مميزة‬atau tidak dapat membedakan warna darah ( ‫غير‬
‫)مميزة‬.
Hukum-hukum nifas pada prinsipnya sama dengan hukum-hukum
haid, kecuali dalam beberapa hal berikut ini:
 Iddah yaitu di ihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan
nifas. Sebab, jika talak jatuh sebelum isteri melahirkan iddahnya
akan habis karena melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika
talak jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai haid
lagi, sebagaimana telah dijelaskan. Masa haid termasuk hitungan
masa ila’, sedangkan masa nifas tidak.
 Ila’ yaitu jika seorang suami bersumpah tidak akan menggauli
isterinya selama-lamanya, atau selama lebih dari empat bulan.
Apabila dia bersumpah demikian dan si isteri menuntut suami
menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari saat
bersumpah. Setelah sempurna masa tersebut, suami diharuskan
menggauli isterinya, atau menceraikan atas permintaan isteri.
Dalam masa ila’ selama empat bulan bila si wanita mengalami
nifas, tidak dihitung terhadap sang suami, dan ditambahkan atas
empat bulan tadi selama masa nifas. Berbeda halnya dengan haid,
masa haid tetap dihitung terhadap sang suami.
 Baligh. Masa baligh terjadi denganhaid, bukan dengan nifas.
Karena seorang wanita tidakmungkinbisa hami sebelum haid,
maka masabaligh seorang wanita terjadi dengan datangnya haid
yang mendahului kehamilan.
 Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih dalam
waktu biasanya, maka darah itu diyakini darah haid. Misalnya,
seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah
empat hari haidnya berhenti selama dua hari, kemudian datang
lagi pada hari ketujuh dan kedelapan; maka tak diragukan lagi
bahwa darah yang kembali datang itu adalah darah haid.
Adapun darah nifas, jika berhenti sebelum empat puluh hari
kemudian keluar lagi pada hari keempat puluh, maka darah itu
diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan puasa
fardhu yang tertentu waktunya pada waktunya dan terlarang
baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali hal-hal yang
wajib.
Dan setelah suci, ia harus mengqadha’ apa yang diperbuatnya
selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang wajib diqadha’
wanita haid. Inilah pendapat yang masyhur menunut para fuqaha ‘
dari Madzhab Hanbali.
Yang benar, jika darah itu kembali keluar pada masa yang
dimungkinkan masih sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika
tidak, maka darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus
menerus maka merupakan istihadhah.
Pendapat ini mendekati keterangan yang disebutkan dalam kitab
AI-Mughni’ bahwa Imam Malik mengatakan: “Apabila seorang
wanita mendapati darah setelah dua atau tiga hari, yakni sejak
berhentinya, maka itu termasuk nifas. Jika tidak, berarti darah
haid.”
Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Menurut kenyataan, tidak ada sesuatu yang diragukan
dalam masalah darah. Namun, keragu-raguan adalah hal yang
relatif, masing-masing orang berbeda dalam hal ini sesuai dengan
ilmu dan pemahamannya. Padahal Al-Qur’an dan Sunnah berisi
penjelasan atas segala sesuatu. Allah tidak pernah mewajibkan
seseorang berpuasa ataupun thawaf dua kali, kecuali jika ada
kesalahan dalam tindakan pertama yang tidak dapat diatasi
kecuali dengan mengqadha’.
Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai
dengan kemampuannya maka ia telah terbebas dari
tanggungannya. Sebagaimana firman Allah: “Artinya : Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupan.. ” [Al-Baqarah: 286] “Artinya : Maka bertakwalah
kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …” [At-Taghabun :
16]
 Dalam haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka
suami boleh dan tidak terlarang menggaulinya. Adapun dalam
nifas, jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak
boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab
Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak
dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar’i yang
menunjukkan bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang
disebutkan Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa
isterinya datang kepadanya sebelum empat puluh hari, lalu ia
berkata: “Jangan kau dekati aku !”. Ucapan Utsman tersebut tidak
berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu
mungkin saja merupakan sikap hati-hati Ustman, yaknik hawatir
kalau isterinya belum suci benar, atau takut dapat mengakibatkan
pendarahan disebabkan senggama atau sebab lainnya. Disalin dari
buku Risalah Fid Dimaa’ Ath-Thabii’iyah Lin-Nisa’ Penulis
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al ‘Utsaimin, dengan edisi
Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal 53 – 57 terbitan Darul
Haq, Penerjemah Muhammad Yusuf Harin. MA]
D. MENYUSUI

