Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Perhitungan mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui jumlah koloni


mikroorganisme tersebut dapat berkembang dalam jangka waktu tertentu dan dengan perlakuan
tertentu, serta mengetahui kecepatan perkembang biakannya. Perhitungan kuantitas
mikroorganisme dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Perhitungan ini dilakukan
untuk mengetahui jumlah sel dalam bakteri massa sel dan kapang. Perhitungan mikroorganisme
dapat dilakukan dengan dua cara yaiu metode MPN dan metode SPC di mana metode SPC ini
meliputi ALT bakteri. (Ali, A., dan Dwiyana, Z: 2004)
Pada prinsipnya tujuan pengujian ALT sampel makanan adalah untuk untuk menentukan
kualitas mikrobiologi sampel makanan padat berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni
bakteri ini diawali dengan membiakan bakteri yang terdapat pada makanan padat pada medium
lempeng. Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan ini selalu mengacu kepada persyaratan
makanan yang sudah ditetapkan. Pada praktikum ini digunakan sampel makanan berupa sempol
yang dibeli di Desa Kebon Agung.

Gambar pengenceran bertingkat.


Pada percobaan perhitungan kuantitas mikroorganisme dilakukan sebuah
pengenceran. Pengenceran dilakukan untuk memberikan perbedaan kosentrasi awal
mikroorganisme pada tiap medium untuk memberikan variasi pertumbuhan nantinya, dimana
terdapat variasi dari kosentrasi yang tinggi hingga kosentrasi yang rendah. (Bibiana : 1994)
Masing-masing hasil tingkat pengenceran yaitu 10-1 , 10-2 , 10-3 , 10-4 , 10-5 , 10-6 diambil 1
ml untuk dipercikan diatas permukaan medium lempeng. Setelah cawan petri ditutup, cawan
petri diputar-putar sehingga percikan sampel merata pada permukaan medium lempeng. Setelah
rata sampel biakan tersebut kemudian diinkubasikan pada suhu 37º C, dan ditunggu selama 1 x
24 jam. Setelah 24 jam sampel diamati dan dilakukan perhitungan Angka Lempeng Total koloni
bakteri dengan menggunakan colony counter.
Perhitungan jumlah koloni bakteri didapatkan: 44 koloni pada tingkat pengenceran 10-1,
4 koloni pada tingkat pengenceran 10-2, 12 koloni pada tingkat pengenceran 10-3, 1 koloni pada
tingkat pengenceran 10-4, 2 koloni pada tingkat pengenceran 10-5, dan 3 koloni pada tingkat
pengenceran 10-6. Dari hasil yang diperoleh dihitung Angka Lempeng Total koloni bakteri
dengan mempertimbangkan tingkat pengenceran yang ada.
Menurut Buckle (1987) penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan
menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni
akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni . Berdasarkan hasil
hitungan total koloni tersebut terdapat 1 pengenceran yang menghasilkan jumlah koloni antara
30 sampai 300,yaitu pengenceran 10-1 .
Untuk menentukan layak atau tidak layaknya suatu bahan makanan untuk dikonsumsi,
maka harus dicocokkan dengan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan
POM. Pada tabel ketentuan dari Badan POM dapat dilihat batas minimal koloni yang digunakan
untuk menentukan kelayakan makanan dikonsumsi. Sempol yang digunakan sebagai sampel
penelitian termasuk dalam ketentuan bahan makanan nomor 58, yaitu “golongan daging olahan
dan daging ayam olahan (bakso, burger, sosis dan naget). Golongan ini memiliki batas
maksimal jumlah koloni 1 x 105 cfu/g. Berdasarkan hasil hitungan ALT koloni di dapatkan angka
4,4 x 103 cfu/g atau kurang dari batas maksimal yang ditentukan oleh Badan POM. Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa sempol yang dibeli di Desa Kebon Agung tersebut layak konsumsi.
Hal tersebut diduga karena beberapa faktor meliputi kebersihan lingkungan produksi,
kebersihan alat produksi dan penyajian sempol , kebersihan dan kesegaran bahan baku
pembuatan sempol, sehingga angka cemaran mikroba dalam sempol menjadi kecil. Selain
lingkungan yang bersih, nilai ALT yang redah juga disebabkan oleh waktu pengambilan sampel
yang dilakukan pada pagi hari dan setelah diakukan proses penggorengan. sehingga sempol
tersebut dalam kondisi yang bersih setelah proses pemasakan.
Adapun syarat-syarat tempat pengolahan makanan/dapur yang baik antara lain, seperti:
harus tersedia persediaan air yang cukup dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Syarat
kesehatan yang dimaksud diantaranya adalah tempat pengolahan harus selalu bersih, terlindung
dari insekta dan binatang pengerat lainnya (Depkes RI, 1991). Menurut Fardiaz (1993), koloni
yang tumbuh menunjukkan jumlah seluruh mikroorganisme yang ada di dalam sampel, seperti:
bakteri, kapang dan khamir.
Produk pangan merupakan produk yang tidak dapat lepas dari keseharian masyarakat.
Pengujian sampel makanan penting untuk dilakukan guna menjaga keamanan produk dengan
mengacu kepada persyaratan makanan yang sudah ditetapkan oleh BPOM RI. ALT yang ada di
bawah batas maksimum suatu sampel makanan merupakan salah satu syarat suatu makanan
layak dikonsumsi ataukah tidak. Hal tersebut dikarenakan pangan dapat menjadi beracun karena
telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak
selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan
manusia. Jika jumlah koloni bakteri yang mencemari suatu makanan melebihi jumlah batas
maksimum ALT maka makanan tersebut tidak layak dikonsumsi (BPOM RI: 2008).
Makanan yang tidak layak konsumsi merupakan makanan yang tidak memenuhi standar
mutu pangan yang telah ditentukan. Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan
bahwa standar mutu pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang
mutu pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan
kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta aspek
lain yang terkait. Standar mutu pangan tersebut mencakup baik pangan olahan, maupun pangan
yang tidak diolah. Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi pangan
mencakup berbagai persyaratan keamanan pangan, gizi, mutu, dan persyaratan lain dalam rangka
menciptakan perdagangan pangan yang jujur, misalnya persyaratan tentang bahan olahan dan
pemasaran
Meskipun begitu hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme
dari lingkungan sekitarnya (yaitu udara, air, tanah, debu, kotoran, bahan organik yang telah
busuk). Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat
sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari
penyimpanannya (Buckle: 1987). Tetapi seperti yang telah disebutkan diatas, apabila jumlah
mikroba misalnya bakteri telah melampaui ambang batas maksimal yang telah ditentukan maka
akan memberikan dampak berupa timbulnya gejala seperti pusing, gangguan pencernaan,
muntah, berak-berak dan demam. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes
(Salmonella typhii), kolera (Vibrio cholerae), disentri (Shigella dysenteria). Oleh karena itu,
konsumen seharusnya memilih makanan dengan kualitas yang baik, yang dapat dilihat dari lulus
standar uji BPOM hingga kemasan yang baik.

