Anda di halaman 1dari 395

41 MACAM MODEL METODE

PEMBELAJARAN EFEKTIF
Populernya model metode pembelajaran ceramah dan
41 model pembelajaran yang sering terlupakan….

Berikut akan saya paparkan macam-macam metode


pembelajaran yang efektif untuk dapat dilaksanakan.
Khususnya para pendidik atau juga para calon
pendidik. Selama ini kita hanya familiar atau bahkan
selalu hanya menggunakan metode seperti ceramah.
padahal banyak sekali selain metode tersebut yang
dapat digunakan dan efektif dalam usaha
meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap
materi yang kita sampaikan dan pada akhirnya tujuan
dari pembelajaran yang sudah kita tetapkan di awal
tercapai dengan baik dan akan tecipta pembelajaran
yang berkualitas serta tercipta pengalaman-
pengalaman yang menarik.

Selanjutnya anda dapat mengklik metode di bawah ini,


karena dalam micro teaching di daftar mata kuliah saya
dan termasuk kedalam pembahasan kependidikan jadi
disini akan dijelaskan secara singat untuk masing-
masing metode tersebut.

1. EXAMPLE NON EXAMPLE


Contoh dapat dari kasus/ gambar yang relevan dengan
KD
2. PICTURE NON PICTURE

3. NUMBERED HEADS TOGETHER


(Kepala bernomor, Spencer Kagan 1992)
4. COOPERATIVE SCRIPT
(Dansereau Cs 1985)
5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
(Modifikasi dari number heads)
6. STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD)
Tim siswa kelompok prestasi
7. JIGSAW -MODEL TIM AHLI
(Aronssn – Braney – Stephen – Sikes – and Snapp
1978)
8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
Pembelajaran berdasarkan masalah
9. ARTIKULASI
10. MIND MAPPING

11. MAKE – A MATCH


mencari pasangan (lorna Curran 1994)
12. THINK PIR AND SHARE

13. DEBATE

14. ROLE PLAYING

15. GROUP INVESTIGATION


Sharan 1992
16. TALKING STICK

17. BERTUKAR PASANGAN

18. SNOWBALL THROWING

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING


Siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada
rekan peserta lainnya
20. COURSE REVIEW HORAY

21. DEMONSTRATION DAN EKSPERIMEN


( Khusus materi yang memerlukan peragaan atau
percobaan misalnya Gussen )
22. EXPLISIT INSTRUCTION
Pengajaran langsung ( Rosenshina and Stevens 1986 )
23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOSITION (CIRC)
Kooperative membaca dan menulis (Steven and Slavin
1995)
24. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL-
LINGKARAN BESAR)
oleh Spencer Kagan
25. COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA)

26. WORD SQUARE

27. SCRAMBLE

28. TAKE AND GIVE

29. CONSEPT SENTENCES

30. COMPLETTE SENTENCE

31. TIME TOKEN AREND 1998

32. PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993


33. ROUND CLUB (KELILING KELOMPOK)

34. TARI BAMBU

35. DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STRAY TWO


STRAY)
SPENCER KAGAN 1992)

36. STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK (SAS)

37. PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC


LEARNING)

38. NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

38. INQUIRY

39. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

40. BERBASIS PROYEK DAN TUGAS

41. PEMBELAJARAN BERBASIS JASA DAN


LAYANAN (SERVICE LEARNING)

Model Pembelajaran EXAMPLE NON EXAMPLE

EXAMPLE NON EXAMPLE


1. Pengertian

Model Pembelajaran Example Non Example atau juga


biasa di sebut example and non-example merupakan
model pembelajaran yang menggunakan gambar
sebagai media pembelajaran. Metode Example non
Example adalah metode yang menggunakan media
gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang
bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis
dengan jalan memecahkan permasalahan-
permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh
gambar yang disajikan.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang
agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi
sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang
ada didalam gambar. Penggunaan Model
Pembelajaran Example Non Example ini lebih
menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang
lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat
juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan
aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas
rendah seperti :
a. kemampuan berbahasa tulis dan lisan,
b. kemampuan analisis ringan, dan
c. kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya

Model Pembelajaran Example Non Example


menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor,
ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar
yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari
jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang
dapat juga melihat dengan jelas.

B. Ciri-ciri

Metode Example non Example juga merupakan metode


yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti
dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak
konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui
pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep
itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik
yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi
konsep.
Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan
untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan
menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-
example dari suatu definisi konsep yang ada, dan
meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya
sesuai dengan konsep yang ada.
– Example memberikan gambaran akan sesuatu yang
menjadi contoh akan suatu materi yang sedang
dibahas, sedangkan
– non-example memberikan gambaran akan sesuatu
yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang
dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan
karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang
diketahui secara primer hanya dari segi definisinya
daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan
perhatian siswa terhadap example dan non-example
diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju
pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang
ada.
C Kelebihan dan Kekurangan.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode
Example non Example antara lain:
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya
digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya
dengan lebih mendalam dan lebih komplek.
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery
(penemuan), yang mendorong mereka untuk
membangun konsep secara progresif melalui
pengalaman dari Example non Example
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk
mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan
mempertimbangkan bagian non example yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang
merupakan suatu karakter dari konsep yang telah
dipaparkan pada bagian example.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh
gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk
gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

1. Langkah-langkah :

1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan


tujuan pembelajaran

2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan


melalui OHP

3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan


pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa
gambar

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi


dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas

5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil


diskusinya

6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai


menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai

7. Kesimpulan

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE


Salah satu model yang saat ini populer dalam
pembelajaran adalah Model Pembelajaran Picture and
Picture ini merupakan salah satu bentuk model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi
yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model
pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode
belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan /
diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan
Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu
menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses
pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus
memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu
menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap
pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada
peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat
menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan
metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu
sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai
media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini
menjadi factor utama dalam proses pembelajaran.
Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam
bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran
besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT
dalam menggunakan Power Point atau software yang
lain.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam
model pembelajaran kooperatif picture and picture
adalah sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui
bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan
yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media
gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara
memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan
siswa mampu berpikir dengan logis sehingga
pembelajaran menjadi bermakna.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture
and Picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan
apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata
pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka
siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus
dikuasainya. Disamping itu guru juga harus
menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD,
sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan
dapat dicapai oleh peserta didik.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang
sangat penting, dari sini guru memberikan momentum
permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses
pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru
dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian
siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan
teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik
minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi
yang dipelajari.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar
kegiatan berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa
ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan
mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru
atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita
akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih
mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam
perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat
memodifikasikan gambar atau mengganti gambar
dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian
memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi
urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi,
karena penunjukan secara langsung kadang kurang
efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara
adalah dengan undian, sehingga siswa merasa
memang harus menjalankan tugas yang harus
diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa
untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi.
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan
gambar tersebut.
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi,
jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang
akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran
siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga
proses diskusi dalam PBM semakin menarik.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai
menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru
harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini
dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi,
menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa
mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam
pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan.
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang
telah ditetapkan.
7. Kesimpulan/rangkuman
Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil
kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture


and Picture:
Kelebihan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing
siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut
pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan
kebebasan siswa dalam praktik berpikir,
4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih
baik.
5. Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan
pengelolaan kelas
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu
2. Banyak siswa yang pasif.
3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan
dikelas.
4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja
sama dengan yang lain
5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang
cukup memadai

KESIMPULAN
Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu
metode belajar yang menggunakan gambar dan
dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan
Menyenangkan. Model Pembelajaran ini mengandalkan
gambar sebagai media dalam proses pembelajaran.
Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses
pembelajaran.
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam
model pembelajaran kooperatif picture and picture
adalah sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab


atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui
bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan
yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai
evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture
and Picture adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar
kegiatan berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk
mengurutkan gambar-gambar secara logis
5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan
gambar tersebut.
6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai
menanamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan/rangkuman

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

Model Pembelajaran Numbered Head Together


(NHT)
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT,
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara
aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-
kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari
materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan
masalah

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan


salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim
(2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam
menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran
dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak
dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe
NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial
siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas,
aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam
kelompok dan sebagainya.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran


Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :
Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang
kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak
karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk


pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan
tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan
oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai
berikut :

Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan
pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran
(SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok


Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar
belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket


atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah
ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang
bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian


jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para
siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan


Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar
rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam
Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model
ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih siap dalam
menguasai materi serta belajar menerima
keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam
model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk
memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model
atau metode mengajar masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut
untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.

Metode Belajar Cooperative script

metode belajar Cooperative script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa


bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan
bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk


dibaca dan membuat ringkasan.

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama


berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan
sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap
mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya. Sementara pendengar menyimak /
mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya
atau dengan materi lainnya.

5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar


menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan
seperti di atas.

6. Kesimpulan guru.

7.

Kelebihan:

 Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.

 Setiap siswa mendapat peran.

 Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan


lisan.

Kekurangan:

 Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu


 Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh
kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang
tersebut).

model pembelajaran Kepala bernomor struktur

Model pembelajaran Kepala bernomor struktur

1. Pengertian
Untuk mengembangkan potensi to live together salah
satunya melalui model pembelajaran kooperatif.
Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada
kesadaran siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan
pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang
membutuhkan atau anggota lain dalam kelompoknya,
sehingga belajar kooperatif dapat saling
menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah
dan siswa yang berprestasi tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim,


2000:16) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif
terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan
semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas
kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang
signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe
NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat
dijadikan alternatif variasi model pembelajaran
sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap
kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota
memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan
untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru
menunjuk salah satu nomor untuk mewakili
kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model
pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya
merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan
ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang
siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya
tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total
semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk
meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam
diskusi kelompok.
Number Head Together adalah suatu Model
pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada
aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang
akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu,
2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer
Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari
model pembelajaran kooperatif struktural, yang
menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja
saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil
secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan
sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional
seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab
pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini
menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para
siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan
untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini
secara tidak langsung melatih siswa untuk saling
berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta
berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa
lebih produktif dalam pembelajaran.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model


Pembelajaran Kepala bernomor struktur)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran
kepada siswa tentu ia akan memilih manakah model
pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu.
Ciri-ciri pembelajaran kepala bernomer struktur sebagai
berikut:
1) Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT,
dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai
lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap
siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,
sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
2) Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan,
guru mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi
pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari,
dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi
dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
3) Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari
guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan
jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota
dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui
jawaban dari masing-masing pertanyaan.
4) Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor
dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor
sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random
memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan
tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut
guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan
berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain
yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

3. Langkah – langkah Kepala bernomor struktur


1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam
setiap kelompok mendapat nomor
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai
Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal.
Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor
tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar
kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan
bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama
dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa
dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau
mencocokkan hasil kerja sama mereka
4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang
lain
5. Kesimpulan
4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran
kepala bernomor struktur

5. Kelebihan dan kekurangan

1) Kelebihan
a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Mampu memperdalam pamahaman siswa.
c. Melatih tanggung jawab siswa.
d. Menyenangkan siswa dalam belajar.
e. Mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
f. Meningkatkan rasa percaya diri siwa.
g. Mengembangkan rasa saling memiliki dan
kerjasama.
h. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
i. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar
dengan tidak pintar.
j. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan
demikian meskipun saat pelajaran menempati jam
terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2) Kelemahan
a. Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai
jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain
kurang mampu menguasai materi)
b. Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan
meminta tolong pada temannya untuk mencarikan
jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang
membantu dan dibantu .
c. Apabila pada satu nomer kurang maximal
mengerjakan tugasnya, tentu saja mempengaruhi
pekerjaan pemilik tugas lain pada nomer selanjutnya.

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS-


ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model Pembelajaran STUDENT TEAMS-


ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

Model pembelajaran STAD termasuk model


pembelajaran kooperatif. Semua model pembelajaran
kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas,
struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam
proses pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada
suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran
kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa
meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya, serta pengembangan
keterampilan sosial.
1. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD

1. Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa


pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan
atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras
atau suku yang berbeda (heterogen)

2. Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 )


menyatakan bahwa :pembelajaran kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang
memungkinkan siswa bekerja sama.

3. Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan


dua alasan bahwa : pembelajaran kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran yang dapat
memperbaiki pembelajaran selama
ini. Pertama,beberapa penelitian membuktikan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat
menngkatkan kemampuan hubungan
sosial,menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri
dan orang lain,serta dapat meningkatkan
harga diri.kedua,pembelajarankooperatif dapat
merealisasikan kebutuhan siswa dalam
belajar,berfikir,memecahkan masalah dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

2. Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung


jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan

dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui


bahwa semua anggota kelompok

mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi


tugas dan tanggung jawab yang sama

diantara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai


evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi
kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta


mempertanggungjawabkan secara

individual materi yang ditangani dalam kelompok


kooperatif.

3. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri


pembelajaran kooperatif sebagai

a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif


menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi

dasar yang akan dicapai.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki


kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

c. Penghargaan menekankan pada kelompok dari


pada masing-masing individu.

4. Sintaks Model Pembelajaran STAD

Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat


dilihat pada tabel 2.1 seperti

Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD

Langkah Indikator Tingkah laku guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaika


mengkomunikasikan
memotivasi siswa
yang akan dicapai se

Guru menyajikan in

Guru menginformas
Menyajikan informasi
Siswa
Langkah 2

Guru memotivasi se
siswa dalam kelomp

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok- kelompok belajar Guru mengevaluasi

materi pembelajaran

Membimbimg kelompok belajar

Langkah 4

Guru memberi peng

individual dan kelom

Evaluasi

Langkah 5

Memberikan penghargaan

Langkah 6

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert


Slavin dan temantemannya di Universitas John
Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap
kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan
perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu
sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
diskusi dan kuis.

Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah


(2007) antara lain :

a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4


orang secara heterogen.

b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan


oleh anggota-anggota kelompok

d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal


menjelaskan kepada anggota kelompok
lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok
itu mengerti.

e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh


peserta didik. Pada saat menjawab

kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling


membantu.

f. Guru memberi penghargaan (rewards) kepada


kelompok yang memiliki nilai/poin

g. Guru memberikan evaluasi.

h. Penutup.

Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas


skor yang didapatkan oleh

kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari


peningkatan individu dalam setiap kuis.

Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap


kelompoknya didasarkan atas ketentuan
pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor


Peningkatan STAD

Skor Kuis Poin

Lebih dari 10 point di bawah skor dasar 5

1-10 point di bawah skor dasar 10

Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30

Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar 30

Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan


sebagai skor dasar

(Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17)

Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada


sumbangan poin peningkatan

yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu


dengan menjumlah seluruh poin
peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah
anggota kelompok. Penghargaan

kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada


tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok

Kriteria Nilai Perkembangan

Excellent 22,6 – 30

The best teams 15,1 – 22,5

Good teams 7,6 – 15,0

General teams ≥7,5

(Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50)

5. Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe


STAD

A) Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD

Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) :

a) Meningkatkan kecakapan individu


b) Meningkatkan kecakapan kelompok

c) Meningkatkan komitmen

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman


sebaya

e) Tidak bersifat kompetitif

f) Tidak memiliki rasa dendam

B) Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

a) Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007


)yaitu:

b) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi


kurang

c) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada


kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih
dominan.

1. Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi


dan Prestasi Belajar Siswa
Dalam proses belajar mengajar guru sebagai
pelaksana pengajaran harus dapat menciptakan kondisi
yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan
demikian diharapkan terjadi interaksi antara guru dan
siswa yang pada umumnya akan merasa mendapat
motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa
secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu
siswa akan lebih memahami dan mengerti konsep-
konsep fisika secara benar.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi


belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan
resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran
menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan
kooperatif yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran
yang bervariasi dengan model STAD dapat
menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar siswa.
Pengajaran fisika yang disajikan dengan model
pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan
pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan
bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota
kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok
merupakan tugas bersama.

Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok


berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda,
sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas
perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping
itu pembelajaran yang disajikan dengan
model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan,
menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati.
Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan
model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk
memahami materi yang disajikan oleh guru, karena
siswa aktif dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang
disajikan dengan dengan penerapan model
pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi
dan prestasi belajar siswa.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-student-teams.html#ixzz2uZXKTNWl
Model Pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw

1. Pengertian

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang


dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model
pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi
mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan
materi tersebut kepada kelompoknya.Pada model
pembelajaran jigsaw ini keaktifan siswa (student
centered) sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-5
orang yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok
ahli.

Dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw, siswa


dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang
heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan
menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli.
Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari
berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan
memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru
harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa
agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota
kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain
(kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami
topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal.

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda,


bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli
untuk berdiskusi dan membahas materi yang
ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok
serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik
mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi
dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar
mudah untuk memahami materi yang diberikan.
Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok
kemudian kembali pada kelompok asal dan
mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang
telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di
kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk
membagi pengetahuan yang di dapatkan saat
melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga
pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota
pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah
interdependence setiap siswa terhadap anggota tim
yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya
para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja
sama yang positif dan saling ketergantungan untuk
mendapatkan informasi dan memecahkan masalah
yang biberikan.