I. Pengertian
Memiliki buah hati atau momongan adalah suatu kebahagiaan bagi
setiap orang tua, kehadirannya merupakan anugerah dari Allah yang
harus disyukuri sekaligus amanat yang harus dijaga dengan baik.
Sebaliknya, tak jarang ketidak-hadiran momongan menjadi pemicu
keretakan rumah tangga.
Salah satu bentuk syukur atas adanya buah hati adalah menjaga dan
merawatnya dengan sebaik mungkin, diantaranya dengan memberikan
air susu ibu (ASI). Sebagian wanita di tengah arus isu emansipasi dan
kesetaraan gender yang mengalir keluar dari batasnya kanalnya-
menganggap menyusui sebagai beban. Dengan alasan kesibukan,
mereka rela tidak menyusui buah hatinya sendiri. Bahkan diantaranya
tega enggan menyusui anaknya hanya dengan alasan demi menjaga
keindahan tubuhnya. Lalu bagaimana Islam dan para ahli hukum
Islam memandang praktek menyusui? Sebagai agama yang
komprehensif, Islam telah menyinggung masalah menyusui ini dalam
Kitab-Nya, tepatnya dalam Al Baqarah, 233 :
ُ‫ضا َعةَ َو َعلَى ْال َم ْولُو ِد لَه‬ َ ‫الر‬َّ ‫َاملَي ِْن ِل َم ْن أ َ َرادَ أ َ ْن يُتِ َّم‬
ِ ‫ض ْعنَ أ َ ْو ََلدَه َُّن َح ْولَي ِْن ك‬ ِ ‫َو ْال َوا ِلدَاتُ ي ُْر‬
ٌ ‫ار َوا ِلدَة ٌ ِب َو َل ِدهَا َو ََل َم ْولُود‬
َّ ‫ض‬َ ُ ‫س ِإ ََّل ُو ْس َع َها ََل ت‬ ٌ ‫ف نَ ْف‬ ِ ‫ِر ْزقُ ُه َّن َو ِكس َْوت ُ ُه َّن ِب ْال َم ْع ُر‬
ُ َّ‫وف ََل ت ُ َكل‬
‫َاو ٍر َف ََل ُجنَا َح‬ ُ ‫اض ِم ْن ُه َما َوتَش‬ ٍ ‫ص ااَل َع ْن ت ََر‬ َ ِ‫ث ِمثْ ُل ذَلِكَ فَإ ِ ْن أ َ َرادَا ف‬ ِ ‫لَهُ ِب َولَ ِد ِه َو َعلَى ْال َو ِار‬
‫سلَّ ْمت ُ ْم َما َءاتَ ْيت ُ ْم‬
َ ‫ضعُوا أ َ ْو ََلدَ ُك ْم فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِإذَا‬ ِ ‫َعلَ ْي ِه َما َو ِإ ْن أ َ َردْت ُ ْم أ َ ْن ت َ ْست َْر‬
(233 : ‫ير )البقرة‬ ٌ ‫ص‬ َّ ‫َّللاَ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
ِ َ‫َّللاَ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬ َّ ‫وف َواتَّقُوا‬ِ ‫بِ ْال َم ْع ُر‬
” Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani kecuali sesuai dengan kadar
kemampuannya. Janganlah seorang ibu (menjadi) menderita sengsara
karena anaknya dan seorang ayah (jangan menjadi menderita) karena
anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kalian
ingin anak kalian disusui oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagi
kalian apabila kalian memberikan pembayaran sepatutnya.
Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kalian kerjakan.” Siapakah “para ibu” yang
dimaksud dalam ayat tersebut.
Ada tiga pendapat dalam memahami kata “para ibu” yang ada
dalam ayat di atas :
1. Mujahid, Ad Dhahhak dan As Siddiy: maksud dari kata “para
ibu” dalam ayat tersebut adalah isteri-isteri yang telah dicerai
oleh suaminya yang masih memiliki anak kecil yang masih
perlu disusui.
2. Al Wahidiy : makna kata “para ibu” di sini adalah wanita yang
masih berstatus sebagai isteri dan memiliki anak kecil untuk
disusui.
3. Abu Hayyan dalam Bahr al Muhith : maksud dari kata “para
ibu” di ayat tersebut adalah umum, mencakup isteri aktif
maupun isteri yang sudah dicerai.

