Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH GANGGUAN HEMOSTASIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan hemostasis merupakan salah satu hal yang dibahas dalam
Hematologi khususnya berhubungan dengan trombosit (platelet). Ada cukup banyak
penyebab gangguan hemostasis yang secara umum dibagi menjadi 4 kelompok besar
yakni (1) kelainan vaskular, (2) Trombositopenia, (3) Gangguan fungsi trombosit,
(4) Gangguan koagulasi (Hoffbrand, A V et all, 2005).
Dalam keadaan normal darah senantiasa berada di dalam pembuluh darah dan
berbentuk cair. Keadaan ini dapat diperoleh bila terdapat keseimbangan antara
aktivitas koagulasi dengan aktivitas fibrinolisis pada sistem hemostasis yang
melibatkan endotel pembuluh darah, trombosit, protein pembekuan,
protein antikoagulan dan enzim fibrinolisis. Terjadinya efek pada salah satu atau
beberapa komponen ini akan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
hemostasis dan menimbulkan komplikasi perdarahan atau trombosis.
Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan yang
utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor trombosit
(nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis (heparan, tissue
plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator, trombomodulin, inhibitor
jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas oleh berbagai rangsangan
seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin dan shear stress. Endotel
pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal,
menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan
inhibitor protein C, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1), terbukanya jaringan ikat
subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran basalis) yang menyebabkan
aktivasidan adhesi trombosit serta mengaktifkan faktor XI dan XII.
Trombosit dalam proses hemostasis berperan sebagai penambal kebocoran
dalam sistem sirkulasi dengan membentuk sumbat trombosit pada daerah yang
mengalami kerusakan. Agar dapat membentuk suatu sumbat trombosit maka
trombosit harus mengalami beberapa tahap reaksi yaitu aktivasi trombosit, adhesi
trombosit pada daerah yang mengalami kerusakan, aggregasi trombosit dan reaksi
degranulasi. Trombosit akan teraktivasi jika terpapar dengan berbagai protein
prokoagulan yang dihasilkan oleh sel endotel yang rusak. Adhesi trombosit pada
jaringan ikat subendotel terjadi melalui interaksi antara reseptor glikoprotein
membran trombosit dengan protein subendotel terutama faktor von Willebrand
sedangkan aggregasi trombosit terjadi melalui interaksi antar reseptor trombosit
dengan fibrinogen sebagai mediator.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka kami sebagai penulis dapat
merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai berikut :
a. Apa pengertian dari Hemostasis?
b. Bagaimana proses Hemostasis ?
c. Faktor-faktor terjadinya pembekuan darah ?
d. Bagaimana mekanisme Hemostasis.?
e. Bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.

C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penyusunan makalah ini
yaitu :
a. Untuk dapat mengetahui pengertian dari Hemostasis
b. Untuk dapat menjelaskan bagaimana proses Hemostasis.
c. Dapat mengetahui factor-faktor terjadinyapembekuan darah.
d. Untuk dapat mengetahui Mekanisme Hemostasis.
e. Untuk dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan Hemostasis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. TROMBOSIT
Struktur dan Fisiologi. Trombosit merupakan fragmen-fragmen sel granular,
berbentuk cakram, tidak berinti; trombosit ini merupakan unsure seluler dari sumsum
tulang terkecil dan penting untuk hemostasis dan koagulasi. Trombnosit berasal dari sel
induk pluripoten yang tidak terikat , yang jika ada permintaan dan dalam keadaan factor
perangsang trombosit, interleukin dan TPO , berdiferensiasi menjadi kelompok sel
induk yang terikat untuk membentuk megakarioblas. Swel ini melalui serangkaian
proses maturasi menjadi megakariosit raksasa. Sel dapat membesar karena sintesis
DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memecahkan diri menjadi trombosit-
trombosit.
Trombosit yang berdiameter 1-4 µm dan mempunyai siklus hidup kira-kira 10
hari ini 1/3 total yang ada di dalam tubuh berada di lien dan sisanya berada di sirkulasi
yakni 150.000-400.000/mm3. Trombosit mengandung berbagai macam komponen
yang dibutuhkan dalam hemostasis antara: (1)yang terdapat di sitoplasma seperti:
molekul aktin dan myosin, sisa-sisa reticulum endoplasma dan apparatus golgi,
mitokondria dan system enzim yang mampu membentuk ADP dan ATP, system enzim
yang mensintesis prostalglandin, factor stabilisasi fibrin, dan factor pertumbuhan
(2)Yang terdapat pada membrannya antara lain lapisan glikoprotein dan mengandung
banyak pospolipid yang mengaktifkan berbagai tingkat dalam proses pembekuan
darah( Guyton dan Hall, 2007; Price, S A dan Wilson, L M ,2006; Sherwood, 2001).

B. Hemostasis atau haemostasis

Berasal dari bahasa Yunani: aimóstasis yang terdiri dari dua kata
yaitu aíma (αίμα) yang berarti “darah" dan stásis (στάσις) yang berarti "stagnasi".
Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan mencegah perdarahan. Bilamana
terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
sehingga aliran darah ke pembuluh darah yang terluka berkurang. untuk Kemudian
trombosit akan berkumpul dan melekat pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk
membentuk sumbat trombosit. Faktor pembekuan darah yang diaktifkan akan
membentuk benang-benang fibrin yang akan membuat sumbat trombosit menjadi non
permeabel sehingga perdarahan dapat dihentikan.

