Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN NY.

S DENGAN CHRONIC
KIDNEY DISEASE ON HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA

Laporan case conference ini ditujukan sebagai laporan akhir stase Keperawatan
Medikal Bedah

Disusun oleh :
Devi Adia 41181095000016
Diana Zaen 411810950000
Dini Khaerani 411810950000
Dita Retno Wulandari 41181095000020
Dwi Restarina 41171095000020

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMUKESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JANUARI/ 2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Sistematika Penulisan

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh
larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem kemih
(urinaria) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin dan
menyalurkannya keluar tubuh.
Ginjal adalah organ yang
terbentuk seperti kacang berwarna
merah tua, panjangnya sekitar 12,5
cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang
lebih sebesar kepalan tangan).
Setiap ginjal memiliki berat antara
125 sampai 175gram pada laki-laki
dan 115 sampai 155 gram pada
perempuan.

Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupan unit


pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular
(kapilar) dan satu komponen tubular.
a. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerulus dan kapsul
bowman bersama-sam membentuk sebuah korpuskel ginjal.
b. Lapisan viseral kapsul bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-
sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit yaitu sel-sel epitel
khusus disekitar kapilar.
1) Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar
glomerulus melalui beberapa prosesus primer panjang yang
mengandung prosesus sekunder yang disebut prosesus kaki atau
pedikel.
2) Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang
sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel
yang berinterdigitasi disebut filtration slits (pori-pori dari celah)
yang lebarnya sekitar 25 cm nm.
3) Berier filtrasi glomerulus adalah barier jaringan yang yang
memisahkan darah dalam kapilar glomerulus dari ruang dalam

2
kapsul bowman. Barier ini terdiri dari endotelium kapilar,
membran dasar (lamina basalis) kapilar.
c. Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel
ginjal.
1) Pada kutub vaskular korpuskel ginjal., areriol aferen masuk ke
glomerulus dan arteriol aferen keluar dari glomerulus.
2) Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi
aliran yang masuk ke tubukus kontortus proksimal.
d. Tubulus kontortus proksima, panjamgnya mencapai 15 nm dan sangt
berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus terdapatsel-
sel epitelial koloid.
e. Ansa henle. Tobulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk
lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa henle.
1) Nefron korteks terletak dibagian terluar .
2) Nefron jukstamedular terletak di dekat medulla.
f. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 nm
dan membentuk segmen terakhir nefron. Tubulus dan duktus
pengumpul karena setiap tubulus pengumpul berdesenden dikorteks,
maka tubulus tersebut akan mengalir sejumlah tubulus kontortus distal.
g. Lapisan viseral kapsul bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-
sel lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit yaitu sel-sel epitel
khusus disekitar kapilar.
1) Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar
glomerulus melalui beberapa prosesus primer panjang yang
mengandung prosesus sekunder yang disebut prosesus kaki atau
pedikel.
2) Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang
sama dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel
yang berinterdigitasi disebut filtration slits (pori-pori dari celah)
yang lebarnya sekitar 25 cm nm
3) Berier filtrasi glomerulus adalah barier jaringan yang yang
memisahkan darah dalam kapilar glomerulus dari ruang dalam
kapsul bowman. Barier ini terdiri dari endotelium kapilar,
membran dasar (lamina basalis) kapilar.
h. Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel
ginjal.
1) Pada kutub vaskular korpuskel ginjal., areriol aferen masuk ke
glomerulus dan arteriol aferen keluar dari glomerulus.
2) Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi
aliran yang masuk ke tubukus kontortus proksimal.

3
i. Tubulus kontortus proksima, panjamgnya mencapai 15 nm dan sangt
berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus terdapatsel-
sel epitelial koloid.
j. Ansa henle. Tobulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk
lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa henle.
1) Nefron korteks terletak dibagian terluar
2) Nefron jukstamedular terletak di dekat medulla.
k. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 nm
dan membentuk segmen terakhir nefron. Tubulus dan duktus
pengumpul karena setiap tubulus pengumpul berdesenden dikorteks,
maka tubulus tersebut akan mengalir sejumlah tubulus kontortus distal.

