Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

BIOFARMASETIKA TERAPAN DAN FARMAKOKINETIKA


KLINIK

BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI


OBAT PIRAZINAMID

DISUSUN OLEH :

YOKI AGUS KASANDRA


I4041181059
A2

PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Uji bioavailability/bioequivalence (BA/BE) adalah uji untuk mengukur kadar obat


dalam darah terhadap waktu. Uji ini dilakukan terhadap obat generik yang merupakan
tiruan obat innovator. Tiruan dibuat agar terjangkau karena harga obat innovator
dirasakan mahal. Dibandingkan dengan uji komparatif, uji BA/BE mempunyai tujuan
pengukuran jelas yaitu kadar obat dalam darah. Variasinya relative rendah, sehingga
jumlah contoh yang dibutuhkan lebih sedikit. Karena itu biayanya menjadi lebih murah.
Obat generik yang diuji harus ekivalen secara terapeutik dangan obat innovator. Desain
dan cara uji BA/BE harus memenuhi prinsip cara uji klinik yang baik (CUKB), protokol
studi harus mendapat persetujuan komisi etik, informed consent harus ditangani dan
disimpan sehingga dapat dilaporkan, diinterprestasikan dan diverifikasi secara akurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Bioavaibilitas
Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah
disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh FDA
untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapeutik sebelum
dipasarkan harus disetujui oleh FDA. FDA menyetujui produk obat untuk dipasarkan
bila yakin bahwa produk obat tersebut aman dan efektif sesuai label indikasi
penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang
digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian. FDA menghendaki studi
bioavailabilitas/farmkokinetik dan bioekivalensi dan bila perlu persyaratan
bioekivalensi untuk semua produk obat.
Untuk obat-obat yang tidak terpasarkan, yang tidak memenuhi NDA (New Drug
Application) sebagaimana dinyatakan oleh FDA maka studi bioavailabilitas in vivo
harus dilakukan apabila formulasi obat tersebut dimaksudkan untuk dipasarkan.
Selanjutnya, farmakokinetik esensial dari bahan aktif tersebut juga harus
dikarakterisasikan. Parameter farmakokinetik esensial meliputi laju dan jumlah absorpsi
sistemik, waktu paruh elimnasi, laju ekskresi dan metabolism harus ditetapkan setelah
pemberian dosis tunggal dan dosis ganda. Data studi bioavailabiltas ini berguna untuk
pengaturan dosis dan membantu pemberian label obat.
Studi biavailabilitas in vivo juga dilakukan terhadap formula-formula baru dari
bahan obat aktif yan telah mendapat persetujuan NDA dan disetujui untuk dipasarkan.
Studi ini bertujuan untuk menentukan bioavailabilitas dan karakterisasi farmakokinetik
formulasi, bentuk sediaan, garam atau ester baru terhadap suatu formula pembanding.
Setelah bioavaibilitas dan dan parameter- parameter farmakokinetik dari bahan
obat aktif diketahui, aturan dosis dapat diajukan untuk mendukung pemberian label
obat. Studi klinik berguna untuk menentukan keamanan dan efikasi produk obat. Studi
bioavailabiltas berguna dalam menetapkan produk obat dalam kaitan pengaruh obat
terhadap farmakokinetik obat sedangkan studi bioekivalensi berguna untu
membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Produk-produk
obat yang dinyatakan bioekivalen menunjukan bahwa efikasi produk-produk obat
tersebuk dianggap sama.
1.1 Availabilitas Relatif dan Absolut
Area di bawah kurva konsenrasi obat-waktu (AUC) berguna sebagai ukuran
jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC
tergantung pada jmlah total obat yang tersedia, FD0 dibagi tetapan laju eliminasi, K dan
volume distribusi Vd.
F adalah fraksi dosis yang terabsorpsi setelah pemberian intra vena. F sama
dengan satu, karena seluruh dosis terdapat dalam sirkulasi sistemik. Oleh karena itu,
obat dianggap tersedia sempurna setelah pemberian intra vena. Setalah pemberian obat
secara oral F dapat berbeda mulai dari harga F sama dengan nol (tidak ada absorpi obat)
samapai F sama dengan satu ( absorpsi obat sempurna).