Jadi dalam proses hemosatasis terjadi 3 reaksi yaitu reaksi vascular berupa
vasokontriksi pembuluh darah, reaksi selular yaitu pembentukan sumbat trombosit, dan
reaksi biokimiawi yaitu pembentukan fibrin. Faktor-faktor yang memegang peranan
dalam proses hemostasis adalah pembuluh darah, trombosit, dan faktor pembekuan
darah. Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi hemostasis adalah faktor
ekstravascular, yaitu jaringan ikat disekitar pembuluh darah dan keadaan
otot.Pedarahan mungkin diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, trombosit, ataupun
sistem pembekuan darah. Bila gejala perdarahan merupakan kalainan bawaan, hampir
selalu penyebabnya adalah salah satu dari ketiga faktor tersebut diatas kecuali penyakit
Von Willebrand. Sedangkan pada kelainan perdarahan yang didapat, penyebabnya
mungkin bersifat multipel. Oleh karena itu pemeriksaan penyaring hemostasis harus
meliputi pemeriksaan vasculer, treombosit, dan koagulasi.

Biasanya pemeriksaan hemostasis dilakukan sebelum operasi. Beberapa klinisi


membutuhkan pemerikasaan hemostasis untuk semua penderita pra operasi, tetapi ada
juga membatasi hanya pada penderita dengan gangguan hemostasis. Yang paling
penting adalah anamnesis riwayat perdarahan. Walaupun hasil pemeriksaan penyaring
normal, pemeriksaan hemostasis yang lengkap perlu dikerjakan jika ada riwayat
perdarahan.

C. Proses Hemostasis
Proses hemostasis terjadi melalui tiga proses yaitu :
1. Fase vascular
Karena akibat dari adanya trauma pada pembuluh darah maka respon yang pertama
kali adalah respon dari vaskuler/kapiler yaitu terjadinya kontraksi dari kapiler
disertai dengan extra-vasasi dari pembuluh darah, akibat dari extra vasasi ini akan
memberikan tekanan pada kapiler tersebut (adanya timbunan darah disekitar
kapiler).
2. Fase Platelet/trombosit
Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra vasasi ada
darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya trombosit.
Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka trombosit
tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.Setelah terjadinya adhesi maka
dengan pengaruh ATP akan terjadilah agregasi yaitu saling melekat dan
desintegrasi sehingga terbentuklah suatu massa yang melekat. Peristiwa trombosit
yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi suatu massa yang melekat disebut
Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya semua proses ini maka terjadilah
gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi fase yang ketiga.
3. Fase koagulasi
a) Fase ini terdiri dari tiga tahapan yaitu :
Pembentukan prothrombinase/prothrombin activator
b) Perubahan prothrombine menjadi trombone
c) Perubahan fibrinogen menjadi fibrin

Ada kontak dan adanya cairan jaringan yang masuk, cairan jaringan ini
mengandung thromboplastin proses pembekuan darah terjadi karena adanya factor
intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic baru terjadi bila ada kontak aktivasi.
Apabila kontak aktivasi tidak ada, kebanyakan factor intrinsic berada dalam
keadaan tidak aktiv (cascade theory dari clotting factor.waktu pembuluh darah
terputus.

Jaringan thromboplastin adalah factor yang berasal dari jaringan.


Factor ekstrinsik reaksinya adalah berjalan dengan cepat (10 – 11 detik), sedngkan
factor intrinsic berjalan selama 8 menit Pada.

D. Komponen-komponen Hemostasis
1. Konstriks pembuluh darah ( fase vaskular )
Setelah pembuluh darah ruptur,dinding pembuluh darah yang rusak
menyebabkan otot polos dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari
pembuluh yang ruptur akan berkurang. Kontraksi terjadi sebagai akibat dari spasme
niogenik lokal,faktor autakoid lokal yang berasal dari jaringan yang terkena trauma
dan platelet darah,serta refleks saraf. Refleks saraf dicetukan oleh implus saraf nyeri
atau implus-implus sensorik lain dari pembuluh yang rusak atau dari jaringan yang
berdekatan. Vasokonstriksi dari kontraksi miogenik pada pembuluh darah terjadi
karena kerusakan pada dinding pembuluh darah. Untuk pembuluh darah yang kecil
platelet mengakibatkan vasokonstriksi dengan melepaskan sebuah substansi
vasokonstriktor (Tromboksan A2).
Semakin besar kerusakan yang terjadi semakin hebat spasmenya. Spasme
pembuluh darah ini dapat berlangsung beberapa menit bahkan beberapa jam, dan
selama itu berlangsung proses pembentukan sumbat platelet dan pembekuan darah.
2. Pembentukan sumbat platelet (Fase Platelet/trombosit)
Pada saat terjadinya pengecilan lumen kapiler (vasokontriksi) dan extra
vasasi ada darah yang melalui permukaan asar (jaringan kolagen) dengan akibatnya
trombosit. Akibat dari bertemunya trombosit dengan permukaan kasar maka
trombosit tersebut akan mengalami adhesi serta agregasi.
Setelah terjadinya adhesi maka dengan pengaruh ATP akan terjadilah
agregasi yaitu saling melekat dan desintegrasi sehingga terbentuklah
suatu massa yang melekat.
Peristiwa trombosit yang mulai pecah/lepas- lepas hingga menjadi
suatu massa yang melekat disebut Viscous metamorphosis. Akibat dari terjadinya
semua proses ini maka terjadilah gumpalan plug (sumbatan) baru kemudian terjadi
fase yang ketiga.
3. Pembekuan Darah ( koagulasi)
Pembekuan darah terjadi melalui tiga langkah utama yaitu :
a) Sebagai respon terhadap repturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu
sendiri. Rangkaian reaksi kimiawi yang kompleksterjadi dalam darah yang
melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah
terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut
aktivator protrombin.
b) Aktivator protrombinmengatalis perubahan menjadi trombin.
c) Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang
fibrinyang merangkai trombisit sel darah dan plasma.