1. Langkah- Langkah dalam metode jigsaw

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe


pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut
Arends (1997), langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Jigsaw, yaitu:

1. Awal kegiatan pembelajaran


a. Persiapan
1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan
Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum,
memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya
topik tersebut.
2. Materi
Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi
menjadi beberapa bagian pembelajaran tergantung
pada banyak anggota dalam setiap kelompok serta
banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin
dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli
Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw
beranggotakan 3-5 orang yang heterogen baik dari
kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun latar
belakang sosialnya
4. Menentukan Skor Awal
Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara
individu pada kuis sebelumnya atau nilai akhir siswa
secara individual pada semester sebelumnya.

2.

Rencana Kegiatan
1. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub
topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli
yang akan bergabung dalam kelompok ahli.
2. Anggota ahli dari masing-masing kelompok
berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik
yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya
kelompok.
3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing
untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya.
4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok
yang mencakup semua topik.
5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor
individu dan skor kelompok atau menghargai prestasi
kelompok.

3. Sistem Evaluasi
Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:
1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua
topik.
2. Membuat laporan mandiri atau kelompok.
3. Presentasi
Materi Evaluasi
– Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan
dikuasai oleh mahasiswa.
– Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
1. Kelebihan

Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran


tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki
beberapa kelebihan yaitu:

1. Mempermudah pekerjaan guru dalam


mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang
bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam


waktu yang lebih singkat

3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk


lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

1. Kelemahan

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa


permasalahan yaitu :

1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi,


dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk
mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar
memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus
menekankan agar para anggota kelompok menyimak
terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian
baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan


berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk
menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga
ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih
tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja
mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat
tersampaikan secara akurat.

3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai


menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar
siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya
diskusi.

4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan


kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-jigsaw.html#ixzz2uZXP82Tt

4/21/2012
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM
BASED INTRODUCTION)

PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu
kesehatan di McMaster University di Kanada pada
tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968.
(Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu
menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan
ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian,
tiga sekolah medis lain – University of Limburg di
Maastricht (Belanda), University of Newcastle
(Australia), dan University of New Mexico (Amerika)
mengambil McMaster model pembelajaran berbasis
masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah
kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi
untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et
al, 2001. ; Amador et al, 2006))

Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis


Masalah
Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan
landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran
secara umum dan khsususnya problem based learning
(PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah
belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru
yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti
Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar
adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan.
Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi
mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-
faktor sosial dan kontektual mempengaruhi
pembelajaran.

A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Suherman (2003: 7)


Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola
interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang
menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan


bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk
bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan
siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam
proses pembelajaran.

Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori
bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar
secara aktif mengkontruksi pengetahuan.

Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi


siswa, dan pendidik hanya berperan dalam
memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan
oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan
perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai
keterampilan self directed learning.

Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


Departemen Pendidikan Nasional (2003)
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa
menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa
belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang
sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk
belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya,
serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.

Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama


pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali
daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi
siswa untuk terus belajar.

Muslimin Ibrahim (2000:7)


Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang
untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran
berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berfikir,
pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual,
belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pembelajar yang mandiri.
Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa
pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk
perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu
guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan
diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan


bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) bertujuan untuk:
1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan
berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih
umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan
baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan
kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer
pengetahuan dengan situasi baru
B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis
Masalah

Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat


tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL

1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan


penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh
pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar
dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui
repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan
untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada
memorinya seperti menyimpan buku-buku di
perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi
bergantung pada kualitas nomer panggil(call number)
yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi.
Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa
memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan
disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada
jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru
digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada.
Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana
menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi
itu diinterpretasikan dan dipanggil.

2. Knowing About Knowing (metakognisi)


Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar
adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan
keterampilan-keterampilan self monitoring, secara
umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam
Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai
elemen esensial keterampilan belajar seperti setting
tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am
I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?).
Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya
bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body
of knowledge), tetapi juga penggunaan metode
pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara
khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan
memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari
bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil
pemecahan masalah masuk akal?
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi
Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang
penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar
untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu
menerapkan proses pemecahan masalah merupakan
tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya
dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh
pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai
dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk
meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-
studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami
kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan
ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan
bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi
peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun
secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement,
1990).

Bridges (1992) dan Charlin (1998)


Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini,
Bridges dan Charlin telah menggariskan beberapa ciri-
ciri utama seperti berikut.
1. Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia
sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa
dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa
saat proses pembelajaran disusun berdasarkan
masalah.
4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses
pembelajaran mereka sendiri.
5. Siswa aktif dengan proses bersama.
6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang
bermakna.
8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta
mengorganisasikan pengetahuan.
9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam
kelompok kecil.

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis


Masalah
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang
mengandung konflik yang bisa bersumber dari
berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat
familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat
mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang
berhubungan dengan kepentingan orang
banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung
tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pannen (2001)
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam
pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan,
yaitu:
1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang
ada dan analisisnya,
5. memilih cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang
ditetapkan, dan
8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan
masalah.

Arends (2004)
Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk
mengimplementasikan PBL.
Fase Aktivitas guru
Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar.
Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan
mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model,
dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah. Membantu mahasiswa
melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-
proses yang digunakan selama berlangusungnya
pemecahan masalah.

Berikut langkah-langkah PBM.


1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi
permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan
permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka
pahami tentang permasalahan dan mencoba
mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan
tentang hal-hal yang tidak mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap
pertanyaan yang dianggap penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi
pengetahuan baru yang mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan
menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam
konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu


diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi
masalah.
Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan
mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah
upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam
menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini.
Karena ini adalah situasi pemecahan masalah nyata,
grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi
yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat


Tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang
penyebab masalah atau ide-ide tentang bagaimana
untuk memecahkan masalah. Anda juga akan
mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil
penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain yang
perlu ditangani.

3. Daftar apa yang dikenal.


Buat pos berjudul “Apa yang kita ketahui?” pada
selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang
terkandung dalam skenario.

4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah.


Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis
Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua
kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup
Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan,
memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu.
Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai
informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung
pada situasi.

5. Daftar apa yang dibutuhkan.


Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab
untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah
daftar kedua berjudul: “Apa yang kita perlu tahu?”
Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai.
Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-
prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi.
Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan
untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini
akan membimbing pencarian yang mungkin akan
terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian
out-of-kelas yang lain.

6. Daftar tindakan yang mungkin.


Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah
judul: “Apa yang harus kita lakukan?”. Daftar rencana
Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin
termasuk mempertanyakan ahli, mendapatkan data
online, atau mengunjungi perpustakaan.

7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi.


Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan,
mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan
informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi
yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi
pernyataan masalah. Anda dapat mengidentifikasi
laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda
mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis
untuk menjelaskan masalah. Beberapa masalah
mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang
dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset
Anda) mungkin tepat.

8. Menyajikan temuan-temuannya.
Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi,
prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang tepat untuk
masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang.
Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika
sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan
menggunakan gambar, grafik, atau suara.

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah

Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003)


Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang
harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan
siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang
bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan
siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu
menemukan masalah dan meneliti permasalahan
sambil mengajukkan dugaan dan rencana
penyelesaian.
b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation)
yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan
mendistribuskan informasi.
c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan
dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses
pemecahan masalah.

A. Tugas Perencanaan.
Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan
banyak perencanaan seperti halnya model-model
pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

1. Penetapan Tujuan.
Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran
berdasarkan masalah direncanakan untuk membantu
tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya ketrampilan
menyelidiki, memahami peran orang dewasa dn
membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri
Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan
yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan
dengan jelas kepada siswa

2. Merancang situasi masalah yang sesuai


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru
memberikan kebebasan siswa untuk memilih masalah
yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan
motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik (
berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa ),
mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara
ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa
dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan
kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam
model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja
dengan beragam material dan peralatan, pelaksanaan
dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran
berdasarkan masalah tidak untuk memperoleh
informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran
ini adalah kegiatan penyelidikan terhadap masalah-
masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang
mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam
menyajikan masalah adalah dengan menggunakan
kejadian-kejadian yang mencengangkan dan
menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk
memecahkan masalah tersebut.

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.


Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa
memerlukan bantuan guru untuk merencanakan
penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan
kerja sama di anatara siswa dan saling membantu
untuk menyelidiki masalah secara bersama.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi
dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang
membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah
sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif
dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk
memecahkan masalah tersebut. Membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok
b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan
penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. Guru
mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari
berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang
membuat mereka memikirkan masalah dan jenis
informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah.
Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan
yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah
adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti
laporan, poster, model-model fisik, videotape dsb.
Tugas guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis
masalah adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan
ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.


Tugas guru pada tahap akhir pembelajaran
berdasarkan masalah adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka
sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka
gunakan.

C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen


Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan
santun kepada siswa untuk mengendalikan tingkah laku
siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga
terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam
melakukan aktivitasnya.

D. Asesmen dan evaluasi


Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas
dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes )
tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian
alternative yang dapat digunakan untuk mengukur
pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-
tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-
awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh
pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus
didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di
kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus
mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka
(pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah


berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai
ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan
siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan
belajar bagaimanan belajar ( learning to learn ),
penyelesaian dan penggunaan sumber serta
pengembangan ketrampilan memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah guru berperan
dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif
siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan
penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai
pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai
problem.
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran
berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:
Guru sebagai pelatihv
Siswa sebagai problem solverv
Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv
Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ø
memonitor pembelajaranØ
probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø
menjaga agar siswa terlibatØ
mengatur dinamika kelompokØ
menjaga berlangsungnya prosesØ
peserta yang aktifØ
terlibat langsung dalam pembelajaranØ
membangun pembelajaranØ
menarik untuk dipecahkanØ
menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya
dengan pelajaran yang dipelajariØ

Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam


menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke
putusan-keputusan khusus pada fase-fase
perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar
(outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar
dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan
masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran
akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
(higher-order thinking skill) dimana mereka akan
melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi,
klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role
behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent
learning).

E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran


Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


pemanfaatannya adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan
kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer
pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai
inisiatif untuk belajar secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan
penyelidikan masalah yang telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


pemanfaatannya adalah sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar
dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih
terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian
materi terjadi secara satu arah.
2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM
terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak.
Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk
menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara,
waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan
beban kurikulum.
3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak
menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada
kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang
berbeda,” (hal. 419).
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang
mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di
daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya.
5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin
tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak
kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat
menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan
banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa
sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan
kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan yang tepat daripada
menyerahkan mereka solusi

F. Kesimpulan

Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali


dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah
kedokteran di McMaster University di Kanada.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses


pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar
dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang
disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge
ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh
adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau
guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya
tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang
mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah
tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap
menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong
berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran


dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok
sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman
belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama
dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman
belajar yang berhubungan dengan pemecahan
masalah seperti membuat hipotesis, merancang
percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan
data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan.
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL
dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada
siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang
mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat
menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan
sehari-hari.

Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk


memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri,
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir
dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat
kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar
peranan orang dewasa yang otentik,

Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah


adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan,
Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi
pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial
mempengaruhi pembelajaran.

Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis


Masalah adalah :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang
mengandung konflik
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat
familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung
tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa
Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah, yaitu :
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah

Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah


adalah sebagai berikut.
A. Tugas Perencanaan.
1. Penetapan Tujuan.
2. Merancang situasi masalah yang sesuai.
3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik.
B. Tugas interaktif
1. Orientasi siswa pada masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen.
D. Asesmen dan evaluasi
Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar
(outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar
dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan
masalah.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role
behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent
learning).

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


pemanfaatannya adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan
kreatif dan mandiri
2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan
memecahkan masalah
3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer
pengetahuan dengan situasi baru
4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa
mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam
bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam


pemanfaatannya adalah sebagai berikut.
1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar
dengan metode ini.
2. Kurangnya waktu pembelajaran.
3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang
mungkin penting bagi mereka untuk belajar.
4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING


1. Pengertian

Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan


informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke
luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah
jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti
halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara
menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area
yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa
merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat
dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana
kita berada.

Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang


digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta
dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak
kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga
mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa
diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat
biasa..

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta


pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi
pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind
mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik
mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena


pembuatan mind mapping ini membutuhkan
pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang
kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini.
Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat
mind mapping, dia akan semakin kreatif.

Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan


oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga
dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map
memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5
sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut.
Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk
memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan
membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping
juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang
dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram
pohon dan percabangannya memudahkan untuk
mereferensikan satu informasi kepada informasi yang
lain.

Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan


demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi
otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja
otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind
mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga
78%.

Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping

 Catatan biasa :

a. Catatan Biasa

b. Hanya berupa tulisan-tulisan saja

c. Hanya dalam satu warna

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang


lama

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama

f. Statis
 Mind mapping :

a. Peta pikiran

b. Berupa tulisan, simbol, dan gambar

c. Berwarna warni

d. Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang


pendek

e. Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat


dan efektif

f. Membuat individu menjadi kreatif

Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping)


adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan
gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di
dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan
kedua belahan otak maka kan memudahkan
seserorang untuk mengatur dan mengingat segala
bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara
verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan
sebagainya memudahkan otak dalam menyerap
informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh
siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan
karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat
dalam diri siswa setiap harinya. Suasana
menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di
ruang kelas pada saat proses belajar akan
mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru
dalam proses belajar adalah menciptakan suasana
yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama
dalam proses pembuatan mind
mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya
Kerja Otak Dengan Berfikir.)

Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan


selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi
landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas
di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi
horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol
atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan
visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik
dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang
bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan
ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat
dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi
pelajaran.

Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci


sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap
cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta
bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling
berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan
garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak
membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat
semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar
utama untuk menandakan hirarki atau tingkat
kepentingan dari masing-masing garis.

Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik


digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk
menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam
kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).

Langkah-langkah pembelajarannya :

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin


dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.

3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah


kelompok berpasangan dua orang.

4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu


menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-
catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya.

5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak


menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah
menyampaikan hasil wawancaranya.

6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi


yang kiranya belum dipahami siswa.

7. Kesimpulan/penutup.

2. Prinsip Dasar Mind Mapping

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran


gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas,
simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan
dengan menggunakan teknik pohon.

3. Kelebihan dan Kekurangan mind mapping

Beberapa manfaat memiliki mind maping antara lain :

a. Merencana

b. Berkomunikasi

c. Menjadi Kreatif

d. Menghemat Waktu

e. Menyelesaikan Masalah

f. Memusatkan Perhatian

g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran

h. Mengingat dengan lebih baik

i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien

j. Melihat gambar keseluruhan


Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik
mind mapping ini, yaitu :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk


mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan


ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi


panduan untuk menulis.

Kekurangan model pembelajaran mind mapping:

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

KESIMPULAN

Jadi model pembelajaran mind mapping adalah suatu


model pembelajaran untuk menempatkan informasi ke
dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak.
Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota
yang mempunyai banyak cabang. Model pembelajaran
Mind Mapping sangat baik digunakan untuk
pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan
alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok
secara berpasangan ( 2 orang ).

Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran


gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas,
simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan
dengan menggunakan teknik pohon.

Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta


pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi
pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind
mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik
mencatat kreatif.

Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena


pembuatan mind mapping ini membutuhkan
pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang
kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini.
Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat
mind mapping, dia akan semakin kreatif.

Kelebihan :

a. Cara ini cepat

b. Teknik dapat digunakan untuk


mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda

c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan


ide-ide yang lain.

d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi


panduan untuk menulis.

Kekurangan :

a. Hanya siswa yang aktif yang terlibat

b. Tidak sepenuhnya murid yang belajar

c. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan

METODE MAKE A MATCH


METODE MAKE A MATCH

1. PENGERTIAN
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih
menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut
dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses
pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa
dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi.
Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau
bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang
bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan
masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar
sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan
dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar
pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan
jawaban atas permasalahan atau konsep yang
dipelajari.

Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah


dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siwa tenyata
dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa
dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada
pencapaian nilai akhir siswa .
Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi
indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan belum
efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup
penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran,
hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa .

Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu


pendekatan dalam pembelajaran yang lebih
komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori
dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya
.Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan
kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a
match.

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas


falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan
bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27).
Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model
pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi
akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus
pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang
harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,
komunikasi antar anggota dan evaluasi proses
kelompok (Lie, 2003:30)

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang


sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap
siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan
rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama
dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa


dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran
make a match. Metode make a match atau mencari
pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat
diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini
dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal
sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin.

