Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

ABSES SEPTUM NASI

Oleh :

Yulia Eka Hastuti (1110312106)

Preseptor :
dr. Rossy Rosalinda Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


KEPALA DAN LEHER
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Benda Asing Orofaring”. Laporan kasus ini ditujukan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung
dan Tenggorok RSUP DR M Djamil Padang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Fachzi Fitri, Sp. THT-
KL.,MARS sebagai preseptor. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga berharap
makalah ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman
tentang “Benda Asing Orofaring” terutama bagi diri penulis dan bagi rekan-rekan
sejawat lainnya.

Padang, 13 Juni 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benda asing atau yang disebut juga dengan korpus alienum merupakan
kondisi terperangkapnya suatu benda yang dalam keadaan normal tidak ada pada
bagian tubuh tersebut.1 Pada orofaring, benda asing dapat terperangkap di tonsil,
fossa tonsilaris, dinding posterior faring, uvula maupun pangkal lidah.2 Benda asing
yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen, sedangkan yang berasal
dari dalam tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen zat organik
seperti kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan), tulang (berasal dari
kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu dan lain-lain.
Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, perkijuan, membran difteri, dsb.3
Benda asing pada orang dewasa sering terjadi pada saat makan.3 Angka
kejadian benda asing / korpus alienum dapat dikatakan tinggi, yakni sekitar 11% dari
total kasus emergensi di bagian THT.4 Laki-laki lebih sering mengalami korpus
alienum daripada wanita.5 Lebih dari setengah kasus korpus alienum, terjadi pada
anak dengan usia dibawah 10 tahun. 4 Korpus alienum di tenggorok merupakan kasus
korpus alienum yang paling jarang terjadi dan menempati urutan ketiga setelah
korpus alienum di telinga dan hidung.5 Pada kasus korpus alienum tenggorok,
kejadian tersering ditemukan pada orofaring dengan persentase sebesar 83%.6
Korpus alienum di daerah orofaring dapat disebabkan berbagai macam benda,
seperti potongan plastik, pin, logam, biji-bijian, kacang-kacangan, tulang, dan koin.
Akan tetapi penyebab tersering adalah sisa makanan seperti tulang ikan dan ayam. 6
Gejala yang terlihat pada pasien dengan korpus alienum orofaring akan tergantung
pada usia, lokasi, dan pengaruh korpus alienum terhadap jalan nafas. Korpus alienum
yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas total merupakan kegawatan dalam THT
dan harus dilakukan intervensi segera. Korpus alienum yang tidak menyumbat jalan
napas atau hanya menyumbat sebagian biasanya memiliki gejala disfagia, odinofagia,
disfonia, dan ada riwayat tersedak.7 Komplikasi utama dari benda asing orofaring
adalah sumbatan jalan napas.8
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas anatomi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari benda asing orofaring.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai benda asing orofaring.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
dirujuk dari berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan
pengetahuan mengenai benda asing orofaring.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Orofaring9

Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle
sampai ke pinggir atas epiglotis. Orofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior,
dinding posterior, dan dinding lateral. Atap orofaring dibentuk oleh permukaan
bawah palatum molle dan isthmus pharyngeus. Kumpulan
kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submucosa permukaan bawah palatum mole.
Dasar orofaring dibentuk oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertical) dan
celah antara lidah dan permukaan anterior epiglottis.

Gambar 1.
Membrana mukosa yang meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular,
yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid di bawahnya, disebut tonsila linguae.
Membrana mucosa melipat dari lidah menuju epiglotis. Pada garis tengah terdapat
elevasi, yang disebut plica glossoepiglottica mediana, dan dua plica glossoepiglottica
lateralis. Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglottica mediana disebut vallecula.
Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus orofaring (isthmus
faucium). Di bawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding posterior
orofaring disokong oleh corpus vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus
vertebra cervicalis ketiga.
Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palatoglossus dan arcus palatopha
ryngeus dengan tonsila palatina di antaranya.
Arcus palatoglossus adalah lipatan membrane mukosa yang menutupi m.palatoglosss
yang terdapat di bawahnya. Celah di antara kedua arcus palatoglossus merupakan
batas antara rongga mulut dan orofaring disebut isthmus faucium.
Arcus palatopharyngeus adalah lipatan membrane mucosa pada dinding lateral
orofaring, di belakang arcus palatoglossus.