E. GANGGUAN HEMOSTASIS
Dalam bukunya, Kapita Selekta Hematology, A.V Hoffbrand et all
menyebutkan bahwa gangguan hemostasis (perdarahan abnormal) dapat disebabkan
oleh beberapa hal di bawah ini:
1. Kelainan vaskuler
2. Kelainan vaskuler adalah sekelompok kelompok keadaan heterogen, yang ditandaiu
oleh mudah memar dan perdarahan spontan dari poembuluh darah kecil. Kelainan
yang mendasari terletak pada pembuluh darah itu sendiri atau dalam jaringan ikat
perivaskular. Pada keadaan dseperti ini, uji penyaring standart member hasil normal.
Masa perdarahan normal, uji hemostasis lain juga normal. Kelainan vaskular ini
terdapat dua jenis yakni herediter yang berupa Telangiektasia hemoragik herediter,
serta kelainan jaringan ikat. Jenis yang lain adalah Defek vaskular didapat.
3. Trombositopenia
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3.
Biasanya ditandai dengan purpura kulit spontan, perdarahan mukosa, dan perdarahan
berkepanjangan setelah trauma. Beberapa penyebab trombositopenia antara lain :
(1) Kegagalan produksi trombosit
Ini merupakan penyebab tersering trombositopenia yang biasanya juga
merupakan bagian dari kegagalan sumsum tulang generalisata Penekanan
megakarisit selektif dapat disebabkan oleh toksisitas obat atau infeksi virus.
(2) Peningkatan destruksi trombosit
Hal ini dibagi menjadi beberapa jenis yakni :
a. Trombositopenia imun,termasuk di dalamnya ITP, karena infeksi, purpura
pascatranfusi, Trombositopenia imun karena diinduksi obat.
b. Purpura trombositopenia trombotik c.Koagulasi intravaskular diseminata.
(3) Distribusi trombosit abnormal
(4) Kehilangan akibat dilusi, yakni berupa transfuse masif darah simpan pada pasien
dengan perdarahan
4. Gangguan koagulasi
Bisa karena herediter maupun didapat, yang umumnya menggangu faktor-faktor
koagulasi.
a) Herediter : hemofilia A dan hemofilia B
b) Didapat : defisiensi vitamin K dan penyakit hati
5. Gangguan fungsi trombosit
Dibagi menjadi dua jenis, yakni:
a) Didapat :
1) karena obat anti trombosit seperti aspirin
2) hiperglobulinemia,
3) kelainan mieloproliferatif dan mielodisplastik,
4) Uremia.
b) Kelainan herediter :
1) Trombastenia,
2)Sinsrom Bernard soulier,
3) Penyakit penyimpanan.

F. Faktor-Faktor Pembekuan Darah


Faktor I = fibrinogen
Faktor II = Prhotrombine
Faktor III = Fakotr jaringan
Faktor IV = Ion kalsium
Faktor V = Proaccelerine
Faktor VI = Accelerine
Faktor VIII = A.H.G (Anti Haemphilly Globulin)
Faktor IX = Christmas factor
Faktor X = Stuart factor
Faktor XI = Plasma thromboplastin antecedent
Faktor XII = Hagemen factor
Faktor XIII = Fibrine stabilizing factor (fibrinase)

G. Mekanisme Hemostasis
1. Primer
Mekanisme vasokonstriksi pembuluh darah pada luka yang kecil. Hemostasis
primer ini melibatkan tunika intima pembuluh darah dan trombosit untuk
mengkompensasi luka,namun ini bersifat tidak cukup atau tidak tahan lama. Maka
akan berlanjut menuju hemostasis sekunder.
2. Sekunder
Mekanisme yang melibatkan faktor-faktor koagulasi dalam plasma dan trombosit
dengan tujuan akhir pembentukan jala-jala fibrin, terjadi pada luka yang besar.
3. Tersier
Mekanisme kontrol yang menjaga agar hemostasis tidak berlebihan melaku sistem
fibrinolitik.
4. Hemostasis (Hemofilia)
Hemofilia merupakan salah satu gangguan dari hemostasis.Hemofilia berasal dari
bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah
dan philia yang berarti cinta atu kasih sayang.Jadi dapat diartikan bahwa hemofilia
merupakan penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak
tersebut dilahirkan.
Adapun pengertian lain dari hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan
yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah atau trombosit
(penyakit gangguan pembekuan darah). Hal ini disebabkan karena darah pada
penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secar normal. Proses
pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat atau sebanyak
orang yang normal. Penderita hemofilia akan lebih banyak membutuhkan waktu
untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia ini kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di
bawah kulit : seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar
timbul dengan sendirinya jika si penderita telah melakukan aktifitas yang berat
sepertai pembengkakkan pada persendian ; seperti lutut, pergelanagn tangan atau
siku tangan. Hemofilia bisa membahayakan jiwa jika terjadi perdarahan di organ
vital seperti perdarahan pada otak.
Hemofilia lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bila pria penderita
hemofilia bertahan hidup dan bertahan sampai perkawinan, maka dia akan
menurunkan anak- anak wanita yang normal pembawa ( carier ). Dan ank wanita
keturunannya ini akan menurunkan kepada sebagian anak laki – lakinya, sehingga
anak laki – lakinya ada yang menderita hemofilia.

