Anda di halaman 1dari 50

11 januari 2018 [LAPORAN KASUS STROKE]

STROKE

Tugas ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Disusun Oleh :

Aulia Zulham
Syahrial

Pembimbing :
Dr.Reza Prasetyo Sp.An

SMF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LANGSA
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh.

Bismillahirrahmannirrahim, segala puji bagi Allah, Tuhan pemilik alam semesta dan
ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya. Berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “STROKE HEMORAGIC”.

Laporan kasus ini disusun dengan segenap kemampuan yang dimiliki oleh penulis
baik dari ilmu, tenaga, waktu bahkan materi yang tujuannya sebagai salah satu tugas dalam
menjalani kepanitraan klinik senior di bagian/SMF anestesiologi, Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Langsa tahun 2018.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter telah
memiliki kesempatan untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tinjauan
kepustakaan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun.

Wassalamualaikum Wr Wb.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
IDENTITAS PASIEN ................................................................................ 5
PEMBAHASAN ......................................................................................... 18
1. Anatomi Sistem Vaskuler Otak ....................................................... 18
2. Definisi Stroke ................................................................................. 23
3. Epidemiologi .................................................................................... 24
4. Klasifikasi Stroke ............................................................................. 24
5. Faktor Resiko Stroke........................................................................ 30
6. Patogenesis ....................................................................................... 33
7. Gejala Umum Stroke........................................................................ 36
8. Diagnosa Stroke ............................................................................... 45
9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 48
10. Penatalaksanaan ............................................................................... 49
11. Komplikasi dan prognosis Stroke .................................................... 54
12. Pencegahan stroke ............................................................................ 54
KESIMPULAN .......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57

3
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke, yang menyerang kelompok usia di atas 40
tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak
serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif,
atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes
mellitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan muncul
secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ketingkat melampaui batas toleransi
jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain function activity).1

Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Gejala klinik tergantung
lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya bila mengenai daerah pusat penglihatan
maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau gangguan lapangan pandang.

Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,
korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri
vertebralis (arteri basilaris). Jumlah aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) biasanya
dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular
resistance = CVR).2

BAB II
IDENTITAS PASIEN

4
 Nama : Tn. Adam sori
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Umur : 71 tahun
 Alamat : Gampong jawa
 Pekerjaan :-
 Status : Menikah
 Agama : Islam
 No RM :0633585
 Tanggal Masuk :8 Maret 2018

ANAMNESIS ( Alloanamnesis )
Keluhan Utama : kelemahan anggota gerak sebelah kiri SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD kota Langsa denganPasien diantar ke IGD dengan
penurunan kesadaran ,sebelumnya stroke sejak 5 tahun yang lalu dan tidak pernah control.
Mual (-) muntah (-) lemas(+) pusing (+) . Pasien tidak merasakan muntah, dan kejang . BAB
dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit dahulu


Pasien mengaku pernah mengalami stroke ringan sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga
menderita hipertensi SMRS, hipertensi terkontrol dengan berobat secara teratur ke puskesmas.

Riwayat Keluarga
Keluhan yang sama tidak dialami oleh keluarga pasien

Riwayat Pengobatan
Riwayat penggunaan obat Captopril untuk mengontrol hipertensi pasien

Riwayat Psikososial
Pasien mengaku pernah merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol

5
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Somnolen

 Tanda Vital

 - Nadi : 98x/menit, reguler, isi cukup


 - Pernapasan : 20 x/menit, reguler
 - Suhu : 36,8 0C
 - TD : 210 / 170 mmHg

 BB : 78 kg

 TB : 165 cm

 Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

 Hidung : Deviasi septum (-), Sekret (-/-)

 Telinga : Normotia, Sekret (-/-)

 Mulut

o Mukosa bibir kering (+), sianosis (-),

o Lidah : asimetris – deviasi ke kiri, tremor (-)

o Leher : Tidak terlihat pembesaran KGB.

 Thorax :

o Inspeksi :

 Pergerakan dinding dada simetris.

 Retraksi intercostal (-/-).

6
 Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)

o Palpasi :

 Nyeri tekan (+) , tidak teraba massa

 Vokal fremitus dextra-sinistra sama.

 Iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis kiri.

o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

o Auskultasi : Vesikuler + / +, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

 Inspeksi : Supel

 Palpasi

 Nyeri tekan : (+)

 Hepar : Tidak teraba

 Splen : Tidak teraba

 Ballotement :-/-

 Perkusi : Timpani

 Auskultasi : Bising usus (+) N

 Ekstremitas :

 Edema : Negatif

 Akral hangat

 Sianosis : Negatif

7
Thorax
-COR :Membesar(CARDIOMEGALI)
-PULMO :Corakan Vaskuler meningkat ,bercak Infiltrat(-)
Pada paru diafragma DX/SN Normal sinus costopherinicus
DX/SN (Bronkitis)

STATUS NEUROLOGIS
 Kesadaran : Somnolen

 Kuantitatif (GCS) : E2V4M4

 Tingkah laku : Hipoakif

 Perasaan hati : baik

 Orientasi

 (tempat, waktu, orang, sekitar) : baik

 Jalan pikiran : logik

 Kecerdasan : sulit dinilai

 Daya ingat kejadian : tidak baik (+)

 Kemampuan bicara : tidak baik(+)

 Sikap tubuh : tidak baik(+)

 Cara berjalan : Pasien tidak bisa berjalan

8
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

Nervus I (Olfaktorius) Dextra Sinistra

Daya pembau N N

Nervus II (Optikus) Dextra Sinistra

Daya penglihatan N N

Pengenalan warna N N

Medan penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Arteri/vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9
Nervus III (Okulomotorius) Dextra Sinistra

Ptosis - -

Gerak mata ke :

Medial
+ +
Atas + +
+ +
Bawah

Ukuran pupil 2mm 2mm

Bentuk pupil Isokor Isokor

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya konsensuil + +

Refleks akomodatif Tdl tdl

Strabismus divergen Negative negatif

Diplopia Negative negatif

Nervus IV (Trokhlearis) Dextra Sinistra

10
Gerak mata ke lateral bawah + +

Strasbismus konvergen Negatif Negatif

Diplopia - -

Nervus VI (Abdusen) Dextra Sinistra

Gerak mata ke lateral + +

Strasbismus konvergen Negative negatif

Diplopia - -

Nervus V (Trigeminus) Dextra Sinistra

Menggigit + +

Membuka mulut + +

Sensibilitas muka :

Atas + ( menurun) +

Tengah + (menurun) +

Bawah + (menurun +

Refleks kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks bersin Tidak dilakukan Tidak dilakukan

11
Refleks maseter Baik Baik

Trismus Negative negatif

N. VII ( Fasialis ) Dextra Sinitra

Mengerutkan dahi Kerutan dahi + Kerut dahi +


Bersiul - +
Mengedip - +
Meringis Sudut Sudut
nasolabialis (+) nasolabialis (-)
Menutup mata + +
Mengembungkan pipi + -

Lakrimasi Tidak dilakukan


Daya kecap 2/3 ant Tidak dilakukan
R. Aurikulopalpebra Tidak dilakukan
R. Visuopalpebra Tidak dilakukan
Reflex glabella Tidak dilakukan

Nervus VIII (akustikus) Dextra Sinistra

mendengar suara berbisik + +

mendengar detik arloji Tidak dilakukan Tidak Dilakukan

tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12
Nervus IX (Glosofaringeus) Dextra Sinistra

arkus farings Tidak deviasi Tidak deviasi

daya kecap lidah 1/3


Tidak dilakukan Tidak dilakukan
belakang

reflek muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sengau Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tersedak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus X (Vagus) Dextra Sinistra

Arkus farings Tidak deviasi Tidak deviasi

Nadi Reguler reguler

Bersuara
pelo

Menelan + +

13
Nervus XI (Aksesorius) Dextra Sinistra

Memalingkan kepala + +

Sikap bahu + +

Mengangkat bahu + +

Nervus XII (Hipoglosus) Dextra Sinistra

sikap lidah Deviasi kekiri

Artikulasi Terganggu

tremor lidah - -

menjulurkan lidah + +

kekuatan lidah + +

atrofi otot lidah - -

fasikulasi lidah - -

14
MOTORIK
Kekuatan Otot 5 2 (Hemiparase sinistra)

5 4
Tonus : Normal Normal
Normal Normal

Atropi : - -
- -
Klonus
Kaki : -/-
Patella : -/-
Sensorik
Nyeri : Ektremitas Atas : hemihipalgesia dextra
Ekstremitas Bawah : hemihipalgesia dextra
Raba : Ektremitas Atas : hipestesia dextra
Ekstremitas Bawah : hipestesia dextra
Suhu : tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi : baik
Defekasi : baik
Keringat : baik

Fungsi luhur
MMSE : tidak dilakukan

Reflek Fisiologis Refleks Patologis


Reflek bisep : ++/++ Babinski : -/-
Reflek trisep : ++/++ Chaddock : -/-
Reflek brachioradialis : ++/++ Oppenheim : -/-
Reflek patella : ++/++ Gordon : -/-
Reflek Achilles : ++/++ Hoffman Trommer : +/-

15
RESUME PASIEN
Pasien datang ke IGD RSUD kota Langsa denganPasien diantar ke IGD dengan
penurunan kesadaran ,sebelumnya stroke sejak 5 tahun yang lalu dan tidak pernah control.
Mual (-) muntah (-) lemas(+) pusing (+) . Pasien tidak merasakan muntah, dan kejang . BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien mengaku pernah mengalami stroke ringan sejak 5 tahun yang lalu. Pasien juga
menderita hipertensi SMRS, pasien juga mengkonsumsi obat captopril untuk mengontrol
hipertensi pasien.

Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum : Somnolen

 Tanda Vital

 - Nadi : 98 x/menit, reguler, isi cukup


 - Pernapasan : 20 x/menit, reguler
 - Suhu : 36,8 0C
 - TD : 210 / 170 mmHg

Status neurologis :
- N.V sensibilitas sinistra kurang dari dextra

- N.VII sudut nasolabialis asimetris

- N.XII didapatkan deviasi lidah kekiri dan artikulasi terganggu ( disartria )

- Kekuatan otot pada ekstremitas sinistra lebih lemah dibandingkan dengan ekstremitas
dextra

DIAGNOSA
 Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra, hipertensi

 Diagnosis Topis : hemisfer dextra

 Diagnosis Etiologik : susp. stroke non hemoragik

16
PENATALAKSANAAN
 Airway

 Bebaskan jalan nafas; jika diperlukan pasang gudel; kepala dan tubuh dalam
posisi 30º dengan bahu pada sisi lemah diganjal dengan bantal.

 Breathing

 Periksa kadar oksigen, bila hipoksia berikan oksigen 2-4 ltr/mnt.

 Circulation

 Fisioterapi

 Medikamentosa
 ASERING INFUS 20 gtt / i
 Inj. Citicolin 1 A/ 8 jam
 Inj. Ranitidin 1A/ 12 jam
 Inj.Furosemid 1 A/ 12 jam
 Candesartan 1x16mg
 Sohobion 1x1

PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia ad bonam

 Quo ad functionam : Dubia ad bonam

 Quo ad sanantionam : Dubia ad bonam

17
BAB III

PEMBAHASAN

ANATOMI SISTEM VASKULER OTAK 3,4,5

Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system) dan
posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga
komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri intrakranial berdiameter besar dan
arteri-arteri perforantes berdiameter kecil. Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur
dan fungsi yang berbeda, sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut
mempunyai etiologi yang berbeda.

 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai struktur


trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah
kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak dan basis kranium
melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini
lebih tipis daripada pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik
yang lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial
ini lebih kaku daripada pembuluh darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak superfisial maupun
profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery dengan anatomosis yang sangat
terbatas, dan merupakan pembuluh darah resisten.

Sistem anterior (Sistem Carotid)

Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a. innominata
(Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang menjadi a. carotis interna
(ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI terletak lebih posterior dari ACE.
Percabangan a. carotis communis ini sering disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung

18
carotid body yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran
darah, pH arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.

Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh karena
itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus) mampu menyebabkan
paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah.

Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan didaerah bifurkasio
akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang ACE.

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n. optikus dan retina
kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media. Keduanya
bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini
sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a.
choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus choroid, juga
memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula interna bagian
posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan beranastomisis dengan a. choroid
posterior (cabang dari a. cerebri posterior).

Arteri Cerebri Anterior

Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a. cerebri anterior
kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian medial dan distal arteri ini
akan memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum anterior dan a. callosomarginal. Arteri
cerebri anterior mempunyai cabang-cabang kecil yang berupa arteri-arteri perforantes
profunda, arteri-arteri ini sering disebut sebagai arteri medial striata yang bertanggungjawab
terhadap vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula interna bagian anterior limb, comisura
anterior dan juga memvaskularisasi traktus serta kiasma optika. Oklusi arteri-arteri medial
striata ini menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

19
Arteri Cerebri Media

Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus medial dan lantai lobus frontalis
hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-arteri lenticulostriata dipercabangkan dari
bagian proksimal ini.

Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang merupakan


cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri. Arteri ini berfungsi
memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus bagian caput lateral, globus pallidus
dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu arteri lenticulostriata akan menimbulkan
infark lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang
berdekatan.

Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi devisi
superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan lobus
parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian terakhir dari a.
cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan dipercabangkan di permukaan
hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi substansia alba subkortek.

Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)

Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui kanalis transversalis di
columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga cranium akan melalui foramen
magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.

Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan bersatu
menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan a.
labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang
cabang a. cerebri posterior yang memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus
temporalis.

20
Arteri Cerebri Posterior

Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior (ACoP) akan
bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-subthalamik yang akan
memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri posterior akan mempercabangkan a.
thalamogeniculatum dan a. choroid posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi
thalamus. ACP ini setelah berjalan kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang
menjadi devisi anterior (memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum

Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri ini
berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:

 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas cerebellum,


dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang menjadi a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan anterior,
dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau dipercabangkan oleh a. basilaris
tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi permukaan inferior,
dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum bergabung menjadi a. basilaris.

Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sitem
carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:

1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk oleh a. cerebri
media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri posterior kanan dan kiri oleh
a. communicant posterior, sedangkan a. cerebri anterior kanan dengan kiri akan
dihubungkan oleh a. communican anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.

21
Gambar 1: Sirkulus Willis

Arteri yang memvaskularisasi Thalamus

Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.

 Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian, thalamoperforantes,


dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini dipercabangkan dari arteri cereberi
posterior bagian proksimal. Arteri ini memvaskularisasi area thalamus posteromedial,
fasikulus longitudinal medialis, dan nukleus intralaminar.
 Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan tuberothalamik):
Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini memvaskularisasi area
anteromedial dan anterolateral termasuk juga nukleus dorsomedialis, nukleus
retikularis, traktus mamilothalamikus, dan sebagian nukleus ventrolateral.
 Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang dipercabangkan dari
arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa. Lentikulostriata yang
dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini memvaskularisasi nukleus ventro-
postero-lateral (VPL) dan ventro-postero-medial (VPM).
 Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga dipercabangkan oleh a.
cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi thalamus posterior, pulvinar, dan corpus
geniculatum.

Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery, namun


anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi thalamus mempunyai
gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.

22
Gambar 2 dan 3

DEFINISI STROKE

Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebablain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003). tahun merupakan faktor risiko tinggi
terjadinya stroke.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2

23
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju , setelah
penyakit jantung dan kanker .insidensi tahunan adalah 2 per 1000 populasi. Mayoritas stroke
adalah infark cerebral.

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama kecacatan.
Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan
mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-
80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama (Nassisi, 2009)

Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20 kasus per
100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi
pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi
tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang (Qureshi, 2001)

KLASIFIKASI STROKE

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran


klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain:1,2,3

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

24
a. Serangan iskemik sepintas/ TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. RIND ( Reversible Ischemic Neurologi Defisit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
c. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:

a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. 4,5

Gambar 4 Jenis-jenis stroke

25
1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju
ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan
sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.

26
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah
akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral
yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun,
sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang
menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan
mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah
terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir
komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau
reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran
darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah
arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya.
Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada
arteri serebri posterior.

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung


mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum
stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan
pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya mengenai area
perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang

27
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

2. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 6 Stroke hemoragik

Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik
meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian
dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).
Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan
hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan
gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan
lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:

2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)

Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan


parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah
sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang
disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.

28
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer
serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan
pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang
menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh
darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.

Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid
yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy)
melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak
banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor,
peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari
separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari.
Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali,
karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

2.2 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid)


diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan
yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-
tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan
cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum
terjadi pada wanita.

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,


perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai

29
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.

Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di


dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri.
Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika
lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah
tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari
aneurisma sejak lahir.

Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal


antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada
klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri
yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa
kemudian melemah dan pecah.

FAKTOR RISIKO STROKE 5,6

Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai macam
tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang memadai. Pola
hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial
kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Usia

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang
terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya
lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

30
 Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.

 Herediter

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada
kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

 Ras/etnik

Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

 Hipertensi (darah tinggi)


Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen
dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka
jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui,
bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan
aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami

31
gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran,
jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan
pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur).
Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan
obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan
demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

32
Patogenesis
Ada dua bentuk CVA bleeding

1. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid


Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang

33
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.

Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral.

Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

34
Table I. perbedaan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid
GEJALA PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepla Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering local
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

35
GEJALA UMUM STROKE HEMORAGIC

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi
yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana
mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini
penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan
stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.


 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,


mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi
wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya anggota
gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami

36
gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan
mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi
disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya
sumbatan atau perdarahan.3

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara.
Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari satu jam.
Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti
kelumpuhan.

