Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“Asuhan Keperawatan pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis ”

Oleh :

Kelompok 1 :

Al Hanifah Armes (173110155)

Arsy Yunita Hardiany (173110274)

Disiana Putri (173110161)

Fitria Hasni (173110166)

Heru Mulianse (173110169)

Miftahul Jannah (173110175)

Oryza Sativa (173110180)

Shintia Lara Delfi (173110189)

Dosen Pembimbing :
Ns. Netti, S.Kep, M.Pd

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

D-III KEPERAWATAN PADANG

TA 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

‫الر ِح ِيم‬
َّ ‫من‬
ِ ‫الر ْح‬
َّ ِ‫س ِم هللا‬
ْ ‫ِب‬

Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarrakatuh

Alhamdulillahirrabil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia serta nikmat-Nya, sehingga dapat, menyelesaikan penulisan makalah ini, tak lupa
shalawat serta salam kami ucapkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat-sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Kami sebagai penulis
menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan,
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Demikian kata pengantar dari kami sebagai penulis, harapan kami agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan diterima sebagai perwujudan dalam dunia kesehatan.
Dan dapat digunakan sebagaimana mestinya, semoga kita semua mendapat faedah dan
diterangi hatinya dalam setiap menuntut ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

Padang, 2 Agustus 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..ii

BAB I

PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………..1

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………1


B. Tujuan ……………………………………………………………………….2
C. Manfaat ……………………………………………………………………………….2

BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………………………………2
A. Konsep penyakit ……………………………………………………………………….3
a) Definisi ……………………………………………………..3
b) Etiologi …………………………………………………………………….7
c) Manifestasi klinis …………………………………………………………….8
d) Patofisiologi …………………………………………………………………..9
e) WOC ………………………………………………………………….10
f) Komplikasi …………………………………………………………………..11
g) Penatalaksanaan ……………………………………………………………………..11

B. Asuhan Keperawatan ……………………………………………………………..12


a) Pengkajian ……………………………………………………………………..12
b) Diagnose Keperawatan ………………………………………………………….13
c) Intervensi Keperawatan ……………………………………………………………14

BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………………….19
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….19

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa dikenal sebagai PPOK merupakan
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang
bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik
akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup
lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan
aktifitas.
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama.
Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut
yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian
terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. Menurut World Health
Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4 dan ke-5 bersama HIV/AIDS
sebagai penyebab kematian utama di negara maju dan berkembang. Di tahun 2004,
terhitung 64 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia dan di tahun 2005, 3 juta orang
meninggal karena PPOK. Di Amerika Serikat, PPOK menyebabkan masalah kesehatan
berat dan beban ekonomi bahkan diperkiran pada tahun 2020 akan menjadi penyebab
kematian ke-3 terbanyak pada pria maupun wanita. Diperkirakan juga di Amerika Serikat
terdapat 16 juta penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta penduduk atau lebih yang
belum terdiagnosa.

4
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan
masalah Penyakit paru obstruktif kronis.
2. Tujuan khusus
a. Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah Penyakit paru
obstruktif kronis
b. Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan
masalah Penyakit paru obstruktif kronis.
c. Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah Penyakit
paru obstruktif kronis
d. Memperoleh gambaran tentang faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
penerapan asuhan keperawatan dengan masalah Penyakit paru obstruktif kronis

C. Manfaat
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca khususnya mahasiswa keperawatan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel, tidak
seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma. Penyakit Paru Obstruksi
Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas, termasuk bronkitis, brokiektasis,
emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan
dengan dispnea pada aktivitas fisik dan mengurangi aliran udara . (Suzanne C.
Smeltzer, 2001).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis, emfisema paru, dan
asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). (Sylvia Anderson Price, 2005)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau
gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas
yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan
bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut
PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena
bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan
diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai
oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar.

6
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut :
1) Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan
terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddart, 2001)
2) Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di
luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddart,
2001)
3) Asma
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner &
Suddart, 2001)
4) Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronik yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus,
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas,
dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran
nodus limfe. (Bruner & Suddart, 2001)

Anatomi Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru terdiri dari 2 (dua) bagian :
1) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior,
Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2) Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

7
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.
Letak Paru-Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau
hilus Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput
yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua) :
1) Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2) Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna
untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh Darah Pada Paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal
ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang
langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah
darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang
relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis
membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus.
8
Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu
menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya
dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-
paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis
ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena
kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru.
Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Kapasitas total
Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal:
Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang
2) Kapasitas vital
Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak
± 5 liter
3) Waktu ekspirasi
Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas
biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4) Jumlah pernapasan
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak
kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu
keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan
bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan


napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu
rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput
lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari
terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan
mulut.
9
2. Etiologi
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar
bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab utama timbulnya 80-90%
kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan status
pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat
lokasi pertambangan, perokok pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol
yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita
PPOK.
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada
“dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok
yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.Enviromental
tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala
respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut
terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru “terbakar”.Merokok selama masa
kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam
kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin
tersebut.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan
4. Status sosio ekonomi dan status nutrisi
5. Usia
6. Infeksi saluran nafas berulang
7. Jenis kelamin
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini
prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.