II. Hukum Menyusui


1) Imam Malik RA: Wajib bagi seorang ibu menyusui anaknya jika:
 Dia masih berstatus sebagai isteri;
 Si anak tidak mau menyusu kepada selain ibunya;
 Tidak ada ayahnya.
 Adapun bagi wanita yang telah dicerai ba`in maka tidak ada
kewajiban menyusui, kalau pun terpaksa dia menyusui, maka
dia berhak mendapatkan upah atas apa yang telah dia
kerjakan.
2) Mayoritas Ulama: Sunnah bagi seorang ibu menyusui anaknya,
kecuali dalam kondisi tertentu seperti jika:
 Anak tersebut tidak mau menyusu kepada selain ibunya atau
suaminya tidak mampu untuk membayar biaya penyusuan
anaknya.
 Mampu namun tidak ada orang yang mau menyusui anaknya.
Dalam kondisi pengecualian tersebut maka hukum menyusui
anak adalah wajib.
E. AIDS
I. Pengertian
Acquire Immune Deficiency Syndrome, secara
harfiah Acquired artinya didapat bukan keturunan. Immune artinya
sistem kekebalan. Deficiency adalah kekurangan, dan Syndrome yakni
kumpulan gejala penyakit. Sedangkan secara terminologi AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit yang menyerang dan atau
merusak system kekebalan tubuh manusia melalui HIV (Human
Immune Virus). Sampai saat ini belum ada vaksin yang mampu
mencegah HIV( mungkin hanya sebatas mencegah penyebarannya
melalui ARV). Orang yang terinfeksi HIV akan menjadi karier selama
hidupnya atau malah mati.
II. Penyebab AIDS
1. Sex bebas (Zina)
Saat ini kita hidup di era penyakit HIV AIDS penyakit ini
lahir akibat perilaku persetubuhan yang illegal antara laki-laki dan
perempuan ( dan hubungan homoseksual). Hubungan sex yang
terjadi pada pasangan non suami-istri adalah factor utama sebagai
penyebab HIV AIDS, apalagi para wanita yang profesinya sebagai
wanita penghibur/ pekerja sex komersial (PSK). Mungkin jika
dipertanyakan kenapa penyakit ini tidak terjadi pada pasangan
suami-istri, malah terjadi pada pasangan Non suami-istri ?.
Alasan dari pertanyaan diatas adalah karena dalam rahim
para pekerja sex komersial(PSK) mengandung berbagai sperma
laki-laki, yang masing-masing sperma mempunyai sifat tersendiri,
manakala sperma beberapa laki-laki bercampur dalam satu tempat,
maka bertarunglah mikroba-mikroba yang dibawa oleh masing-
masing sperma ditempat itu, dan akhirnya timbullah berbagai
macam penyakit. Sedangkan persetubuhan yang dilakukan dalam
ikatan perkawinan, hanya sperma suami sajalah yang masuk
kerahim sang istri sehingga tidak terjadi apapun. Kebiasaan main
perempuan (berbuat zina) merupakan salah satu dari kebiasaan
pada sebagaian masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih
eksisnya beberapa tempat pelacuran di Negara kita yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam.
Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini,
merupakan salah satu negara yang memiliki tempat pelacuran
terbesar jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya.
Ini adalah merupakan prestasi yang memalukan bagi umat Islam.
Islam telah melarang mendekati perbuatan di atas, sebagaimana
firmannya:
ً‫سبِّيْـل‬ َ ‫شةً َو‬
َ ‫سا َء‬ ِّ َ‫الزنَا إِّنَّهُ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬ َ ‫َو ََل ت َ ْق‬
ِّ ‫ـرب ُْوا‬
32. dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk
melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian,
karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barang
siapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa (itu)". ( QS. An-Nur: 33).
Dari kedua ayat di atas, Allah SWT menjelaskan kepada
hambanya, bahwa segala bentuk perbuatan mendekati kepada zina
(main perempuan), pelacuran dan seterusnya itu dilarang. Sebagai
akibat dari perbuatan di atas adalah munculnya penyakit HIV-
AIDS yang hingga sekarang belum ditemukan obatnya.
Seks bebas dalam agama islam dinamakan zina, yaitu
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat
pernikahan yang sah. Kemudian zina dalam ilmu fikih digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu zina muhshan, dan zina ghairu
muhshan. Penggolongan ini berdasarkan dari pelaku yang sudah
menikah dan belum menikah. Zina muhshan ialah zina yang
dilakukan oleh orang yang sudah pernah melakukan pernikahan,
sedangkan zina ghairu muhshan zina yang dilakukan oleh orang
yang belum pernah menikah.
2. Minuman Keras(MIRAS) dan Narkoba (IDU)
Miras dan Narkoba merupakan salah satu factor penyebab
terjangkitnya HIV AIDS, alasanya Miras dan Narkoba dapat
menimbulkan hilangnya akal pikiran, sehingga orang yang
meminumnya kecenderungan melakukan kriminal. selain itu, Miras
dan Narkoba juga dapat menurunkan daya tubuh manusia, dan
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh manusia menurun,
sehingga rentan dengan segala macam penyakit.
III. Penularan HIV AIDS dalam Ilmu Kedokteran
Selain seks bebas dan khamr ada juga penyebab terjadinya HIV
AIDS yang lain, akan tetapi penulis menganggap penyebab HIV
AIDS berikut adalah sebagai buah dari kesalahan orang lain dan
bisa dikatakan sebagai musibah.
Virus HIV AIDS bisa menular melalui enam cara penularan, yaitu:
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan
penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV.
Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina,
dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur,
atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut
masuk ke aliran darah(PELKESI,1995). Selama berhubungan
juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan
mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah
pasangan seksual(syaiful.2000).
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in
utero). Berdasarkan laporan CDC amerika, prevalensi penularan
HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,07%. Bila ibu baru
terinfeks HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
yang terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%. Sedangkan kalau
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinanya mencapai
50%(PELKESI,1995). Penularan juga terjadi selama proses
persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan (lily V. 2004). Semakin lama proses melahrkan,
semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama
persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectiocaesaria (HIS
dan STB, 2000). Transmisi lain terjadi selama periode post
partum melalui ASI resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu
yang positif sekitar 10%(lily V.2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV AIDS
Sangatlah cepat penularan HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum, dan
alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani
yang terinveksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain
yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.
4. Alat-alat untuk menorah kulit
Alat tajam dan runcing sperti jarum pisau,silat, menyunat
seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya
bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa
disterilkan terlebih dahulu.
5. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan , maupun
yang digunakan oleh para pengguna narkoba (injecting drug
uter- IDU yang berpotensi menularkan HIV. selain jarum suntik
pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga
menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelas
pengoplos obat sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk,
sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama,
berpelukan dipipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan
penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk dan hubungan sosial lain.