Gambar 2.
Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segita pada dinding lateral
orofaring dan di anatara arcus palatoglossus di depan dan arcus palatopharyngeus di
belakang. Fossa ini di tempati oleh tonsila palatina. Tonsila palatina merupakan dua
massa jaringan limfoid yang terletak pada dinding lateral orofaring di dalam fossa
tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membran mukosa dan permukaan medialnya
yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada permukaannya terdapat banyak lubang
kecil, yang membentuk crypta tonsillaris. Permukaan lateral tonsillaris palatina ini di
liputi oleh selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula. Tonsila mencapai ukuran
terbesarnya pada masa anak-anak, tetapi sesudah pubertas akan mengecil dengan
jelas.
Batas anterior dari tonsila palatina adalah arcus palatoglossus. Di
posterior terdapat arcus palatopharyngeus. Pada superior terdapat palatum molle,
disini tonsila palatina dilanjutkan oleh jaringan limfoid di permukaan bawah palatum
molle. Diinferior dari tonsila palatina terdapat sepertiga posterior lidah. Di sebelah
medial dari tonsila palatina terdapat orofaring. Dan batas lateral
tonsila palatine adalah kapsula yang dipisahkan dari m.constrictor pharyngis superior
oleh jaringan alveolar jarang.
Pendarahan arteri yang mendarahi tonsila adalah a. tonsilaris, cabang dari arteri
afacialis.Sedangkan aliran vena-vena menembus m.constrictor pharyngissuperior dan
bergabung dengan v.palatine externa, v.pharyngealis, atau v. facialis.
Pada aliran limfe, pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan
nodi lymphoidei profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus
nodus jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibula.

2.2 Korpus Alienum Orofaring


2.2.1 Epidemiologi
Penelitian oleh Tiago, dkk pada tahun 2003 sampai 2005, menemukan bahwa
kejadian benda asing di orofaring sekitar 13,58%. Benda asing orofaring ini sendiri
sering terjadi pada usia lebih dari 20 tahun (81,82%). Sementara untuk daerah
orofaring mana yang terkena, didapatkan 36,36% kasus pada tonsil kanan, 36,36%
kasus di tonsil kiri, dan 27,27% di dasar lidah10. Temuan ini sejalan dengan penlitian
oleh Wai, PM, dkk (2001) yang menemukan bahwa Lokasi benda asing orofaring
yang sering tersangkut terbanyak adalah di tonsil (72,2%), kemudian di dasar lidah
(13%), dinding faring (3,4%), krikofaringeus (6,8%), uvula (0,9%)11.

2.2.2 Etiologi
Penelitian Higo R, dkk (2006) menemukan bahwa jenis benda asing yang
sering ditemukan pada traktus aerodigestivus adalah tulang ikan, disusul oleh
mainan, koin, makanan, permen, kacang, potonga kertas, dan baterai 2. Hal ini sejalan
dengan penelitian Tiago,dkk (2006) yang mengatakan bahwa benda asing yang
paling sering terjadi di orofaring adalah tulang ikan (54,55%). Selanjutnya diikuti
oleh popcorn, dan beras10.
Penelitian oleh sonkhya, dkk (2006) mengatakan bahwa benda asing
penyebab biasanya termasuk koin, potongan tulang , tulang ikan , kuku , potongan
tombol , kaca , gigi palsu ,cincin telinga , rantai , pin dan jarum12.

2.2.3 Manifestasi Klinis


Benda asing yang masuk melalui mulut dapat terhenti di orofaring,
hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak
masuk ke laring, trakea dan bronkus. Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat
tersangkut antara lain di tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang
menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan (odinofagia), baik makanan maupun
ludah, terutama jika benda asing tajam seperti tulang ikan, tulang ayam. Untuk
memeriksa dan mencari benda itu di dasar lidah, valekula dan sinus piriformis
diperlukan kaca tenggorok yang besar (no. 8-10)13.

Gejala utama benda asing orofaring adalah odinofagia (90,91%). Hal ini
membuat pasien sangat termotivasi untuk berobat ke layanan medis dengan segera 10.
Gejala orofaring lain biasanya terdapat sensasi benda asing terutama setelah
memakan ayam ataupun ikan. Rasa tidak nyaman dari ringan sampai berat. Pasien
biasanya mengeluh sulit menelan atau tidak dapat mengontrol air liur. Biasanya
pasien dapat melokalisir benda asing tersebut.(17) Ketidaknyamanan pada epigastrium
menandakan bahwa benda asing terperangkap pada LES. Disfagia biasa dikeluhkan
oleh pasien dewasa dengan ketidakmampuan mengendalikan sekresi air liur.