1.2 Availabilitas Relatif


Availabiltas relatif adalah ketersediaan suatu produk obat dalam sistemik
dibandingkan dengan suatu standar yang diketahui. Fraksi dosis suatu produk oral yang
tersdia secara sistemik sukar dipastikan. Formula standar yang biasa digunakan berupa
larutan obat murni. Availabilitas relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis
dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
Availabilitas relatif = Produk obat B sebagai standar pembanding yang
telah diketahui. Fraksi tersebut dapat dikalikan 100 untuk memberi prosen avaibilitas
relatif. Jika dosis yang diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat, seperti
dalam persamaan berikut :
Availabilitas relatif =
Avaiabilitas relatif juga dapat ditentukan dengan menggunakan data ekskresi urin
sebagai berikut:
Availabilitas relatif = = jumlah total obat yang diekskresi dalam urin.
1.3 Availabilitas Absolut
Availabilitas absolut dapat diukur dengan membandingkan AUC produk yang
bersangkutan setelah pemberian oral dan intra vena. Pengukuran dapat dilakukan
sepanjang Vd dan K tidak bergantung pada rute pemberian. Availabilitas absolut yang
menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai berikut :
Availabilitas absolut =
Availabilitas absolut dengan data ekskresi obat lewat urin dapat ditentukan sebagai
berikut :
Availabilitas absolut =
Availabilitas absolut sama dengan F, fraksi dosis yang tersedia dalam sistemik. Obat-
obat yang diberikan secara vaskular, seperti injeksi intra vena bolus, memiliki F = 1
artinya obat tersedia sempurna dalam sistemik. Untuk semua rute pemberian
ekstravaskular memiliki F ≤ 1.

1.4 Parameter yang Berguna untuk Penentuan Bioavailabilitas


1. Data plasma
a. Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmaks)
b. Konsentrasi plasma puncak (C p, maks)
c. Area di bawah kurva obat dalam plasma waktu.
2. Data urin
a. Jumlah komulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)
b. Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)
c. Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t∞)
3. Efek farmakologi akut
4. Pengamatan klinik
Data plasma dan data urin dapat memberikan informasi paling objektif tentang
bioavaiabilitas bila obat bebas atau aktif dalam cairan biologik dapat
ditentukan secara tepat.

1) Data Plasma
Waktu konsentrasi plasma mencapai pucak (tmaks) merupakan waktu yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada
tmaks.absorpsi obatadalah terbesar. Setelah tmaks tercapai, laju absorpsi menjadi lebih
lambat. tmaks digunakan untuk memperkirakan laju absorpsi produk obat. Harga tmaks
menjadi lebih kecil (sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma
puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat. Satuan tmaks adalah satuan waktu
(misal: jam, menit).
Konsentrasi plasma puncak (C p, maks) merupakan konsentrasi obat maksimum
dalam plasma setelah pemberian obat secara oral. C p, maks menunjukkan bahwa obat
cukup diabsorpsi secara sistemik untuk memberi suatu respon terapeutik serta
menunjukkan adanya kadar toksik obat. Satuan C p, maks adalah satuan konsentrasi
(misal., μg/ml, mg/ml).
Area di bawah kurva konsentrasi obat dalam plasma-waktu (AUC) adalah suatu
ukuran jumlah bioavaibilitas suatu obat. AUC menunjukan jumlah total obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. AUC adalah area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-
waktu dari t = 0 sampai t = ∞, dan sama dengan jumlah obat tidak berubah yang
mencapai sirkulasi sistemik dibagi dengan klirens.

F = fraksi dosis terabsorpsi; D0 = dosis; K = tetapan laju elimnasi, dan V d = volume


distribusi.

AUC tidak bergantung pada rute pemberian dan proses eliminasi obat selama
proses eliminasi obat tidak berubah. AUC dapat ditentukan dengan suatu prosedur
integral numeric, metode rumus trapezium, atau secara langsung dengan menggunakan
planimeter. Satuan AUC ialah konsentrasi-waktu (μg jam/ml).
Untuk beberapa obat AUC berbanding langsung dengan dosis sebagai contoh ,
suatu dosis tunggal dari suatu obat dinaikan 250 ke 1000 mg, AUC juganaik empat
kali.(gambar 2-1,2-2).
Gambar 2-1

Gambar 2-1. Kurva kadar obat dalam plasma-waktu setelah pemberian dosis tunggal (a)
250 mg; (b) 500 mg; (C) 1000 mg.
Gambar 2-2

Gambar 2-2 huungan linier anatas AUC dan dosis data.