H. Jenis – Jenis Hemofilia


1. Hemofilia A
Hemofilia A dikenal juga dengan nama :
- Hemofilia Klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah ( FAH = Factor Anti Hemophilia)
- Hemofilia FVIII : yaitu penyakit hemofilia yang terjadi karena kekurangan
faktor 8 (FVIII) protein pada darah yag menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.
2. Hemofilia B
Hemofilia B terjadi karena penderita tidak mempunyai faktor KPT ( Komponen
Plasma Tromboplastin ). Hemofilia B juga dikenal dengan nama :
- Faktor 9 ( FIX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan Christmas Desease ; ditemukan pertama kali pada seorang yang
bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Penyakit hemofilia yang
dideritanya diwariskan dari ibunya yaitu Ratu Victoria.
- Hemophilia kekurangan faktor IX ; merupakan penyakit hemofilia yang terjadi
karena kekurangan darah.
a. Tingkatan Hemofilia
Pada dasarnya penyakit hemofilia mempunyai tinkatan yang berbeda – beda.
Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu :

Klasifikasi Kadar Faktor VIII dan Faktor IX di Dalam Darah

Berat Kurang dari 1 % dari jumlah normalnya

Sedang 1 % - 5 % dari jumlah normalnya

Ringan 5 % - 30 % dari jumlah normalnya

Berikut adalah penjabaran mengenai pembagian tingkatan dalam hemofilia


A dan Hemofilia B :

a) Hemofilia Parah / Berat


Penderita hemofilia pada tinkatan ini hanya memiliki faktor VIII dan faktor IX
kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya. Dalam artian bahwa
penderita hemofilia pada tingkatan ini akan megalami beberapa kali perdarahan
dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa ada sebab
yang jelas.
b) Hemofilia Sedang
Seseorang yang menderita hemofilia tingkat sedang lebih jarang mengalami
perdarahan dibanding hemofilia tingkat berat. Perdarahan kadang terjadi akibat
dari aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
c) Hemofilia Ringan
Penderita hemofilia tingkat ringan ini lebih jarang sekali mengalami perdarahan
dibandingkan dengan hemofilia tingkat berat dan hemofilia tingkat sednag.
Yang menderita hemofilia tingkat ringan mengalami masalah perdarahan hanya
dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang
serius. Jika wanita mengalami hemofilia tingkat ringan kemungkinan akan
mengalami perdarahan lebih pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi.
Pada hemofilia berat, perdarahan dapat terjadi spontan tanpa trauma. Sedangkan
yang sedang, biasanya perdarahan didahului trauma ringan. Hemofilia ringan
umumnya tanpa gejala atau dapat terjadi perdarahan akibat trauma berat.

I. Purpura trombositopenia idiopatik (itp)


Patofisiologi. ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan
autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran
trombosit secara dini dalam sistem retikuloendothelial akibat adanya autoantibodi
terhadap trombosit yang biasanya berasal dari IgG.
Sindrom ITP disebabkan oleh trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi
trombosit spesifik (IgG) yang kemudian akan mengalami percepatan pembersihan di
lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan. Faktor yang memicu produksi autoantibodi belum diketahui, namun
kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada permukaan
trombosit. Autoantibodi terbentuk karena adanya antigen yang berupa kompleks
glikoprotein IIb/IIIa.
Sel penyaji antigen (makrofag) akan merusak glikoprotein IIb/IIIa dan
memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein dari trombosit lain. Sel penyaji antigen
yang teraktifasi mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan
konstimulasi dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif
antiglikoprotein Ib/IX antibodi dan meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa
antibodi oleh B-cell clone 1. Dengan kata lain, destruksi trombosit dalam sel penyaji
antigen (makrofag) akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup yang akan terus meyelubungi trombosit, yang
pada akhirnya akan menyebabkan trombositopenia. Masa hidup trombosit pada ITP
memendek berkisar antara 2-3 hari sampai beberapa menit. (Ibnu Purwanto, 2006).
Klasifikasi dan Gejala Klinis. 1.ITP akut, Sering dijumpai pada anak-anak
dengan infeksi dan penyakit saluran nafas. yang disebabkan oleh virus sebagai awal
terjadinya perdarahan berulang.Manifestasi perdarahan ringan dan jarang adanya
splenomegali. 2. ITP kronis, Manifestasi perdarahan berupa petekia, purpura,
ekimosis., episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, perdarahan SSP jarang terjadi tetapi jika terjadi bersifat fatal, splenomegali
dijumpai pada <10%>50.000/μL asimptomatik, AT 30.000-50.000/μL terdapat luka
memar/ hematom, AT 10.000-30.000/μL terdapat perdarahan spontan, menorraghia,
dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT<10.000/μl style="color:
black;">Hoffbrand, A.V, 2005 ).

