3
Departemen Farmakologi Medik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
Abstrak
Kekurangan energi protein (KEP) merupakan masalah dunia, dengan prevalensi 15,1% pada tahun 2012. Pada KEP, hampir seluruh organ
berkurang massanya sebagai mekanisme kompensasi. KEP menyebabkan atrofi usus halus yang menyebabkan kegagalan pencernaan dan
memperparah KEP. Makin lama KEP, berat badan dan berat usus halus tikus Sprague-Dawley makin rendah; penurunan berat tersebut akan
berhenti pada suatu saat. Berat badan rendah dikaitkan dengan rendahnya berat usus halus tikus Sprague-Dawley pada KEP.
Kata kunci: Berat badan, berat usus halus, kekurangan energi protein, tikus Sprague-Dawley.
Abstract
Protein energy malnutrition (PEM) is a worldwide problem, with 15.1% prevalence in 2012. In PEM, most organs loss mass as mechanism of
compensation. PEM leads to small intestine atrophy that cause intestinal failure and worsening PEM. Body weight and small intestine weight of
Sprague-Dawley rats are decreasing in PEM. The rates of decreases is smaller over time and stop at a certain point. Low body weight is associated
with low small intestine weight of Sprague-Dawley rats with PEM. Chelsia, Agustina Arundina TT, Ita Armyanti. Effect of Protein Energy
Malnutrition on Body Weight and Small Intestine Weight in Sprague-Dawley Rat
Keywords: Body weight, protein energy malnutrition, small intestine weight, Sprague-Dawley Rat.
Mekanisme Kerja dengan pola garis lurus pada median, untuk kelompok kontrol. Pada kelompok 14 hari,
Aklimatisasi dan Pembagian Kelompok mengekspos organ abdomen. Organ usus sebaran data kontrol tidak normal melalui uji
Tikus putih Sprague-Dawley berusia 2 halus diambil dengan menggunakan gunting normalitas Shapiro-Wilk (p=0.019). Setelah
minggu diaklimatisasi dengan lingkungan lurus setelah dipisahkan dari organ-organ transformasi data, sebaran data tetap tidak
laboratorium selama 7 hari, diberi makan ad lain. Bagian proksimal usus halus berbatasan normal, sehingga analisis data dengan uji
libitum 2 kali sehari dan minum ad libitum. dengan sfingter pilorus, dan bagian distal non-parametrik Mann-Whitney. Hasil uji
Sebanyak 30 ekor tikus Sprague-Dawley usia berbatasan dengan sekum. Organ usus halus Mann-Whitney menunjukkan rata-rata berat
3 minggu dibagi menjadi 6 kelompok secara digunting pada batas tersebut.17,18 usus halus kelompok perlakuan 14 hari lebih
acak; terdiri atas kelompok kontrol yang tidak rendah bermakna (p<0,05) dibandingkan
direstriksi makanan (terdiri atas kelompok Usus halus dibersihkan dari kotoran dan isi kelompok kontrol. Pada kelompok 21 hari,
7 hari, 14 hari, dan 21 hari) dan kelompok usus halus; mesenterium dipisahkan dari usus rata-rata berat usus halus kelompok perlakuan
perlakuan yang direstriksi makanan 50% halus. Usus halus dicuci luar dan lumennya lebih rendah signifikan (uji T independen,
(terdiri atas kelompok 7 hari, 14 hari, dan 21 dengan PBS secara cepat dan hati-hati p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol
hari). Keenam kelompok diperlakukan sama hingga bersih dari isi usus, tiriskan di atas (Tabel 2). Rata-rata berat usus halus tikus
selain pemberian makanan. kertas saring. Usus halus kemudian ditimbang kelompok perlakuan 7 hari adalah 79% berat
menggunakan neraca digital. badan kelompok kontrol, pada kelompok
Pengukuran Berat Badan perlakuan 14 hari adalah 67% kelompok
Pengukuran berat badan dilakukan dua kali, HASIL kontrol, dan pada kelompok perlakuan 21 hari
yaitu pada awal penelitian sebelum perlakuan Berat Badan adalah 66% kelompok kontrol. Selisih rata-rata
(kriteria inklusi meliputi berat badan minimal Rata-rata berat usus halus pada kelompok berat usus halus pada kelompok 14 hari dan
49 g setelah aklimatisasi), dan setelah perlakuan lebih rendah signifikan (uji T 21 hari adalah sama, menunjukkan bahwa
perlakuan dari masing-masing jangka waktu independen, p<0,05) dibandingkan kelompok tidak lagi terjadi penurunan berat usus halus
(7 hari, 14 hari, dan 21 hari). Pengukuran berat kontrol pada hari yang sama (Tabel 1). setelah perlakuan selama 14 hari.