Gambar 2-3

Gambar 2-3. Hubungan antara AUC dan dosis bila metabolisme dapat menjadi jenuh

Dalam beberapa hal, AUC tidak berbanding langsung dengan dosis yang
diberikan. Sebagai contoh, bila dosis obat dinaikkan, salah satu jalur eliminasi obat
dapat menjadi jenuh. (gambar 2-3). Eliminasi obat meliputi proses metabolisme dan
ekskresi. Metabolisme obat adalah proses yang bergantung pada enzim. Untuk beberapa
obat (seperti salsilat dan fenitoin) peningkatan dosis dapat menyebabkan penjenuhan
salah satu jalur metabolisme dan hal ini dapat memperpanjang waktu-paruh eliminasi.
Dengan demikian kenaikan AUC tidak sebanding dengan kenaikan dosis oleh karena
jumlah obat yang dieliminasi lebih kecil (lebih banyak obat yang ditahan). Jika AUC
tidak berbanding langsung dengan dosis, bioavailabilitas obat sulit untuk dievaluasi.
2) Data Urin
Obat harus diekskresi dalam jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin
harus dikumpulkan secara lengkap. Du ∞ merupakan jumlah kumulatif obat yang
diekskresi dalam urin secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat
terabsorpsi Di dalam percobaan cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah
pemberian produk obat. Tiap cuplikan urin ditentukan kadar obat bebas dengan cara
yang spesifik. Kemudian, dibuat grafik yang menghubungkan kumulatif obat yang
diekskresi terhadap jarak waktu pengumpulan.
Laju ekskresi obat bergantung pada tetapan laju eliminasi order kesatu (K) dan
kadar obat dalam plasma (Cp), karena sebagian obat dielimnasi dengan proses laju order
kesatu.

3) Efek Farmakologi Akut


Dalam beberapa hal pengukuran kuantitatif suatu obat tidak dapat dilakukan atau
kurang tepat dan/atau tidak memberikan hasil yang sama jika diulang. Efek farmakologi
akut seperti efek pada diameter pupil , kecepatan denyut jantung atau tekanan darah
dapat digunakan sebagai indeks dari bioavailabilitas obat. Dalam hal ini, dibuat kurva
efek farmakologi akut-waktu. Untuk mendapatkan perkiraan yang layak dari total area
di bawah kurva hendaknya dilakukan pengukuran efek farmakologi dengan frekuensi
yang cukup (tidak kurang dar tiga kali waktu paruh obat).
Penggunaan efek farmakologi akut untuk menentukan bioavailabilitas diperlukan
adanya kaitan dosis-respon. Bioavailabilitas dapat ditentukan dengan memeriksa kurva
dosis-respon maupun total area dari kurva efek farmakologi akut-waktu.

4) Respon Klinik
Perbedaan respon klinik pada tiap individu mungkn disebabkan oleh perbedaan
farmakokinetik atau farmakodinamik obat antar individu. Produkproduk obat yang
bioekivalen harus mempunyai bioavailabilitas sistemik yang sama, sehingga respon obat
yang sama dapat diperkirakan. Oleh karena itu, perubahan respon klinik antar individu
yang tidak dikaitkan dengan bioavailabilitas mungkin disebabkan adanya perbedaan
farmakodinamik obat. Perbedan farmakodinamik yang menyangkut hubungan antara
obat dan reseptor mungkin disebabkan oleh perbedaan kepekaan reseptor terhadap obat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku farmakodinamik obat diantaranya adalah
umur, toleransi obat, interaksi obat, dan faktor-faktor patofisiologik yang tidak
diketahui.

