Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

SISTEM JARINGAN DAN BANGUNAN IRIGASI

DOSEN : ANDI BUSTAN DIDI, S.T., M.T

DISUSUN OLEH :

FEBI SYAWIANA (216 190 081)

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Sistem Irigasi ini dengan waktu yang telah ditetapkan dengan judul
“Sistem Jaringan dan Bangunan Irigasi”.

Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penulis tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu kami ucapakan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu makalah ini terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan serta penyusunan makalah ini


masih banyak kelemahan dalam penyajian materi, redaksi, dan sistematikanya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini
memberi manfaat bagi para pembaca.

Parepare, 06 Desember 2018

Febi Syawiana
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberlanjutan fungsi jaringan irigasi sangat tergantung pada pengelolaan


pasca pembangunannya. Untuk dapat menjamin keberlanjutan fungsi irigasi,
pemerintah mengawali dengan pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi,
dimana pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat petani dan menempatkan perkumpulan petani pemakai air (P3A)
sebagai pengambil dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi diwilayahnya.

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi


untuk menunjang pertanian dan kebutuhan manusia, yang berfungsi untuk
mengaliri lahan dan menampung air di saat hujan dan mengalirkan air pada saat
kemarau agar persediaan air tetap tersedia. Sering pemberian air pada petakan
irigasi terjadi kelebihan yang menyebabkan banyaknya air yang terbuang sehingga
air tidek efisiens di lapangan. Oleh karena itu perlu manajemen irigasi untuk
memanage sistem pemberian air irigasi yang lebih efisien, Dalam hal ini air yang
disalurkan ke lahan harus tepat waktu dan jumlah dengan yang dibutuhkan di
lahan. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air sungai, maka
penggunaan air dan produktivitas irigasi harus dimaksimalkan.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud dari penyusun makalah ini adalah untuk mengetahui bangunan


dan jaringan irigasi.
2. Tujuannya untuk memberikan perbedaan setiap jaringan irigasi dan
bangunan air berdasarkan jenisnya.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Maksud Irigasi

Irigasi: berasal dari istilah Irrigatie (Bahasa Belanda) atau Irrigation (Bahasa
Inggris) yang diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mendatangkan
air dari sumbernya guna keperluan pertanian mengalirkan dan membagikan air
secara teratur, setelah digunakan dapat pula dibuang kembali melalui saluran
pembuang. Maksud Irigasi: yaitu untuk memenuhi kebutuhan air (water supply)
untuk keperluan pertanian, meliputi pembasahan tanah, perabukan/pemupukan,
pengatur suhu tanah, menghindarkan gangguan hama dalam tanah, dsb.

Tanaman yang diberi air irigasi umumnya dibagi dalam 3 golongan besar yaitu:

Padi: Irigasi di Indonesia umumnya digunakan pemberian air kepada muka tanah
dengan cara menggenang (flooding method) Tebu Palawija (jagung, kacang-
kacangan, bawang, cabe, dan lain sebagainya).

Khusus tanaman padi, Cara penggenangan (flooding method) memberikan


keuntungan yaitu tidak terlalu banyak biaya yang dibutuhkan dan dapat mencegah
hama untuk bersarang dalam tanah dan diakar tanaman. Tetapi bila tanah
terendam terlalu lama akan menjadi kurang baik, sehingga perlu sewaktu-waktu
dikeringkan. Hal tersebut tergantung pada cara pengambilan air di sungai.