Penegakan diagnosis
Untuk menentukan diagnosis maka perlu dilakukan anamnesis( mengenai
gejala,riwayat penyakit, ada tidaknya trauma, obat yang diminum dll), pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang .Khusus dalam hal ini adalah pemeriksaan untuk
mengetahui fungsi hemostasis . Pemeriksaan tersebut antara lain Hitung darah dan
pemeriksaan hapus darah, Uji skrining pembekuan darah (masa protrombin(protrombin
time, PT), masa tromboplastin parsial aktivasi, masa trombin(TT)), Pemeriksaan
khusus faktor pembekuan (metode kimiawi, kromogenik, dan imunologik, serta uji
kelarutan bekuan dalam urea khusus untuk mengetahui aktivitas faktor XIII), Uji fungsi
trombosit serta uji terhadap fibrinolisis.
Sebagai contoh dalam penegakan diagnosis ITP kronis, maka pada pemeriksaan
darah akan didapat hasil sebagai berikut :
a. Hitung trombosit biasanya 10000-50000/ mm3. Konsentrasi Hb dan hitung leukosit
bisasanya normal kecuali bila terdapat anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah .
b. Sediaan hapus darah menunjukkan jumlah trombosityang berkurang , trombosit yang
ada seringkali besar,
c. Dumsum tulang menunjukkan jumlah megakariosit yang normal atau meningkat,
d. Uji - uji sensitif dapat menunjukkan antibodi antiglikoprotein GPIIb/IIIa atau GPIb
spesifik pada permukaan trombosit atau dalam serum pada sebagian besar
pasien(Hoffbrand, A.V, 2005 ).
Penatalaksanaan. Decara umum dalam penatalaksanaan suatu penyakit terdiri
dari lima hal yakni terapi preventiv, promotif, kuratif(dengan cara memberi penjelasan
dengan baik mengenai penyakit yang diderita serta hal apa saja yang boleh dilakukan
atupun tidak boleh dilakukan), rehabilitatif, serta emergensi .Terapi kuratif pada ITP
khususnya yng kronis antara lain:
a. Kortikosteroid,
b. splenektomi , dilakukan jika pengobatan dengan kortikosteroid selam 3 bulan tidak
berhasil menaikkan jumlah trombosit >30000/mm3.
c. Terapi Igintravena dosis tinggi. D. Obat-obat imunosupresif seperti vinkristin,
siklofosfamis.
d. Danazol dan Ig anti-D.
Untuk tindakan emergensi seperti Transfusi Trombosit . Transfusi Konsentrat
trombosit diindikasikan keadaan-keadaan sebagai berikut :
(1) Trombositopenia atau fungsi trombosit abnormal pada saat terjadi perdarahan
atau sebelum dilakukan tindakan infansif dan tidak tersedia terapi alternative
(missal steroid atau Ig dosis tinggi). Hitung trombosit harus diatas 50000/mm3
sebelum biopsy hati atau pungsi lumbal.
(2) Secara profilaksis pada pasien dengan hitung trombosit kurang dari 5000-10000/
mm3 . Jika terdapat infeksi tempat perdarahan yang potensial atau koagulopati ,
jumlah tersebut harus dipertahankan >20000/mm3 (Hoffbrand, A V et all, 2005).
(3) Obat Hemostatik. Adalah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan
perdarahan. Obat-obat ini diperlukan untuk mengatasi perdarahan yang luas.
Pemilihan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan patogenesis
perdarahan. Obat hemostatik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hemostatik Lokal.
Terdiri dari :
a. Hemostatik Serap.
Hemostatik serap menghentikan perdarahan dengan pembentukan suatu
bekuan buatan atau memberi jala serat-serat yang mempermudah
pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah.
b. Astringen.
Zat ini bekerja lokal dengan cara mengendapkan protein darah sehingga
perdarahan dapat dihentikan.
c. Koagulan.
d. Vasokonstriktor.
2. Hemostatik Sistemik
a. Faktor Antihemofilik.
b. Kompleks Faktor IX.
Sediaan ini mengandung faktor II, VII, IX, dan X, serta sejumlah kecil protein
plasma lain dan digunakan untuk pengobatan hemofili B, atau bila diperlukan
faktor-faktor yang terdapat pada sediaan untuk mencegah perdarahan.
c. Desmopresin.
Desmopresin merupakan vasopresin sintetik yang dapat meningkatkan kadar
faktor VIII dan vMF untuk sementara.
d. Fibrinogen.
e. Vitamin K.
f. Asam Aminokaproat.
Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari aktivator
plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam
mengancurkan fibrin, fibrinogen, dan faktor pembekuan darah lain.
g. Asam Traneksamat.(Gunawan, Sulistia Gan dkk.2007).