Pada pasien anak biasanya tidak terdapat gejala yang khas. Orang tua
biasanya yang memberitahu kepada dokter bahwa anaknya telah menelan sesuatu.
Rasa tersumbat ditenggorok, muntah, dan sakit tenggorokan biasanya muncul. Jika
benda asing berlangsung lama maka biasanya anak menjadi tidak ingin makan,
rewel, gagal tumbuh, demam, stridor, gejala pulmonal seperti pneumonia yang
berulang yang berasal dari aspirasi. Benda asing esophagus yang besar pada UES
dapat mendesak trakea sehingga menyebabkan stidor dan membahayakan
pernafasan.(17)

2.2.4 Diagnosis
Riwayat tertelannya benda asing , ketidakmampuan untuk menelan air liur
dan odynophagia adalah kriteria diagnostik yang paling penting12.
Dalam mendiagnosis korpus alienum orofaring ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis, dokter harus menemukan gejala-gejala dari korpus
alienum. Manifestasi klinis pada pasien dengan korpus alienum di orofaring
beragam, tergantung pada usia, lokasi korpus alienumnya, dan pengaruh korpus
alienum tersebut terhadap jalan nafas. Pada pemeriksaan fisik, perlu dilakukan
pemeriksaan oral cavity dan laringoskopi indirek untuk melihat korpus alienum.
Korpus alienum yang dapat terlihat dengan mudah melalui pemeriksan fisik, tidak
membutuhkan lagi pemeriksaan penunjang sehingga pasien dapat ditatalaksana
segera di layanan primer.8
Pada regio orofaring, lokasi tersering untuk menempelnya tulang ikan
adalah di fossa tonsilaris. Seringkali tulang ikan menempel lebih ke arah distal
sehingga pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan. Pemeriksaan penunjang
disarankan pada pasien yang yakin telah masuk tulang ikan berukuran besar, masih
ada keluhan nyeri atau mengganjal, namun tidak terlihat dari pemeriksaan fisik
sederhana. Tulang ikan yang secara keseluruhan telah menembus mukosa akan sulit
dideteksi dan sering kali luput saat pemeriksaan fisik.13
Pasien berpikir ia baru saja menelan tulang ikan atau ayam, tutup botol, atau
sesuatu semacam itu, dan masih bisa merasakan sensasi benda asing di tenggorokan,
terutama (mungkin menyakitkan) saat menelan. Dia mungkin yakin bahwa ada
tulang atau benda lain terjebak di tenggorokan. Dia mungkin dapat melokalisasi
sensasi benda asing tepatnya di atas kartilago tiroid (menyiratkan benda asing di
hipofaring yangmana Anda mungkin dapat melihat), atau ia mungkin hanya samar-
samar melokalisasi sensasi benda asing ke kedudukan suprasternal (yang bisa
menyiratkan benda asing di mana saja di kerongkongan). Selama menelan, dasar
lidah mendorong bolus makanan ke posterior, benda tajam yang tersembunyi di bolus
makanan itu dapat tertanam dalam tonsil, pilar tonsil, dinding faring ,atau dasar lidah
itu sendiri. Dalam sebuah penelitian, mayoritas pasien yang ada gejala dampak dari
tertelan tulang ikan tidak menunjukkan adanya patologi, dan gejala mereka akan
hilang dalam 48 jam. Dua puluh persen tidak memiliki gejala dampak dari
tertelannya tulang ikan, dan mayoritasnya mudah diidentifikasi dan dikeluarkan pada
kunjungan awal14.

2.2.5 Tata Laksana


Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan
tepat perlu diketahui dengan sebaik-baiknya gejala di tiap lokasi tersangkutnya benda
asing tersebut. Secara prinsip benda asing di orofaring diatasi dengan pengangkatan
segera dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang minimum.15
Benda asing pada orofaring biasanya dapat terlihat dan mudah diambil. Pada
pasien yang kooperatif dapat dilakukan laringoskopi indirect atau nasofaringoskopi
serat optik. Foto Rontgen polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior dan
lateral dilakukan pada pasien yang menelan benda asing terutama logam. Sehingga
dapat diketahui letak dari benda asing di esophagus. Endoscopi dilakukan pada
pasien dimana jalan nafas ikut terlibat dan sudah timbul komplikasi. Jika belum jelas
maka dapat dilakukan CT scan sebelum endoskopi.(17)
Korpus alienum di daerah orofaring merupakan korpus alienum yang paling
berbahaya di antara korpus alienum lainnya karena berpotensi menyumbat jalan
nafas. Akan tetapi, kasus benda asing orofaring ini tetap dapat ditatalaksana dengan
melakukan ekstraksi oleh dokter umum, kecuali terdapat indikasi merujuk. Indikasi
merujuk pasien dengan korpus alienum menurut American Academy of Phamily
Physicians adalah sebagai berikut:7
1. Korpus alienum yang tidak terlihat dengan jelas

2. Membutuhkan anestesi untuk ekstraksinya

3. Terdapat tanda gangguan jalan nafas

Penelitian pada 405 pasien yang dilakukan Chiu dan Chung di Hongkong
menemukan bahwa 4.3 % kasus benda asing orofaring dapat diangkat melalui
laringoskopi indirek. Pengangkatan hanya membutuhkan alat berupa spatula lidah
dan klem panjang atau pinset bayonet.16