2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI


Teknik metode pembelajaran make a match atau
mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran
(1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode make a match
sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi
beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang
bertuliskan soal/jawaban.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang
dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok
dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang
bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan
kartu yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara
dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara” .
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin.
6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya
dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu
soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman,
yang telah disepakati bersama.
7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap
siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,
demikian seterusnya.
8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa
lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat
kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Pada penerapan metode make a match, diperoleh
beberapa temuan bahwa metode make a match dapat
memupuk kerja sama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada
di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik
dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa
tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan
kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri
dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan
oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif
ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong
royong dan kerja sama kelompok.”

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Pembelajaran kooperatif metode make a match
memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai
berikut:
1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan
menyenangkan
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih
menarik perhatian siswa
3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai
taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50% .
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses
pembelajaran (Let them move)
5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan
dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di
seluruh siswa.

Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada


metode ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh
siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match
berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit
kelemahan yaitu:
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan
kegiatan
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai
siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses
pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4. Pada kelas yang gemuk (<30 siswa/kelas) jika
kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana
seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali.
Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan
belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas
tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi
dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban
dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada
dasarnya menendalikan kelas itu tergantung
bagaimana kita memotivasinya pada langkah
pembukaan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar
penggunaan metode make a match, siswa nampak
lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan
soal. Dengan metode pencarian kartu pasangan ini
siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang
terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan
menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara
bersama-sama.

Pada penerapan metode make a match, diperoleh


beberapa temuan bahwa metode make a match dapat
memupuk kerja sama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada
di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik
dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa
tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan
kartunya masing-masing.
Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya
guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya
dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam
diskusi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik
(1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya
dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat
dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan
motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-
kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh
siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan
kreatif.” Selanjutnya, penerapan metode make a match
dapat membangkitkan keingintahuan dan kerja sama di
antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang
menyenangkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa
pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar
kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa;
mengembangkan keingintahunan dan imajinasi;
memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan
kompetensi; menciptakan kondisi yang menyenangkan;
mengembangkan beragam kemampuan dan
pengalaman belajar; karakteristik mata pelajaran.
Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Strategi think –pair share (TPS) atau berpikir


berpasangan berbagai adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa.

1. Pengertian

Strategi think pair share ini berkembang dari


penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama
kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di
universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends
(1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana
pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan
prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk
merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan
hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya
. Sekarang guru menginginkan siswa
mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah
dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan
think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab
kelompok keseluruhan.

1. Langkah-langkah

Langkah 1 : Berpikir ( thinking )

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang


dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa
menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah.

Langkah 2 : Berpasangan ( pairing )

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan


dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.
Interaksi selama waktu yang disediakan dapat
menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah
khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru
memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.

Langkah 3 : Berbagi ( sharing )

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan


untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah
mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling
ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan
sampai sekitar sebagian pasangan mendapat
kesempatan untuk melaporkan. Arends, (1997) disadur
Tjokrodihardjo, (2003).

Model Pembelajaran Think Pair and Share


menggunakan metode diskusi berpasangan yang
dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model
pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar
menghargai pendapat orang lain dengan tetap
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran

Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair and


Share adalah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi
yang ingin dicapai.

2. Siswa diminta untuk berfikir tentang


materi/permasalahan yang disampaikan guru.

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman


sebelahnya (kelompok 2 orang) dan

mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok


mengemukakan hasil diskusinya.

5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan


pembicaraan pada pokok permasalahan

dan menambah materi yang belum diungkapkan


para siswa.

1. Kelebihan TPS (Think-Pair-Share)

1. Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir,


menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
2. Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas
sederhana.

3. Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi


masing-masing anggota kelompok.

4. Interaksi lebih mudah.

5. Lebih mudah dan cepat membentuk


kelompoknya.

6. Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain


serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan
sebelum disampaikan di depan kelas.

7. Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua


siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam
kelas.

8. Siswa dapat mengembangkan keterampilan


berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu
dengan yang lain, serta bekerja saling membantu
dalam kelompok kecil.
9. Siswa secara langsung dapat memecahkan
masalah, memahami suatu materi secara berkelompok
dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya,
membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan
di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi
terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

10. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan


mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi
yang diajarkan karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh
guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan
materi yang diajarkan.

11. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena


bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya
untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan
masalah.

12. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena


menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap
kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
13. Siswa memperoleh kesempatan untuk
mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada menyebar.

14. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau


siswa dalam proses pembelajaran.

15. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.


Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut
siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan
tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh
guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa
mampu memahami materi dengan baik sebelum guru
menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

16. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh


guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga
dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir
pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali
tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan
tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar
mereka.
17. Angka putus sekolah berkurang. Model
pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa
dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat
lebih baik daripada pembelajaran dengan model
konvensional.

18. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran


dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena
proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang
disampaikan guru dan menjawab semua yang
ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara
aktif dalam proses belajar mengajar, metode
pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak
monoton dibandingkan metode konvensional.

19. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam


model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di
dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar
rajin dan cepat dalam menerima materi yang
disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah
“pendengar” materi yang disampaikan oleh guru.
Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir
sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan
yang diberikan oleh guru.

20. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam


PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa.
Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar
siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga
pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa
dapat lebih optimal.

21. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan


toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam
model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat
bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk
dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain
atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak
diterima.

1. Kelemahan TPS (Think-Pair-Share)

1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari


berbagai aktivitas.
2. Membutuhkan perhatian khusus dalam
penggunaan ruangan kelas.

3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil


dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk
itu guru harus dapat membuat perencanaan yang
seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu
yang terbuang.

4. Banyak kelompok yang melapor dan perlu


dimonitor.

5. Lebih sedikit ide yang muncul.

6. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.

7. Menggantungkan pada pasangan.

8. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat


pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak
mempunyai pasangan.

9. Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan


dengan pelaksanaannya.
10. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum
banyak diterapkan di sekolah.

11. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan


guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan
intervensi secara maksimal.

12. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan


tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak

13. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang


dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan
belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok,
hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.

14. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata


kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas.

15. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

16. Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa


percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena
siswa baru tahu metode TPS.

MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


Model pembelajaran DEBAT

A. PENGERTIAN DEBAT
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua
pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun
kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan
masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak
dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen,
terutama di negara-negara yang menggunakan sistem
oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-
aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan
melalui voting atau keputusan juri.

Contoh lain debat yang diselenggarakan secara formal


adalah debat antar kandidat legislatif dan debat antar
calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan
menjelang pemilihan umum.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan
yang biasa dilakukan di tingkat sekolah dan universitas.
Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan
dengan aturan (“format”) yang jelas dan ketat antara
dua pihak yang masing-masing mendukung dan
menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan oleh
satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk
menentukan pemenang dari sebuah debat. Pemenang
dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil
menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat
yang lebih baik.
B. DEBAT KOMPETITIF DALAM PENDIDIKAN
Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat
kompetitif tidak bertujuan untuk menghasilkan
keputusan namun lebih diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di
kalangan pesertanya, seperti kemampuan untuk
mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan
terstruktur, mendengarkan pendapat yang berbeda,
dan kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan
dalam bahasa asing).
Namun demikian, beberapa format yang digunakan
dalam debat kompetitif didasarkan atas debat formal
yang dilakukan di parlemen. Dari sinilah muncul istilah
“debat parlementer” sebagai salah satu gaya debat
kompetitif yang populer. Ada berbagai format debat
parlementer yang masing-masing memiliki aturan dan
organisasinya sendiri.
Kejuaraan debat kompetitif parlementer tingkat dunia
yang paling diakui adalah World Universities Debating
Championship (WUDC) dengan gaya British
Parliamentary di tingkat universitas dan World Schools
Debating Championship (WSDC) untuk tingkat sekolah
menengah atas.
Kompetisi debat bertaraf internasional umumnya
menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Tidak
ada bantuan penerjemah bagi peserta manapun.
Namun demikian, beberapa kompetisi memberikan
penghargaan khusus kepada tim yang berasal dari
negara-negara yang hanya menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua (English as Second
Language – ESL).
Negara-negara yang terkenal dengan tim debatnya
antara lain Inggris, Australia, Irlandia, dan Amerika
Serikat. Di Asia, negara yang dianggap relatif kuat
antara lain Filipina dan Singapura.
1. Debat kompetitif di Indonesia
Di Indonesia, debat kompetitif sudah mulai
berkembang, walaupun masih didominasi oleh
kompetisi debat berbahasa Inggris. Kejuaraan debat
parlementar pertama di tingkat universitas adalah Java
Overland Varsities English Debate (JOVED) yang
diselenggarakan tahun 1997 di Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, dan diikuti oleh tim-tim dari
berbagai wilayah di P. Jawa. Kejuaraan debat se-
Indonesia yang pertama adalah Indonesian Varsity
English Debate (IVED) 1998 di Universitas Indonesia.
Hingga kini (2006), kedua kompetisi tersebut
diselenggarakan setiap tahun secara bergilir di
universitas yang berbeda.
Sejak 2001, Indonesia telah mengirimkan delegasi ke
WSDC. Delegasi tersebut dipilih setiap tahunnya
melalui Indonesian Schools Debating Championship
(ISDC) yang diselenggarakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Association
for Critical Thinking (ACT).

2. Berbagai gaya debat parlementer


Dalam debat kompetitif, sebuah format mengatur hal-
hal antara lain:
1. jumlah tim dalam satu debat
2. jumlah pembicara dalam satu tim
3. giliran berbicara
4. lama waktu yang disediakan untuk masing-masing
pembicara
5. tatacara interupsi
6. mosi dan batasan-batasan pendefinisian mosi
7. tugas yang diharapkan dari masing-masing
pembicara
8. hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pembicara
9. jumlah juri dalam satu debat
10. kisaran penilaian
Selain itu, berbagai kompetisi juga memiliki aturan yang
berbeda mengenai:
Penentuan topik debat (mosi) – apakah diberikan jauh
hari sebelumnya atau hanya beberapa saat sebelum
debat dimulai (impromptu)
Lama waktu persiapan – untuk debat impromptu, waktu
persiapan berkisar antara 15 menit (WUDC) hingga 1
jam (WSDC)
Perhitungan hasil pertandingan – beberapa debat
hanya menggunakan victory point (VP) untuk
menentukan peringkat, namun ada juga yang
menghitung selisih (margin) nilai yang diraih kedua tim
atau jumlah vote juri (mis. untuk panel beranggotakan 3
juri, sebuah tim bisa menang 3-0 atau 2-1)
Sistem kompetisi – sistem gugur biasanya hanya
digunakan dalam babak elimiasi (perdelapan final,
perempat final, semifinal dan final); dalam babak
penyisihan, sistem yang biasa digunakan adalah power
matching
Format debat parlementer sering menggunakan
peristilahan yang biasa dipakai di debat parlemen
sebenarnya:

Topik debat disebut mosi (motion)


Tim Afirmatif (yang setuju terhadap mosi) sering disebut
juga Pemerintah (Government), tim Negatif (yang
menentang mosi) disebut Oposisi (Opposition)
Pembicara pertama dipanggil sebagai Perdana Menteri
(Prime Minister), dan sebagainya
Pemimpin/wasit debat (chairperson) dipanggil Speaker
of The House
Penonton/juri dipanggil Members of the House (Sidang
Dewan yang Terhormat)
Interupsi disebut Points of Information (POI)
a. Australian Parliamentary/Australasian Parliamentary
(“Australs”)
Gaya debat ini digunakan di Australia, namun
pengaruhnya menyebar hingga ke kompetisi-kompetisi
yang diselenggarakan di Asia, sehingga akhirnya
disebut sebagai format Australasian Parliamentary.
Dalam format ini, dua tim beranggotakan masing-
masing tiga orang berhadapan dalam satu debat, satu
tim mewakili Pemerintah (Government) dan satu tim
mewakili Oposisi (Opposition), dengan urutan sebagai
berikut:
Pembicara pertama pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara pertama pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara kedua pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara kedua pihak Oposisi – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Pemerintah – 7 menit
Pembicara ketiga pihak Oposisi – 7 menit
Pidato penutup pihak Oposisi – 5 menit
Pidato penutup pihak Pemerintah – 5 menit

Pidato penutup (Reply speech) menjadi ciri dari format


ini. Pidato penutup dibawakan oleh pembicara pertama
atau kedua dari masing-masing tim (tidak boleh
pembicara ketiga). Pidato penutup dimulai oleh Oposisi
terlebih dahulu, baru Pemerintah.
Mosi dalam format ini diberikan dalam bentuk
pernyataan yang harus didukung oleh pihak
Pemerintah dan ditentang oleh Pihak Oposisi, contoh:
(This House believes that) Globalization marginalizes
the poor.
(Sidang Dewan percaya bahwa) Globalisasi
meminggirkan masyarakat miskin.
Mosi tersebut dapat didefinisikan oleh pihak
Pemerintah dalam batasan-batasan tertentu dengan
tujuan untuk memperjelas debat yang akan dilakukan.
Ada aturan-aturan yang cukup jelas dalam hal apa
yang boleh dilakukan sebagai bagian dari definisi dan
apa yang tidak boleh dilakukan.

Tidak ada interupsi dalam format ini.


Juri (adjudicator) dalam format Australs terdiri atas satu
orang atau satu panel berjumlah ganjil. Dalam panel,
setiap juri memberikan voting-nya tanpa melalui
musyawarah. Dengan demikian, keputusan panel dapat
bersifat unanimous ataupun split decision.
Di Indonesia, format ini termasuk yang pertama kali
dikenal sehingga cukup populer terutama di kalangan
universitas. Kompetisi debat di Indonesia yang
menggunakan format ini adalah Java Overland
Varsities English Debate (JOVED) dan Indonesian
Varsity English Debate (IVED).

b. Asian Parliamentary (“Asians”)


Format ini merupakan pengembangan dari format
Australs dan digunakan dalam kejuaraan tingkat Asia.
Perbedaannya dengan format Australs adalah adanya
interupsi (Points of Information) yang boleh diajukan
antara menit ke-1 dan ke-6 (hanya untuk pidato utama,
tidak pada pidato penutup). Format ini juga mirip
dengan World Schools Style yang digunakan di WSDC.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam ALSA English
Competition (e-Comp) yang diselenggarakan (hampir)
setiap tahun oleh ALSA LC [[Universitas Indonesia].

c. British Parliamentary (“BP”)


Gaya debat parlementer ini banyak dipakai di Inggris
namun juga populer di banyak negara, sebab format
inilah yang digunakan di kejuaraan dunia WUDC.
Dalam format ini, empat tim beranggotakan masing-
masing dua orang bertarung dalam satu debat, dua tim
mewakili Pemerintah (Government) dan dua lainnya
Oposisi (Opposition), dengan susunan sebagai berikut:
Opening Government: Opening Opposition:
Prime Minister Leader of the Opposition
Deputy Prime Minister Deputy Leader of the Opposition
Closing Government: Closing Opposition
Member of the Government Member of the Opposition
Government Whip Opposition Whip

Urutan berbicara adalah sebagai berikut:


Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 7 menit
Deputy Prome Minister – 7 menit
Deputy Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Government Whip – 7 menit
Opposition Whip – 7 menit

Setiap pembicara diberi waktu 7 menit untuk


menyampaikan pidatonya. Di antara menit ke-1 dan ke-
6, pembicara dari pihak lawan dapat mengajukan
interupsi (Points of Information). Bila diterima,
pembicara yang mengajukan permintaan interupsi tadi
diberikan waktu maksimal 15 detik untuk
menyampaikan sebuah pertanyaan yang kemudian
harus dijawab oleh pembicara tadi sebelum
melanjutkan pidatonya.
Juri dalam debat BP bisa satu orang atau satu panel
berjumlah ganjil. Di akhir debat, juri menentukan urutan
kemenangan dari peringkat 1 sampai 4 untuk debat
tersebut. Dalam panel, keputusan sebisanya diambil
berdasarkan mufakat. Bila mufakat tidak tercapai,
Ketua Panel akan membuat keputusan terakhir.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kompetisi
Founder’s Trophy yang diselenggarakan
oleh Komunitas Debat Bahasa Inggris Universitas
Indonesia setiap tahun.

d. Format World Schools


Format yang digunakan dalam turnamen World Schools
Debating Championship (WSDC) dapat dianggap
sebagai kombinasi BP dan Australs. Setiap debat terdiri
atas dua tim, Proposisi dan Oposisi, beranggotakan
masing-masing tiga orang. Urutan pidato adalah
sebagai berikut:
Pembicara pertama Proposisi – 8 menit
Pembicara pertama Oposisi – 8 menit
Pembicara kedua Proposisi – 8 menit
Pembicara kedua Oposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Proposisi – 8 menit
Pembicara ketiga Oposisi – 8 menit
Pidato penutup Oposisi – 4 menit
Pidato penutup Proposisi – 4 menit