IV. HIV AIDS dalam Sudut Pandang Islam


Pada dasarnya HIV AIDS merupakan akibat dari penyimpangan
tindakan sosial yang berupa perzinahan. Akan tetapi akibat dari
penyimpangan itu dirasakan oleh banyak pihak. Orang yang tidak
berkecimpung dalam dunia sex bebas, pemakai miras dan narkoba
bisa terkena imbas dari perbuatan yang dilaknat oleh agama.
HIV AIDS bisa dikatakan dalam dua kesimpulan:
 Buah dari kehidupan yang menyimpang dari ajaran agama,
seperti penyalahgunaan NARKOBA dan MIRAS, juga
penyimpangan sex seperti sex bebas(Zina), homo seksual.
Bisa dikatakan HIV AIDS adalah azab yang diberikan oleh
allah karena melakukan perbuatan yang dilaknat oleh agama.
be rdasar atas dalil al-Qur’an:
219. mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir.
 HIV AIDS adalah musibah bagi penderita yang tak
melakukan hal-hal yang Menyimpang agama karena adanya
penularan dari pengidap HIV. Bahaya penyakit ini tidak
hanya mengancam pelaku perbuatan terkutuk itu saja, namun
juga akan menyebar kepada orang lain.
Nabi bersabda :
‫تحدث للناس أقضية بقدرما يحدثون‬ .V
“ berbagai masalah timbul dalam kehidupan manusia
sesuai dengan banyaknya pelanggaran dan penyimpangan
yang mereka perbuat”.
Seperti penularan HIV AIDS melalui hubungan seksual
dalam ikatan perkawinan yang sah, akan tetapi karena
pasangannya pernah melakukan penyimpangan maka ia
harus mendapat imbasnya yaitu tertular penyakit HIV
AIDS.
Contoh-contoh penularan yang lain juga sama, apalagi jika
kita lihat, HIV AIDS menjangkit pada tubuh bayi-bayi yang
tidak berdosa. Maka oleh karena itu, yang harus kita
lakukan jika penyakit HIV atau penyakit lain ada pada diri
kita, yang penyebabnya bukanlah lahir dari kesalahan diri
kita karena melakukan penyimpangan agama adalah sabar
dan bertawakkal pada allah. Karena itu merupakan ujian
dari allah. Seperti yang terkandung dalam surat al-
Baqoroh:
155. dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.
156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun"[101].
Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan
kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan
kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah).
Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik
besar maupun kecil.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.obatalamikolesterol.com/tag/haid-dan-nifas-menurut-pandangan-
islam/
http://indonesiaindonesia.com/f/5631-nifas-hukum-hukum-seputarnya/
http://ml.scribd.com/doc/54926473/Haid-Menurut-Pandangan-Islam
http://yayanakhyar.wordpress.com/2009/04/08/masa-nifas-dalam-islam/
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/02/konsep-dasar-menyusui-bayi.html
http://alpontren.com/index.php?mact=News,cntnt01,print,0&cntnt01articleid=22
&cntnt01showtemplate=false&cntnt01returnid=15
http://keperawatanreligionsrikandipuspaamandaty.wordpress.com/2010/12/17/bay
i-tabung-dalam-pandangan-islam/
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-
hukum-bayi-tabung-menurut-islam-

Pandangan Islam Terhadap HIV AIDS.com).