Ketika menelan, bagian dasar lidah akan mendorong bolus makanan ke arah
posterior. Setiap benda asing tajam yang tersembunyi di dalam bolus makanan
berkemungkinan menempel pada tonsil, fossa tonsilaris, dinding faring posterior dan
pangkal lidah. Pada pasien yang tertelan tulang ikan berukuran sangat kecil,
umumnya hanya mengeluhkan gejala ringan yang hilang sendiri dalam waktu 48
jam. Keluhan dapat hilang karena tulang ikan berukuran sangat kecil tersebut
didorong keluar oleh mukosa secara perlahan dan bagian yang luka dapat sembuh
dengan sendirinya.14

Akan tetapi jika tulang yang tertelan berukuran cukup besar / lebih dari 1
cm, gejala berupa nyeri dan mengganjal akan tetap dirasakan selama tulang tersebut
masih menempel. Kebanyakan gejala akan dirasa semakin memburuk dalam waktu
12 jam. Kondisi ini harus ditatalaksana segera dan benda asing harus dikeluarkan.
Mekanisme pengambilan benda asing yang menempel pada tonsil, fossa tonsilar,
batang lidah posterior atau dasar lidah adalah:14

1. Identifikasi benda yang tertelan secara detail (bentuk, jenis, perkiraan


ukuran, jumlah benda), waktu tertelan, serta progresifitas gejala yang
muncul setelahnya. Pasien biasanya bisa mengatakan dengan jelas
apakah benda asing tersebut berada di sisi kiri atau kanan.

2. Jika gejala yang muncul ringan, tes kemampuan pasien dalam menelan.
Cara pertama minta pasien untuk minum air, kemudian dilanjutkan
dengan menelan roti tawar dalam potongan kecil. Amati gejala yang
ditimbulkan setelahnya, apakah keluhan berkurang atau menetap.

3. Jika keluhan berkurang setelah minum air, pasien diminta untuk banyak
minum. Kemungkinan benda asing yang tertelan adalah tulang-tulang
dalam ukuran kecil. Setelah keluhan benar-benar dirasa hilang, arahkan
pasien untuk berkumur 3 – 5 kali.

4. Apabila keluhan masih ada setelah pasien minum banyak air dan
berkumur, lakukan kembali pemeriksaan orofaring. Minta pasien duduk
di kursi, gunakan spatula lidah, kemudian cari keberadaan benda asing.
Amati seluruh dinding posterior faring, tonsil, fossa tonsilaris, uvula,
dan pangkal lidah. Gunakan lampu kepala dan pencahayaan yang bagus
ketika mengamati. Maksimalkan pengamatan dengan meminta pasien
membuka mulut lebar-lebar, menjulurkan lidah sambil dipegangi
pemeriksa pada bagian ujungnya. Jika pasien gampang sekali muntah,
berikan anestesi pada palatum dengan menyemprotkan xilocaine
bercampur air perbandingan 1:1 sebelum pemeriksaan dilakukan.
Lakukan pengambilan benda asing menggunakan alat yang tersedia,
seperti klem bengkok, pinset bayonet, dsb.

5. Khusus benda asing di dasar lidah, pengambilan dilakukan dengan


menggunakan kaca tenggorok berukuran besar. Pasien diminta
menjulurkan dan menarik lidahnya sendiri. Tangan kiri pemeriksa
memegang kaca sedangkan kanan memegang cunam untuk
mengeluarkan benda tersebut. Tindakan ini agak sulit dilakukan oleh
dokter layanan primer dan sangat membutuhkan kemahiran. Disarankan
menyemprotkan xilocaine atau obat anestesi sejenis pada pasien sebelum
tindakan agar memudahkan proses pengambilan.

6. Apabila benda asing tidak terlihat dari pemeriksaan orofaring, perkusi


dan auskultasi mulai dari leher hingga dada pasien. Sensasi benda asing
di tenggorok (laring/trakea) dapat dirasakan pasien akibat getaran
perkusi. Melalui auskultasi dapat terdengar suara seperti pneumotoraks
jika benda berukuran cukup besar. Lakukan rontgen pada leher dan dada
untuk memastikan posisi benda asing.

7. Jika hasil inspeksi dan rontgen negatif namun pasien masih merasakan
ketidaknyamanan dalam skala minimal, maka pasien dipulangkan
terlebih dahulu dengan catatan diminta sering minum air dan kembali
lagi setelah 2 hari. Saat pulang berikan antibiotik kepada pasien untuk
mencegah infeksi dari luka yang ditimbulkan benda asing. Apabila
dalam 1 atau 2 hari keluhan memburuk, lakukan rujukan untuk
pemeriksaan endoskopi, laringoskopi direk, dan tindakan lainnya yang
menjadi kompetensi dokter spesialis THT.