badan dilakukan dengan cara penimbangan Rata-rata berat badan tikus pada kelompok
dengan neraca ohauss. perlakuan 7 hari adalah 72% berat badan Uji Korelasi
kelompok kontrol, pada kelompok perlakuan Data yang sebarannya tidak normal pada
Perlakuan 14 hari adalah 66% kelompok kontrol, dan uji Shapiro-Wilk ditransformasi dan sebaran
Kelompok kontrol diberi makanan 2 kali berat badan pada kelompok perlakuan 21 hari data masih tidak normal, sehingga dilakukan
sehari dan minuman ad libitum, kelompok adalah 66% kelompok kontrol; tidak terjadi uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi
restriksi makanan 50% diberi makanan 50% penurunan berat badan lagi setelah 14 hari menunjukkan ada korelasi antara berat badan
dari kelompok kontrol dan diberi minum ad perlakuan. dan berat usus halus, dengan nilai korelasi
libitum. Tikus dirawat dalam kandang terpisah p<0,01, arah korelasi positif, dan koefisien
untuk kontrol jumlah makanan. Berat Usus Halus korelasi sebesar 0,769 atau korelasi kuat.
Rata-rata berat usus halus pada kelompok Korelasi linier antara berat badan dan berat
Perhitungan jumlah makanan yang diberikan perlakuan 7 hari tidak berbeda bermakna usus halus ditunjukkan pada gambar.
didasarkan pada berat badan rata-rata (uji T independen, p>0,05) dibandingkan
kelompok kontrol pada setiap awal minggu,
Tabel 1. Perbandingan berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley pada kelompok
yaitu 8 g/100 g BB/hari. Kelompok perlakuan
perlakuan dan kontrol masing-masing hari perlakuan
diberi makanan 4 g/100 g BB/hari. Makanan
BERAT BADAN BERAT BADAN SELISIH RATA-RATA
diberikan dengan komposisi: protein minimal HARI
KONTROL (g)* PERLAKUAN (g)* BERAT BADAN (g)
NILAI P
21%, lemak minimal 4%, serat maksimal 7 hari 127±4,2 91,5±2,9 a
35,5 0,000
5%, ampas maksimal 10%, dan kelembapan 14 hari 154,9±5,5 102,3±2,5a 52,6 0,000
maksimal 10%. 21 hari 152,7±3,4 100,1±2,9a 52,6 0,000
*hasil ditampilkan sebagai rata-rata ± standar deviasi
Pengukuran Berat Usus Halus
a
Uji T berbeda signifikan (p<0,05) dengan kontrol
Tiap hewan coba dieuthanasia dengan
Tabel 2. Perbandingan berat usus halus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley kelompok
cara injeksi intraperitoneal ketamin 1-3 mg/
perlakuan dan kontrol
kgBB dan dislokasi servikal. Tikus yang sudah
BERAT USUS HALUS BERAT USUS HALUS SELISIH RATA-RATA
dieuthanasia diposisikan pada papan bedah HARI
KONTROL (g)* PERLAKUAN (g)* BERAT USUS HALUS (g)
NILAI P
menggunakan jarum pentul. Keempat 7 hari 3,3±0.1 2,6±0,3 0,7 0,087
ekstremitas dibentangkan agar abdomen 14 hari 3,9±0,2(3,48-4,28)’ 2,6±0,2 a 1,3 0,009
terekspos. Pembedahan dilakukan dengan 21 hari 3,8±0,2 2,5±0,1 b 1,3 0,000
menggunakan gunting bengkok, dimulai dari *hasil ditampilkan sebagai rata-rata ± standar deviasi
daerah perut atau uterus untuk menggunting ’ (nilai minimum - nilai maksimum)
kulit. Kemudian otot abdominal diinsisi hati- Uji Mann-Whitney berbeda signifikan (p<0,05) dengan kontrol
a
PEMBAHASAN selama 14 hari. Hal ini mungkin karena adanya terjadi penurunan rata-rata berat usus halus
Berat Badan mekanisme adaptasi tubuh untuk menjaga sebesar 21% dibandingkan kelompok kontrol.