Fungsi ginjal adalah


a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, dan
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.

Jaringan ikat pembungkus, setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan


ikat.
a. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan
ginjal pada struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b. Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terletak yang terbungkus
fsaia ginjal. Jaringan ini membatali ginjal dan membantu organ tetap
pada posisinya.
c. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang
langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.

Struktur Nefron
Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupan unit
pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular
(kapilar) dan satu komponen tubular. Glomerulus adalah gulungan kapilar
yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman.
Glomerulus dan kapsul bowman bersama-sam membentuk sebuah
korpuskel ginjal.

4
Ureter
Terdiri dari 2 saluran
pipa masing-masing
bersambung dari ginjal ke
vesica urinaria. Panjang ±25-
30 cm dengan penampang
0,5 cm. ureter sebagian
terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis P:
10- 12 inci. Fungsi :
Menyalurkan urine ke vesica
urinaria

Vesika Urinaria
Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat dibelakang simfisis
pubis dandidepan rektum. Pada perempuan terletak agak dibawah uterus
didepan vagina. Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dengan
lipatan-lipatan peritoneum kondensasi fasia. Dinding kemih terdiri dari 3
lapisan.
a. Serosa adalah lapisan terluar merupakan perpanjangan lapisan
peritoneal rongga abdominopelvis dan hanya ada dibagian atas pelvis.
b. Otot destrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-
berkas otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut.
c. Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak dibawah mukosa
dan menghubungkannya dengan muskularis.
d. Mukosa adalah lapisan terdalam merupakan lapisan epitel yang
tersusun dari epitelium transsisonal. Pada kandung kemih yang relaks.
e. Trigonum adalah area halus, trigular, dan relatif tidak dapat
berkembang yang terlentak secara Internal dibagian dasar kandung
kemih

Uretra
Secara berkala, kandung kemih dikosongkan. Urin dikeluarkan
keluar tubuh melalui uretra. Uretra wanita berbentuk pendek dan lurus
langsung dari leher kandung kemih keluar tubuh. Uretra pria jauh lebih
panjang dan melengkung melewati kelenjar prostat dan penis. Uretra pria
mempunyai dua fungsi, yaitu sebagi saluran untuk mengeluarkan urin dan
saluran untuk semen\

5
2. Definisi Chronic Renal Disease (CKD)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Smeltzer, 2010). Gagal ginjal Kronik ditentukan
dengan 2 kriteria yaitu pertama, kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan disertai kelainan structural maupun fungsional dengan atau tanpa
penurunan LFG yang bermanifestasi adanya kelainan patologis dan
terdapat tanda kelainan pada ginjal yang berupa kelainan pada komposisi
darah, urin atau kelainan pada tes pencitraan (imaging tests). Kedua, LFG
kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (KDIGO, 2013). Data mengenai penyakit ginjal
didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Indonesian
Renal Registry (IRR), dan sumber data lain. Riskesdas 2013
mengumpulkan data responden yang didiagnosis dokter menderita
penyakit gagal ginjal kronis, juga beberapa faktor risiko penyakit ginjal
yaitu hipertensi, diabetes melitus dan obesitas. Hasil Riskesdas 2013,
populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar
0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-
negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%.
Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang
terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru
terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir.
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%),
prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak
bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%),
dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-
masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi
Utara masing-masing 0,4 % (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Hasil systematic review dan metaanalysis yang
dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global GGK
sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, GGK
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan
meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di
Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua
pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.