2.2.6 Komplikasi
Benda asing organik, seperti tulang mempunyai sifat higroskopik, mudah
menjadi lunak dan mengembang oleh air, serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Di
saluran pencernaan, sebuah benda asing yang bersarang akan ada sedikit efek yang
menyebabkan peradangan lokal sehingga dapat timbul nyeri, perdarahan, jaringan
parut, dan obstruksi, atau mengikis melalui saluran pencernaan.4

2.2.7 Prognosis
Meskipun termasuk kegawatan dalam bagian THT, tetapi prognosis pada
kasus korpus alienum orofaring adalah bonam. Sebagian besar kasus dapat dilakukan
ekstraksi langsung tanpa bantuan anestesi, dengan angka kejadian yang
membutuhkan anestesi umum sekitar 4,4-5,8%. Angka kejadian komplikasi pada
korpus alienum THT dilaporkan hanya 4,5-5,9%.5,6

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Nn. N
 No. MR : 948164
 Umur : 21 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : IRT
 Suku bangsa : Jawa
 Alamat : Muko-Muko
ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berumur 12 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M Djamil
Padang pada hari Sabtu tanggal 11 Juni 2016 dengan :

Keluhan Utama :
Hidung bengkak dan tersumbat yang semakin meningkat sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Hidung bengkak dan tersumbat yang semakin meningkat sejak 2 hari yang
lalu.
 Awalnya keluar darah dari hidung kanan sejak ± 2 minggu yang lalu
kemudian pasien menyumbat hidungnya dengan tissue. Setelah itu pasien
merasa hidungnya semakin lama semakin membengkak.
 Pasien mengeluh semakin susah bernafas sejak 2 hari yang lalu.
 Pasien mengeluhkan keluar ingus berwarna bening, tidak berbau dan
konsistensi encer sejak 1 minggu yang lalu.
 Demam ada dalam 5 hari ini
 Sakit kepala tidak ada
 Riwayat trauma pada hidung sebelumnya disangkal
 Riwayat mencabut bulu hidung disangkal
 Riwayat operasi di hidung disangkal
 Riwayat infeksi (jerawat hidung) disangkal
 Riwayat sakit gigi disangkal
 Riwayat rasa berat dan nyeri di pipi disangkal
 Riwayat hidung berbau penurunan penciuman disangkal
 Riwayat keluar ingus kental warna hijau tidak ada
 Riwayat bersin-bersin >5x bila terpapar debu atau udara dingin disangkal
 Riwayat DM/penyakit kronik lainnya tidak ada
 Riwayat kejang, sakit kepala hebat, dan muntah menyemprot tidak ada.
 Pasien seorang perempuan dengan kehamilan 32 minggu
 Pasien sebelumnya pernah berobat kebidan dengan keluhan hidung bengkak
dan tersumbat, kemudian pasien diberikan obat. Pasien lupa nama obat yang
diberikan. Karena cemas dengan kandungannya, pasien kemudian
berkonsultasi dengan dr Sp.OG, dan kemudian dirujuk ke dr Sp.THT-KL.
Karena keterbatasan fasilitas, pasien dikirim ke RSUP Dr.M. Djamil Padang
dengan diagnosa abses septum nasi dengan gravid 32 minggu.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Tidak pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya.
 Tidak pernah mederita DM/penyakit kronis lainnya
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kebiasaan.
 Pasien seorang ibu rumah tangga.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/ 70
Nadi : 90 x per menit
Napas : 20 x per menit
Suhu ` : 36,8 oC

Pemeriksaan Sistemik
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Wajah : tidak ditemukan kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Paru : simetris, gerakan paru kiri dan kanan sama, napas teratur, vesikular
Jantung : iktus tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi jantung teratur, tidak
ada bising dan bunyi tambahan
Abdomen : tidak tampak membuncit, timpani, bising usus ada dalam batas
normal
Ekstremitas : teraba hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik.
STATUS LOKALIS THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga Kel. tidak ada tidak ada
Kongenital
Trauma tidak ada tidak ada
Radang tidak ada tidak ada
Kel. tidak ada tidak ada
Metabolik
Nyeri tarik tidak ada tidak ada
Nyeri Tekan tidak ada tidak ada
Dinding liang Cukup Ya Ya
telinga Lapang (N)
Sempit tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Edema tidak ada tidak ada
Massa tidak ada tidak ada
Serumen Bau tidak ada tidak ada
Warna Kecoklatan Kecoklatan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis lembek Lembek
membran timpani
Utuh Warna putih mengkilat putih mengkilat
Refleks (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
cahaya
Bulging tidak ada tidak ada
Retraksi tidak ada tidak ada
Atrofi tidak ada tidak ada
Perforasi Jumlah tidak ada tidak ada
perforasi
Jenis tidak ada tidak ada
Kuadran tidak ada tidak ada
Pinggir tidak ada tidak ada
Mastoid Tanda radang tidak ada tidak ada
Fistel tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Nyeri tekan tidak ada tidak ada
Nyeri ketok tidak ada tidak ada
Tes garputala Rinne (+) (+)
512 Hz
Swabach sama dengan pemeriksa sama dengan pemeriksa
Weber tidak ada lateralisasi
Kesimpulan ADS normal
Audiometri tidak dilakukan
Timpanometri tidak dilakukan