Berat badan digunakan sebagai ukuran homeostasis jaringan.19 Tubuh yang lebih
tidak langsung status nutrisi karena berat ringan membuat energi yang dibutuhkan Restriksi protein menjadi 6% pada penelitian
badan mewakili penyimpanan energi dalam aktivitas berkurang sehingga dengan tikus Wistar membuat berat usus lebih
tubuh. Perubahan berat badan diasumsi menurunkan kebutuhan energi total.22 Tubuh rendah signifikan dibandingkan kelompok
merefleksikan perubahan proporsional akan berusaha membuang massa jaringan 9%, dan berat usus kelompok protein 9%
penyimpanan lemak.8 penunjang untuk menyeimbangkan asupan lebih rendah signifikan dibandingkan dengan
dan pengeluaran energi, hingga pada suatu kelompok kontrol (protein 25%). Regenerasi
Berat badan seluruh kelompok hari (7 hari, 14 titik tubuh akan tidak mampu bertahan dalam epitel usus halus juga menurun pada
hari, dan 21 hari) menunjukkan perbedaan menghadapi kehilangan jaringan secara kelompok dengan restriksi protein.14
signifikan antara kelompok perlakuan dan berkelanjutan. Pengurangan massa jaringan
kelompok kontrol. Perlakuan restriksi protein penunjang akan makin sedikit saat jaringan Mekanisme apoptosis pada sel intestinal
hingga 6% dan 9% (25% sebagai kontrol) pada penunjang sudah sedikit, terutama saat titik berhubungan dengan peningkatan TNF-α
penelitian dengan tikus Wistar menunjukkan ekuilibrium tercapai, yaitu kehilangan protein pada penelitian dengan tikus yang diberi
hasil berat badan tikus lebih rendah signifikan telah seimbang dengan peningkatan efisiensi nutrisi parenteral.23 TNF dapat menyebabkan
dibandingkan kontrol.14 Berat badan manusia penggunaan energi dari diet. Pengeluaran apoptosis melalui interaksi ligan-reseptor
dapat turun hingga 23% bila hanya diberi energi tubuh juga dikurangi melalui adaptasi spesifik. Interaksi antara ligan TNF dan reseptor
asupan kalori 2/3 kebutuhan energi normal.19 metabolisme dan hormonal, hormon tiroid TNF akan menghasilkan ikatan protein TNF
akan menurun dan menyebabkan penurunan receptor-associated death domain (TRADD)
Penurunan berat badan dihubungkan dengan pengeluaran energi akibat penurunan dengan melibatkan fas-associated death
kehilangan lemak otot dan massa jaringan, kebutuhan metabolisme basal.19 domain (FADD) dan receptor-interacting protein
namun akan berkurang apabila terjadi (RIP). TRADD dan FADD akan berhubungan
peningkatan volume ekstraseluler akibat Berat Usus Halus dengan prokaspase-8 yang aktivasinya akan
kehilangan protein.19 Berat usus halus menunjukkan jumlah berat memicu eksekusi apoptosis.24
seluruh sel-sel pada usus halus, termasuk
Terdapat dua kompartemen fungsional mukosa usus halus, yang merupakan tempat Penurunan berat usus halus juga menunjukkan
yang terlibat pada distribusi protein tubuh, absorpsi nutrisi. Atrofi dapat terjadi karena sejalan dengan penurunan berat badan.