Pidato penutup (reply speech) dibawakan oleh


pembicara pertama atau kedua masing-masing tim
(tidak boleh pembicara ketiga) dan didahului oleh pihak
Oposisi dan ditutup oleh pihak Proposisi.
Aturan untuk interupsi (Points of Information – POI)
mirip dengan format BP. POI hanya dapat diberikan
antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada
POI dalam pidato penutup.
Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan
Indonesian Schools Debating Championship (ISDC).
Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan
kompetisi debat juga menggunakan format ini.
e. American Parliamentary
Debat parlementer di Amerika Serikat diikuti oleh dua
tim untuk setiap debatnya dengan susunan sebagai
berikut:
Government
Prime Minister (PM)
Member of the Government (MG)
Opposition
Leader of the Opposition (LO)
Member of the Opposition (MO)

Debat parlementer diadakan oleh beberapa organisasi


berbeda di Amerika Serikat di tingkat pendidikan
menengah dan tinggi. National Parliamentary Debate
Association (NPDA), American Parliamentary Debate
Association (APDA), dan National Parliamentary
Tournament of Excellence (NPTE) menyelenggarakan
debat parlementer tingkat universitas dengan susunan
pidato sebagai berikut:
Prime Minister – 7 menit
Leader of the Opposition – 8 menit
Member of the Government – 8 min
Member of the Opposition – 8 min
Leader of the Opposition Rebuttal – 4 min
Prime Minister Rebuttal – 5 min

California High School Speech Association (CHSSA)


dan National Parliamentary Debate League (NPDL)
menyelenggarakan debat parlementer tingkat sekolah
menengah dengan susunan pidato sebagai berikut:

Prime Minister – 7 menit


Leader of the Opposition – 7 menit
Member of the Government – 7 menit
Member of the Opposition – 7 menit
Leader of the Opposition Rebuttal – 5 menit
Prime Minister Rebuttal – 5 menit

Dalam semua format tersebut kecuali CHSSA, interupsi


berupa pertanyaan dapat ditanyakan kepada
pembicara keempat pidato pertama, kecuali pada menit
pertama dan terakhir pidato. Dalam format CHSSA,
keenam pidato semuanya dapat diinterupsi.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum
ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
3. Debat kompetitif selain debat parlementer
Debat Proposal
Dalam gaya Debat Proposal (Policy Debate), dua tim
menjadi penganjur dan penentang sebuah rencana
yang berhubungan dengan topik debat yang diberikan.
Topik yang diberikan umumnya mengenai perubahan
kebijakan yang diinginkan dari pemerintah. Kedua tim
biasanya memainkan peran Afirmatif (mendukung
proposal) dan Negatif (menentang proposal). Pada
prakteknya, kebanyakan acara debat tipe ini hanya
memiliki satu topik yang sama yang berlaku selama
setahun penuh atau selama jangka waktu lainnya yang
sudah ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan debat parlementer, debat
proposal lebih mengandalkan pada hasil riset atas
fakta-fakta pendukung (evidence). Debat ini juga
memiliki persepsi yang lebih luas mengenai argumen.
Misalnya, sebuah proposal alternatif (counterplan) yang
membuat proposal utama menjadi tidak diperlukan
dapat menjadi sebuah argumen dalam debat ini.
Walaupun retorika juga penting dan ikut memengaruhi
nilai setiap pembicara, pemenang tiap babak umumnya
didasari atas siapa yang telah “memenangkan”
argumen sesuai dengan fakta pendukung dan logika
yang diberikan. Sebagai konsekuensinya, juri kadang-
kadang membutuhkan waktu yang lama untuk
mengambil keputusan karena semua fakta pendukung
harus diperiksa terlebih dahulu.
Di Amerika Serikat, Debat Proposal adalah tipe debat
yang lebih populer dibandingkan debat parlementer.
Kegiatan ini juga telah dicoba dikembangkan di Eropa
dan Jepang dan gaya debat ini ikut memengaruhi
bentuk-bentuk debat lain. Di AS, Debat Proposal tingkat
SMU diselenggarakan oleh NFL dan NCFL. Di tingkat
universitas, debat ini diselenggarakan oleh National
Debate Tournament (NDT), Cross Examination Debate
Association (CEDA), National Educational Debate
Association, dan Great Plains Forensic Conference.
Debat Proposal terdiri atas dua tim beranggotakan
masing-masing dua orang dalam tiap debatnya. Setiap
pembicara membawakan dua pidato, satu pidato
konstruktif (8 atau 9 menit) yang berisi argumen-
argumen baru dan satu pidato sanggahan (4, 5, atau 6
menit) yang tidak boleh berisi argumen baru namun
dapat berisi fakta pendukung baru untuk membantu
sanggahan. Biasanya, sehabis setiap pidato konstruktif,
pihak lawan diberikan kesempatan untuk melakukan
pemeriksaan silang (cross-examination) atas pidato
tersebut. Setiap isu yang tidak ditanggapi oleh pihak
lawan dianggap sudah diterima dalam debat. Dewan
juri secara seksama mencatat semua pernyataan yang
dibuat dalam suatu babak (sering disebut flow).
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum
ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
Lincoln-Douglas Debate
Nama gaya debat ini diambil dari debat-debat terkenal
yang pernah dilakukan di Senat Amerika Serikat antara
kedua kandidat Lincoln dan Douglas. Setiap debat gaya
ini diikuti oleh dua pedebat yang bertarung satu sama
lain.
Argumen dalam debat ini terpusat pada filosofi dan
nilai-nilai abstrak, sehingga sering disebut sebagai
debat nilai (value debate). Debat LD kurang
menekankan pada fakta pendukung (evidence) dan
lebih mengutamakan logika dan penjelasan.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum
ada kompetisi reguler yang menggunakannya.

C. KEGIATAN LAIN YANG SERUPA


Model United Nations
Model United Nations adalah kegiatan yang banyak
dilakukan di tingkat sekolah dan universitas di dunia.
Dalam kegiatan ini, peserta memainkan peran sebagai
delegasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang
mewakili negara tertentu (dalam kompetisi
internasional, negara yang diwakili umumnya bukan
negara asal sebenarnya dari tim tersebut).
Di Indonesia, kegiatan ini relatif belum berkembang.
Namun, Jakarta International School (JIS), sebuah
sekolah internasional di ibukota, memiliki kegiatan
ekstrakurikuler ini.
Moot court
Kompetisi Moot court biasa dilakukan oleh mahasiswa
hukum di tingkat universitas.

D. MODEL PEMBELAJARAB DEBATE


Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks:
siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk
berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk
dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian
presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu
kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya
begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing
membuat kesimpulan dan menambahkannya bila perlu.
E. MODEL PEMBELAJARAN DEBAT AKTIF
Membuat pembelajaran yang menarik dan sekaligus
mengaktifkan siswa banyak sekali caranya. Salah satu
cara yang bisa digunakan adalah dengan model debat
aktif.

Model debat aktif


Model pembelajaran debat aktif merupakan modifikasi
dari model-model diskusi terbuka yang terjadi di
kalangan kampus. Bagaimana membawa suasana
debat tersebut di pada jenjang pendidikan yang lebih
rendah. Dimana pelaku debat adalah siswa SD yang
belum banyak menguasai konsep atau argumentasi
yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya?
Model pembelajaran debat aktif tersebut dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Buatlah sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap
materi yang telah kita berikan sebelumnya. Misalnya
“ayam sebenarnya juga termasuk binatang carnivora
(pemakan daging)”.
Bentuk siswa dalam 2 kelompok besar di dalam kelas.
Satu kelompok adalah sebagai kelompok “PRO” atau
pendukung pernyataan tersebut, sementara satu
kelompok yang lain adalah sebagai kelompok KONTRA
atau kelompok yang menolak pernyataan tersebut.
Silahkan tanyakan kepada kelompok PRO, mengapa
mereka mendukung pernyataan tersebut. Alasan-
alasan apa yang menguatkan pernyataan tersebut?
Sementara untuk kelompok KONTRA harus
mempertahankan pendapatnya tersebut juga disertai
dengan argumentasi-argumentasi yang masuk akal.
Atur lalu-lintas debat agar tidak terjadi “Debat kusir”.

F. LANGKAH LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN


DEBAT
1. Guru membagi dua kelompok peserta debat yang
satu pro dan yang lainnya kontra
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang
akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
3. Setelah selesai membaca materi guru mrnunjuk
salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara, saat
itu ditanggapi atau dibantah oleh kelompok kontra.
Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
bisa mengemukakan pendapatnya
4. Sementara siswa menympaikan gagasannya, guru
menulis inti/ide-ide darisetiap pembicaraan dipapan
tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru
terpenuhi
5. Guru menambahkan konsep atau ide yang belum
terungkap
6. Dari data-data yang ada di papan tersebut, guru
mengajak siswa membuat kesimpulan atau rangkuman
yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
G. KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT
1. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diberikan.
2. Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua
teori yang telah diberikan.
3. Melatih siswa untuk berani mengemukakan
pendapat.

H. KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT


1. Ketika menyampaikan pendapat saling berebut
2. Saling adu argument yang tak kunjung selesai bila
guru tidak menengahi
3. Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi
yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif.

MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

MODEL PEMBELAJARAN ARTIKULASI

Ibarat pakaian yang penuh variasi lengkap dengan


berbagai corak warna dan modelnya, semua itu adalah
dengan tujuan agar si pemakai merasa nyaman, aman,
terlindung, juga agar merasa percaya diri dan
dihargai/dihormati orang lain. Orang lain yang
memandang cara berpakaian pun akan merasa
senang, simpati, bahkan mungkin tertarik akan
performa dan potongan/model pakaian tersebut. Maka
secara lugas dapat dikatakan bahwa tujuan daripada
berpakaian sudah tercapai.

Demikian juga dengan pembelajaran. Banyak ragam


strategi pembelajaran, pendekatan, metode
pembelajaran dan juga model pembelajaran. Tujuan
dilaksanakannya berbagai macam strategi
pembelajaran, metode pembelajaran dan model
pembelajaran adalah agar guru/pendidik lebih mudah,
lebih efektif dan efisien dalam menerapkan suatu
pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai secara maksimal.
Bagi peserta didik akan menimbulkan perasaan
senang, termotivasi, tertantang sehingga pembelajaran
pun menjadi lebih bermakna dan PAIKEM
(Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan ). Tidak ada lagi pembelajaran yang
monoton dan menjemukan.
Khusus model pembelajaran, ternyata jumlahnya cukup
banyak. Hal ini karena selalu ada inovasi-inovasi baru
yang dilakukan oleh kalangan guru/pendidik, ahli
pendidikan dan kaum cerdik cendikiawan baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri.
Efektif atau tidaknya suatu model pembelajaran
diterapkan, tidak ditentukan oleh kecanggihan suatu
model pembelajaran saja, karena pada prinsipnya tidak
ada satu model pembelajaran pun yang terbaik. Model
pembelajaran yang terbaik adalah model pembelajaran
yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dari
sekian model pembelajaran, berikut penulis sampaikan
salah satu contoh model pembelajaran yakni model
pembelajaran Artikulasi.

1. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi

Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang


prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang
telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
menjelaskannya pada siswa lain (pasangan
kelompoknya). Di sinilah keunikan model pembelajaran
ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai
‘penerima pesan’ sekaligus berperan sebagai
‘penyampai pesan.’
Model pembelajaran artikulasi merupakan model
pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam
pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi
kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam
kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai
teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas.
Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam mode
pembelajaran ini.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Artikulasi
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah
kelompok berpasangan dua orang.
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu
menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-
catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak
menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya sampai sebagian siswa sudah
menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang
sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
3. Kelemahan dan kelebihan Pembelajaran Artikulasi
Kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran artikulasi
ini antara lain:
A. Kelemahannya:
a. Untuk mata pelajaran tertentu
b. Waktu yang dibutuhkan banyak
c. Materi yang didapat sedikit
d. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e. Lebih sedikit ide yang muncul
f. Jika ada perselisihan tidak ada penengah

B. Kelebihannya:
a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b. Melatih kesiapan siswa
c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
d. Cocok untuk tugas sederhana
e. Interaksi lebih mudah
f. Lebih mudah dan cepat membentuknya
g. Meningkatkan partisipasi anak

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-artikulasi.html#ixzz2uZYtdYcN
Model Pembelajaran Role Playing

Model Pembelajaran Role Playing

A. Metode Role Playing


adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan
siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai
tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu
bergantung kepada apa yang diperankan.
B. Tujuan pembelajaran Role Playing
Menurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan
apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan
suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang
banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih
baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena
akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b)
melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan
masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih
anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi
kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain
beserta masalahnya.

C. langkah-langkah model pembelajaran role playing


Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah: guru
menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut,
pembentukan kelompok siswa, penyampaian
kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan
skenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa
membahas peran yang dilakukan oleh pelakon,
presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan dan
refleksi.

D. Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran Role Playing

Bermain peran pada prinsipnya merupakan


pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang
ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan
peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian
dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta
memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai
keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran
tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif
pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut.
Pembelajaran ini lebih menekankan terhadap masalah
yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan
peran
.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam
role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di
luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di
dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris.
Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai
suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar
kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu,
2000).

Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek


pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik
berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris) bersama teman-temannya pada situasi
tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang
berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran
PKn standar kompetensi memahami kebebasan
berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama,
murid akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah,
melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap
mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan
berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif
berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai
apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi,
dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa
adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak
mungkin terjadi
.
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian
sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat
diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing
dapat memberikan semacam hidden practise, dimana
murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan
terhadap materi yang telah dan sedang mereka
pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid
yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga,
role playing dapat memberikan kepada murid
kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah
permainan. Dengan bermain murid akan merasa
senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah
ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby
DePorter, 2000: 12)
E. kelebihan dan kekurangan role playing

Kelebihan Metode Role Playing

Kelebihan metode Role Playing melibatkan seluruh


siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk
memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.
Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan
baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini adalah,
sebagai berikut:

1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi


secara utuh.
2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan
dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui
pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam
ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang
menyenangkan yang saling untuk dilupakan
5) Sangat menarik bagi siswa, sehingga
memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh
antusias
6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme
dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung
dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan
siswa sendiri
8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan
profesional siswa, dan dapat menumbuhkan /
membuka kesempatan bagi lapangan kerja

Kelemahan Metode Role Playing


Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia
tidak ada yang sempurna,semua ilmu ada kelebihan
dan kekurangan.Jika kita melihat metode Role Playing
dalam dalam cakupan cara dalam prooses mengajar
dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain
kelebihan terdapat kelemahan.

Kelemahan metode role palying antara lain:

1. Metode bermain peranan memelrukan waktu yang


relatif panjang/banyak
2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi
dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua
guru memilikinya
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran
merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu
4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain
pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat
memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti
tujuan pengajaran tidak tercapai
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui
metode ini
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-role-playing.html#ixzz2uZYxvua6

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk


model pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari
melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku
pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga


konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri,
pengetahuan atauknowledge, dan dinamika kelompok
atau the dynamic of the learning group, (Udin S.
Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses
dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah
dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan
adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
dinamika kelompok menunjukkan suasana yang
menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang
melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling
bertukar pengalaman melaui proses saling
beragumentasi.

Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28),


mengemukakan hal penting untuk melakukan
metode Group Investigationadalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota


kelompok harus mendapat kesempatan memberikan
kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari
informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di
luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi
yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan
lembar kerja.

2. Rencana Kooperatif.

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka,


sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang
melakukan apa, dan bagaimana mereka akan
mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3. Peran Guru.

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru


memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan
siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa
mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya
membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik
yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian
kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan
berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk
diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas
topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya di depan kelas.

1. Langkah-Langkah dalam Menggunakan Model


Group Investigation

Langkah-langkah penerapan metode Group


Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan
sebagai berikut:

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu


wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan
lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang
berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang
beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok
heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun
kemampuan akademik.

2. Merencanakan kerjasama

Para siswa bersama guru merencanakan berbagai


prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang
konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang
telah dipilih dari langkah 1 diatas.

3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah


dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk
menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di
dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-
menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.

4. Analisis dan sintesis


Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai
informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan
merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang


menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar
semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

6. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai


kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas
sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
tiap siswa secara individu atau kelompok, atau
keduanya.

1. Tahapan-tahapan Dalam Group Investigation

Enam Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif


dengan Metode Group Investigationdapat dilihat pada
table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh
(2005:29-30):

Tahap I

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribus


Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke
selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
dalam kelompok.

Tahap II
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemud
Merencanakan tugas. dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa y

Tahap III
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, m
mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam
Membuat penyelidikan.
kelompok.

Tahap IV

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentas


Mempersiapkan tugas akhir.

Tahap V

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap meng


Mempresentasikan tugas akhir.

Tahap VI
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipre

1. Ciri-Ciri Model Group Investigation

Model pembelajaran Group Investigation merupakan


model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai cirri-ciri,
yakni sebagai berikut:

1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group


Investigationberpusat pada siswa, guru hanya bertindak
sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa
berperan aktif dalam pembelajaran.

2. pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling


bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam
kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap
siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan
pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam
memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan
suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

3. pembelajaran kooperatif dengan metode Group


Investigationsiswa dilatih untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa
dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu
perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
4. adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif
dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai
tahap akhir pembelajaran.

5. pembelajaran kooperatif dengan metode Group


Investigationsuasana belajar terasa lebih efektif,
kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat
membangkitkan semangat siswa untuk memiliki
keberanian dalam mengemukakan pendapat dan
berbagi informasi dengan teman lainnya dalam
membahas materi pembelajaran.

1. Kelebihan dan Kelemahan Model Group


Investigation

Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model


pembelajaran group investigation juga mempunyai
kelemahan dan kelebihan, yakni sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran model group investigation:

1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group


Investigation memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model
Group Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling


bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam
kelompok tanpa memandang latar belakang.

4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa


untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam


proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap
akhir pembelajaran.

Kelemahan pembelajaran dengan model group


investigation:

Model pembelajaran group investigation merupakan


model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.
Kemudian pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran group investigation juga membutuhkan
waktu yang lama.
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-group-investigation.html#ixzz2uZZPsRyR

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

Model Pembelajaran Bertukar Pasangan

1. Pengertian
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk
pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di
mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan
lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan
semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu
pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif
untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir
rasional (Rustaman et al., 2003: 206).

Jadi ,model pembelajaran cooperative learning adalah


salah satu model pembelajaran yang menempatkan
siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented).
Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling
membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih
besar dalam memberdayakan potensi siswa
secara maksimal.dan menekankan pada sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur
dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran.,
Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Model pembelajaran cooperative learning akan dapat
memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan
pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata
pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran
cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik
pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah
memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam
proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja
kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi
edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru
maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning
sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator
terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat,
keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan
suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis,
dan masing-masing siswa punya peran dan akan
memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model


Pembelajaran Bertukar Pasangan)
Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran
kepada siswa tentu dia akan memilih manakah model
pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi
pelajaran tertentu. Dalam hal ini Muslim Ibrahim (dalam
Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

3. Langkah-langkah pembelajarannya
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2
orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa
memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan
tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan
satu pasangan dari kempok yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan,
kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan
dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan
kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

4. Keunggulan dan Kelemahannya


Keunggulan :
1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar
dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa
nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan
demikian meskipun saat pelajaran menempati jam
terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai
jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain
kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si
penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan
meminta tolong pada temannya untuk mencarikan
jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang
membantu dan dibantu.

5. Contoh model pembelajarannya


Pada Kompetensi Dasar (KD) Menaati Peraturan
Perundang-undangan Nasional. misalnya siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok masing masing
mempunyai tugas berbeda. Misalnya mempelajari sikap
kritis terhadap peraturan perundangan yang tidak
mengakomodasi aspirasi rakyat , sikap patuh terhadap
peraturan perundangan nasional.
Kemudian masing-masing anggota kelompok
membentuk kelompok baru,sehingga kelompok baru
tersebut tersebut berisi siswa dari grup sikap kritis dan
sikap patuh dan seterusnya.
Dalam kelompok baru tersebut setiap siswa
menerangkan apa yang telahdipelajari.Ada penilaian
antar siswa dalam kelompok baru tersebut. Meliputi
keaktivan, dalam diskusi serta kemampuan
menerangkan dan kemampuan menjawab pertanyaan.

KESIMPULAN
Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Model pembelajaran Bertukar Pasangan termasuk
pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di
mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan
lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan
semula/pertamanya.
Dan model pembelajaran bertukar pasangan ini
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu
pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif
untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir
rasional (Rustaman et al., 2003: 206).
Dan ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model
Pembelajaran Bertukar Pasangan) Muslim Ibrahim
(dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2
orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa
memilih sendiri pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan
tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan
satu pasangan dari kempok yang lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan,
kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan
dan mencari kepastian jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan
kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
6. Kesimpulan.
7. Penutup.

Keunggulan :

1. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.


2. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar
dengan tidak pintar.
3. Mendorong siswa tampil prima karena membawa
nama baik kelompok lamanya
4. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan
demikian meskipun saat pelajaran menempati jam
terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.
Kelemahan :
1. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai
jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain
kurang kurang mampu menguasai materi)
Solusinya , lembar penilaian tidak diberi nama si
penilai.
2. Ada siswa yang mengambil jalan pintas ,dengan
meminta tolong pada temannya untuk mencarikan
jawabnya.
Solusinya mengurangi poin pada siswa yang
membantu dan dibantu.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-bertukar-
pasangan.html#ixzz2uZZWKdYa

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

Pengertian model pembelajaran snowball throwing


Model Snowball Throwing merupakan salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing
yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’
dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan
menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang
digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan
secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok.
Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran siswa Pkn, model Snowball Throwing ini
memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan
keterampilan proses.

Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat


kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak
hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan
tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu
menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa
lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan
mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka
harus menjawab pertanyaan dari temannya yang
terdapat dalam bola kertas.
Dalam metode (Snowball Throwing), guru berusaha
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita
atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks
nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga
memberikan pengalaman kepada siswa melalui
pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses
yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks
komunikasi alamiah baik sosial, sains, hitungan dan
lingkungan pergaulan.
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk
mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing
siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola
(kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang
masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola
yang diperoleh.

Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu
lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja
yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh
ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama
kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan
diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.

Kesimpulan:
Penggunaan pendekatan pembelajaran snowball
throwing dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa
ini dirasakan cukup efektif karena mampu menumbuh
kembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional
yang ada dalam diri siswa. Di sini siswa akan terlatih
untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara
cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang
ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai
persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam model pembelajaran snowball throwing ini
kurang tepat digunakan untuk mata pelajaran
atau bidang study ilmu pengetahhuan social. Karena
ilmu pengetahuan social adalah ilmu yang cakupan
materi pembelajarannya sangat luas, membutuhkan
pengembangan yang mendalam karena materinya
selalu berkembang. Sedangkan di sini pembelajaran
hanya berkutat pada pengetahuan siswa saja. Jadi,
yang lebih tepat menggunakan model pembelajaran
snowball throwing ini adalah jenis-jenis mata pelajaran
ilmu pengetahuan alam atau eksak yang cenderung
menggunakan rumus yang relatif tetap. Guru akan lebih
mudah mengarahkan jalannya pembelajaran di kelas.

Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Penngetahuan tidak luas hanya berkutat pada
pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-snowball-throwing.html#ixzz2uZZZU5Zc

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator and


Explaining

Pengertian Model Pembelajaran Student Facilitator


and Explaining

Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining


merupakan model pembelajaran dimana siswa/peserta
didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada
rekan peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini
efektif untuk melatih siswa berbicara untuk
menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.
Model pembelajaran ini akan relevan apabila siswa
secara aktif ikut serta dalam merancang materi
pembelajaran yang akan dipresentasikan. Untuk itu
pembelajaran pada apresiasi drama akan lebih sesuai
dikarenakan siswa secara aktif ikut serta baik itu dalam
kegiatan apresiasi maupun bisa berupa ekspresi sastra
sebagai pelakunya.
Langkah-langkah pembelajarannya :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai/KD.
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis
besar materi pembelajaran.
3. Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan
kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan/peta
konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan
saat itu.
6. Penutup
Kelebihan Model Pembelajaran Student Facilitator and
Explaining
siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa
lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya
sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.

Kekurangan Model Pembelajaran Student Facilitator


and Explaining:
1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya
sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif
Kesimpulan
Dalam Model pembelajaran ini akan dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkap apabila siswa secara
aktif ikut serta dalam merancang materi pembelajaran
yang akan dipresentasikan maka siswa akan lebih bisa
mengerti dan mampu memahaminya untuk
mengungkapkan ide, selain itu juga dapat mengajak
peserta didik mandiri dalam mengembangkan potensi
mengungkapkan gagasan berpendapat.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pengertia
n-model-pembelajaran-student.html#ixzz2uZZdtnxx

MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY

MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW


HORAY

1. Pengertian

Model pembelajaran Course Review Horay merupakan


model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana
kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena
setiap siswa yang dapat menjawab benar maka siswa
tersebut diwajibkan berteriak’hore!’ atau yel-yel lainnya
yang disukai.

Jadi, model pembelajaran course review horay ini


merupakan suatu model pembelajaran yang dapat
digunakan guru agar dapat tercipta suasana
pembelajaran di dalam kelas yang lebih
menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih
tertarik. Karena dalam model pembelajaran course
review horay ini, apabila siswa dapat menjawab
pertanyaan secara benar maka siswa tersebut
diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel
yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok
maupun individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga
merupakan suatu metode pembelajaran dengan
pengujian pemahaman siswa menggunakan soal
dimana jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak
yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau
kelompok yang mendapatkan jawaban atau tanda dari
jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung
berteriak “horay” atau menyanyikan yel-yel
kelompoknya.

Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course


review horay ini pengujian pemahaman siswa dengan
menggunakan kotak yang berisi nomor untuk
menuliskan jawabannya. Dan siswa yang lebih dulu
mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus
langsung segera menyoraki kata-kata “horay” atau
menyoraki yel-yelnya.

Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas


dapat dikaji secara terarah maka seiring dengan
perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse
Review Horay menjadi salah satu alternative sebagai
pembelajaran yang mengarah pada pemahaman
konsep. Pembelajaran Course Review Horay,
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu
kegiatan belajar mengajar dengan cara
pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok
kecil.
Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan
merupakan suatu pembelajaran dalam rangka
pengujian terhadap pemahaman konsep siswa
menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi
nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang
paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung
berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui
Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat
melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dengan
pembentukkan kelompok kecil.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Course


Review Horay

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi


sesuai topik dengan tanya jawab

3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.

4. Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat


kartu atau kotak sesuai dengan kebutuhan dan diisi
dengan nomor yang ditentukan guru.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa
menuliskan jawabannya didalam kartu atau kotak yang
nomornya disebutkan guru.

6. Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah


ditulis didalam kartu atau kotak, guru dan siswa
mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.

7. Bagi yang benar,siswa memberi tanda check list ( √ )


dan langsung berteriak horay atau menyanyikan yel-
yelnya.

8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan


yang banyak berteriak horay .

9. Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh


nilai tinggi atau yang banyak memperoleh horay.

10. Penutup

C. Kelebihan Model Pembelajaran Corse Review


Horay

a. Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa


untuk dapat terjun kedalamnya.
b. Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi
sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan.
c. Siswa lebih semangat belajar karena suasana
pembelajaran berlangsung menyenangkan
d. Melatih kerjasama

D. Kelemahan Model Pembelajaran Course Review


Horay

a. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan


b. Adanya peluang untuk curang

Sumber:
:http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-course-review-
horay.html#ixzz2uZZtkw00

 Model Pembelajaran Talking Stick

 Model Pembelajaran Talking Stick

 Sejarah Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang


pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika
untuk mengajak semua orang berbicara atau
menyampaikan pendapat dalam suatu forum
(pertemuan antarsuku), sebagaimana dikemukakan
Carol Locust berikut ini :The talking stick has been used
for centuries by many Indian tribes as a means of just
and impartial hearing. The talking stick was commonly
used in council circles to decide who had the right to
speak. When matters of great concern would come
before the council, the leading elder would hold the
talking stick, and begin the discussion. When he would
finish what he had to say, he would hold out the talking
stick, and whoever would speak after him would take it.
In this manner, the stick would be passed from one
individual to another until all who wanted to speak had
done so. The stick was then passed back to the elder
for safe keeping.
Artinya:

Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-


abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak
secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara
sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan
siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas
masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.
Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin
berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini
tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke
orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan
pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran
berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke
ketua/pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
talking stick dipakai sebagai tanda seseorang
mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan
secara bergiliran/bergantian.

B. Talking Stick Sebagai Model Pembelajaran

Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran


kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan
bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib
menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran Talking
Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP,
dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara,
pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang
menyenangkan dan membuat siswa aktif. Langkah-
langkah penerapannya dapat dilakukan sebagai
berikut.

1. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.


2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya
20 cm.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberikan kesempatan para
kelompok untuk membaca dan mempelajari materi
pelajaran.
4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat
di dalam wacana.
5. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran
dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota
kelompok untuk menutup isi bacaan.
6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada
salah satu anggota kelompok, setelah itu guru memberi
pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang
tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
7. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan
jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab
pertanyaan.
8. Guru memberikan kesimpulan.
9. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara
kelompok maupun individu.
10. Guru menutup pembelajaran.

C. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).

Kekurangan:
Membuat siswa gelisah, gundah gulana dan lain2
(becanda).

D. Kesimpulan

1. talking stick dipakai sebagai tanda seseorang


mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan
secara bergiliran/bergantian.
2. Model pembelajaran ini membuat anak didik ceria,
senang, dan melatih mental anak didik untuk siap pada
kondisi dan siatuasi apapun

 Sumber:
:http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-talking-stick.html#ixzz2uZZyAQpF

 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN

 METODE DEMONSTRASI DAN EKSPERIMEN

 Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi dan


Eksperimen ialah suatu upaya atau praktek dengan
menggunaka peragaan yang di tujukan pada siswa
yang tujuannya ialah agar supaya semua sisiwa lebih
mudah dalam memahami dan mempraktekan dari apa
yang telah di perokehnya dan dapat mengatasi sutu
permasalah apabila terdapat perbedaan .

Metode Demonstrasi

1. Pengertian Metode Demonstrasi

Yang di maksud dengan Metode Demonstrasi ialah


metode mengajar dengan menggunakan peragaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses
pembentukan tertentu pada siswa.

Untuk memperjelas pengertian tersebut dalam


prakteknya dapat di lakukan oleh guru atau anak didik
itu sendiri. Metode Demonstran cukup baik apabila di
gunakan dalam penyampaian bahan pelajaran fiqih,
misalnya bagaiamana cara berwudu, shalat,
memandikan orang mati, tawaf pada waktu haji,dan
yang lainnya.

2. prinsip-prinsip metode demonstrasi sebagai berikut:

a. Menciptakan suasana/hubungan baik dengan siswa


sehingga ada keinginan dan kemauan dari siswa untuk
menyaksikan apa yang didemonstrasikan;
b. Mengusahakan agar demonstrasi itu dapat jelas bagi
siswa yang sebelumnya tidak memahami, mengingat
siswa belum tentu dapat memahami apa yang
dimaksud dalam demonstrasi karena keterbatasan
daya ingat;
c. Memikirkan dengan cermat sebelum
mendemonstrasikan suatu pokok bahasan/topik
tertentu tentang adanya kesulitan yang akan ditemui
siswa sambil memikirkan dan mencari cara untuk
mengatasinya.
Aspek penting dalam metode demonstrasi:
a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar
bila alat yang digunakan untuk mendemonstrasikan
tidak dapat diamati dengan seksama oleh siswa;
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti
oleh aktivitas di mana siswa sendiri dapat ikut
memperhatikan dan menjadikan aktivitas mereka
sebagai pengalaman yang berharga;
c. Tidak semua hal yang didemonstrasikan di dalam
kelas, misal alat terlalu besar;
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat
praktis;
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan
landasan teori dari apa yang akan didemonstrasikan;
f. Persiapan dan perencanaan yang matang
g. Metode belajar sebagai tindakan dan langkah konkrit
tidak dapatlepas dari filosofi yang mendasarinya. Dasar
filosofi ini bersifat lebih abstrak yang melihat totalitas
manusia sebagai pelaksana pendidikan baiksebagai
pendidik maupun peserta didik. Sebagai pendidik,
manusia mempunyai tanggung jawab untuk
mentransfer dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
sikap, nilai serta keterampilan pada peserta didik.
Sebagai peserta didik, manusia dilihat sebagai makhluk
Tuhan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
sumber dayanya, baik aspek penalarannya, aspek
sikap hatinya maupun aspek keterampilan perilakunya.
Sebagai khalifah/wakil Allah di muka bumi, manusia
harus mencerminkan sifat-sifat Ilahiyah dalam
kehidupan dunia di muka bumi ini. Untuk dapat
memerankannya manusia harus mengembangkan
potensinya baik dari segi intelektualnya, moralnya
maupun profesionalnya.
Pengembangan ini tidak lain melalui proses pendidikan

3. Adapun aspek yang penting dalam menggunakan


Metode Demonstrasi adalah:

a. Demonstrasi akan menjadi metode yang tidak wajar


apabila alat yang di Demonstrasikan tidak bisa di amati
dengan seksama oleh siswa. Misalnya alatnya terlalu
kecil atau penjelasannya tidak jelas.
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak di ikuti
oleh aktivitas di mana siswa sendiri dapat ikut
memperhatikan dan menjadi aktivitas mereka sebagai
pengalaman yang berharga.
c. Tidak semua hal dapat di Demonstrasikan di kelas
karna sebab alat-alat yang terlalu besar atau yang
berada di tempat lain yang tempatnya jauh dari kelas.
d. Hendaknya dilakukan dalam hal-hal yang bersifat
praktis
e. Sebagai pendahuluan, berilah pengertian dan
landasan teori dari apa yang akan di Demonstrasikan.