B. Tingkatan Jaringan Irigasi

Irigasi di persawahan dapat dibedakan menjadi Irigasi Pedesaan dan Irigasi


Pemerintah. Sistem Irigasi desa bersifat komunal dan tidak menerima bantuan dari
pemerintah pusat. Pembangunan dan pengelolaanya (seluruh jaringan irigasi)
dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Sistem Irigasi (SI) bantuan pemerintah
berdasarkan cara pengukuran aliran air, pengaturan, kelengkapan fasilitas,
jaringan irigasi di Indonesia dapat dibedakan kedalam 3 tingkatan dibagi kedalam
tiga kategori yaitu (1) irigasi teknis, (2) irigasi semi teknis, dan (3) irigasi
sederhana. Ketiga tingkatan jaringan tersebut diuraikan pada tabel 1.1 berikut.
KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI
NO. URAIAN
TEKNIS SEMI TEKNIS SEDERHANA

Bangunan
Bangunan Permanen/ Bangunan
1 Bangunan Utama
Permanen Semi Permanen Sementara

Kemampuan
Bangunan

2 dalam Mengukur dan Baik Sedang Jelek

Mengatur Debit

Saluran
Irigasi Saluran Irigasi dan Saluran Irigasi

dan
3 Jaringan Saluran Pembuang Pembuang Tidak dan Pembuang

Sepenuhnya
Terpisah Terpisah Jadi Satu

Dikembangk Belum Ada


an Belum
4 Petak Tersier Jaringan yang
Sepenuhnya Dikembangkan
Dikembangkan

Efisiensi Secara
5 50-60 % 40-50% <40%
Keseluruhan

Tak Ada
6 Ukuran Sampai 2000 Ha <500 Ha
Batasan
(Sumber KP 01: Kriteria Perencanaan Bagian
Jaringan Irigasi)

Standardisasi Irigasi di Indonesia hanya meninjau Irigasi Teknis,


karena dinilai lebih maju dan cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar
pembangunan Irigasi di Indonesia. Mengacu pada KP-01 (Kriteria
Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi), dalam suatu jaringan Irigasi terdapat
empat unsur fungsional Jaringan Irigasi, yaitu:

1. Bangunan-bangunan Utama (Headworks) dimana air dari sumbernya


(umumnya sungai atau waduk) dielakkan ke saluran.

2. Jaringan pembawa irigasi berupa saluran-saluran (primer,


sekunder,tersier,kwarter) yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier.

3. Petak-petak Tersier dengan sistem pembagian air dan sistem


pembuangan kolektif, air irigasi di bagi-bagi dan dialirkan ke sawah-
sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem
pembuangan di dalam petak tersier.

4. Sistem pembuang yang terdapat diluar daerah irigasi untuk membuang


kelebihan air irigasi ke sungai atau saluran-saluran alamiah sekitar.

1. Irigasi Teknis

Prinsip dari jaringan irigasi teknis adalah sebagai berikut:

- Jaringan Irigasi yang mendapatkan pasokan air terpisah dengan jaringan


pembuang/pematus

- Pemberian airnya dapat diukur, diatur dan terkontrol pada beberapa titik
tertentu

- Dalam irigasi teknis, petak tersier menduduki fungsi sentral dalam


jaringan irigasi teknis
- Semua bangunan bersifat permanen

(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 1.1. Sistem Irigasi Teknis

2. Irigasi Semi Teknis


Prinsip dari jaringan irigasi semiteknis adalah sebagai berikut:
- Pengaliran kesawah dapat diatur tetapi banyaknya air tidak dapat diukur

- Pembagian air tidak dapat dilakukan secara seksama

- Memiliki sedikit bangunan permanen

- Hanya satu alat pengukuran aliran yang ditempatkan pada Bangunan


bending

- Sistem pemberian air dan sistem pembuangan air tidak mesti sama
sekali terpisah
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 1.2. Sistem Irigasi Semi-Teknis

3. Irigasi Sederhana
Prinsip dari jaringan irigasi sederhana adalah sebagai berikut:
- Biasanya menerima bantuan pemerintah untuk pembangunan dan atau
penyempurnaan, tetapi dikelola dan dioperasikan oleh aparat desa

- Memiliki bangunan semi permanen dan tidak mempunyai alat pengukur


dan pengontrol aliran sehingga aliran tidak diatur dan diukur.