II. Bioekuivalen
Alasan utama dilakukannya studi bioekuivalensi karena produk obat yang
dianggap ekivalen farmasetik tidak memberi efek terapetik yang sebanding pada
penderita. Dalam suatu studi bioekuivalen, satu formulasi obat dipilih sebagai standar
pembanding dari formulasi obat lain. Standar pembanding hendaknya mengandung obat
aktif terapetik dalam formulasi yang paling banyak berada dalam sistemik (yakni
larutan atau suspensi) dan dalam jumlah yang sama seperti formulasi lain yang
dibandingkan. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute yang sama seperti
formulasi yang dibandingkan kecuali kalau suatu rute lain atau rute tambahan
diperlukan untuk menjawab masalah farmakokinetik tertentu.
Sebagai contoh, jika suatu obat aktif sangat sedikit berada dalam sistemik setelah
pemberian oral, maka obat dapat dibandingkan baik setelah pemberian oralmaupun
intravena. Bila suatu larutan atau suspense obat tidak tersedia, standar pembanding
dapat berupa suatu formulasi yang sedang dipasarkan yang telah diakui oleh NDA yang
secara ilmiah mempunyai data keamanan dan efikasi yang sudah terbukti. Produk obat
pembanding hendaknya merupakan produk yang diterima olef profesi kesehatan dan
mempunyai sejarah penggunaan klinik yang panjang. Formulasi pembanding biasanya
produk “innovator” atau produk dari pabrik yang pertama memproduksi obat tersebut.

III. Dasar Penetapan Bioavaibilitas


Dasar-dasar untuk menetapkan ketersediaan hayati pada studi bioekivalen :
1. Ketersediaan hayati dari suatu produk obat dilakukan jika laju dan jumlah
absorbsi produk, sebagaimana dinyatakan oleh perbandingan parameter-
parameter terukur (misal, konsentrasi bahan obat aktif dalam darah, laju
ekskresi urin dan efek farmakologik), tidak berbeda secara bermakna dengan
produk pembanding.
2. Teknik analisis statistic yang dipakai hendaknya cukup peka untuk menemukan
perbedaan laju dan jumlah absorbs yang tidak disebabkan oleh adanya
perbedaan subjek.
3. Suatu produk obat yang berbeda dari bahan pembanding dalam hal laju
absorbsi, tetapi tidak berbeda dalam jumlah absorbsi, dapat dianggap berada
dalam sistemik jika perbedaan laju absorbs disengaja dan dinyatakan dengan
tepat dalam tabel dan atau laju absorbsi tidak mengganggu keamanan dan
efektifitas produk obat.