kompartemen somatik (diwakili otot skeletal) berkurangnya atau ketiadaan nutrisi enteral Terjadi penurunan berat usus halus yang
dan kompartemen viseral (diwakili protein sebagai bentuk adaptasi,11 menurunnya cepat pada fase awal kelaparan dan melambat
yang tersimpan pada organ tubuh, secara proliferasi sel dan meningkatnya apoptosis sel seiring lamanya perlakuan, yang ditunjukkan
prinsip pada hati).16 Kompartemen somatik untuk mengurangi penggunaan energi.13,15,19 oleh penurunan berat usus sebesar 21% pada
akan lebih terpengaruh pada kondisi Berat usus halus pada tikus yang malnutrisi 7 hari dan menjadi 33% pada 14 hari, dan
marasmus, dan kompartemen viseral lebih sejak intrauterin akan lebih rendah bermakna hanya menurun 1% lagi menjadi 34% pada 21
terpengaruh pada kondisi kwashiorkor. Pada dibandingkan tikus normal.15 Pada penelitian hari. Hal ini juga dikaitkan dengan mekanisme
kondisi marasmus, terjadi kehilangan massa ini, penurunan berat usus halus tikus belum adaptasi, sehingga pada suatu titik akan
otot dan penyimpanan lemak akibat asupan bermakna pada perlakuan 7 hari, namun tercapai keseimbangan antara asupan dan
makanan berupa protein dan energi tidak
adekuat. Kwashiorkor terjadi akibat defisiensi
protein.16 Sebagian besar protein plasma
disintesis di hati, sehingga dapat terjadi
hilangnya protein pada kompartemen viseral,
yang berakibat pada hipoalbuminemia yang
mengakibatkan edema.16,20
penggunaan energi, dan kehilangan jaringan badan. Pada kondisi KEP, kurangnya asupan nutrisi yang dapat diserap juga menurun.8,14,15
akan berhenti.19 Adaptasi pada usus halus di nutrisi energi dan protein akan menyebabkan Pada atrofi usus halus, terjadi penurunan
antaranya adalah melalui hipertrofi sel mukosa tubuh mengorbankan sebagian massa tubuh aktivitas enzim brush border,11 penurunan
usus, peningkatan diferensiasi sel untuk melalui proses apoptosis untuk mengurangi aktivitas enzim disakaridase berupa laktase,
absorpsi nutrisi, dan angiogenesis. Penelitian pengeluaran energi dan penyelamatan organ maltase, dan sukrase.15 KEP (ditandai dengan
pada tikus yang reseksi usus menunjukkan tubuh penting.12,13 Usus halus merupakan penurunan berat badan) dan kegagalan
adanya angiogenesis yang dapat membantu organ yang terpengaruh secara berat, pencernaan (ditandai atrofi usus halus) akan
memfasilitasi absorpsi, mempertahankan morfologi, dan fungsi pada KEP (menjadi saling mempengaruhi sebagai suatu lingkaran
keutuhan mukosa, serta meningkatkan atrofi).11 berkelanjutan dengan korelasi kuat. salah satu
asupan oksigen dan nutrien pada mukosa mata rantai lingkaran ini perlu diputus untuk
yang sedang berproliferasi.11 Secara fungsional, usus halus memiliki fungsi mencegah morbiditas berkelanjutan.9,16
untuk absorpsi nutrisi. Absorpsi nutrisi yang
Uji Korelasi tidak adekuat dapat menjadi penyebab SIMPULAN
Uji korelasi Spearman menunjukkan KEP. Atrofi usus halus dapat menyebabkan Makin lama kondisi KEP, berat badan dan
adanya korelasi kuat antara berat badan kegagalan pencernaan yang berujung pada berat usus halus tikus Sprague-Dawley makin
dan berat usus halus tikus putih Sprague- diare, dehidrasi, malabsorpsi, malnutrisi turun. Penurunan berat badan dan berat usus
Dawley, dengan arah korelasi positif. Hal ini progresif, dan gangguan elektrolit.9 Perubahan halus tikus Sprague-Dawley makin berkurang
menunjukkan bahwa rendahnya berat usus morfologi usus halus akibat atrofi mencakup seiring waktu, dan akan berhenti menurun
halus dapat menunjukkan rendahnya berat luas permukaan absorpsi berkurang, sehingga pada suatu titik.