Jaringan irigasi yang sederhana mudah diorganisasi tetap memiliki


kelemahan-kelemahan yang serius. Kelemahan pertama terdapat pemborosan air,
karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang
terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah/hilir yang lebih subur.
Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan biaya lebih banyak dari
masyarakat karena setiap desa/kelurahan membuat jaringan dan pengambilan
sendiri-sendiri. Karena bangunan pengambilan bukan bangunan tetap/permanen,
maka umurnya mungkin pendek.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 1.3. Sistem Irigasi Sederhana

C. Unsur Jaringan Irigasi

Uraian fungsional umum mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan


membantu bagi para perekayasa/perencana dalam menyiapkan perencanaan tata
letak dan jaringan irigasi. Unsur-unsur jaringan irigasi tersebut meliputi:

1.3.1. Peta Ikhtisar

Adalah cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi


saling dihubung-hubungkan. Peta ikhtisar dapat disajikan pada peta tata letak.
Peta ikhtisar proyek irigasi tersebut memperlihatkan:
• Bangunan Utama

• Jaringan dan trase saluran Irigasi

• Jaringan dan trase saluran pembuang

• Petak-petak primer, sekunder, dan tersier.

• Lokasi bangunan.

• Batas-batas daerah irigasi.

• Jaringan dan trase jalan

• Daerah-daerah yang tidak diairi, misal: desa.

Peta Ikhtisar umum dapat dibuat berdasarkan peta topografi yang


dilengkapi

dengan garis-garis kontur dengan skala 1: 25000. Peta Ikhtisar detail yang biasa
di sebut “

Peta Petak” dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1: 5000 dan untuk
petak tersier

1: 5000 atau 1: 2000

1.3.1.1. Petak Tersier

Di daerah –daerah yang ditanami padi, luas petak tersier yang ideal
adalah antara 50-100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Batas-batas petak
tersier harus jelas seperti misalnya: Parit, Jalan, batas desa, sungai, dll. Petak
tersier dibagi menjadi petak-petak kwarter, dengan luas 8-15 ha. Panjang
saluran tersier sebaiknya 1500 m, kadang-kadang panjang saluran tersier
mencapai 2000 m. Panjang saluran Kwarter maksimum 500 m tetapi
prakteknya kadang mencapai 800 m.
1.3.1.2. Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh saluran sekunder. Petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak
di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder umumnya berupa tanda-
tanda topografi yang jelas seperti saluran pembuang. Luas petak berbeda-beda
tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder

sering terletak dipunggung medan, mengairi kedua sisi saluran, hingga saluran
pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebahai saluran
garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah

1.3.1.3. Petak Primer

Petak Primer terdiri dari beberapa petak sekunder , untuk itu petak-
petak ini akan mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satun saluran primer yang mengambil air langsung dari sumber
air (sungai)

1.3.2. Bangunan

1.3.2.1. Bangunan Utama

Bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk


membelokkan air kedalam jaringan saluran, agar dipakai untuk keperluan
irigasi, terdiri dari:

- Bangunan pengelak dengan peredam energi

- Pengambilan utama
- Pintu Bilas

- Kolam olak

- Kantong lumpur (bila perlu)

- Tanggul Banjir

- Bangunan pelengkap lainnya

Bangunan utama dapat diklasifikasikan kedalam sejumlah kategori


tergantung pada perencanaannya yaitu:

a. Bendung/ Bendung Gerak

- Bendung (weir), bendung gerak (barrage) dipakai untuk


meninggikan muka air sungai sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak
tersier.

- Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi.

- Bendung Gerak: Bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang


dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir
besar dan ditutup bila air kecil

- Bendung: Bangunan yang umum dipakai di Indonesia, untuk


membelokkan air sungai kesaluran irigasi guna keperluan irigasi

b. Pengambilan Bebas
Bangunan yang dibuat ditepi sungai yang mengalirkan air
sungai kedalam jaringan irigasi tanpa mengatur tinggi muka air di
sungai. Dalam keadaan demikian jelas bahwa muka air sungai harus
lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan
dapat dijamin cukup.
c. Pengambilan dari Waduk

Waduk (Reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi


pada waktu terjadi surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-
waktu terjadi kekurangan air.

Fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai, sedangkan


waduk yang berukuran besar sering memiliki banyak fungsi seperti,
irigasi, PLTA, pengendali banjir, perikanan, air baku, dsb.

d. Stasiun Pompa

Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila


pengambilan secara gravitasi tidak bisa dilakukan.

1.3.2.2. Saluran Pembawa di Jaringan Irigasi

a. Saluran Irigasi pada Jaringan Irigasi Utama

- Saluran Primer membawa air dari jaringan utama kesaluran


sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi

- Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang


terakhir.

- Saluran sekunder, membawa air dari saluran primer ke petak-


petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut

- Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.


(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Gambar 1.4. Gambar saluran Primer dan Sekunder


b. Saluran Irigasi pada Jaringan Irigasi Tersier

- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap ke petak


tersier lalu kesaluran kuarter

- Batas ujung saluran ini adalah boks bagi tersier yang terakhir

- Saluran kwarter membawa air dari boks bagi tersier ke boks bagi
kuarter

1.3.2.3. Saluran Pembuang

a. Jaringan Saluran Pembuang Tersier

- Saluran pembuang kuarter terletak didalam satu petak tersier,


menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut
kedalam saluran pembuang tersier
- Saluran pembuang tersier terletak diantara petak-petak tersier
yang masuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan
menampung air baik dari pembuang kuarter maupun dari sawah-
sawah air tersebut dibuang kedalam jaringan pembuang
sekunder.

b. Jaringan Pembuang Utama

- Jaringan pembuang sekunder menampung air dari jaringan


pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang
primer atau langsung kejaringan pembuang alamiah dan keluar
daerah irigasi
- Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran
pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Pembuang Primer
sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan
kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut.

1.3.2.4. Bangunan Bagi/ Bagi-Sadap/Sadap

Bangunan bagi/bagi-sadap/sadap pada jaringan irigasi teknis dilengkapi


dengan pintu dan alat ukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah
debit yang direncanakan. Tetapi pada keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-
kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan (OP) sehingga muncul usulan system
proporsional, yaitu bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan
syarat-syarat sebagai berikut :

- Elevasi ambang ke semua arah saluran harus sama

- Bentuk ambang harus sama agar memiliki koefisien debit yang sama.

- Lebar bukaan proporsional dengan luas area sawah yang diairi.


Namun disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan
pada daerah

irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem
golongan. Untuk itu kriteria ini menetapkan agar tetap memakai pintu dan alat
ukur debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional yaitu:

a. Bangunan bagi/bagi-sadap terletak di saluran primer dan sekunder


pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara
dua saluran atau lebih.

b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air irigasi dari saluran


primer/sekunder ke saluran tersier penerima.

c. Bangunan bagi/sadap mungkin untuk digabung menjadi satu


rangkaian bangunan.

d. Boks-boks bagi di saluran tersier dapat membagi aliran untuk dua


saluran atau

lebih (tersier, subtersier dan/atau kuarter)

1.3.2.5. Bangunan-bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur pada bagian hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran
jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Sesuai dengan
KP 01 Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas
(free overflow) dan bangunan ukur alirah bawah (underflow). Beberapa dari
bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Bangunan ukur
yang dapat dipakai sesuai KP 01 ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut. (penjelasan
jenis-jenis alat ukur dijelaskan pada bab 3).
Tabel 1.2. Alat-alat ukur
Tipe Mengukur dengan Mengatur

Bangunan ukur Ambang lebar Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Parshall Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Cipoletti Aliran atas Tidak

Bangunan ukur Romijin Aliran atas Ya

Bangunan ukur Crump-de Gruyter Aliran bawah Ya

Bangunan sadap Pipa bawah Aliran bawah Ya

Constant-Head Oriflce (CHO) Aliran bawah Ya

Cut Throat Flume Aliran atas Tidak

(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01)

Untuk memudahkan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang


dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan
diharapkan pula pemakaian alat ukur tersebut dapat benar-benar mengatasi
permasalahan yang dihadapi oleh petani.