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Hidung luar Deformitas tidak ada tidak ada
Kelainan tidak ada tidak ada
kongenital
Trauma tidak ada tidak ada
Radang tidak ada tidak ada
Massa tidak ada tidak ada

Sinus Paranasal
Inspeksi
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan tidak ada tidak ada
Nyeri ketok tidak ada tidak ada

Rinoskopi Anterior
Vestibulum Vibrise ada ada
Radang tidak ada tidak ada
Kavum nasi Cukup lapang (N) N N
Sempit - -
Lapang - -
Sekret Lokasi - -
Jenis - -
Jumlah - -
Bau - -
Konka inferior Ukuran eutrofi eutrofi
Warna merah muda merah muda
Permukaan licin licin
Edema tidak ada tidak ada
Konka media Ukuran eutrofi eutrofi
Warna merah muda merah muda
Permukaan licin licin
Edema tidak ada tidak ada
Septum Cukup lurus/ cukup lurus
deviasi
Permukaan Licin
Warna merah muda
Spina tidak ada
Krista tidak ada
Abses tidak ada
Peforasi tidak ada
Massa Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Cukup lapang (N) cukup lapang cukup lapang
Sempit
Lapang
Mukosa Warna merah muda merah muda
Edema tidak ada tidak ada
Jaringan granulasi tidak ada tidak ada
Konka superior Ukuran eutrofi eutrofi
Warna merah muda merah muda
Permukaan rata rata
Edema - -
Adenoid Ada/ tidak tidak tidak
Muara tuba Tertutup sekret - -
eustachius
Massa Lokasi - -
Ukuran - -
Bentuk - -
Permukaan - -
Post nasal drip Ada/ tidak tidak ada tidak ada
Jenis - -
Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Trismus tidak ada
Uvula Edema tidak ada
Bifida tidak ada
Palatum mole Simetris/ tidak simetris simetris
arkus faring
Warna merah muda merah muda
Edema tidak ada tidak ada
Bercak/ eksudat tidak ada tidak ada
Dinding faring Warna merah muda
Permukaan Licin
Tonsil Ukuran T2 T2
Warna merah muda merah muda
Permukaan licin licin, , tampak
benda seperti
tulang ikan pada
pool atas tonsil
Muara/kripti melebar melebar
Detritus tidak ada tidak ada
Eksudat tidak ada tidak ada
Perlengketan tidak ada tidak ada
dengan pilar
Peritonsil Warna merah muda merah muda
Edema tidak ada tidak ada
Abses tidak ada tidak ada
Tumor Lokasi tidak ada tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies/ radiks tidak ada tidak ada
Kesan gigi geligi baik
Lidah Warna merah muda merah muda
Bentuk Normal normal
Deviasi tidak ada tidak ada
Massa tampak ada tidak ada
Gambar

Panjang tulang: ± 1,5 cm

Laringoskopi indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis Bentuk kubah
Warna merah muda
Edema tidak ada
Pinggir rata/ tidak rata
Massa tidak ada
Aritenoid Warna merah muda
Edema tidak ada
Massa tidak ada
Gerakan simetris
Ventrikular band Warna merah muda
Edema tidak ada
Massa tidak ada
Plika vokalis Warna merah muda
Gerakan simetris
Pinggir medial rata
Massa tidak ada
Subglotis/ trakea Massa tidak ada
Sekret ada / tidak tidak ada
Sinus piriformis Massa tidak ada
Sekret tidak ada
Valekulae Massa tidak ada
Sekret (jenisnya) tidak ada
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.