Dan adapun sebaiknya dalam Mendemonstrasikan


pelajaran tersebut guru harus terlebih dulu
Mendemonstrasikan dengan sebaik-baiknya, baru di
ikuti oleh murid-muridnya yang sesuai dengan petunjuk.

4. Adapun dalam metode demonstran ini memiliki


kelebihan dan ada juga kekurangannya sebagaimana
yang akan di paparkan di bawah ini.

Kelebihan metode demonstran adalah:


• Perhatian anak didik dapat di pusatkan, dan titik berat
yang di anggap penting oleh guru dapat di amati
• Perhatian anak didik akan lebih terpusat pada apa
yang di Demonstrasikan, jadi proses anak didik akan
lebih terarah dan akan mengurangi perhatian anak didik
kepada masalah lain
• Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam
mengikuti proses belajar
• Dapat menambah pengalaman anak didik
• Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi
yang di sampaikan
• Dapat mengurangi kesalah pahaman karna
pengajaran lebih jelas dan kongkrit
• Dapat menjawab semua masalah yang timbul di
dalam pikiran setiap siswa karna ikut serta berperan
secara langsung.

Setelah melihat beberapa keuntungan dari metode


demonstransi tersebut, maka dalam bidang setudi
agama, banyak hal-hal yang dapat di demonstrasikan
terutama dalam bidang ibadat, seperti pelaksanaan
shalat, zakat dan yang lainnya.
Apabila teori menjalankan ibadah yang betul dan baik
telah di miliki oleh anak didik, maka guru harus
mencoba mendemonstrasikan di depan para murit. Dan
apabila anak didik sedang mendemonstrasikan ibadah,
guru harus mengamati langkah dari langkah dari setiap
gera-gerik murid tersebut,
sehingga apabila ada kesalahan atau kekurangannya
guru berkewajiban memperbaikinya. Tindakan
mengamati segi-segi yang kurang baik lalu
memperbaikinya akan memberikan kesan yang dalam
pada diri anak didik, karna guru telah memberi
pengalaman kepada anak didik baik bagi anak didik
yang menjalankan Demonstrasi ataupun bagi yang
menyaksikannya.

Dari segi kelemahan atau metode demonstran adalah:

• Memerlukan waktu yang cukup banyak


• Apabila terjadi kekurangan media, metode
demonstrasi menjadi kurang efesien
• Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk
membeli bahan-bahannya
• Memerlukan tenaga yang tidak sedikit
• Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstran
menjadi tidak efektif.

5. Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode


demonstrasi adalah:

a. Perencanaan
Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah ;
a. Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan
atau kegiatan yang di harapkan dapat tercapai setelah
metode demontrasi berakhir
b. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah
demonstrasi yang akan di laksanakan
c. Memperhitungkan waktu yang di butuhkan
d. Selama demonstrasi berlangsung guru haru
intropeksi diri apakah:
• Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas
oleh siswa
• Apakah semua media yang di gunaka telah di
tempatkan pada posisi yang baik, hingga semua siswa
dapat melihat semuanya dengan jelas
• Siswa di sarankan membuat catatan yang dianggap
perlu
e. Menetapkan rencana penilaian terhadap
kemampuan anak didik

b. Pelaksanaannya:
Hal-hal yang mesti di lakukan adalah:
1. Memeriksa hal-hal tersebut di atas untuk kesekian
kalinya
2. Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian
siswa
3. Mengingat pokok-pokok materi yang akan di
demonstrasikan agar mencapai sasaran
4. Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya
mengikuti demonstrasi dengan baik
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif
6. Menghindari ketegangan

6. Evaluasi:

Dalam kegiatan evaluasi ini dapat berupa pemberian


tugas, seperti membuat laporan,menjawab pertanyaan,
mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah
ataupun di rumah.
7. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan
metode demonstrasi tersebut adalah:
• Rumuskan secara spesific yang dapat di capai oleh
siswa.
• Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan
demontrasi secara teratur sesuai dengan skenario yang
telah di rencanakan.
• Menyipkan peralatan yang di butuhkan sebelum
demonstrasi dimulai.
• Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut
sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

B. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Metode Eksperimen adalah Metode atau cara di mana


guru dan murit bersama-sama mengerjakan sesuatu
latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh
atau akibat dari sesuatu aksi.
Sedangkan menurut Ramayulis, dalam bukunya
“Metodologi pendidikan agama Islam” mendefinisikan
bahwa Metode Eksperimen ialah suatu metode
mengajar yang di lakukan murid untuk melakuka
percobaan-percobaan pada mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat tidak
memberikan pengertian jelas, ia hanya mengatakan
bahwa Metode Eksperimen adalah metode percobaan
yang biasanya di lakuka dalam mata pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Departeman Agama memberi
definisi bahwa Metode Eksperimen adalah peraktek
pengajaran yan melibatkan anak didik pada pekerjaan
akademis, latihan dan pemecahan masalah atau topik
seperti: shalat, puasa, haji, pembangunan masarakat
dan lain-lainnya.

b. Metode Eksperimen dalam pendidikan Agama Islam

Hal yang menarik tentang metode ini dalam pendidikan


agama Islam ialah bahwa metode ini ada kolerasinya
dengan pendidikan agama Islam terutama bidang studi
fiqih.
Kongkritnya adalah Ketika ingin membuktikan apakah
segenangan air termasuk air suci atau air najis atau air
yang suci tidak mensucikan, maka hal ini harus di
buktikan secara langsung dan di adakan penelitian
secara ilmiah, maka metode Eksperiman dapat
membuktikannya dengan tepat.

c. Target metode Eksperimen

Adapun target Metode Eksperimen adalah


1) Murit dapat membuktikan kebenaran riil dari teori-
teori hukum yang berlaku
2) Diharapkan dengan metode ini murit dapat kepuasan
dari hasil belajarnya

d. Langkah-langkah metode eksperimen


• Menerangkan Metode Eksperimen
• Membicarakan terlebih dahulu permasalahan yang
seknifikasi untuk di angkat
• Sebelum guru menetapkan alat yang di perlukan
langkah-langkah apa saja yang harus di variebel-
variebel apa yang harus di kontrol
• Setelah eksperimen di lakukan guru harus
mengumpulkan laporan, memproses kegiatan, dan
mengadakan tes untuk menguji pemahaman murit
e. Kelebihan dan kekurangan Metode Eksperimen
ialah:
1) Kelebihannya

• Menambah keaktifan untuk berbuat dan memecahkan


sendiri sebuah permasalahan
• Dapat melaksanakan metode ilmiah dengan baik

2) Segi kekurangannya

• Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan


metode ini
• Murid yang kurang mempunyai daya intelektual yang
kuat kurang baik hasilnya.

Sebaiknya Metode Eksperimen ini di terapkan bagi


pelajaran-pelajaran yang belum di ajarka atau di
terangkan oleh metode lain sehingga Metode
Eksperimen ini terasa benar fungsinya bagi siswa.

Hal-hal yang Perlu di perhatikan dalam melakukan


Metode Eksperimen adalah sebagai berikut;
1. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang di
butuhkan
2. Usahakan siswa terlibat langsung sewaktu
mengadakan eksperimen
3. Sebelum di laksanakan eksperimen siswa terlebih
dahulu di berikan penjelasan dan petunjuk-petunjuk
seperlunya

1. Lakukan pengelompokan atau masing-masing


individu melakukan percobaan yang telah di
rencanakan bila hasilnya belum memuaskan dapat di
ulangi lagi untuk membuktikn kebenaranya
2. Setiap kelompok atau individu dapat melaporkan
hasil percobaanya secara tertulis.

C. Metode Demonstrasi dan Eksperimen

Metode Demonstrasi Dan Eksperimen ini cocok


digunakan apabila:
1. Untuk memberikan latihan keterampilan tertetu pada
siswa.
2. Untuk memudahkan penjelasan yang di berikan agar
siswa langsung mengetahui dan dapat terampil dan
melakukannya.
3. Untuk membantu siswa dalam memahami sesuatu
proses secara cermat dan teliti.

Keuggulan Metode Demonstrasi dan Eksperiaen ini


adalah:

a. Perhatian siswa akan dapat terpusat sepenuhnya


pada anak yang di Demonstrasikan atau di
Eksperienkan
b. Memberikan pengalaman praktis yang dapat
membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam
berbuat
c. Hal-hal yang menjadi teka-teki siswa dapat terjawab
melalui eksperimen
d. Menghindarkan kesalahan siswa dalam mengambil
kesimpulan karena mereka mengamati secara
langsung jalannya proses demonstrasi yang di adakan
atau eksperimen.

Kelemahan Metode Demonstrasi dan Eksperimen


adalah:
1. Persiapa dan pelaksanaannya memakan waktu lama
2. Metode ini tidak efektif apabila tidak di tunjang
dengan peralatan yang lengkap sesuai dengan
kebutuhan
3. Sukar di laksanakan bila siswa belum matang
kemampuan untuk melaksanakannya

Saranya Untuk Metode Demonstrasi dan Eksperimen


1. Lakukan Metode Demonstrasi dan Eksperimen
dalam hal-hal yang bersifat praktis dan urgent dalam
masarakat
2. Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar
murid-murid mendapatkan pengertian yang jelas,
pembentukan sikap serta kecakapan praktis
3. Usahakan agar semua anak dapat mengikuti
demonstrasi dan eksperimen
4. Berilah pengertian sejelas-jelasmya landasan teori
dari apa yang hendak di demonstrasikan maupun di
eksperimenkan

Kesimpulan

Metode demonstrasi adalah salah satu metode


mengajar dengan menggunakan peragaan untuk
memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu
dengan jalan mendemonstrasikan terlebih dulu kepada
siswa
Metode ini dapat menghilangkan varbalisme sehingga
siswa akan semakin memahami materi pelajaran. Akan
tetapi ada beberapa hal yang perlu di perhatikan agar
metode ini dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

Metode Eksperimen adalah suatu metode di mana


murid melakukan pekerjaan akademis dalam mata
pelajaran tertentu dengan menyaksikan peragaan-
peragaan tersebut.
Namun yang perlu di perhatikan oleh guru tentang
Metode Demonstrasi dan Eksperimen ialah karna
kedua metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan.

Sumber:
:http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-
demonstrasi-dan-eksperimen.html#ixzz2uZaOCi2m

 Model pembelajaran Explicit instruction

 Model pembelajaran Explicit instruction

 Pengertian

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk


mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat
diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.

Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan


mengajar yang dapat membantu siswa dalam
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh
informasi yang dapat diajarkan selangkah demi
selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut
Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2).
Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama
yaitu :”A teaching model that is aimed at helping
student learn basic skills and knowledge that can be
taught in a step-by-step fashion. For our purposes here,
the model is labeled the direct instruction model”.
Apabila guru menggunakan model pengajaran
langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk
mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung
jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi
atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa,
pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan
dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa
untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan
yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk


menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif
yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends
(1997:66) bahwa: “The direct instruction model was
specifically designed to promote student learning of
procedural knowledge and declarative knowledge that
is well structured and can be taught in a step-by-step
fashion.”
Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa:
”Direct instruction is a teacher-centered model that has
five steps:establishing set, explanation and/or
demonstration, guided practice, feedback, and
extended practiceA direct instruction lesson requires
careful orchestration by the teacher and a learning
environment that businesslike and task-oriented.” Hal
yang sama dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a :
27), bahwa suatu pelajaran dengan model pengajaran
langsung berjalan melalui lima fase: (1) penjelasan
tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2)
pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan
atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3)
memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik, (5)
memberikan latiham mandiri.

B. Prinsip

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi


yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi
langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk
mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat
diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
Sintaknya adalah:
1. sajian informasi kompetensi,
2. mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan
procedural,
3. membimbing pelatihan-penerapan,
4. mengecek pemahaman dan balikan,
5. penyimpulan dan evaluasi,
6. refleksi.
C. Kesimpulan
Model pembelajaran explicit instruction merupakan
model pembelajaran secara langsung agar sisiwa dapat
memahami serta benar-benar mengetahui
pengetahuan secara menyeluruh dan aktiv dalam suatu
pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat
cocok diterapakan dikelas dalam materi tertentu yang
bersifat dalil pengetahuan agar proses berpikir siswa
dapat mempunyai keterampilan procedural.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai
pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil
tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.

 Sumber:
:http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-explicit-instruction.html#ixzz2uZaSlNPM

MODEL PEMBELAJARAN CIRC (Cooperative,


Integrated, Reading, and Composition)
A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu
membaca dan menulis secara koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading
and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca
dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus
Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka
membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran
atau,tema sebuah wacana/kliping.

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading


and Composition (CIRC) ini dapat dikategorikan
pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat
keterpaduannya, pembelajaran terpadu dapat
dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model
connected (keterhubungan) dan model nested
(terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model
sequenced (urutan), model shared (perpaduan), model
webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur)
dan model integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.

Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu


setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas
kelompok. Setiap anggota kelompok saling
mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep
dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk
pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama.
Model pembelajaran ini terus mengalami
perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)
hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini
mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan.

Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar


pendidikan yang digariskan UNESCO dalam kegiatan
pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat
(learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri
(learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan
(Learning to live together), (Depdiknas, 2002).
B. Langkah – Langkah Pembelajaran CIRC
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang
siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan
topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan
menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan
dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru
mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah
baru yang mengacu pada hasil penemuan selama
eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan
guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini
memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap
pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan
baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami
dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan
terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan
berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk
menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan
fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu
serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap
kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang
kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui
tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi
dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga
terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa
merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu
mengkomunikasikan hasil temuan-temuan,
membuktikan, memperagakan tentang materi yang
dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu
yang baru atau sekedar membuktikan hasil
pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian
terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh
teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima
kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat
argumen.

C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC


Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau
(CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan
selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari
minat siswa dan kebutuhan anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak
didik sehingga hasil belajar anak didik akan dapat
bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-
kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang
bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan
anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi
belajar siswa kearah belajar yang dinamis, optimal dan
tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek terhadap
gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas
wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar (Saifulloh,
2003).

D. Kekurangan Model Pembelajaran CIRC


Kerurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut
antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai
untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa,
sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata
pelajaran seperti: matematika dan mata pelajaran lain
yang menggunakan prinsip menghitung.

E. Kesimpulan
Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena
dengan menggunakan model ini siswa dapat
memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di
dalam kehidupan dengan materi yang dijelaskan.
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-circ-cooperative.html#ixzz2uZamkHzS

MODEL PEMBELAJARAN INSIDE – OUTSIDE –


CIRCLE (LINGKARAN BESAR – LINGKARAN KECIL)
Teknik mengajar lingkaran besar dan lingkaran kecil
(inside – outside – circle) dikembangkan oleh Spencer
Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar
saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan.
Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan
teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran
pikiran dan informasi antar siswa. Salah satu
keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas
yang memungkinkan siswa untuk berbagi dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat danteratur.
Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Langkah-langkah :
1. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa
terlalu banyak) berdiri membentuk lingkaran kecil dan
menghadap ke luar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran diluar
lingkaran pertama menghadap ke dalam.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil
danhttp://www.scribd.com/doc/50827028/73/INSIDE-
OUTSIDE-CIRCLE-LINGKARAN-KECIL-LINGKARAN-
BESAR besar berbagi informasi. Pertukaran informasi
bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu
yang bersamaan.
4. Kemudian siswa yang di lingkaran kecil diam di
tempat, sementara siswa yang di lingkaran besar
bergeser, satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar
yang membagi informasi demikian seterusnya.

Siswa saling membagi informasi pada saat yang


bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan
singkat dan teratur.

Kelebihan :
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang
bersamaan.
Kekurangan :
Membutuhkan ruang kelas yang besar.Ø
Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan
disalahgunakan untuk bergurau, juga rumit untuk
dilakukan.Ø

Materi yang cocok dengan model pembelajaran.


1. IPA kelas 5 Bab V
Penyesuaian Makhluk Hidup
a. Penyesuaian diri pada hewan
1. Penyesuaian diri untuk memperoleh makanan.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari
musuhnya.
b. Penyesuaian diri pada tumbuhan
1. Penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan
tertentu.
2. Penyesuaian diri untuk melindungi diri dari
musuhnya.

Alasan :
Pada pembelajaran dengan menggunakan model
outside – inside – circle (lingkaran besar – lingkaran
kecil) ini. Terlebih dahulu guru menyampaikan informasi
dengan menjelaskan isi materi (penyesuaian makhluk
hidup). Menurut saya materi penyesuaian makhluk
hidup sangat cocok untuk model outside – inside –
circle (lingkaran besar – lingkaran kecil). Karena materi
ini sering ditemui anak dalam kehidupan sehari-hari,
melalui penjelasan dari guru tentang penyesuaian
makhluk hidup maka anak memadukan apa yang
dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari dengan
informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga pada
saat anak membentuk lingkaran besar dan lingkaran
kecil yang selanjutnya anak akan menyampaikan
informasi, anak mudah mengingat informasi yang akan
dia sampaikan kepada teman pasangannya, materi ini
juga memiliki cakupan isi/materi yang cukup banyak
sehingga memudahkan guru untuk membagi materi
sesuai dengan siswa yang membentuk lingkaran, karna
masing masing-masing anak membawa informasi yang
berbeda untuk teman pasangannya.