1.3.2.6. Bangunan Pengatur Muka Air

Bangunan-bangunan pengatur muka air berfungsi untuk


mengatur/mengontrol

muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan


agar dapat

memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier. Bangunan


pengatur

mempunyai potongan pengontrol aliran yang dapat disetel/diatur atau


tetap. Untuk
bangunan-bangunan pengatur yang dapat disetel/diatur dianjurkan untuk
menggunakan

pintu (sorong) radial atau yang lainnya. Bangunan-bangunan pengatur


diperlukan pada

tempat-tempat di mana tinggi muka air pada saluran dipengaruhi oleh bangunan
terjun atau

got miring (chute). Untuk mencegah peruhahan muka air di saluran dipakai
mercu tetap

atau celah kontrol trapesium (trapezoidal

notch).

1.3.2.7. Bangunan Pembawa

Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir


saluran.

Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.

a. Bangunan Pembawa dengan Aliran Superkritis

Bangunan pembawa dengan aliran tempat di mana lereng medannya


maksimum saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam daripada
kemiringan maksimal saluran. (Jika di tempat dimana kemiringan medannya
lebih curam dari pada kemiringan dasar saluran, maka bisa terjadi aliran
superkritis yang akan dapat merusak saluran. Untuk itu diperlukan bangunan
peredam). Jenis-jenis bangunan pembawa antara lain:

1. Bangunan terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi)
dipusatkan di satu tempat Bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak
atau terjun miring. Jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa
meter, maka konstruksi got miring perlu dipertimbangkan.

2. Got miring

Daerah got miring dibuat apabila trase saluran rnelewati ruas medan
dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energy
yang besar. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan
(lining) dengan aliran superkritis, dan umurnnya mengikuti kemiringan
medan alamiah.

b. Bangunan Pembawa dengan Aliran Subkritis (bangunan silang)

1. Gorong-gorong

Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat di mana saluran lewat di


bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat di
bawah saluran. Aliran di dalam gorong gorong umumnya aliran bebas.

2. Talang

Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluran


lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah.
Aliran di dalam talang adalah aliran bebas.

3. Sipon

Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan


gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau
sungai. Sipon juga dipakai untuk melewatkan air di bawah jalan, jalan
kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan
saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh
dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.

4. Jembatan sipon

Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi
tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung di
atas lembah yang dalam.

5. Flum (Flume)

Tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-
situasi medan tertentu, misalnya:

- flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di


sepanjang lereng bukit yang curam

- flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air


irigasi lewat di atas saluran pembuang atau jalan air
lainnya

- flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah (right of


way) terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk
membuat potongan melintang saluran trapesium biasa.

Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau


setengah bulat.

Aliran dalam flum adalah aliran bebas.

6. Saluran yang tertutup

Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu


daerah di mana potongan melintang harus dibuat pada galian yang
dalam dengan lereng-Iereng tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup
juga dibangun di daerah-daerah permukiman dan di daerah-daerah
pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan
melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi
empat atau bulat. Biasanya aliran di dalam saluran tertutup adalah aliran
bebas.

7. Terowongan

Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran


memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati
bukit-bukit dan medan yang tinggi.

Biasanya aliran di dalam terowongan adalah aliran bebas.

1.3.2.8. Bangunan Lindung

Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar.
Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air
buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang
berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dan luar
saluran.