6
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR)
kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Kidney Disease
Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline
for the Evaluation and Management) (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI, 2017)

3. Derajat Progresivitas
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih
tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.
Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 dengan penurunan berat
fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005). Hal ini
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Derajat dan Progresivitas Gagal Ginjal Kronik (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Persistent albuminuria categories
description and range
AI A2 A3
Normal to
Moderately Severely
midly
increased increased
increased
30-300 >300
<30 mg/g
mg/g mg/g
<3
3-30 >30
mg/mmol
mg/mmol mg/mmol
G1 Normal or high 790 1 if CKD 1 2
G2 Midly decreased 60-89 1 if CKD 1 2
Midly to moderately
G3a 45-59 1 2 3
decreased
GFR
category Moderately to
G3b 30-44 2 3 3
severely decreased
4+
G4 Severely decreased 15-29 3 3
G5 Kidney failure <15 4+ 4+ 4+
Keterangan: GFR dan albuminuria menggambarkan risiko progresivitas sesuai warna (hijau,
kuning, ranye, merah, merah tua). Angka di dalam kotak menunjukkan frekuensi monitoring/tahun
yang ianjurkan. (Sumber: KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management)

7
4. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
b. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
d. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
f. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
g. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah
(hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika
urinaria dan uretra).

Menurut Marlene Hurst (2008) penyebab GGK antara lain (Hurst, 2008):
a. Penyakit Sistemik
Diabetes mellitus, hipertensi, glomerulonephritis kronik,
pyelonephritis, obstruktif saluran kemih, penyakit ginjal polikistik,
penyakit vascular, infeksi, pengobatanm agen toksik yang merusak
pembuluh darah kecil ginjal yang meningkatkan produk metabolic.
Penyebab penyakit GGK bermacam-macam, menurut Perhimpunan
Nefrogi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 dua penyebab utama paling
sering adalah penyakit ginjal hipertensi (35%) dan nefropati diabetika
(26%). Penyakit ginjal hipertensif menduduki peringkat paling atas
penyebab GGK. Penyebab lain dari GGK yang sering ditemukan yaitu
glomerulopati primer (12%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronik
(7%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik
(1%), tidak diketahui (2%) dan lain-lain (6%).
1) Glomerulonefritis
Glomerulonephritis adalah inflamasi akut glomerulus yang
dapat memicu penyakit kronik, dimana kapiler glomerulus menjadi
inflamasi sehingga ginjal tidak dapat memfilter urin (Hurst, 2008).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis

8
sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain
seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma
multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik
glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara
kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti
dialisis (Sukandar, 2006).
2) Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam
Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes
melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih
banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan,
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar
glukosa darahnya (Waspadji, 1996).
3) Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat
antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
4) Polikistik Ginjal
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi
cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista.
Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua
ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering
didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena
sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga
istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit
ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998).

9
5) Systemic lupus erythematosus (SLE): antibody yang merusak
glomerulus dan tubulus ginjal
6) Agen environmental seperti: kadimum, merkuri, dan chromium (toksin
menigkat pada tubuh dan merusak ginjal)
7) Idiopatik (penyebab tidak diketahui).

5. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab
pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan
terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal
ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi
dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya
adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi
vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam
mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang
akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang
yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin
sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi
anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak
bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi
dengan memeriksa clearence cretinine urine tamping 24 jam yang
menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema,
CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin
angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi
natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic
yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi
sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi
eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai

10
dengan keletihan, angina dan sesak nafas. Ketidakseimbangan kalsium dan
fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka
fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya,
kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal
ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya
perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).