2. IPA Kelas 5 Bab XIV


Sumber Daya Alam
a. Sumber Daya Alam di Lingkungan Sekitar
1. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
b. Penggunaan Sumber Daya Alam
1. Mineral
2. Kegiatan manusia yang mengubah permukaan bumi

Alasan :
Pada pembelajaran menggunakan model outside –
inside – circle (lingkaran besar – lingkaran kecil). saya
materi ini cocok untuk model inside (outside – circle)
(lingkaran besar – lingkaran kecil) karena materinya
dapat dikembangkan oleh anak berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman mereka. Misalnya :
materi tentang kegiatan manusia yang mengubah
permukaan bumi, jika guru menggunakan soal
pertanyaan dalam pertukaran pikiran dan informasi
untuk setiap anak, maka mempermudah pekerjaan
guru dalam membuat pertanyaan, pertanyaan yang
sama dapat diberikan kepada beberapa anak, karena
kemungkinan jawaban yang akan mereka dapat dari
teman pasangannya berbeda. Dengan model
pembelajaran outside – inside – circle materi akan
mudah dipahami oleh anak karena materi ini dapat
disampaikan dengan singkat dan eratur, misalnya
berkaitan dengan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, dan tidak dapat diperbaharui, sehingga
dengan model pembelajaran outside – inside – circle ini
cakupan materi yang cukup luas dapat dipahami dan
dikembangkan oleh anak.

3. Pendidikan kewarganegaraan kls XI Semester II


Pentingnya nilai dalam kehidupan
Pentingnya nilai dalam kehidupan bangsaØ
Pancasila sebagai sumber nilaiØ
a. Pancasila sebagai sumber nilai hokum
b. Pancasila sebagai sumber nilai etik
Menurut saya materi ini cocok dan bias digunakan
dalam model pembelajaran IOC dikarnakan materi yang
disampaikan tidak terlalu sulit dan melatih tingkat
pemikiran siswa karna yang dibahas dalam materi ini
menyangkut kehidupan sehari-hari dan bangsa.

Contoh RPP model pembelajaran ini :

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )


Model pembelajaran IOC
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas / semester : XI / (dua)
Hari / tanggal :
Alokasi Waktu : 2 JP x 40 menit

St standar Kompetisi :
Menganalisis pentingnya nilai dalam kehidupan

K kompetisi Dasar :
Mendiskripsikan pentingnya nilai dalam kehidupan
bangsa
Mendeskripsiskan pancasila sebagai sumber nilai
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma
hokum
Mendeskripsikan nilai pancasila sebagai sumber norma
etik

A. Indikator :
Menjelaskan pentingnya nilai pancasila dalam
kehidupan

B. Tujuan pembelajaran :
1. memahami pentingnya nilai dalam kehidupan
2. Mengetahui pentingnya nilai pancasila sebagai
norma hukum
3. Mengetahui pentingnya pancasila sebagai sumber
nilai etik

C. Materi pembelajaran :
• LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI
semeeter II
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan
apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai
contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik,
sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods
mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum
yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan
tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-
hari.
pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional
membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan
landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam
berbagai peraturan
perundangam yang ada. Perundang-undangan,
ketetapan, keputusan, kebijaksanaan
pemerintah, program-program pembangunan, dan
peraturan-peraturan lain pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai
penjabaran dari nilai-nilai
dasar pancasila.
Upaya lain dalam mewujudkan pancasila sebagai
sumber nilai adalah dengan
menjadikan nilai dasar Pancasila sebagai sumber
pembentukan norma etik (norma
moral) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Nilai-nilai
pancasila adalah nilai moral
D. Metode Pembelajaran
1. Kerja kelompok
2. Presentasi
3. Diskusi
4. Tanya jawab
E. Langkah-langkah Pembelajaran :
1. Pendahuluan
1) Salam, sapa dan berdo’a bersama
2) Apersepsi tentang materi
3) Membagi kelompok yng anggotanya 4 orang secara
heterogen berdasarkan tingkat kemampuan membaca.
2. Kegiatan Inti
1) Menjelaskan pembagian tugas kelompok
2) Guru memberikan wacana / kliping sesuai topic
pembelajaran
3) Siswa bekerjasama saling membacakan dan
menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kerja.
4) Mempresentasikan / membaca hasil kelompok.
3. Kegiatan akhir
1) Guru menyimpulkan materi bersama murid
2) Penutup

F. Sumber bahan :
– Buku paket buku paket pendidikan kewarganegaraan
kelas XI semester II
– LKS Pendidikan kewarganegaran untu SMA kelas XI
semeeter II
– Kliping tentang pentingnya nilai dalm kehidupan
berbangsa dan bernegara
G. Penilaian
– Test perbuatan dalam kegiatan
– Tes lisan

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-inside-outside.html#ixzz2uZauLNPm

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING


(TEBAK KATA)

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE


LEARNING (TEBAK KATA)

A. Pengertian
Metode ini berguna untuk kelas yang aktif dalam kelas.
Pengertian aktif terdapat 2 (dua) macam, yaitu:
1. aktif dalam arti selalu atau suka berbicara meski
tidak dalam pembelajaran,
2. aktif dalam arti siswa mau dan mampu berfikir dan
bertanya jika menemukan kesulitan.

Dalam buku Cooperative Learning PAIKEM oleh Agus


Suprijono menjelaskan pembelajaran aktif yaitu;
Pembelajaran adalah proses belajar dengan
menempatkan peserta didik sebagai center stage
performance, dengan proses pembelajaran yang
menarik sehingga siswa dapat merespon pemelajaran
dengan suasana yang menyenangkan. Sedangkan aktif
adalah siswa atau peserta didik mampu dan dapat
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan.
Maka dari itu, berlangsungnya proses pembelajaran
tidak terlepas dengan lingkungan sekitar atau tidak
terbatas pada empat dinding kelas. Melainkan
pembelajaran dapat terlaksana dengan pendekatan
lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan
peserta didik yang cinta terhadap lingkungan sekitar.
Sedikit contoh metode Pembelajaran Aktif yaitu dengan
Metode Tebak kata.
Model pembelajaran tebak kata adalah model
pembelajaran yang menggunakan media kartu teka-teki
yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki.
Permainan tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa
menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu
jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata,
selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga
memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran
IPS dalam ingatan siswa. Jadi, guru mengajak siswa
untuk bermain tebak kata dengan menggunakan media
kartu dari kertas karton dalam mata pelajaran IPS.

Dalam menerapkan metode permainan ada beberapa


hal yang harus disiapkan adalah sebagai berikut :
1. siapkan materi yang akan di sampaikan.
2. siapkan bahan ajar yang di butuhkan.
3. siapkan kata kunci yang akan di pertanyakan.
Media: :
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau
kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban
(istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu
ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah
yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel
pada dahi ataudiselipkan di telinga.

Langkah-langkah :
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai
atau materi ± 45 menit.
2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan
kelas
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10
cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang
siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm
yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian
ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm
membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya
sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud
dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai
dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di
kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat
pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan
dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi
jawabannya.
6. Dan seterusnya

CONTOH KARTU:
BERDASARKAN SIKAP YANG DITUNJUKKAN.
• tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari
alternatif
• yang dicari adalah kambing hitam bukan peraturannya
yang mungkin salah.

TIPE BUDAYA POLITIK APAKAH AKU…?

JAWABAN:

TIPE BUDAYA POLITIK MILITAN

B. Prinsip atau Ciri-Ciri


• Pembelajaran berlangsung menyenangkan
• Siswa diarahkan untuk aktif
• Menggunakan media kartu
C. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pemanfaatannya
• Kelebihannya :
a. anak akan mempunyai kekayaan bahasa.
b. Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin
mencobanya.
c. Siswa menjadi tertarik untuk belajar
d. memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran
dalam ingatan siswa.
• Kekurangannya :
a. memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit
tersampaikan.
b. Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak
semua siswa dapat maju karena waktu terbatas.
D. Kesimpulan
Jadi, mopdel pembelajaran Tebak Kata merupakan
salah satu model pembelajaran Cooperative Lerning,
dengan proses pembelajaran yang menarik agar siswa
menjadi berminat atau tertarik untuk belajar,
mempermudah dalam menanamkan konsep-konsep
dalam ingatan siswa. Selain itu siswa juga diarahkan
untuk aktif, yaitu siswa atau peserta didik mampu dan
dapat bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-cooperative-learning.html#ixzz2uZaxj99D

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

MODEL PEMBELAJARAN WORD SQUARE

 Pengertian
Model pembelajaran Word Square merupakan
pengembangan dari metode ceramah yang diperkaya.
Hal ini dapat diidentifikasi melalui pengelompokkan
metode ceramah yang diperkaya yang berorientasi
kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran
sebagaimana disebutkan oleh Mujiman (2007)

Model Pembelajaran Word Square merupakan model


pembelajaran yang memadukan kemampuan
menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam
mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip
seperti mengisi Teka-Teki Silang tetapi bedanya
jawabannya sudah ada namun disamarkan dengan
menambahkan kotak tambahan dengan sembarang
huruf/angka penyamar atau pengecoh. Model
pembelajaran ini sesuai untuk semua mata
pelajaran.Tinggal bagaimana Guru dapat memprogram
sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang
siswa untuk berpikir efektif. Tujuan huruf/angka
pengecoh bukan untuk mempersulit siswa namun untuk
melatih sikap teliti dan kritis.
Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak
metode pembelajaran yang dapat dipergunakan guru
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini
merupakan kegiatan belajar mengajar dengan cara
guru membagikan lembar kegiatan atau lembar kerja
sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan.

Instrument utama metode ini adalah lembar kegiatan


atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat yang perlu
dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada
kolom yang telah disediakan.

 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Word


Square

Langkah-langkah Model Pembelajaran Word Square


adalah sebagai berikut :

1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi


yang ingin dicapai.

2. Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai


contoh.
3. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf
dalam kotak sesuai jawaban secara vertikal, horizontal
maupun diagonal.

4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.

CONTOH JAWABAN (Untuk Mapel PKn)

S Y E N I E K K

A G U A N D M E

N B A R T I R T

G A N R N R S U

U D G T U T G R

I O O L S A I U

N R P A I P A N

I A S O L I O A

S R I N H B C N

CONTOH SOALNYA :
1. Asas dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan tempat orang tersebut
dilahirkan disebut asas…

2. Negara Indonesia memakai asas


kewarganegaraan berdasarkan keturunan yang disebut
asas ius…

3. Seseorang yang mempunyai dua


kewarganegaraan dari dua Negara yang berbeda
disebut…

4. Hak dimiliki seseorang untuk memilih


kewarganegaraannya disebut hak…

5. Penentuan kewarganegaraan seseorang


berdasarkan kelahiran dan…

 Kekurangan dan Kelebihan Model Pmebelajaran


Word Square

Beberapa kelebihan dari model pembelajaran Word


Square yaitu:
1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran.

2. Melatih untuk berdisiplin.

3. Dapat melatih sikap teliti dan kritis.

4. Merangsang siswa untuk berpikir efektif.

Model pembelajaran ini mampu sebagai pendorong dan


penguat siswa terhadap materi yang disampaikan.
Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan
mencari jawaban dalam lembar kerja. Dan tentu saja
yang ditekankan disini adalah dalam berpikir efektif,
jawaban mana yang paling tepat.

Sedangkan beberapa kekurangan dari model


pembelajaran word square yaitu:

1. Mematikan kreatifitas siswa.

2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.

3. Siswa tidak dapat mengembangkan materi yang


ada dengan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.
Dalam model pembelajaran ini siswa tidak dapat
mengembangkan kreativitas masing-masing, dan lebih
banyak berpusat pada guru. Karena siswa hanya
menerima apa yang disampaikan oleh guru, dan
jawaban dari lembar kerja pun tidak bersifat analisis,
sehingga siswa tidak dapat menggali lebih dalam
materi yang ada dengan model pembelajaran word
square ini.

Dari penjelasan tentang model pembelajaran word


square maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran word square adalah suatu
pengembangan dari metode ceramah namun untuk
mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang
telah disampaikan maka diberikan lembar kerja yang
didalamnya berisi soal dan jawaban yang terdapat
dalam kotak kata. Membutuhkan suatu kejelian dan
ketelitian dalam mencari pilihan jawaban yang ada
dengan tepat. Namun sebagaimanan model
pembelajaran yang lainnya, model pembelajaran word
square mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Kekurangan dari model pembelajaran ini yaitu siswa
hanya menerima bahan mentah dari guru dan tidak
dapat mengembangkan kreativitasnya, karena siswa
hanya dituntut untuk mencari jawaban bukan untuk
mengembangkan pikiran siswa masing-masing.
Sedangkan kelebihannya yaitu meningkatkan ketelitian,
kritis dan berfikir efektif siswa. Karena siswa dituntut
untuk mencari jawaban yang paling tepat dan harus jeli
dalam mencari jawaban yangada dalam lembar kerja.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-word-square.html#ixzz2uZb6Ll3H

Model pembelajaran Scramble

Model Pembelajaran Scramble tampak seperti Model


Pembelajaran Word Square, bedanya jawaban soal
tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi
sudah dituliskan namun dengan susunan yang acak,
nah siswa nanti bertugas mengkoreksi ( membolak-
balik huruf ) jawaban tersebut sehingga menjadi
jawaban yang tepat/ benar.
Model pembelajaran scramble tampak seperti model
pembelajaran word square, bedanya jawaban soal tidak
dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah
dituliskan, namun dengan susunan yang acak, jadi
siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf)
jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat
/ benar.

Kelebihan Model pembelajaran Scramble :


1. Memudahkan mencari jawaban
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal
tersebut
3. Semua siswa terlibat
4. Kegiatan tersw dapat mendorong pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran
5. Melatih untuk disiplin

Kekurangan model pembelajaran scramble


1. Siswa kurang berfikir kritis
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lainnya
3. Mematikan kreatifitas siswa
4. Siswa tinggal menerima bahan mentah

Langkah-langkah Model pembelajaran scramble :


1. Guru menyajikan materi sesuai topic, misalnya guru
menyajikan materi pelajaran tentang “Tata Surya”
2. Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya,
guru membagikan lembar kerja dengan jawaban yang
diacak susunannya.
3. Media yang digunakan dalam model pembelajaran
scramble :
4. Buat pertanyaan yang sesuai dengan TPK
5. Buat jawaban yang diacak hurufnya

Media :
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin
dicapai.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga
merupakan kata kunci (jawaban) dari pertanyaan pada
kolom A!

Kolom A
1. Sebelum mengenal uang orang melakukan
pertukaran dengan cara …
2. … digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
3. Uang … saat ini banyak dipalsukan
4. Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai …
5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah
barang atau jasa disebut nilai …
6. Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata
uang asing disebut …
7. Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai …
8. dorongan seseorang menyimpan uang untuk
keperluan jual beli disebut …
9. perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai
rekening di bank untuk membayar sejumlah uang
disebut …

Kolom B

1. TARREB ……………………………. ( Contoh :


jawaban yang benar……BARTER )
2. GANU …………………………………
3. TRASEK ………………………………
4. KISTRINI ………………………………
5. LIRI ………………………………………
6. SRUK …………………………………
7. MINALON ………………………….
8. SAKSITRAN …………………………
9. KEC ……………………………………

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-scramble.html#ixzz2uZbB3HCM

MODEL PEMBELAJARAN

TAKE AND GIVE

1. Pengertian Model Pembelajaran Take and Give


Model Pembelajaran menerima dan memberi (Take and
Give) merupakan model pembelajaran yang memiliki
sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi
pelajaran yang diberikan guru dan teman sebayanya
(siswa lain).

Kelebihan :

 Siswa akan lebih cepat memahami penguasaan materi


dan informasi karena mendapatkan informasi dari
guru dan siswa yang lain.

 Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan


penguasaan siswa akan informasi.

Kelemahan:

 Bila informasi yang disampaikan siswa kurang tepat


(salah) maka informasi yang diterima siswa lain pun
akan kurang tepat.

1. Media Model Pembelajaran Take and Give

a) Siapkan Kartu dengan ukuran 10 x 15 cm


untuk sejumlah siswa.
b) Setiap kartu berisi nama siswa, bahan belajar
(sub materi) dan nama yang diberi informasi,
kompetensi dan sajian materi.

1. Contoh Kartu :

NAMA SISWA :

SUB MATERI :

NAMA YANG DIBERI :

3. dst.

1. Langkah-langkah Umum

2. Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.

3. Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang


sudah direncanakan selama 45 menit.