1. Bangunan Pembuang Silang

Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum


digunakan sebagai lindungan-luar; lihat juga pasal mengenai bangunan
pembawa. Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil melintas saluran
pembuang yang besar. Dalam hal ini, biasanya lebih aman dan
ekonomis untuk membawa air irigasi dengan sipon lewat di bawah
saluran pembuang tersebut. Overchute akan direncana jika elevasi

ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi terletak di sepanjang sisi saluran
irigasi. Jembatan dibangun untuk saling menghubungkan jalan-jalan inspeksi di
seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi
dengan jalan umum. Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan
kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan
persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan
petani yang rusak atau tidak ada sama sekali sehingga akses petani dari dan ke
sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung.

1.3.2.10. Bangunan Pelengkap

Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap


banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada
umumnya tanggul diperlukan di sepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau
di sepanjang saluran primer. Fasilitas-fasilitas operasional diperlukan untuk
operasi jaringan irigasi secara efektif dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut
antara lain meliputi antara lain: kantor-kantor di lapangan, bengkel, perumahan
untuk staf irigasi, jaringan komunikasi, patok hektometer, papan eksploitasi,
papan duga, dan sebagainya. Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di
dan sepanjang saluran meliputi:

- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman


sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat;

- Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk


memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak
lereng;
- Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan
gorong-gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut;

- Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk.

- Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara
petani dan petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian
permasalahan yang terjadi di lapangan. Pembangunannya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat serta letaknya di setiap
bangunan sadap/offtake.

1.7. Saluran Irigasi

Saluran Irigasi berawal dari intake sampai badan air yang dipakai
untuk menerima air yang sudah atau bekas dipakai dan kelebihan air yang ada
pada daerah irigasi. Umumnya pengaliran air irigasi menggunakan saluran
terbuka yang mempunyai permukaan air bebas. Cara pengaliran ini
digolongkan sebagai sistem gravitasi, dimana air mengalir karena ada
perbedaan tinggi permukaan air antara kedua ujung saluran. Menurut fungsinya
saluran irigasi dapat dibedakan:

1. Saluran Pembawa

Saluran ini dimulai dari bangunan penangkap air atau intake pada
bangunan bendung yang mengalirkan air untuk diberikan kedaerah pertanian.
Pada awal saluran, dimensi saluran masih besar karena harus membawa seluruh
air untuk kebutuhan seluruh daerah irigasi, kemudian saluran ini pecah terbagi
menjadi dua atau tiga saluran yang lebih kecil. Seterusnya saluran-saluran
cabang ini pecah lagi menjadi dua atau tiga yang lebih kecil sesuai debit yang
dialirkan dan terus ke petak tanah yang diairi (sawah).

2. Saluran Pembuang
Saluran ini dimulai dari saluran nyang paling kecil., langsung menerima air sisa
dari lahan irigasi, disalurkan dan bertemu dengan saluran lain yang sama
karakteristiknya membentuk saluran yang lebih besar , dan seterusnya saluran
terakhir akan masuk ke sungai atau pembuang terakhir. Pelayanan satu daerah
irigasi yang luasnya sama, dimensi saluran pembuang lebih besar dari pada
dimensi saluran pembawa, karena saluran pembuang disamping membuang
debit sisa irigasi, juga harus mengalirkan debit yang timbul dari prespitasi
keluar daerah irigasi. Kecepatan aliran pada saluran irigasi direncanakan
sedemikian rupa sehingga kecepatan maksimum yang terjadi tidak sampai
menimbulkan gerusan pada saluran, dan kecepatan minimum yang terjadi juga
tidak sampai menimbulkan sedimentasi pada saluran serta tidak memberi
kesempatan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan Akuatik. Untuk itu biasanya diatur
dengan menyesuaikan dimensi penampang dan kemiringan dasar saluran.
Saluran pembawa selalu di tempatkan pada posisi tertinggi dari daerah yang
akan diairi agar seluruh lahan dapat diairi, sedang saluran pembuang
ditempatkan pada posisi yang paling rendah agar bisa menerima seluruh air
yang sudah terpakai (Gambar 1.7).