6. Manifestasi Klinis
Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda,
bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih
asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat dengan jelas
pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan
seperti badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat
badan mulai dirasakan pasien (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Pasien mulai merasakan gejala dan tanda uremia
yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang dari 30%. Penderita gagal
ginjal kronik akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sesuai dengan
tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia penderita.
Penyakit ini akan menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh
anatara lain:
a. Manifestasi kardiovaskular:
Hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial, edema pulmonal
b. Manifestasi dermatologis
Kulit pasien berubah menjadi putih seakan-akan berlilin
diakibatkan penimbunan pigmen urine dan anemia. Kulit menjadi
kering dan bersisik. Rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Pada
penderita uremia sering mengalami pruritus. Gatal sering mengganggu
pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan
dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka
dan dinamakan urea frost
c. Manifestasi gastrointestinal:

11
Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal. Mual dan muntah sering
merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh
flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang
setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
d. Perubahan neuromuscular: Perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkosentrasi, kram otot, foot drop
e. Perubahan hematologis: Kecenderungan perdarahan.
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94
CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang
terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
f. Manifestasi neurologi: sakit kepala, kelemahan umum, lebih mudah
mengantuk, rasa panas pada tungkai, kejang, karakter pernapasan akan
menjadi kussmaul dan terjadi koma
g. Manifestasi reproduktif: amenore, atropi testikuler, impotensi,
infertilitas
h. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit,
peningkatan resiko infeksi.
i. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
j. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
k. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
l. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan GGK dibagi dalam dua tahap yaitu penanganan
konservatif dan terapi pengganti ginjal dengan cara dialsis atau
transplantasi ginjal atau keduanya. Penanganan GGK secara konservatif
terdiri dari tindakan untuk menghambat berkembangnya gagal ginjal,
menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati setiap faktor yang reversible.

12
Ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan
kehidupan pasien pada hal ini terjadi penyakit ginjal stadium akhir satu-
satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermiten atau
transplantasi ginjal (Wilson, 2006). Beberapa tindakan konservatif yang
dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Diet protein
Pada pasien GGK harus dilakukan pembatasan asupan protein.
Pembatasan asupan protein telah terbukti dapat menormalkan kembali
dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah protein
mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi
glomerulus, tekanan intraglomerulus dan cidera sekunder pada nefron
intak (Wilson, 2006). Asupan protein yang berlebihan dapat
mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan
aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan
progresifitas perburukan ginjal (Suwitra, 2006).
b. Diet Kalium
Pembatasan kalium juga harus dilakukan pada pasien GGK
dengan cara diet rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan
yang mengandung kalium tinggi. Pemberian kalium yang berlebihan
akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh. Jumlah
yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.
Makanan yang mengandung kalium seperti sup, pisang, dan jus buah
murni (Wilson, 2006).
c. Kebutuhan cairan
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati pada GGK.
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, edem dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal
(Wilson, 2006).

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik


menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
a. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
1) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses),
Beta Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate
(Lopressor).
2) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).
3) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.

13
4) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren
Sulfanat.
5) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
6) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
7) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat,
kalsium asetat, alumunium hidroksida.
8) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
9) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
b. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B
dan C, diet tinggi lemak dan karbohirat
c. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
d. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium),
fenitonin (dilantin).
e. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV
atau SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-
testoteron).
f. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut
dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
(Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah
ke dalam dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2
komparten yang terpisah yaitu komparetemen darah dan
komparetemen dialisat yang dipisahkan membran semipermeabel
untuk membuang sisa-sisa metabolism (Rahardjo et al, 2006).
Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain. Hemodialisis dilakukan 3
kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner dan
Suddarth, 2001). Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat
untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi
terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi
tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%

14
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis
untuk penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari
(Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2009). Pertukaran cairan terakhir
dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalaman (Wilson, 2006). Terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetic disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indikasi non-medik yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri, dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih
disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan
transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang
ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang
memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal ini
membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih
oleh pasien (Wilson, 2006). Pertimbangan program transplantasi
ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

B. Hemodialisa
1. Definisi

15
Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang
berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa
metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawks, 2005; Ignatavicius,
2006). Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan
HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K
>6,5 mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
11) Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu
dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

2. Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis


Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah,
2) kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser).
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran
tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan.
Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke

16
pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis

(pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).

3. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD
adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun
dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi
intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler.
Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat.
Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(HID) (Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi HD dapat dibedakan
menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2007).
a. Komplikasi Akut

17
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit
punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007;
Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi
adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi
saat HD atau HID (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebih terapi antihipertensi,
infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak


adekuat

Reaksi alergi Reaksi alergi dialiser, tabung, heparin, lateks

Aritmia Gngguan elektrolit perpindahan cairan yang terlalu


cepat, obat antiaritmia yang terdialisis

Kram otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit

Emboli udara Udara memasuki sirkulasi darah

Dialysis disequilibrium Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel


menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral,
penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

Masalah pada
dialisat/kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal

Kontaminasi fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus,


gejala neurologi, aritmia

Kontaminasi Demam, menggigil, hipotensi oleh karena


bakteri/endotoksin kontaminasi dialisat

b. Komplikasi Kronik
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah penyakit jantung,
alnutrisi, hipertensi, anemia, renal osteodistrofi, neuropati, disfungsi
reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi,
amiloidosis (Bieber dan Himmelfarb, 2013).

4. Peran Perawat dengan Pasien Hemodialisa


Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, pelayanan
kesehatan dituntut untuk dapat memfasilitasi pasien agar mendapatkan
kondisi kesehatan yang optimal. Perawat sebagai bagian yang integral dari

18
tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan
terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal bagi pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis dengan cara memberikan asuhan keperawatan
yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio-psiko-sosio dan
spiritual (Potter & Perry, 2005).
Peran perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita
gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis sangatlah besar
diantaranya mengkaji adanya tanda dan gejala depresi, mengkaji dan
mengefektifkan sumber-sumber pendukung, melakukan pendampingan
dan mempertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehingga
pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan, menunjukkan rasa
menghargai dan menerima pasien tersebut, memberikan pujian pada setiap
hal yang positif yang dilakukan pasien dalam menjalani perawatan.
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi
rujukan untuk konseling psikiatri (Doenges, Townsend, & Moorhouse,
2006). Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk menciptakan
suasana penerimaan dan pemahaman keluarga terhadap penderita gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2002).
Perawat dapat melakukan intervensi dengan cara memberdayakan orang-
orang terdekat pasien dalam hal ini keluarga untuk menjadi support system
yang efektif agar dapat senantiasa memberikan dukungan dan bantuan
yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan kondisi
kesehatannya

C. Neoplasma Ovarium Kista (NOK)


1. Definisi
Neoplasma Ovarium Kistik adalah bentuk padat atau kista yang
dapat tumbuh secara alami. Tumor ovarium biasanya asimtomatis sampai
mereka besar yang dapat menyebabkan tekanan pada pelvic ini
merupakan deteksi dini dari keganasan.

2. Klasifikasi
a. Benigna
1) Kistik
a) Non Neoplastik: Folikel, Lutein, Stein Levental,
Endometrial, Peradangan tuba ovarial, Inclusion Germinal
b) Neoplastik: Cystadenoma Mucinosium, Cystadenoma
Serosum, Dermoid
2) Solid: Fibroma, Lymphangioma, Mesothelioma,
Osteochondroma, Brenner
b. Maligna
1) Kistik

19
2) Solid
3) Tumor maligna yang lain (jarang ditemukan): Teratoma,
Chorionephithelioma, Sarkoma, Lymphoma, Melanoma
4) Tumor dengan potensi endokrin (Malignitas Rendah):
Dysontogenik, Tumor sisa adrenat, biasanya mengadakan
virilisasi, Adenoma sel hilus, pengaruhnya virilisasi

Pembagian Kista Ovarium berdasarkan lokalisasi, antara lain:


a. Kista Bebas (Pendunculata)
1) Gerakan bebas
2) Batas jelas
b. Kista Intraligamentair
1) Letaknya diantara dua ligamentum latum
2) Gerakan terbatas
3) Tampak pembuluh darah yang bersilangan antara satu sama lain
c. Kista Pseudo Intraligamentair
1) Letaknya diluar ligamen latum
2) Gerakan terbatas karena perlekatan
3) Gambaran pembuluh darah biasa