IV. Kriteria Untuk Menetapkan Suatu Persyaratan Bioekivalen :


1. Adanya fakta dari percobaan klinik yang terkendali dengan baik atau
pengamatan terkendali pada penderita yang menyatakan bahwa berbagai produk
obat tidak memberi efek terapetik yang sebanding.
2. Adanya fakta dari studi bioekivalen yang terkendali dengan baik yang
menyatakan bahwa produk-produk tersebut bukan merupakan produk-produk
obat yang bioekivalen.
3. Adanya fakta produk-produk obat yang memperlihatkan rasio terapetik yang
sempit dan konsentrasi efektif minimum dalam darah, serta penggunaannya
secara aman dan efektif memerlukan titrasi dosis yang cermat dan memerlukan
pemantauan penderita.
4. Penetapan secara medik oleh yang berwenang menyatakan bahwa suatu
kekurangan bioekivalensi akan menyebabkan suatu efek yang tidak dikehendaki
yang membahayakan dari pengobatan atau pencegahan suatu penyakit atau
kondisi yang parah.
5. Sifat-sifat fisikokimia sebagai berikut
a. Bahan obat aktif memiliki kelarutan rendah dalam air (misalnya, kurang dari
5 mg / mL).
b. Laju disolusi dari satu atau lebih produk tersebut lambat (misalnya, kurang
dari 50% dalam 30 menit saat diuji dengan metode umum yang ditetapkan
oleh FDA).
c. Ukuran partikel dan / atau area permukaan bahan obat aktif sangat penting
dalam menentukan ketersediaan hayati tersebut.
d. Bentuk struktural tertentu dari bahan obat aktif (misalnya, bentuk polimorfik,
solvates, kompleks, dan modifikasi kristal) membubarkan buruk, sehingga
mempengaruhi penyerapan.
e. Produk obat yang memiliki rasio tinggi eksipien untuk bahan aktif (misalnya,
lebih besar dari 5:1).
f. Bahan aktif Tertentu (misalnya, hidrofilik atau hidrofobik eksipien dan
pelumas) baik mungkin diperlukan untuk penyerapan bahan obat aktif atau
setengah terapeutik atau dapat mengganggu penyerapan tersebut.
g. Bahan obat aktif, setengah terapi, atau prekursor diserap sebagian besar
dalam segmen tertentu dari saluran pencernaan atau diserap dari situs lokal.
h. Tingkat penyerapan bahan aktif obat, setengah terapi, atau prekursor adalah
miskin (misalnya, kurang dari 50%, biasanya dibandingkan dengan suatu
dosis intravena), bahkan bila diberikan dalam bentuk murni (misalnya, dalam
larutan).
i. Ada metabolisme cepat dari separoh terapeutik dalam dinding usus atau hati
selama proses penyerapan (orde pertama metabolisme), sehingga tingkat
penyerapan yang luar biasa penting dalam efek terapi dan / atau toksisitas dari
produk obat.
j. Terikat pada molekul terapi dengan cepat dimetabolisme atau dikeluarkan,
sehingga pembubaran cepat dan penyerapan dibutuhkan untuk efektivitas.
k. Bahan obat aktif atau setengah terapeutik tidak stabil di bagian tertentu dari
saluran cerna dan membutuhkan pelapis khusus atau formulasi (misalnya,
buffer, pelapis usus, dan coating film) untuk memastikan penyerapan yang
memadai.
l. Produk obat pada kinetika tergantung dosis pada atau dekat rentang
terapeutik, dan tingkat dan tingkat penyerapan yang penting bagi
bioekivalensi.
6. Sifat-sifat farmakokinetik sebagai berikut :
a. Bahan obat aktif, bagian terapetik atau prekursornya diabsorbsi dalam
jumlah besar pada bagian tertentu saluran cerna atau diabsorbsi pada suatu
tempat terbatas.
b. Derajat absorbsi bahan aktif, bagian berkhasiat atau prekursornya kecil
(misal lebih kecil dari 50% dibandingkan terhadap suatu dosis intravena)
begitu pula bila diberikan dalam bentuk murni (misal bentuk larutan).
c. Terjadinya metabolism cepat dari bagian terapetik di dalam dinding usus
atau hati selama proses absorbsi biasanya tidak berpengaruh terhadap efek
terapetik dan atau tosisitas produk.
d. Bagian terapetik dimetabolisme atau diekskresi secara cepat,sehingga
pelarutan dan absorbsi yang cepat diperlukan untuk kefektifannya.
e. Bahan obat aktif atau bagian terapetik tidak stabil dalam bagian tertentu
saluran cerna dan memerlukan penyalutan atau formulasi tertentu (misal,
dapar, salut enteric dan salut film) untuk memastikan absorbsi yang cukup.
f. Produk obat yang mengikuti kinetika yang bergantung dosis (dose-
dependent kinetics) dalam atau dekat rentang terapetiknya, dan laju serta
jumlah absorbsi mempengaruhi bioekivalensi.

V. CONTOH KASUS

Judul : PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ( BIOEKIVALENSI) OBAT


PIRAZINAMID DALAM SEDIAAN GENERIK DAN PATEN SECARA
IN VITRO

Penulis : Boy Sumantomo*


Henna Rya Sunoko**
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

a. Abstrak
Latar belakang : Obat generik merupakan salah satu program dari pemerintah yang
pemakaiannya bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam hal penggunaan
obat. Adanya anggapan yang muncul dalam masyarakat bahwa mutu obat generik lebih
rendah dari obat paten, maka dilakukan penelitian untuk membandingkan
bioavailabilitas obat generik dengan obat paten secara in vitro.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioavailabilitas Pirazinamid dalam


sediaan generik dan sediaan paten secara in vitro, dan membandingkan bioavailabilitas
keduanya agar bisa diketahui apakah terdapat bioekivalensi atau tidak.