Gambar 1.7. Posisi Saluran Pembawa dan Saluran Pembuang


Macam saluran pembawa irigasi dapat dibedakan berdasarkan posisi
dan arah mengalir dari saluran (Gambar 1.8), yaitu:

1. Saluran punggung

Posisi saluran irigasi mengalirkan air pada punggung medan dengan


kemiringan mengarah kearah kontur yang lebih rendah. Saluran punggung
umumnya merupakan pencabangan dari saluran garis tinggi.

2. Saluran mengalir ke samping

Posisi saluran ini menyerong dari punggung, akan tetapi tidak


mengikuti garis tinggi ataupuan searah dengan garis tinggi.

Gambar 1. 8 Posisi Saluran Garis Tinggi, Pungung, dan Saluran


Menyamping

3.Saluran garis tinggi

Arah mengalir dan posisi saluran hampir mengikuti garis tinggi medan.
Saluran ini mempunyai kemiringan dasar saluran sesuai dengan kebutuhan
rencana untuk mendapatkan kecepatan aliran yang diinginkan.
Saluran garis tinggi banyak dipergunakan pada daerah pegunungan
dimana saluran ini ditempatkan pada kaki bukit atau pada lereng gunung untuk
membawa air dari suatu sumber ke lokasi di mana air tadi akan diberikan ke
lahan pertanian yang lokasinya jauh dari sumber tetapi perbedaan elevasinya
tidak besar. Contoh: Saluran Ngluweng dari DAM Ngluweng ke Telaga
Sarangan (Gambar 1.9).

Gambar 1.9 Saluran Garis Tinggi


Saluran garis tinggi pada daerah pegunungan akan mengalami
penambahan debit dari aliran permukaan yang datang akibat hujan yang turun
pada daerah bagian atas saluran dan dari mata air yang keluar dari tebing atas
sebagai air yang lepas dari air bebas yang tadinya merupakan air gravitasi
kemudian keluar memotong tebing keprasan diatas saluran. Tambahan air dari
hujan sangat besar dan kalau masuk ke saluran irigasi sangat berbahaya sebab
dapat mengakibatkan over toping yang akan membuat tanggul luar tergerus
sehingga dapat terjadi longsoran yang dapat memutuskan saluran.

Apabila saluran garis tinggi putus maka akan sangat sulit untuk
membangun kembali, sebab lokasinya berada di atas kaki gunung.
Kemungkinan lain untuk mendapatkan air kembali, dengan menyambung
saluran dengan menggunakan bangunan bantu berupa talang swperti yang
pernah dilakukan pada Saluran Talun ketika mengalami longsor pada tahun
tujuh puluhan. Saluran tersebut masih bisa disambung dengan menggunakan
talang beton (Gambar 1.10).

Gambar 1.10 Talang untuk Air Pematusan


Air pematusan dari atas tidak boleh masuk ke dalam saluran irigasi
karena air pematusan membawa sampah dan sedimen yang jumlahnya cukup
besar. Air ini dialirkan kesaluran pematusan yang bisanya disebut Saluran
Keliling atau saluran sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan
ditempatkan pada sisi kearah atas tebing (Gambar 1.11).

Gambar 1.11 Pelimpah Samping pada Saluran Garis Tinggi


Saluran sabuk yang menyertai saluran garis tinggi dan ditempatkan
pada sisi kearah atas tebing. Saluran keliling ini tidak boleh mengikuti terus
saluran garis tinggi karena kalau terlalu panjang debit yang ada akan bertambah
dan melimpah masuk kesaluran garis tinggi. Dengan menggunakan talang kecil
dari beton bertulang, air dari saluran keliling dibuang keluar tebing. Menjaga
agar tidak terjadi limpahan air diatas tanggul luar saluran garis tinggi maka
setiap jarak 200 m, harus dibuat pelimpah samping untuk mengembalikan debit
yang melalui saluran kembali pada debit rencana sesuai kemampuan saluran
(Gambar 1.12).