10
8. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu
bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP
memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan
seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita
dan anak-anak setiap tahunnya
.
3. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOK, yaitu :
a. Batuk produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang
berlebihan di saluran nafas.
b. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik.
Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan
dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
c. Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi
hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk
biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari) dan
sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi sputum berkurang ketika pasien
berhenti merokok
d. Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e. Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOK yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar hanya
untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan bernafas pada
saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan
kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang terpakai. Hal tersebut
mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
f. Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu
11
memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki
bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan edema pada
hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites)

4. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi
yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan
pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi
kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan
nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang
mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.
Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid yang akan menimbulkan kerusakan sel
dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, sehingga
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-
1 dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang
neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru
sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel
epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan
seperti proses inflamasi. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.

12
5. WOC

13
6. Komplikasi
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian.
a. Terapi non farmakologi
14
1) menghentikan kebiasaan merokok,
2) meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan
3) memperbaiki nutrisi.
4) Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukan penyakit.

b. Terapi farmakologis
Obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama
adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan
antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan
secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir
juga manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa
digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari
proses penyakit :
a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
b. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
c. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

15
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan
yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
a. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
b. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
c. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
d. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
e. Apakah tampak sianosis?
f. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
g. Apakah pasien mengalami edema perifer?
h. Apakah pasien batuk?
i. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
j. Bagaimana status sensorium pasien?
k. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

16
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
1) Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
2) Intervensi keperawatan:
a) Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
b) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
c) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB
d) Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
malam hari sesuai yang diharuskan.
e) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
f) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada
dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
g) Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
h) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap
influenzae dan streptococcus pneumoniae.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
1) Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
2) Intervensi:
a) Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan.

17
b) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan
tingkat toleransi pasien.
c) Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi


1) Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
2) Intervensi keperawatan:
a) Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b) Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c) Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan
waspada kemungkinan efek sampingnya.
d) Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e) Pantau pemberian oksigen.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dengan kebutuhan oksigen.
1) Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari
aktivitas yang mungkin.
2) Intervensi keperawatan:
a) Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
b) Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3
menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
c) Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan
treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
d) Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status fungsi dasar.
e) Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program
latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f) Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
18
g) Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring
lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
h) Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i) Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu
diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

e. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual
muntah.
1) Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
2) Intervensi keperawatan:
a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b) Auskultasi bunyi usus
c) Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d) Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e) Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f) Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g) Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.


1) Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
2) Intervensi keperawatan:
a) Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b) Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga
untuk melakukan tindakan tersebut.
c) Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d) Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e) Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia

19
g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
1) Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
2) Intervensi:
a) Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas
seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga
b) Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat,
istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c) Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

h. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap


kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
1) Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
2) Intervensi keperawatan:
a) Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada
perawat.
b) Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c) Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami
sesak.

i. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas,


depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
1) Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
2) Intervensi keperawatan:
a) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang
ditujukan pada pasien.
b) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d) Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e) Tingkatkan harga diri klien.
f) Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat
menumpuk.

20
j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.
1) Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
2) Intervensi keperawatan:
a) Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek;
ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
b) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang
sumber-sumber kelompok.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif kronik merupakan penyakit yang menyerang sistem respirasi
dengan gangguan emfisema, asma, atau bisa ke duanya. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dan menyebabkan seseorang itu menderita penyakit paru obstruktif
kronik seperti usia, jenis kelamin, gen atau keturunan, gangguan sistem pernafasan lain,
merokok, dan lingkungan.
Peran kita sebagai perawat tentunya sesuai dengan gejala dan diagnosa pada pasien,
seperti memberikan terapi oksigen pada tidak efektifnya jalan nafas, memberikan obat
penenang dan penghindar rasa nyeri serta kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Khaira, Fathia. 2013. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. KTI. Semarang : Undip
Smeltzer. 2001. Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Susanti, Dian. 2012. Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Semarang : Unimus
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta : EGC
http://dwisulistyowidi1.blogspot.com/2013/10/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html

23

Anda mungkin juga menyukai