KESIMPULAN

1. Dari hasil yang diperoleh dihitung Angka Lempeng Total koloni bakteri dengan
mempertimbangkan tingkat pengenceran yang ada maka diambil nilai hasil hitungan ALT
koloni di dapatkan angka 4,4 x 103 cfu/g pada tingkat pengenceran 10-1 yaitu 44 koloni.
2. Berdasarkan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan POM. Pada
tabel ketentuan dari Badan POM dapat dilihat batas minimal koloni yang digunakan
untuk menentukan kelayakan makanan dikonsumsi. Sempol yang digunakan sebagai
sampel penelitian termasuk dalam ketentuan bahan makanan nomor 58, yaitu “golongan
daging olahan dan daging ayam olahan (bakso, burger, sosis dan naget). Golongan ini
memiliki batas maksimal jumlah koloni 1 x 105 cfu/g. Berdasarkan hasil hitungan ALT
koloni di dapatkan angka 4,4 x 103 cfu/g atau kurang dari batas maksimal yang
ditentukan oleh Badan POM. maka sempol yang dibeli di Desa Kebon Agung tersebut
layak konsumsi.

Ali, A., dan Dwiyana, Z.2004.Mikrobiologi Dasar. Tim Proyek Program Semi-Que Jurusan FMIPA
UNM:Makassar.

Badan POM RI. 2009. Regulasi Pangan BPOM No HK.00.06.1.52.4011. (Online),


(http://codexindonesia.bsn.go.id/uploads/download/Regulasi%20Pangan%20BPOM%20No%20H
K.00.06.1.52.4011.pdf), diakses tanggal 21 Maret 2017)
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Bibiana W.L.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.Raja Grapindo Persada:Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan dan Minuman. Jakarta:
Depkes RI Press

Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Undang-Undang Pangan Tahun 1996

Anda mungkin juga menyukai