Metode : Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran


UNDIP dan BPOM Jawa Tengah, dengan jenis penelitian analitik observasional.
Sampel adalah Pirazinamid 500 mg sediaan generik dan Pirazinamid 500 mg, dalam
bentuk sediaan tablet, masing-masing sebanyak 6 buah. Data diambil dari hasil
pengukuran kadar zat aktif obat menggunakan spektofotometer, terhadap hasil disolusi
obat yang diambil setiap 15 menit kemudian diolah dengan SPSS 13,00 for Windows
untuk melihat bioavailabilitas dan bioekivalensi antara kedua obat tersebut.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan rata – rata kadar zat aktif yang terlarut
Pirazinamid sediaan generik titik 1 (53,16623%); titik 2 (96,99991%); titik 3
(101,0538%); titik 4 (103,796%) sedangkan hasil rata – rata kadar zat aktif yang terlarut
Pirazinamid sediaan paten titik 1 (88,30711%); titik 2 (98,75197%); titik 3
(101,9025%); titik 4 (101,8542%). Dari hasil perbandingan kadar zat aktif yang terlarut
pada titik 3 (titik puncak) didapat hasil dengan perbedaan yang tidak bermakna
(p=0,748), dan nilai kadar zat aktif ini sesuai dengan standar persyaratan menurut
Farmakope Indonesia.

Kesimpulan : Obat Pirazinamid sediaan generik memiliki daya kelarutan zat aktif yang
tidak jauh berbeda dibandingkan obat Pirazinamid sediaan paten

Kata kunci : Bioavailabilitas, bioekivalensi, Pirazinamid

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang


** Pengajar Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang

b. Metoda Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang dan BPOM Jawa Tengah. Disiplin ilmu yang terkait
adalah Farmasi dan Farmakologi.
Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan sampel 1 jenis tablet
Pirazinamid 500 mg sediaan generik dan sediaan paten. Masing - masing sediaan 6
tablet.
Bahan yang diperlukan adalah Pirazinamid tablet 500 mg 6 buah masing – masing
dalam sediaan generic dan paten, aquades 900 ml untuk mengisi masing-masing vessel
sebagai media disolusi dan sebanyak 16 liter sebagai penangas air pada disolusi tester
serta baku pembanding Baku pembanding Pirazinamid BPFI yang selama 18 jam
sebelum digunakan dilakukan pengeringan silika gel P6.
Pada tahap pertama sampel akan mengalami uji disolusi. Alat uji disolusi yang
digunakan adalah Disolution Tester tipe 1 ERWEKA DT600HH, diset pada suhu 37
C, kecepatan 50 rpm selama 60 menit. Kemudian tablet Pirazinamid 500 mg
dimasukkan kedalam 6 vessel masing – masing 1 buah. Sampel diambil dengan spuit
tiap 15 menit sehingga dalam waktu 60 menit total data yang didapat untuk Pirazinamid
sediaan generik dan sediaan paten adalah 48 data.
Setelah semua data didapat kemudian dilanjutkan dengan uji spektrofotometri.
Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer UV. Atur alat pada panjang gelombang
256 nm. Kemudian absorbansinya dilihat dengan memasukkan media disolusi pada sel 1
dan 2, media disolusi ini sebagai blanko.6 Blanko dari sel ke-2 kemudian diambil dan
diganti dengan cuvet yang berisi 1 ml larutan larutan baku pembanding dan dilihat
grafik serta absorbansi dari larutan baku. Kemudian pada sel ke-2 diganti dengan
sampel dan dilihat grafik serta absorbansi sampel. Pengukuran dilakukan untuk semua
sampel. Dari hasil tersebut kadar zat aktif yang terlarut (%) dapat dihitung dengan
rumus:
V = volume media disolusi (dalam ml)
Mb = penimbangan baku (dalam mg)
Fu = faktor pengenceran larutan uji
Fb = faktor pengenceran larutan baku
Au = absorbansi larutan sampel
Ab = absorbansi larutan baku
Cb = kadar larutan baku yang diukur (dalam mg per ml)
Ke = kadar Pirazinamid per tablet yang tertera pada etiket (dalam mg)

Dari hasil perhitungan tersebut didapat data yang diolah dengan menggunakan SPSS
13,00 For Windows dengan derajat kemaknaan p>0,05.

c. Hasil Penelitian
Melalui hasil perhitungan, kadar rata-rata zat aktif yang terlarut dari tablet
Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten dapat dilihat dari tabel 1 dan gambar 1
berikut.
Tabel 1. Rerata kadar zat aktif yang terlarut (dalam % )