Gambar 1.12 Saluran punggung


Saluran punggung penempatannya dalam galian tanah pada pungung medan.
Penempatan posisi saluran ini terhadap permukaan tanah tergantung pada
elevasi permukaan air yang direncanakan terhadap permukaan tanah setempat.
Dalam hal ini posisi permukaan air yang dibutuhkan berada pada dibawah
permukaan tanah setempat. Apabila diperlukan suatu kondisi dimana elevasi
permukaan air irigasi rencana dan dasar saluran berada diatas permukaan tanah
setempat, maka saluran punggung akan terletak diatas timbunan (Gambar 1.13).

Gambar 1.13 Saluran punggung di atas timbunan


Pada beberapa kondisi kemungkinan posisi permukaan air irigasi akan
berada diatas permukaan tanah setempat, namun dasar saluran berada pada
elevasi dibawah permukaan tanah. Hal ini dikatakan saluran punggung
sebagian di atas galian dan sebagian dalam galian (Gambar 1.14).

Gambar 1.14 Saluran punggung sebagian dalam galian

Menyeimbangkan antara tingginya timbunan dan galian pada suatu alur


saluran maka pada pososi tertentu diperlukan bangunan terjun (drop structure)
dimana pada lokasi ini merupakan tempat peralihan dari kondisi timbunan ke
posisi galian.

Gambar 1.15 Bangunan terjun


Bangunan terjun memindahkan dasar saluran dari posisi di atas ke
posisi yang lebih rendah. Ada persyaratan hidrolis tinggi maksimum terjunan
yang diperkenankan untuk bangunan terjun, sehingga posisi bangunan ini harus
benar-benar tepat dalam batasan persyaratan hidrolis. Berdasarkan luas daerah
irigasi yang dilayanani oleh suatu saluran atau berdasarkan urutan hirarkinya
(Gambar 1.16). Saluran irigasi dibedakan klasifikasi tinggkatnya menjadi
empat tingkatan, yaitu :
1. Saluran kwarter

Melayani pemberian air untuk satu kelompok petak irigasi yang secara
keseluruhan kelompok ini dinyatakan sebagai satu petak kwarter. Luas petak
kwarter bisa sampai 20 Ha. Petak-petak kwarter berupa sawah dan
diperkenankan langsung mengambil air dari saluran kwarter bersangkutan
dengan alur atau pipa paralon atau bambu debit saluran kwarter berkisar antara
10 sampai dengan 40 liter/detik.

Gambar 1.16 Susunan saluran pada DI

2. Saluran Tersier

Saluran ini melayani pemberian air untuk kelompok petak sawah yang
merupakan gabungan dua atau lebih petak kwarter. Air dari saluran tersier tidak
boleh diambil langsung untuk diberikan petak sawah sekalipun petak sawah
tersebut berdempetan dengan saluran. Saluran tersier hanya meneruskan air ke
saluran kwarter yang menjadi cabang dari saluran tersier itu sendiri. Luas suatu
daerah irigasi tersier biasanya tidak lebih dari 150 Ha dan debitnya kurang dari
300 liter/detik.
3. Saluran Sekunder

Saluran ini berfungsi menyalurkan air ke saluran-saluran tersier yang menjadi


bagian dari kelompok petak sawah dalam sistim jaringan saluran tersebut.
Saluran sekunder mempunyai dimensi yang lebih besar dari saluran tersier.
Debit saluran umunya cukup besar karena melayani lebih dari satu petak
tersier.

4. Saluran Primer

Saluran ini melayani air untuk satu daerah irigasi dimulai dari bangunan
penangkap air sampai ujung hilir terakhir dimana saluran ini terbagi menjadi
dua saluran. Saluran primer sangat besar dimana lebar dasar saluran bisa
mencapai 10 m atau disebut Parit Raya.

Anda mungkin juga menyukai