Diagnosis : Korpus Alienum “tulang ikan” et tonsil sinistra

Terapi :
- Ekstraksi benda asing
- Amoksiklav 3x500 mg
- Evaluasi pasca pengangkatan benda asing

Prognosis :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Bonam

RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)

1. Anamnesis :
 Rasa nyeri dan menusuk di tenggorok sejak 8 jam yang lalu.
 Awalnya pasien sedang makan gulai ikan saat sahur, tiba-tiba terasa ada yang
menusuk dan mengganjal di tenggorok. Karena sedang puasa, pasien
menahan rasa sakit dan tidak ada usaha mengeluarkan tulang ikan yang
tersangkut. Kemudian, setelah berbuka puasa, pasien langsung datang ke RS
Dr. M. Djamil Padang.
 Keluar darah dari mulut tidak ada. Rasa menelan darah atau keluar darah dari
mulut tidak ada
 Kesulitan menelan tidak ada, rasa nyeri dan mengganjal saat menelan ada
 Tersedak, sesak napas, batuk-batuk hebat, wajah membiru tidak ada.
 Keluhan pada hidung tidak ada
 Keluhan pada telinga tidak ada
2. Pemeriksaan fisik :
 Orofaring dan mulut : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T2-T2
tampak benda asing di pool atas tonsil (s), tampak pelebaran muara
kripti,detritus tidak ada, dinding posterior faring berwarna sama dengan
sekitar dan licin.
 Hidung :
o KND : Kavum nasi cukup lapang, sekret tidak ada, KI dan KM
eutrofi, edem (-), hiperemis (-), permukaan licin
o KNS : Kavum nasi cukup lapang, sekret tidak ada, KI dan KM eutrofi,
edem (-), hiperemis (-), permukaan licin
 Telinga :
o AD : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran
timpani utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 5,
serumen ada, sedikit, lembek.
o AS : liang telinga cukup lapang, edem (-), hiperemis (-), membran
timpani utuh, tidak terdapat retraksi, reflek cahaya + pada arah jam 7,
serumen ada, sedikit, lembek.
3. Diagnosis Kerja : Corpus Alienum “tulang ikan” et tonsil sinistra
4. Diagnosis Tambahan : Tonsilitis kronis
5. Diagnosis Banding :-
6. Pemeriksaan Anjuran :-
7. Terapi : ekstraksi benda asing dan evaluasi
8. Prognosis
 Quo ad vitam : Bonam
 Quo ad sanam : Bonam
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 12 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M.


Djamil Padang pada tanggal 11 Juni 2016 dengan keluhan utama rasa nyeri dan rasa
menusuk di tenggorok sejak 12 jam yang lalu. Dari anamnesis selanjutnya
didapatkan pasien mengeluhkan rasa nyeri dan menusuk ini setelah memakan ikan
pada saat sahur. Awalnya pasien sedang makan gulai ikan saat sahur, tiba-tiba terasa
ada yang menusuk dan mengganjal di tenggorok. Berdasarkan pengakuan pasien
tersebut kita bisa memikirkan kemungkinan diagnosis ke arah korpus alienum
orofaring et causa tulang.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkonfirmasi kemungkinan diagnosis
benda asing dalam tenggorok. Pada pasien ini ditemukan dari pemeriksaan orofaring
dan mulut tampak adanya benda asing yang menempel pada pool atas tonsil sinistra.
Benda asing tersebut sangat kecil, tampak tulang ikan halus dengan panjang kira-kira
1,5 cm.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
benda asing fossa tonsilaris. Benda asing / korpus alienum bisa berasal dari luar atau
dalam tubuh. Dalam keadaan normal benda tersebut tidak ada pada rongga orofaring.
Benda asing orofaring bisa terjadi pada tonsil, fossa tonsilaris, pangkal lidah, uvula
maupun dinding posterior faring. Benda asing / korpus alienum merupakan salah satu
dari kasus emergensi di bagian THT dengan angka kejadian cukup tinggi, yakni
sekitar 11% dari total kasus emergensi di bagian THT. Korpus alienum di tenggorok
merupakan kasus korpus alienum yang paling jarang terjadi diantara kasus korpus
alienum lainnya. Benda asing tenggorok menempati urutan ketiga setelah benda
asing di telinga dan hidung. Pada tenggorok kasus benda asing tersering ditemukan
pada orofaring dengan persentase sebesar 83%.
Korpus alienum dapat disebabkan oleh berbagai macam benda, seperti
potongan plastik, pin logam, biji-bijian, kacang-kacangan, tulang, dan koin.
Penyebab tersering adalah sisa makanan seperti tulang ikan dan ayam. Pada kasus ini
korpus alienum disebabkan oleh tulang ikan.
Manifestasi klinis pada pasien dengan korpus alienum di orofaring cukup
beragam tergantung usia, lokasi korpus alienum dan pengaruhnya tersebut terhadap
jalan nafas. Korpus alienum yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas total
merupakan kegawatan dalam bidang THT dan harus dilakukan intervensi segera.
Korpus alienum yang tidak menyumbat jalan nafas atau hanya menyumbat sebagian
biasanya memiliki gejala disfagia, odinofagia, disfonia, dan ada riwayat tersedak.
Pasien-pasien dengan gejala batuk, stridor, atau suara serak yang tidak diketahui apa
penyebabnya juga harus dipikirkan akan adanya korpus alienum di orofaring.
Penegakan diagnosis benda asing orofaring didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dokter harus
menemukan gejala-gejala dari korpus alienum orofaring. Pada pemeriksaan fisik,
perlu dilakukan pemeriksaan oral cavity dan laringoskopi indirek untuk melihat
keberadaan dan lokasi korpus alienum. Pada kasus korpus alienum yang dapat
terlihat dengan mudah melalui pemeriksan fisik, pemeriksaan penunjang tidak lagi
dibutuhkan. Pasien dapat langsung ditatalaksana segera di layanan primer berupa
tindakan ekstraksi oleh dokter umum. Indikasi merujuk pasien dengan korpus
alienum tenggorok menurut American Academy of Phamily Physicians adalah;
korpus alienum yang tidak terlihat dengan jelas, korpus alienum yang membutuhkan
anestesi untuk ekstraksi, serta terdapat tanda gangguan jalan nafas.
Benda asing harus dikeluarkan dalam waktu 24 jam untuk mengurangi
risiko komplikasi baik itu berupa erosi maupun perforasi. Pada kasus benda asing
akibat benda tajam, seperti jarum, tulang, tusuk gigi, umumnya dapat menimbulkan
komplikasi sekitar 35%. Meskipun termasuk kegawatan dalam bagian THT,
prognosis korpus alienum tenggorok adalah bonam. Sebagian besar kasus dapat
dilakukan ekstraksi secara langsung tanpa bantuan anestesi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Emergency Departement Factsheet. Eye Injury (Foreign Body). Victoria