Gambar 1. Grafik perbandingan hasil kadar zat aktif yang terlarut (%)
Tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten.
Terlihat pada grafik yang tertera dalam gambar 1, baik Pirazinamid generik
maupun paten pada titik 3 dan 4 ( menit ke-45 dan 60) zat aktif yang melarut sudah
melampaui 100%. Perbandingan kadar zat aktif yang terlarut dari tablet Pirazinamid
500mg sediaan generik dan paten yang dilakukan pada setiap waktu pengambilan
sampel dengan maksud untuk melihat pelepasan zat aktif dari waktu ke waktu. Dapat
dilihat profil disolusi Pirazinamid 500 mg sediaan generik dan paten pada gambar 2-5
sebagai berikut.

Gambar 2. Grafik perbandingan hasil kadar zat aktif yang terlarut (%)
Tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten pada menit ke-15

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan rata – rata kadar zat aktif yang terlarut dari
obat Pirazinamid sediaan generik pada titik 1 adalah 53.16623 %. Sedangkan rata-rata
kadar zat aktif yang terlarut dari obat Pirazinamid sediaan paten pada titik 1 adalah
88.30711 %.

Gambar 3. Grafik perbandingan hasil kadar zat aktif yang terlarut (%)
Tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten pada menit ke-30

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan rata – rata kadar zat aktif yang terlarut dari
obat Pirazinamid sediaan generik pada titik 2 adalah 96.99991 %. Sedangkan rata-rata
kadar zat aktif yang terlarut dari obat Pirazinamid sediaan paten pada titik 2 adalah
98.75197 %.
Gambar 4. Grafik perbandingan hasil kadar zat aktif yang terlarut (%)
Tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten pada menit ke-45

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan rata – rata kadar zat aktif yang terlarut dari
obat Pirazinamid sediaan generik pada titik 3 adalah 101.0538 %. Sedangkan rata – rata
kadar zat aktif yang terlarut dari obat Pirazinamid sediaan paten pada titik 3 adalah
101.9025 %.

Gambar 5. Grafik perbandingan hasil kadar zat aktif yang terlarut (%)
Tablet Pirazinamid 500mg sediaan generik dan paten pada menit ke-60

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan rata – rata kadar zat aktif yang terlarut dari
obat Pirazinamid sediaan generik pada titik 4 adalah 103.796 %. Sedangkan rata – rata
kadar zat aktif yang terlarut dari obat Pirazinamid sediaan paten pada titik 4 adalah
101.8542 %.
Uji Mann-Whitney yang dilakukan pada titik ke 3 (menit ke 45) menunjukkan
bahwa tidak ada perbadaan antara kadar zat aktif Pirazinamid 500mg sediaan generik
dan kadar zat aktif sediaan paten pada titik puncak (p=0,748).
Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa Pirazinamid sediaan generik
mempunyai bioavailabilitas yang kurang lebih berbeda dengan bioavailabilitas
Pirazinamid sediaan paten atau kedua sediaan tersebut bioekivalen.

d. Pembahasan
Penelitian ini menguji proses awal perjalanan dari obat Pirazinamid sediaan
generik dan paten yaitu disolusi, untuk kemudian diketahui bioavailabilitasnya,
sehingga didapat bioekivalensinya.
Variasi bioavailabilitas dapat dilihat melalui grafik-grafik, dimana pada grafik
menit ke-15 (Gambar 2) terdapat perbedaan bioavailabilitas yang mencolok. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya pemanasan vessel pada percobaan untuk obat generik.
Pada gambar 3-5 terdapat perbedaan yang bervariasi baik obat generik maupun paten
dimana kedua jenis obat tersebut masih sesuai dengan baku pembandingnya. Sedangkan
pada menit ke-45 atau titik puncak untuk obat Pirazinamid terdapat kesesuaian
kelarutan kadar zat aktif antara obat generik dengan obat paten.
Perbedaan dari keterlarutan zat aktif ini dapat dipengaruhi berbagai faktor, antara
lain sifat fisikokimia obat dan sifat bahan tambahan obat. Semakin luas permukaan
partikel makin cepat pelarutan. Sedangkan bahan tambahan dalam obat kemungkinan
dapat meningkatkan kelarutan,8 atau bahkan dapat menurunkan kelarutan zat aktif.
Pirazinamid sediaan generik mungkin berbeda bahan tambahannya dengan
Pirazinamid sediaan paten. Namun bahan tambahan ini tidak berpengaruh terhadap hasil
disolusi dari kedua sediaan tersebut, sebab jumlah zat aktif yang larut (%) Pirazinamid
sediaan generik tidak berbeda dengan sediaan paten. Kedua obat tersebut telah
memenuhi standar Q1, yaitu rata-rata kadar zat aktif yang larut (%) 6 sampel pada titik
puncak 75% + 5%=80%. Dengan 80% ini telah masuk pada jendela terapi menurut
persyaratan yang tertera di Farmakope Indonesia. Pada hasil penelitian ini Pirazinamid
sediaan generik kadar zat aktif yang terlarut adalah 101.0538 dan kadar zat aktif yang
terlarut untuk obat paten adalah 101.9025. Dengan kata lain kedua obat ini mempunyai
kadar zat aktif yang hampir sama pada titik puncaknya dan memenuhi syarat terapi
suatu obat.