Asy-Sya’rawi, M. Mutawalli, Dosa-dosa Besar, (Jakarta: Gema Insani, 2000).
Depag, Alqur’an dan Terjemahnya AL-JUMANATUL ‘ALI, (Bandung,CV
PENERPIT J-ART, 2004).
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual “Dari Normative ke Pemaknaan Sosial”, (TTp,
Pustaka Pelajar, TTh).
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, (Bandung,
Mizan, 1999).
Nursalam, dkk, Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, (Jakarta,
Salemba Medika, 2007).
Samudraislam.com
Zul General Agency, Pandangan Islam Terhadap HIV dan AIDS Oleh
zulmaidi,
(www.google. Pandangan Islam Terhadap HIV AIDS.com).
Asy-Sya’rawi, M. Mutawalli, Dosa-dosa Besar, (Jakarta: Gema Insani,
2000).
Depag, Alqur’an dan Terjemahnya AL-JUMANATUL ‘ALI, (Bandung,CV
PENERPIT J-ART,
2004).
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual “Dari Normative ke Pemaknaan Sosial”,
(TTp,
Pustaka Pelajar, TTh).
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama,
(Bandung,
Mizan, 1999).
Nursalam, dkk, Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS,
(Jakarta,
Salemba Medika, 2007).
[1]Zul General Agency, Pandangan Islam Terhadap HIV dan AIDS Oleh
zulmaidi ,(www.google. Pandangan
islam.com 23 april 2012).
[2] M. mutawalli asy-sya’rawi, dosa-dosa besar, (Jakarta: gema insani,
2000), hal.152
[3] Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual “Dari Normative ke Pemaknaan Sosial”,
(TTp, Pustaka
Pelajar, TTh), hal.161.
[4] Ibid, hal.162
[5] Alwi shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama,
(bandung, mizan,
1999), hal.192.
[6] Ibid, hal186
[7] Op.Cit, Ahmad Rofiq, hal.171.
[8] Nursalam, dkk, Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV
AIDS,(Jakarta, salemba
medika, 2007), hal.107.
[9] Depag, Alqur’an dan Terjemahnya AL-JUMANATUL ‘ALI,
(BANDUNG,CV PENERPIT JART,
2004), hal.34.
[10] M. mutawalli asy-sya’rawi, Op.cit, hal.151.
Pemberian ASI menurut pandangan islam _ islamnyamuslim.pdf
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Bayi Tabung
B. Haid
C. Nifas
D. Menyusui
E. AIDS

BAB III PENUTUP

A. Penutup
B. Daftar Pustaka
BAB III
PENUTUP
Bayi tabung merupakan sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum)
di luar tubuh wanita.bayi tabung biasanya di lakukan oleh pasangan
suamin istri yang telah lama tidak memiliki keturunan dimana meraka
menginginkan keturunan. Proses tersebut diawasi lansung oleh seorang
dokter.
Haid merupakan darah yang keluar dari kemaluan perempuan
yang sehat, darah haid terjadi pada seorang perempuan yang sehat,tidak
manepous,tidak hamil,dan tidak terjadinya penuaan dini.
Nifas merupakan darah yang keluar setelah melahirkan
(terpisahnya anak dari sang ibu yang melahirkan). Nifas pada umumnya
terjadi selama 40 hari.
Menyusui merupakan suatu proses dari orang tua
khususnyaseorang ibu untuk merawat anknya.Orang tua hendaaknya
memberikan nutrisi khususnya asi kepada anaknya selama 2,5 tahun
penuh,ibu memberikan asinya secara eksklusif dan ayah mencari nafkah
untuk memberikan makan yang bergi kepada ibu agar anak tersebut
tumbuh menjadi anak yang sehat dan pandai.
Aids merupakan penyakit penyakit yang menyerang dan atau
merusak system kekebalan tubuh manusia melalui HIV. Karena hubungan
seksual dimana berganti-gantinya pasangan yang mnyebabkan virus
tersebut mudah menular.

Anda mungkin juga menyukai