Government Melbourne. Melbourne. 2010: 1.

2. Higo R, Matsumoto Y, IchimuraK, KagaK. Foreign bodies in the aerodigestive


tract in pediatric patients. Auris Nasus Larynx. 2003 Dec;30(4):397-401.

3. Siegel L.G. Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah. Dalam : Adam GL,Boies LR,
Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Edisi 6.Alih
Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology. Jakarta: Penerbit
EGC; 1997. Hal 467-480.

4. Shresta I, Shresta BL, Amatya RCM. Analysis of Ear, Nose and Throat Foreign
Bodies in Dhulikhel Hospital. Kathmandu University medical Journal.2012; Vol
11(2): 4-8.

5. Gandhi P, Sharma S, Gandhi P, Salve R. Epidemiological Profile of Foreign


Bodies seen at tertiary Hospital Emergency unit. International Journal of
Scientific Research.2014; Vol 3: 482-4.

6. Gomes JM, Andrade JSC, Matos RC, Kosugi EM, Penido NO. ENT Foreign
Bodies : Profile of the Cases Seen at a Tertiary Hospital Emergency care Unit.
Braz J. Otolarhyngology. 2013;79(6): 699-703.

7. Heim SW, Maughan KL. Foreign Bodies in the Ear, Nose, and Throat. American
Family Physician. 2007; 76(8): 1187-9.

8. Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA. Sumbatan Laring. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VII. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2012: 221-31.

9. Beahrs, OH, dkk. Pharynx including base of tongue, soft palate and uvula. In:
American Joint Committee on Cancer.: AJCC Cancer Staging Manual. 6th ed.
New York, NY: Springer, 2002.

10. Tiago, RSL, dkk. Foreign body in ear, nose and oropharynx: experience from a
tertiary hospital. Revista Brasileira de Otorrinolaringologia Vol 72 (2). 2006.

11. Wai, PM, dkk. A prospective study of foreign-body ingestion in 311 children.
IntJ PediatrOtorhinolaryngol. Apr 6 Vol 58(1). 2001.

12. Sonkhya,N, dkk. Clinical report Retained, Incarcerated oropharyngeal foreign


bodies. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery Vol. 58
(1). 2006.
13. Soepardi, EA, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi VII. Jakarta: Badan penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2012.

14. Feied C, Smith M, Handler J, Gillam M. Foreign Body in Throat. Common


Simple Emergencies: Longwood Information. Diakses dari
http://www.ncemi.org pada 28 Desember 2015.

15. Munir M, Hadiwikarta A, Hutauruk SM. Trauma Laring. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telingan Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2012: 186-8.

16. Chiu HS, Chung CH. Management of Foreign Bodies in Throat : An Emergency
Department’s Perspective. Hongkong Journal of Emergency Medicine. 2002:
9(3).

17. Munter DW. Gastrointestinal Foreign Bodies in Emergency medicine.


Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/776566-
overview#a0104 pada 16 juli 2011.

Anda mungkin juga menyukai