2. Etiologi
Sampai sekarang penyebab dari kistik ovarium belum ditemukan
secara pasti, tetapi beberapa pendapat para ahli menyebutkan bahwa
individu yang mempunyai riwayat heriditor menghidap tumor
prosentasenya lebih tinggi dari pada yang tidak mempunyai riwayat tumor.
Mengenai terjadinya Kista ada dua teori. Disebabkan oleh karena
perkembangan yang tidak sempurna pada akhir Stadium Glastomer.
Tumor ini berasal dari perkembangan sel telur yang tidak dibuahi dalam
ovarium.

3. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul merupakan asosiasi dari penekanan meliputi
konstipasi, sering kencing, terasa penuh diperut dan terasa berat nyeri
pada saat defekasi dan dispareunia ( nyeri waktu koitus ). Nyeri akut
biasanya terjadi pada saat menstruasi, perutnya membesar dan pakaiannya
tidak muat / cukup. Umumnya mereka hamil, gejala akhir meliputi
distensi abdominal dengan dyspnea, edoma perifer dan anorexia. Nyeri
pelvis muncul sebagai gejala lanjut, jika tumor ovari tumbuh secara cepat
dan jika tumor memproduksi hormon akan mempengaruhi menstruasi
menjadi irreguler dan efek maskulin atau feminin.

4. Patofisiologi

20
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan
pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple
dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, HCG menyebabkan kondisi yang
disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi
dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertai dengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat
tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam
ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat
berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan
paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan
ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang
lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel
granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.

5. Komplikasi
a. Torsi: Faktor yang menyebabkan torsi bermacam – macam, yaitu
penting adalah faktor faktor dari tumor sendiri, gerakan yang
sekonyang – konyang dan gerakan peristaltik dari usus.
b. Ruptur dari kista: Hal ini jarang terjadi, tetapi dapat terjadi secara
spontan atau oleh trauma. Pada kedua-duanya disertai gejala sakit,
mual dan muntah.
c. Superasi dari kista: Kista Dermoid lebih sering dikenal radang,
mungkin karena isinya yang merangsang atau mungkin pula berat
tumornya yang dapat mengganggu peredaran darah, gejala –
gejalanya seperti pada peradangan biasanya, yaitu : sakit, nyeri

21
tekanan, perut tegang, demam dan leukositosis, kalau dibiarkan bisa
terjadi peritonitis.
d. Perubahan Keganasan: Dari suatu tumor kistik benigna dapat terjadi
keganasan lebih kecil dibandingkan dengan jenis serosum. Biasanya
bila terjadi keganasan, berupa Ca. Epidermoid, kadang – kadang
berbentuk sarcoma.

6. Pemeriksaan Diagnostic
a. Laparoscopi : Untuk mengetahui apakah sebuah Tumor berasal dari
uterus, dari ovarium atau tidak dan untuk menentukan sifat-sifat
tumor tersebut.
b. Ultrasonografi: Untuk menentukan letak tumor dan batasnya, apakah
tumor berasal di uterus, ovarium atau dari blader, apakah , tumor
kistik atau soli dan dapat dibedakan antara cairan dalam rongga perut
yang bebas dan yang tidak.
c. Parasentesis : Pungsi pada ascites berguna untuk menentukan sebab
ascites, perlu diingat bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonea dengan kista dengan dinding kista tertusuk.