J. Pemeriksaan Hemostasis
Pemeriksaan faal hemosatasis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengetahui faal hemostatis serta kelainan yang terjadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mencari riwayat perdarahan abnormal, mencari kelainan yang mengganggu faal
hemostatis, riwayat pemakaian obat, riwayat perdarahan dalam keluarga. Pemeriksaan
faal hemostatis sangat penting dalam mendiagnosis diatesis hemoragik. Pemeriksaan
ini terdiri atas :
1. Tes penyaring meliputi :
a. Percobaan Pembendungan
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan dinding kapiler darah
dengan cara mengenakan pembendungan pada vena, sehingga tekanan darah di
dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan
darah keluar dan merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik-
titik merah kecil pada permukaan kulit, titk itu disebut dengan petekia.
Untuk melakukan percobaan ini mula-mula dilakukan pembendungan
pada lengan atas dengan memasang tensimeter pada pertengahan antara tekanan
sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan itu dipertahankan selama 10 menit. Jika
percobaan ini dilakukan sebagai lanjutan masa perdarahan, cukup
dipertahankan selama 5 menit. Setelah waktunya tercapai bendungan
dilepaskan dan ditunggu sampai tanda-tanda stasis darah lenyap. Kemudian
diperiksa adanya petekia di kulit lengan bawah bagian voler, pada daerah garis
tengah 5 cm kira-kira 4 cm dari lipat siku.
Pada orang normal tidak atau tidak sama sekali didapatkan petekia. Hasil
positif bila terdapat lebih dari 10 petekia. Seandainya di daerah tersebut tidak
ada petekia tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif juga.
Jika pada waktu dilakukan pemeriksaan masa perdarahan sudah terjadi
petekie, berarti percobaan pembendungan sudah positif hasilnya dan tidak perlu
dilakukan sendiri. Pada penderita yang telah terjadi purpura secara spontan,
percobaan ini juga tidak perlu dilakukan.
Walaupun percobaan pembendungan ini dimaksudkan unntuk
mmengukur ketahanan kapiler, hasil tes ini ikut dipengaruhi juga oleh jumlah
dan fungsi trombosit. Trombositopenia sendiri dapat menyebabkan percobaan
ini barhasil positif.
b. Masa Perdarahan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vascular dan
trombosit untuk menghentikan perdarahan.Prinsip pemeriksaan ini adalah
menentukan lamanya perdarahan pada luka yang mengenai kapiler.
Terdapat 2 macam cara yaitu :
a) cara Ivy dan Duke.
Pada cara Ivy, mula-mula dipasang tensimeter dengan tekanan 40
mmHg pada lengan atas. Setalah dilakukan tindakan antisepsis dengan
kapas alkohol, kulit lengan bawah bagian voler diregangkan lalu dilakukan
tusukan denagn lancet sedalam 3mm. Stopwatch dijalankan waktu darah
keluar. Setiap 30 detik darah dihisap dengan kertas saring. Setelah darah
tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai normal berkisar antara 1-6
menit.
b) Pada cara duke
Mula-mula dilakukan tindakan antisepsis pada anak daun telinga.
Dengan lancet, dilakukan tususkan pada tepi anak daun telinga. Stopwatch
dijalankan waktu darah keluar. Setiap 30 detik, darah dapat dihisap dengan
kertas saring. Setelah darah tidak keluar lagi, stopwatch dihentikan. Nilai
normal berkiasar antara 1-3 menit. Cara Duke sebaiknya dipakai untuk bayi
dan anak kecil dimana sukar atau tidak mungkin dilakukan pembendungan.
Pemeriksaan masa perdarahan merupakan suatu tes yang kurang
memuaskan karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan baik
mengenai dalamnya, panjangnya, lokalisasinya maupun arahnya sehingga
korelasi antara hasil tes ini dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan
suhu kulit juga dapat mempengaruhi hasil tes ini.
Pada pemeriksaan ini tusukan harus cukup dalam, sehingga salah satu
bercak darah pada kertas saring mempunyai diameter 5 mm atau lebih. Masa
perdarahan yang kurang dari 1 menit juga disebabkan tusukan yang kurang
dalam. Dalam hal seperti ini, percobaan dianggap batal dan perlu diulang.
Hasil pemeriksaan menurut cara Ivy lebih dapat dipercaya daripada cara
Duke, karena pada cara Duke tidak dilakukan pembendungan sehingga
mekanisme hemostatis kurang dapat dinilai. Apabila pada cara Ivy
perdarahan berlangsung lebih dari 10 menit dan hal ini diduga karena
tertusuknya vena, perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada lengan yang lain.
Kalau hasilnya tetap lebih dari 10 menit, hal ini membuktikan adanya suatu
kelainan dalam mekanisme hemostatis. Tindakan selanjutnya adalah
mencari letak kelainan hemostatis dengan mengerjakan pemeriksaan-
pemeriksaan lain.
c. Hitung Trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak
langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual, semi otomatik,
dan otomatik.Pada cara manual, mula-mula darah diencerkan dengan larutan
pengencer lalu diidikan ke dalam kamar hitung dan jumlah trombosit dihitung
dibawah mikroskop. Untuk larutan pengencer yang dipakai larutan Rees Ecker
atau larutan amonium oksalat 1%. Cara manula mempunyai ketelitian dan
ketepatan yang kurang baik, karena trombosit kecil sekali sehingga sukar
dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula trombosit mudah pecah dan cenderung
saling melekat membentuk gumpalan serta mudah melekat pada permukaan
asing. Oleh karena itu alat-alat yang dipakai harus betul-betul bersih dan larutan
pengencer harus disaring terlebih dahulu. Sebagai bahan pemeriksaan d ipakai
darah dengan anticoagulant sodium ethylendiamine tetraacetate yang masih
dalam batas waktu yang diijinkan artinya tidak lebih dari 3 jam setelah
pengambilan darah.