Gejala Stroke Hemoragik

1. Perdarahan Intraserebral 1,2,5


Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir selalu
timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%).
Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah. Walaupun tidak spesifik
dan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke iskemik. Sakit kepala pada
saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien dengan perdarahan lobar,
diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau peregangan struktur intrakranial
superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris
dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada
pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen
supratentorial dan sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan talamus.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke
perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:
1.1 . Perdarahan Putaminal

Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling


sering terjadi. Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik
unilateral yang diikuti abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi

37
mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai
hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemi-inattention.

1.2 . Perdarahan kaudatus

Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu


sebagai perdarahan putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba,
dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik
menunjukan adanya kekakuan leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan
konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka pendek.

1.3 . Perdarahan talamik

Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan


besarnya area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa
yang timbul sangat besar maka perluasan dapat mencapai daerah parietal. Gejala
muntah cukup banyak dijumpai namun sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk
hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom hemisensorik berupa penurunan
sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada
perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang mengakibatkan
kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi
asimetris.

1.4 . Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)

Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan


lesi yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan
oksipital. Perdarahan lobaris berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya
yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis
perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang
terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala
dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata
ipsilateral dan hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan
anggota gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.

1.5 . Perdarahan serebral

38
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi
berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada
saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai
perasaan seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba
tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan daerah bahu,
tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.

1.6 . Perdarahan mesensefalon


Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan
perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak
dicerbelum atau ponds. Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif.
Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau
distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain berupa
kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal
yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.7 . Perdarahan pons

Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan


masuknya darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah
sakit kepala yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang,
menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah
mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral,
dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.

1.8 . Perdarahan medula oblongata


Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih
jarang dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
rasa pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan.
Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk,
hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
2. Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu aneurisma


intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar

39
(yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di
bawah ini : 5

 Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut
sakit kepala thunderclap).

 Nyeri muka atau mata.

 Penglihatan ganda.

 Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera. Pecahnya
bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam hitungan detik.
Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang
yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma
atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa
gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan
bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun.

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan
pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi naik
turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang yang
semakin meningkat.

Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya :

1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa


menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan
cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di
dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa
menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah
dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.

40
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa
kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa
tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa
menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau
kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.

3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.

DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8

1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan
perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2) akan
terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau komplikasi-
komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic,
dan pemeriksaan penunjang.

Dasar Diagnosis 2,3

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau
sewaktu istirahat.

41
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya
penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:

1. Karakteristik gejala dan tanda:


 Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
 Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
 Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
 Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya menyebabkan
sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
 Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
 Apakah onsetnya mendadak?
 Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah progresif
dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan
abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
 Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
 Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
 Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
 Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?

42
 Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan rekreasional
seperti amfetamin).

Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya
lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus mencoba
membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit, menekan
kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi
komunikasi masih baik atau adakah disfasia.

Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan maka


menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek atau kata),
kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya menunjukkan
dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi lapang pandang
atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien
untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk
kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien berupa:

 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara dan
memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki

43
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi sensoris,
dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas pada
bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke tangan
pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang kiri
normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 7,8

Laboratorium

 Pemeriksaan darah rutin


 Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu

Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai
250mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT, CPK,
dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C

44
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada
stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn
oatak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas
indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya
potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography
terutama Transesofagial ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan
ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark
otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan
hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

PENATALAKSAAN 6,7

45
Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang
dapat dilakukan keluarga.

Stroke Hemoragik 7,8

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg
per oral.

46
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30˚,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran
napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah


mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau


tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

47
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS STROKE
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada
perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-
48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam
3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar
dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

PENCEGAHAN STROKE
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

48
BAB IV

KESIMPULAN

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler.

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke.

Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya, yaitu stroke
hemoragik ( perdarahan intraserebral dan perdarahan sub aracnoid) dan stroke non hemoragik
(stroke iskemik). Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam otak,
sedangkan stroke iskemik disebabkan oleh trombolitik atau sumbatan pembuluh darah
sehingga asupan darah ke otak tidak lancar.

Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan prevensi primer,
dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan timbulnya faktor
resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu sehat yang belum
mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi primer dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko
yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah mempunyai
faktor resiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam kurun kurang dari 24 jam.
Tahap prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa seperti antikoagulan atau
antiplatelet, bila perlu dilakuna tindakan bedah seperti Tromboektomi dan Angioplasti +
Stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung dengan gaya hidup sehat dan
mengendalikan faktor resiko secara teratur agar dapat mencegah stroke berulang.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia Press,
2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2009.
10. Taufik M. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM: 2009. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAA
FbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927
[Tanggal: 24 Mei 2010]

50

Anda mungkin juga menyukai