e. Kesimpulan
Ditinjau dari daya kelarutan zat aktif, secara in vitro obat generik Pirazinamid
memiliki bioavailabilitas yang tidak berbeda dengan obat paten Pirazinamid.

f. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, dengan memperhatikan hal- hal sebagai
berikut:
1. Pengujian sebaiknya dilakukan terhadap lebih dari satu jenis sediaan paten.
2. Penelitian dilakukan terhadap produk obat generik dan paten yang dikeluarkan oleh
pabrik farmasi yang sama.
3. Pengujian bioavailabilitas dilakukan secara in vivo.

g. Daftar Pustaka
1. Isnawati A, Alegantina S,Arifin KM. Profil disolusi dan penetapan kadar tablet
kotrimoksazol generic berlogo dan tablet dengan nama dagang. Media Litbang
Kesehatan Vol. XIII No 2. 5003. hal 21
2. Tuberkulostatik, Informatorium Obat Nasional Indonesia. Diambil dari
http://www.pom.go.id/nonpublic/ioni. Last update: March 2004
3. Sunoko, Henna Rya. Calculations Associated with Drug Availability and
Pharmacokineticsin Strategy to Improve Drug Rationality. Medical Faculty
Diponegoro University. Semarang. 5004. hal 26-40
4. Stoklosa MJ, Ansel HC. Pharmaceutical calculations, 9thed. London: Lea and
Febiger, 1991: 74-89.
5. Hosiana V, Mukhtar MH, N. Wahid. Ujicoba antimikroba secara invivo dan studi
farmakokinetik amoksisilin generic dan merek dagang. Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi Vol. 5, No 1, 5000.hal 5
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia, edisi keempat.
Jakarta : Depkes RI, 1995. hal 279-280
7. Martin A, Swarbick J, Cammarata A. Farmasi Fisik; Dasar-Dasar Farmasi Fisik
Dalam Ilmu Farmasetik, Jakarta : UI Press, 1993. hal 846
8. Leon Shargel, Andrew B.C. YU. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan,
Edisi kedua, Leon Shargel, Andrew B.C. YU. Surabaya: Airlangga University
Press, 1988.hal 85.
BAB III
KESIMPULAN

Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada
dalam sirkulasi sistemik, dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang
dikehendaki menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat digunakan
untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efektivitas obat. Beberapa
manfaat studi bioavailabilitas yang berkaitan dengan mutu produk obat yaitu :
1. Bagi apoteker dalam bidang penelitian kefarmasian, bioavailabilitas merupakan uji
yang penting dalam penelitian peningkatan mutu obat
2. Bagi dokter dan apoteker di apotek, bioavailabilitas merupakan pertimbangan kritis
yang digunakan untuk pemilihan obat yang bermutu baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ringoringo, v., Bioavailabilitas obat., cermin dunia kedokteran, artikel., Portal kalbe.,
1985.

Shargel L., Wu-Pong., S., Apllied Biopharmacheutical & Pharmacokinetik ed V., mc


graw-hill’s acces pharmacy, 2004

Anda mungkin juga menyukai