Pada cara semi otomatik dan otomatik dipakai alat electronic particle
counter sehingga ketelitiannya lebih baik daripada cara manual. Akan tetapi
cara ini masih mempunyai kelemahan, karena trombosit yang besar (giant
trombocyte) atau beberapa trombosit yang menggumpal tidak ikut terhitung,
sehingga jumlah trombosit yang dihitung menjadi lebih rendah.
Pada cara tak langsung, jumlah trombosit pada sediaan hapus
dibandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit kemudian jumlah
mutlaknya dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit.
Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah
trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan
penyaringan. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat dilakukan penilaian
semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi trombosit serta kelainan
hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat langsung dari darah tanpa
antikoagulan, maka trombosit cenderung membentuk gumpalan. Jika berarti
membentuk gumpalan berarti tedapat gangguan fungsi trombosit.
Dalam keadaan normal jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh cara
menghitungnya dan berkisar antar 150.000 – 400.000 per µl darah.
Pada umumnya, jika morfologi dan fungsi trombosit normal, perdarahan
tidak terjadi jika jumlah lebih dari 100.00/µl. Jika fungsi trombosit normal,
pasien dengan jumlah trombosit diatas 50.000/µl tidak mengalami perdarahan
kecualai terjadi trauma atau operasi. Jumlah trombosit kurang dari 50.000/µl
digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan terjadi jika
jumlah trombosit kurang dari 20.000/µl.
d. Masa Protrombin Plasma (protrombin time PT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui
jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan VII, X, V, protrombin
dan fibrinogen. Selain itu juga dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan
oral karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor
pembekuan protrombin, VII, IX, dan X.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan
bila ke dalam plasma yang diinkubasi pada suhu 37ºC, ditambahkan reagens
tromboplastin jaringan dan ion kalsium.
Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh kepekaan tromboplastin yangh
dipakai oleh teknik pemeriksaan. Karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan
duplo dan disertai kontrol dengan plasma normal.
Nilai normal tergantung dari reagen, cara pemeriksaan dan alat, dan alat
yang digunakan. Sebaiknya tiap laboratorium mempunyai nilai normal yang
ditetapkan sendiri dan berlaku untuk laboratorium tersebut.
Jika hasil PT memanjang maka penyebabnya mungkin kekurangan
faktor-faktor pembekuan di jalur ekstrinsik dan bersama atau adnya inhibitor.
Untuk membedakan hal ini, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan
menggunakan campuran plasma penderita dan plasma kiontrol dengan
perbandingan 1:1. Bila ada inhibitor, masa protombin plasma tetap memanjang.
Selain dilaporkan dalam detik, hasil PT juga dilaporkan dalam rasio,
aktivitas protombin dan indeks. Rasio yaitu perbandingan antara PT penderita
dengan PT kontrol. Aktivitas protombin dapat ditentukan dengan menentukan
dengan menggunakan kurva standart dan dinyatakan dalam %.Pemeriksaan PT
juga sering dipakai untuk memantau efek pemberian antikoagulan oral.
Pemberian kepekaan reagen tromboplastin yang dipakai dan perbedaan
cara pelaporan menimbulkan kesulitan bila pemantauan dikerjakan di
laboratorium yang berbeda-beda. Untuk mengatasi masalah tersebut ICTH
(International Comittee on Thrombosis and Haemostasis) dan ICSH
(International Comitte for Standardization in Haematology) menganjurkan agar
tromboplastin jaringan yang akan digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu
terhadap tromboplastin rujukan untuk mendapatkan ISI (International
Sensitivity Index). Juga dianjurkan agar hasil pemeriksaan PT dilaporkansecara
seragam dengan menggunakan INR (International Normalized Ratio), yaitu
rasio yang dipangkatkan dengan ISI dari reagens tromboplastin yang digunakan.
e. Masa Tromboplastin Parsial Teraktivasi (activated parsial thromboplastin time
APTT)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melaui
jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein,
kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protombin dan fibrinogen.
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan
bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin parsial dan aktivator
serta ion kalsium pada suhu 370C. reagen tromboplastin parsial adalah
fosfolipid sebagai pengganti platelet factor 3.
Nilai normal tergantung dari reagens, cara pemeriksaan dan alat yang
dipakai. Juga dianjurkan agar tiap laboratorium menentukan nilai normalnya
sendiri. Hasilnya memanjang bila terdapat kekurangan faktor pembekuan
dijalur intrinsik dan bersama atau bila terdapat inhibitor. Sama seperti PT, untuk
membedakan hal ini dilakukan pemeriksaan ulang terhadap campuran plasma
penderita dan plasma kontrol dengan perbandinagn 1:1. Bila hasilnya tetap
memanjang, berarti ada inhibitor. Pada hemofilia A maupun hemofilia B, APTT
akan memanjang, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan kedua
kelainan tersebut.
Pemeriksaan ini juga dipakai untuk memnatau pemberian heparin. Dosis
heparin diatur sampai APTT mencapai 1,5-2,5 kali nilai kontrol.
f. Masa Trombin (thrombin time TT)
C bila ke dalam plasma ditambahkan reagens thrombin.Pemeriksaan ini
digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Prinsip
pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada suhu 37
Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai. Hasil TT
dipengaruhi oleh kadar dan fungsi fibrinogen serta ada tidaknya inhibitor.
Hasilnya memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg/dl atau fungsi
fibrinogen abnormal atau bila terdapat inhibitor thrombin seperti heparin atau
FDP (Fibrinogen degradation product).
Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang sekali lagi dengan
menggunakan campuran plasma penderita dan plasma control dengan
perbandingan 1:1 untuk mengetahui adanya tidaknya inhibitor.Untuk
membedakan apakah TT yang memanjang karena adanya heparin, fibrinogen
abnormal atau FDP, dilakukan pemeriksaan masa reptilase. Reptilase berasal
dari bisa ular Aneistrodon Rhodostoma. Apabila TT yang memanjang
disebabkan oleh heparin maka masa reptilase akan memberikan hasil normal,
sedangkan fibrinogen abnormal atau FDP akan menyebabkan masa reptilase
memanjang.
g. Pemeriksaan Penyaring Untuk Faktor XIII
Pemeriksaan ini dimasukkan dalam pemeriksaan penyaring, karena baik
PT, APTT, maupun TT tidak menguji factor XIII, sehingga adanya defisiensi
F XIII tidak dapat di deteksi dengan PT, APTT, maupun TT.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai kemampuan factor XIII dalam
menstabilkan fibrin.
Prinsipnya F XIII mengubah fibrin soluble menjadi fibrin stabil karena
terbentuknya ikatan cross link. Bila tidak ada F XIII, ikatan dalam molekul
fibrin akan dihancurkan oleh urea 5M atau monokhlorasetat 1%. Cara
pemeriksaannya adalah dengan memasukkan bekuan fibrin ke dalam larutan
urea 5M atau asam monokhloroasetat 1%, kemudian setelah 24 jam stabilitas
bekuan dinilai. Bila factor XIII cukup, setelah 24 jam bekuan fibrin tetap stabil
dalam larutan urea 5M. jika terdapat defisiensi factor XIII bekuan akan larut
kembali dalam waktu 2-3 jam.
K. Tes khusus meliputi :
 Tes faal trombosit
 Tes Ristocetin
 Pengukuran faktor spesifik (faktor pembekuan)
 Pengukuran alpha-2 antiplasmin
L. Hal - hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan Hemostasis
1. Antikoagulan
Untuk pemeriksaan koagulasi antikoagulan yang dipakai adalah natrium sitrat
0,109 M dengan perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian natrium sitrat.Untuk
hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah Na2EDTA.Jika dipakai darah
kapiler, maka tetes darah pertama harus dibuang.
2. Penampung
Untuk mencegah terjadinya aktivasi factor pembekuan, dianjurkan memakai
penampung dari plastic atau gelas yang telah dilapisi silicon.
3. Semprit dan Jarum
Dianjurkan memakai semprit plastic dan jarum yang cukup besar. Paling kecil
nomor 20.
4. Cara pengambilan darah
Pada waktu pengambilan darah, harus dihindari masuknya tromboplastin
jaringan. Yang dianjurkan adalah pengambilan darah dengan memakai 2 semprit.
Setelah darah dihisap dengan semprit pertama, tanpa mencabut jarum, semprit
pertama dilepas lalu pasang semprit kedua. Darah semprit pertama tidak dipakai
untuk pemeriksaan koagulasi, sebab dikhawatirkan sudah tercemar oleh
tromboplastin jaringan.
5. Kontrol
Setiap kali mengerjakan pemeriksaan koagulasi, sebaiknya diperiksa juga satu
kontrol normal dan satu kontrol abnormal. Selain tersedia secara komersial, kontrol
normal juga dapat dibuat sendiri dengan mencampurkan plasma yang berasal dari
10 sampai 20 orang sehat, yang terdiri atas pria dan wanita yang tidak memakai
kontrasepsi hormonal. Plasma yang dipakai sebagai kontrol tidak boleh ikterik,
lipemik, maupun hemolisis.
6. Penyimpangan dan pegiriman bahan
Pemeriksaan koagulasi sebaiknya segara dikerjakan, karena beberapa faktor
pembekuan bersifat labil. Bila tidak dapat diselesaikan dalam waktu 4 jam setelah
pengambilan darah, plasma disimpan dalam tempat plastik tertutup dan dalam
keadaan beku. Untuk pemeriksaan APTT dan assay faktor VIII atau IX, bahan yang
dikirim adalah plasma citrat dalam tempat plastik bertutup dan diberi pendingin,
tetapi untuk PT dan agregasi trombosit jangan diberi pendingin karena suhu dingin
dapat mengaktifkan F VII tetapi menghambat agregasi trombosit.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah di jelaskan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa : Hemostasis adalah mekanisme menghentikan dan
mencegah perdarahan. Bilamana terdapat luka pada pembuluh darah, segara akan
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah ke pembuluh darah
yang terluka berkurang. untuk Kemudian trombosit akan berkumpul dan melekat
pada bagian pembuluh darah yang terluka untuk membentuk sumbat trombosit.
Gangguan hemostasis merupakan salah satu hal yang dibahas dalam
Hematologi khususnya berhubungan dengan trombosit (platelet). Ada cukup
banyak penyebab gangguan hemostasis yang secara umum dibagi menjadi 4
kelompok besar yakni (1) kelainan vaskular, (2) Trombositopenia, (3) Gangguan
fungsi trombosit, (4) Gangguan koagulasi (Hoffbrand, A V et all, 2005).

B. Saran
1. Penulis berharap agar Pembaca dapat mengerti tentang Hemostasis mulai dari
Definisi sampai dengan hala apa saja yang perlu diperhatikan dalam
Hemostasis.
2. Mahasiswa selaku calon perawat dapat lebih mengenal tentang pembahasan ini,
dan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat luas disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.

Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.

Sadikin, Mohamad. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC

www.google.com. Proses Pembekuan


Darah. http://cimobi.blogspot.com/2009/11/proses-pembekuan-darah.html

http://wwwselapunya-syella.blogspot.com/2011/06/pembekuan-darah.html

Anda mungkin juga menyukai