Daftar Pustaka
1. Onis M, Monteiro C, Akre J, Clugston G. The worldwide magnitude of protein-energy malnutrition: An overview from the WHO global database on child growth.
Bull WHO 1993;71:703-12.
2. Beck ME. Ilmu gizi dan diet: Masalah gizi di Indonesia dan upaya penanggulangannya. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica; 2011. p. 205.
3. Pelletier D, Frongillo EA. Changes in child survival are strongly associated with changes in malnutrition in developing countries. J Nutr. 2003;133:107-19.
4. The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). The Millennium Development Goals. Jakarta; 2011.
5. Anonim. Malnutrition prevalence, weight for age (% of children under 5) [Internet]. [cited 2014 March 23]. Available from: http://data.worldbank.org/indicator/
SH.STA.MALN.ZS.
6. DEPKES RI. Profil kesehatan Indonesia [Internet]. [cited 2014 March 23] Available from: http://depkes.go.id/index.php?vw=2&pg=ProfilKesehatan_Nasional.
7. Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013 .p. 251-2.
8. Guyton AC. Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2006. p. 41, 827-73, 916-25, 971-83, 1011-7
9. Tappenden KA. Emerging therapies for intestinal failure. Arch Surg. 2010; 145:528-32
10. Kumar, Cortran, Robins. Buku ajar patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 6-13, 28-33.
11. Niinikoski H, Stoll B, Guan X, Kansagra K, Lambert BD, Stephens J, et al. Onset of small intestinal atrophy is associated with reduced intestinal blood flow in TPN-fed
neonatal piglets. J Nutr. 2004;134:1467-74.
12. Syam AF. Malnutrisi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 354
13. Shaw D, Gohil K, Basson MD. Intestinal mucosal atrophy and adaptation. World J Gastroenterol. 2012;18(44):6357-75.
14. Guiraldes E, Hamilton J.R. Effect of chronic malnutrition on intestinal structure, epithelial renewal and enzymes in suckling rat. Pediatr Res. 1981;15:930-4
15. Sosrosumihardjo R, Firmansyah A, Rasad A, Horjodisastro D, Ridwan E, Wanandi SI, et al. Effects of realimentation on small intestinal morphology and disaccharidase
activity in malnutrition Sprague-Dawley rats. Med J Indon. 2006;15(4):208-16
16. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p. 999.
17. Sowash JR. Rat dissection [Internet]. 2009 May. Available from: http://www.sciepub.com/reference/84856
18. Pratomo I. Prosedur tetap pembedahan hewan uji. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.
19. Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, Tucker KL, Ziegler TR. Modern nutrition in health and disease. 11th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. p. 660-77, 897-8
20. Lieberman M, Marks AD. Marks’ basic medical biochemistry: A clinical approach. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. p. 30-8.
21. Dock DB, Aguilar-Nascimento JE, Latorraca MQ. Probiotics enhance the recovery of gut atrophy in experimental malnutrition. Biocell 2004, 28(2):143-50.
22. Foster GD, Wadden TA, Kendrick ZV, Letizia KA, Lander DP, Conill AM. The energy cost of walking before and after significant weight loss. Med Sci Sports Exerc.
1995;27:888-94.
23. Feng Y, Teitelbaum DH. Epidermal growth factor/TNF-α transactivation modulates epithelial cell proliferation and apoptosis in a mouse model of parenteral
nutrition. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2012;302:236-49.
24. Elmore S. Apoptosis: A review of programmed cell death. Toxicologic Pathol. 2007;35:495–516.
25. Adriani M, Wirjatmadi B. Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Kencana; 2012. p. 1-30.
Lampiran.
DATA BERAT BADAN DAN BERAT USUS HALUS TIKUS
PERLAKUAN KONTROL
TIKUS KE-
HARI
(DALAM KELOMPOK)
BERAT BADAN (g) BERAT USUS HALUS (g) BERAT BADAN (g) BERAT USUS HALUS (g)