7. Penatalaksanaan
Satu-satunya pengobatan untuk neoplasma dari ovarium adalah
operasi. Jenis dan luasnya operasi tergantung pada jenis usia wanita dan
perlu atau tidaknya wanita hamil lagi, sebaiknya isi kista segera dibuka,
sebelum perut ditutup kembali. Pada wanita yang lebih tua ( lebih dari 40
tahun ) jalan yang baik adalah hysterectomy totalis dan salping –
oophorectomy bilateral walaupun tidak ada tanda-tanda keganasan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Demografi: Lingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri,
kromium dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal
kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih
banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit
peradangan, vaskuler hipertensif, gangguan saluran penyambung,
gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik
dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga: Riwayat penyakit vaskuler hipertensif,
penyakit metabolik, riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional

22
1) Pemeliharaan kesehatan: Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D,
antacid, aspirin dosis tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik,
konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein,
kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula darah
tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolic: Perlu dikaji adanya mual, muntah,
anoreksia, intake cairan inadekuat, peningkatan berat badan cepat
(edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan
diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan: Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise,
keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur: Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif: Rasa panas pada telapak kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan tingkat kesadaran,
nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada malam
hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur,
kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki,
kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri: Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan,
tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual: Penurunan libido, amenorea, infertilitas,
impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung

23
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
6) Leher : distensi vena jugularis
7) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema
pulmoner, friction rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Urine: Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada; Warna, secara abnormal urine keruh mungkin
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat;
Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat); Klirens kreatinin, mungkin menurun; Natrium,
lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi
natrium; Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah: Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr; Sel darah merah, menurun pada defesien
eritropoetin seperti azotemia; GDA, pH menurun, asidosis metabolik
(kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun; Kalium, peningkatan
sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan); Magnesium fosfat meningkat; Protein (khusus
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau
sintesa karena kurang asam amino esensial; Osmolaritas serum: lebih
beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
g. Pemeriksaan radiologik
1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
2) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa

24
3) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
5) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
7) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
8) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
9) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
10) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan, mual,
muntah.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
malnutrisi, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas

25
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hipervolemia berhubungan NOC : NIC :
dengan kegagalan mekanisme 1. Electrolit and acid base balance Fluid management
regulasi dibuktikan dengan 2. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika
asites diameter 3. Hydration diperlukan
abdomen=110cm, pitting edema 2. Pertahankan catatan intake dan
tungkai derajat 2, HB: 9,8g/dl, Kriteria Hasil: output yang akurat
Ht: 32%, Balance cairan: +50 1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu 4. Monitor hasil lAb yang sesuai
3. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+) dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
Definisi : peningkatan volume 4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung osmolalitas urin )
cairan intravaskular, interstisial, dan vital sign dalam batas normal 5. Monitor status hemodinamik
dan intraseluler 5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan termasuk CVP, MAP, PAP, dan
6. Menjelaskanindikator kelebihan cairan PCWP
6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
8. Kaji lokasi dan luas edema
9. Monitor masukan makanan / cairan
dan hitung intake kalori harian
10. Monitor status nutrisi
11. Kolaborasikan pemberian diuretik
sesuai indikasi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan
hiponatrermi dilusi dengan serum Na
< 130 mEq/l
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe

20
intake cairan dan eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko
dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik
dan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik
infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari odema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan
output urin

2 Defisit nutrisi berhubungan NOC : NIC :


dengan kurangnya asupan 1. Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
makanan, mual, muntah 2. Nutritional Status : nutrient Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
dibuktikan dengan penurunan 3. Weight control 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
BB dari 49kg menjadi 39kg menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dalam waktu 3 bulan, IMT=17,7 Kriteria Hasil : yang dibutuhkan pasien.
(kurang), mukosa bibir kering, 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
albumin: 2,60 (rendah) 2. Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan intake Fe
3. Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Definisi: asupan nutrisi tidak 4. Tidk ada tanda tanda malnutrisi protein dan vitamin C
cukup untuk memenuhi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 5. Berikan substansi gula
kebutuhan metabolisme 6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk

21
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
5. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
8. Monitor mual dan muntah
9. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
10. Monitor makanan kesukaan
11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor kalori dan intake nuntrisi
13. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas

22
oral.
3 Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC:
berhubungan dengan perubahan 1. Mobility Exercise therapy: joint mobility
metabolisme, penurunan 2. Joint movement passieve 1. Tentukan keterbatasan gerakan dan
kekuatan otot, malnutrisi, kurang 3. Neurological status: central motor control efek padai fungsinya
terpapar informasi tentang 4. Self care ADLs 2. tentukan tingkat motivasi pasien
aktivitas fisik dibuktikan dengan untuk mempertahankan perbaikan
fisik tampak lemah, sulit Kriteria Hasil: gerak.
menggerakan ekstremitas karena 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 3. Jelaskan pada pasien atau keluarga
edema tungkai bawah derajat 2, 2. Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas tentang tujuan dan rencana latihan
kekuatan otot atas 4333/3334, 3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan gerakan tulang sendi
bawah 3333/3333, IMT: 17,7 kemampuan berpindah 4. Inisiasi kontrol nyeri dengan
(rendah), barthel index: 4. Memperagakan penggunaan alat mengukur sebelum dan sesudah
latihan gerak sendi
Definisi: keterbatasan dalam 5. Lindungi pasien dari taruma saat
gerakan fisik dari satu atau lebih latihan gerak sendi
ekstremitas secara mandiri 6. Dampingi pasien untuk
mengoptimalkan posisi tubuh untuk
aktif atau pasif dalam latihan gerak
sendi

Body mehanics promotion


1. Kaji kemampuan gerak tubuh pasien
2. Ajarkan dan anjurkan pasien untuk
melakukan ROM Pasif
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan setelah ROM
4. Tentukan jadwal latihan ROM
4 Resiko gangguan integritas kulit NOC: NIC:
dibuktikan dengan penurunan A. Allergic response: localized Pressure Management
mobilitas fisik, tirah baring B. Tissue integrity: skin & mucous 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
lama, kulit tampak kering, membranes pakaian yang longgar
elastisitas kulit menurun, kadar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
ureum: , HD rutin setiap hari Kriteria Hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap

23
rabu dan sabtu 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, bersih dan kering
temperatur, hidrasi) 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
Defisini: beresiko mengalami 2. Tidak ada luka dekubitus pasien) setiap dua jam sekali
kerusakan kulit (dermis atau 3. Perfusi jaringan baik 5. Monitor kulit akan adanya
epidermis) atau jaringan 4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit kemerahan
(membran mukosa, kornea, 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
fascia, otot, tedon, tulang, pada daerah yang tertekan
ligamen) 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat

24
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, R., and Light, R.P. 2010. Intradialytic Hypertension is a Marker of


Volume Excess. Nephrol Dial Transplant, 25(10): 3355–61.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. jakarta: EGC.

Ethel Sloane, 2008. Anatomi fisiologi manusia. Jakarta EGC


Baradero, Mary. Dkk. 2009. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Bararah, Taqiyyah & Jauhar Mohammad. 2013. Asuhan Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. (2013).
Nursing Interventions Classification (NIC) (6 ed.). USA: Elsevier.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson,
E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Guyton, A., & Hall, J. (2006). Textbook of medical physiology. Philadelphia: W.B
Saunders.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA Nursing Diagnoses: Definitions
and Classifications 2018-2020 (11 ed.). New York: Thieme.
Hurst, M. (2008). Pathophysiology Review. Mississippi: Mc Graw Hill.
Johnson, M., Moorhead, S., Bulechek, G., Butcher, H., Maas, M., & Swanson, E.
(2006). NOC dan NIC Lingkages to NANDA – I and Clinical Condition.
USA: Elsevier Mosby.
Kusuma, A. h. (2015). aplikasi askep berdasarkan diagnosa medis NANDA NIC
NOC jilid 2. Yogyakarta: mediAction publishing.
Mariza (2013) Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC). USA: Elsevier .
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed.). Jakarta: EGC.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2017, Maret). Situasi
Penyakit Ginjal Kronis. Infodatin .
Porth, C. M. (2009). Essentials of pathophysiology. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.

28

Anda mungkin juga menyukai