4. Untuk memantapkan penguasaan siswa akan materi


yang sudah dijelaskan, setiap siswa diberikan satu
kartu untuk dipelajari (dihapal) selama 5 menit.

5. Kemudian guru meminta semua siswa berdiri dan


mencari teman pasangan untuk saling
menginformasikan materi yang telah diterimanya. Tiap
siswa harus mencatat nama teman pasangannya pada
kartu yang sudah diberikan.

6. Demikian seterusnya sampai semua siswa dapat saling


memberi dan menerima materi masing-masing (take
and give).

7. Guru mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran


take and give dengan memberikan siswa pertanyaan
yang tidak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).

8. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama


mengenai materi pelajaran.

9. Guru menutup pelajaran.

1. Materi Pembelajaran IPA yang Sesuai untuk Model


Pembelajaran Take and Give

2. Materi Pelajaran IPA kelas 5

 Bab I Alat Pernafasan

Sub Materi : Alat pernafasan pada manusia

 Bab II Pencernaan Makanan Pada Manusia

Sub Materi : Alat pencernaan pada manusia


 Bab V Penyesuaian Diri Makhluk Hidup terhadap
Lingkungannya.

Sub Materi : Cara hewan menyesuaikan diri dengan


lingkungannya.

2. Materi Pelajaran IPA kelas 6

 Bab 1 Ciri Khusus Makhluk Hidup

Sub Materi : ciri khusus hewan terhadap


lingkungannya.

 Bab 4 Keseimbangan Ekosistem

Sub Materi : kegiatan manusia yang dapat


mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

 Bab 11 Energi dalam kehidupan Sehari-hari

Sub Materi : guna energi listrik dalam rumah tangga

1. Alasan Pemilihan Materi yang Sesuai

Pemilihan materi yang sesuai untuk model


pembelajaran take and give adalah materi yang
mengandung informasi yang singkat, jelas dan padat.
Hal ini dikarenakan model pembelajaran ini lebih
menekankan pada unsur ingatan dengan materi yang
ringan dan mudah serta membutuhkan pemahaman
yang cepat. Pembelajaran model ini pun tidak
memerlukan pemahaman materi dengan teknik
pelajaran praktek maupun diskusi.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-take-and-give.html#ixzz2uZbEwKLz

Model Pembelajaran Consept Sentence

Metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari


cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari
sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan
peserta didik untuk saling berinteraksi dalam
melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar
berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran
tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang


telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu
mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar,
serta dipraktekkan pada saat mengajar.
Pengertian
Consepct sentence merupakan salah satu teknik dari
cooperative Learning,dimana siswa belajar dengan
kelompoknya untuk membuat beberapa kalimat sesuai
dengan kata kunci yang telah diberikan oleh guru
kepada siswa.Pembentukan kelompok didasarkan pada
kartu kata yang dimiliki oleh setiap siswa.Setiap siswa
membentuk satu kalimat yang telah dipelajari
sebelumnya.Consecptsentence ini dibuat seperti
games sehingga siswa bersemangat untuk
memenangkan games ini.Setiap kelompok akan
membahas pola kalimat yang telah diberikan oleh guru
,setelah diberikan batas waktu tertentu ,maka setiap
kelompok harus mengirim wakil dari masing-masing
kelompok sebanyak dua orang kedepan .Wakil dari
kelompok diharuskan membuat beberapa dari kata
kunci yang ada berdasarkan kata kunci yang telah
diberikan
Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok
mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan
dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa
perlu mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan dan efektivitas kerjasama yang telah
dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu
mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis
tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai
satu tim, dalam hal :

• Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok


• Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
• Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku
positif untuk memungkinkan setiap individu dan
kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan
• Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-
tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.

Ciri-ciri
Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat
kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai materi yang
disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang
lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ topik
yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat
dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap
kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno
yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok
pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang
kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-consept-sentence.html#ixzz2uZbLHxbH
Model Pembelajaran Complete Sentence

1. Pengertian
Model pembelajaran complete sentence adalah model
pembelajaran mudah dan sederhana di mana siswa
belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna
dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia.

Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :


1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa
disuruh membacakan buku atau modul dengan waktu
secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara
heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf
yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan
kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah
diperbaiki. Tiap peserta membaca sampai mengerti
atau hafal.
8. Kesimpulan.A
2. Prinsip/ ciri-ciri Complete sentence
a. Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum
lengkap, sehingga makna/ arti kalimat tersebut belum
dapat dimengerti
b. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam
sebuah paragrap, dan belum sempurna serta belum
dimengerti maknanya
c. Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang
disediakan
d. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah
keilmuan/ kata asing.
e. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah
disediakan

3. Kelebihan/kekurangan model pembelajaran complete


sentence
a. Kelebihan
1. Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan
satu kata dalam kalimat
2. Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya
perlu memadukan rumpang/tidak jawabannya.
3. Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai
materi
b. Kekurangan
1. Guru kurang kreatif dan inovasi dalam membuat soal
2. Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena
hanya cukup menebak kata, karena biasanya hanya
kata hubung.
3. Kurang cocok untuk dipergunakan dalam
setiap bidang studi.

4. Kesimpulan
Model pembelajaran complete sentence adalah model
pembelajaran yang sederhana di mana siswa belajar
melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan
menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Model
pembelajaran ini sebenarna mempermudah guru
namun terkadang gurunya kurang inovatif dan kreatif
dalam membuat soalnya. Dan siswanya kurang terpacu
untuk mencari jawabannya karena hanya tinggal
menebak kaata-kata yang rumpang yang jawabannya
telah disediakan.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-complete-sentence.html#ixzz2uZbQhplK
PEMBELAJARAN TIME TOKEN

PEMBELAJARAN TIME TOKEN

1. MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN

Model pembelajaran Time Token Arends merupakan


salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran
yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang
demokratis adalah proses belajar yang menempatkan
siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami
sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. Dari yang
tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi
paham, dan dari tidak tahu menjadi tahu. Di sepanjang
proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian
utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan
secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak
siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan
yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan
mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak
mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.
Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu
± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum
berbicara, siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa
dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa
lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh
bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus
bicara sampai semua kuponnya habis.

B. LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN


ARENDS
Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran
Time Token Arends ini adalah sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/ KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan
diskusi klasikal.
3. Guru memberi tugas pada siswa.
4. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan
waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa.
5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih
dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar.
Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil
lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa
yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa
yang masih memegang kupon harus bicara sampai
semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga
semua anak berbicara.
6. Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang
digunakan tiap siswa
(Pada RPP ini, tiap siswa maju ke depan untuk
membacakan puisi secara bergiliran dan siswa yang
lain mengomentari puisi yang dibaca siswa dengan
menggunakan kupon berbicara)

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL


PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS
Kelebihan Model Time Token Arends
– Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan
partisipasinya.
– Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam
sama sekali
– Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
– Meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi (aspek berbicara)
– Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
– Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling
mendengarkan, berbagi, memberikan masukan dan
keterbukaan terhadap kritik
– Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat
orang lain.
– Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari
solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
– Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
– Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu
saja.
– Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah
siswanya banyak.
– Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan
dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus
berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang
dimilikinya.
– Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam
kegiatan pembelajaran

Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk


pembelajaran struktur yang dapat digunakan untuk
mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari
siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam
sama sekali.
Model pembelajaran time token adalah model
pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar
siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time
token digunakan agar siswa aktif bertanya dalam
berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara
misalnya 30 detik, diharapkan siswa secara adil
mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

D. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Time Token


Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan
diskusi (cooperative learning / CL).
3. Tiap siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan
waktu ± 30 detik per kupon. Tiap siswa diberi sejumlah
nilai sesuai waktu yang digunakan.
4. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa
diserahkan. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa
dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa
lainnya.
5. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara
lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara
sampai semua kuponnya habis.
6. Demikian seterusnya.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelaj
aran-time-token.html#ixzz2uZc6sCmJ

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU


KELILING KELOMPOK

MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB ATAU


KELILING KELOMPOK

Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling


Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerjasama saling membantu
mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan atau
inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok
kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan
gender, karakter) ada control dan fasilitasi, serta
meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
Model pembelajaran ini dimaksudkan agar masing-
masing anggota kelompok mendapat serta pemikiran
anggota lain.

v Kelebihan Round Club Atau Keliling Kelompok

1) Adanya tanggung jawab setiap kelompok

2) Adanya pemberian sumbnagan ide pada


kelompoknya

3) Lebih dari sekedar belajar kelompok

4) Bisa saling mendengarkan dan mengutarakan


pendapat, pandangan serta hasil pemikiran

5) Hasil pemikiran beberapa kepala lebih kaya dari


pada satu kepala

6) Dapat membina dan memperkaya emosional

v Kekurangan Round Club Atau Keliling Kelompok

1) Banyak waktu yang terbuang dalam


pembelajaran keliling kelompok
2) Suasana kelas menjadi rebut

3) Tidak dapat diterapkan pada mata pelajaran yang


memerlukan pengayaan

v Langkah-langkah pembelajaran

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau


kompotensi dasar

2) Guru membagi siswa menjadi kelompok

3) Guru memberikan tugas atau lembar kerja

4) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok


menilai dengan memberikan pandangan dan pemikiran
mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

5) Siswa berikutnya juga ikut memberikan


kontribusinya

6) Demikian seterusnya giliran bicara bisa


dilaksanakan arah perputaran jarum jamk atau dari kiri
ke kanan
v unsur-unsur yang perlu diperhatikan

1) Setiap kelompok mendapat kesempatan untuk


memberikan kontribusi mereka

2) Ketika suatu kelompok mempresentasikan hasil


dari deskripsinya, maka kelompok lain lebih bertanya
dari hasil deskripsi materinya

3) Setelah selesai dari kelompok yang satu maka


yang lainnya atau kelompok selanjutnya yang
mempresentasikan dan yang alinnya bisa mengajukan
pandangan dan pemikiran anggota lainnya

4) Kegiatan tersebut terus-menerus sampai


kelompok yang terakhir yang silaksanakan arah
perputaran jarum jam

Contoh RPP model pembelajaran ini :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA )


Tema : Perubahan Sifat Benda

Kelas/Semester : V/II

Alokasi Waktu : 2 X 35 Menit

A. Standar Kompetensi

Mengenal berbagai macam perubahan sifat-sifat


benda

B. Kompotensi Dasar

Mengetahui perubahan sifat ada yang dapat


kembali dan ada yang tidak dapat kembali ke wujud
semula.

C. Indikator

1. Menjelaskan perubahan sifat benda dan factor-


faktor yang mempengaruhinya

2. Mengetahui sifat-sifat benda

3. Menjelaskan macam –macam perubahan sifat


benda
D. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat mengetahui perubahan sifat benda


dan factor-faktor yang

mempengaruhinya

2. Siswa dapat mengetahui sifat-sifat benda

3. Siswa dapat mengetahui macam-macam perubahan


sifat benda.

E. Materi Pokok

Perubahan sifat-sifat benda

F. Metode Pembelajaran

1. Ceramah

2. Tanya jawab

3. Demosntrasi

4. Tugas kelompok

5. Evaluasi

G. Sumber dan Media Pembelajaran


a. Sumber

1.Buku IPA saling Temas, kelas 5, Penerbit Intan


Pariwara

2.Buku Sains IPA, kelas 5, Penerbit Erlangga

b. Media Pembelajaran

Bahan-bahan buat percobaan seperti :

1. Tanah liat 6. Buah

2. Batu bara 7. Paku

3. Kertas 8. Air

4. Korek api 9. Gula

5. Lilin

H. Langkah-langkah Pembelajaran

1. Kegiatan awal ( ± 5 menit )

a. Guru memberi salam, berdo’a, menanyakan


kabar siswa dan mengabsen siswa.
b. Guru dan siswa menyiapkan materi atau bahan
pelajaran

c. Guru memberitahukan indicator dan tujuan yang


akan di capai setelah pembelajaran

d. Guru melakukan apersepsi dengan cara tanya


jawab

2. Kegiatan Inti (± 60 menit )

a. Guru menjelaskan materi pelajaran

b. Guru memberikan contoh bagaimana perubahan


sifat benda tersebut

c. Guru menjelaskan sifat-sifat benda seperti


bentuk, warna, kelenturan, kekerasan dan bau

d. Guru menjelaskan factor-faktor yang


mempengaruhi perubahan sifat benda

e. Guru mendemostrasikan bagaimana penyebab


perubahan sifat benda itu dapat terjadi
f. Guru menjelaskan dan mendemostrasikan
macam-macam perubahan sifat benda

g. Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada


siswa secara lisan

h. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok

i. Siswa disuruh untuk mengisi table-tabel yang ada


di buku paket hal.71dan 74 dan menyalinnya di buku
tugas.

j. Siswa disuruh memberikan pandangan dan


pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka
kerjakan

k. Siswa dalam kelompok lain juga disuruh ikut


memberikan kontribusinya dan dilaksanakan searah
dengan perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

3. Kegiatan akhir (± 5 menit )

a. Guru memberikan motivasi dan penguatan


b. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan
tentang materi yang dipelajarinya.

c. Guru melakukan evaluasi dengan memberikan


soal-soal untuk PR

d. Guru menutup pelajaran

I. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan tes dan tulisan

1. Tes lisan : – ketepatan jawaban

– keseriusan dan konsentrasi dalam menyimak

Bentuk tes : Tanya jawab

2. Tes tertulis : – tugas kelompok

– evaluasi

Bentuk istrumen : tes isian

J. Evaluasi

SOAL :
1. Proses perubahan dari cair ke padat disebut ?

a. memhuap

b. membeku

c. menyublim

d. mencair

e. mengembun

Sumber :

http://rumahdesakoe.blogspot.com

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-round-club-atau.html#ixzz2uZcCRIFb

PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993

A. Pengertian
Pair check (pasangan mengecek) adalah model
pembelajaran berkelompok atau berpasangan yang
dipopulerkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Model
ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang
menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan persoalan yang diberikan. Banyak
kelebihan maupun kelemahan.
Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan,
yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini juga untuk
melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan
memberi penilaian.
B. prinsip model pembelajaran Pair Cheks
prinsipnya adalah sebagai berikut :
1. Siswa berkelompok berpasangan sebangku,
2. salah seorang menyajikan persoalan dan temannya
mengerjakan,
3. pengecekan kebenaran jawaban,
4. bertukar peran
4. penyimpulan,
5. evaluasi
6. refleksi.

Berikut ini langkah dari model pair check


1. Guru menjelaskan konsep
2. Siswa dibagi beberapa tim. Setiap tim terdiri dari 4
orang. Dalam satu ti ada 2 pasangan. Setiap pasangan
dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang
patner.
3. Guru membagikan soal kepada si patner
4. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas
mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar pelatih
memberi kupon.
5. Bertukar peran. Si pelatih menjadi patner dan si
patner menjadi pelatih
6. Guru membagikan soal kepada si patner
7. Patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas
mengecek jawabannya. Setiap soal yang benar pelatih
memberi kupon.
8. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan
mencocokkan jawaban satu sama lain.
9. Guru membimbing dan memberikan arahan atas
jawaaban dari berbagai soal dan tim mengecek
jawabannya.
10. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi
hadiah

C. Langkah-langkah Pembelajarannya, sebagai berikut


:
1). Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua)
siswa. Setiap pasangan mengerjakan soal yang pas
sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam
menilai.
2). Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3). Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah
1 – 3.
4). Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan
membandingkan jawaban.
5). Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat
menambah khasanah pembelajaran kita sehingga
pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat
lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus
menyenangkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihannya
1. Dipandu belajar melalui bantuan rekan
2. Menciptakan saling kerjasama di antara siswa
3. Increases comprehension of concepts and/or
processesMeningkatkan pemahaman konsep dan /
atau proses
4. menmemenimelatih berkomunikasi
Kekurangannya
1. memerlukan banyak waktu
2. memerlukan pemahaman yang tinggi terhadap
konsep untuk menjadi pelatih.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pair-
cecks-spencer-kagen-1993.html#ixzz2uZcOcgGX

Model Pembelajaran Tari Bambu

Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan


agar siswa saling berbagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam
waktu singkat secara teratur, strategi ini cocok untuk
materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman
pikiran dan informasi antar siswa.Meskipun namanya
Tari Bambu tetapi tidak menggunakan bambu. Siswa
yang berjajarlah yang diibaratkan sebagai bambu.

Langkah-Langkah pembelajarannya sebagai berikut :

1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa


terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang
mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain
adalah siswa berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara
yang kedua ini akan memudahkan pembentukan
kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.

2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran


yang pertama

3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran


berbagi sinformasi.

4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung


salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di
jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan
cara ini masing-masing siswa mendapat pasangan
yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan
terus sesuai dengan kebutuhan..
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-tari-bambu.html#ixzz2uZcS0HYt

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING)

1. Pengertian
Menurut definisi, “belajar otentik” berarti pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata dan proyek-
proyek dan yang memungkinkan siswa untuk
mengeksplorasi dan membahas masalah-masalah ini
dengan cara yang relevan untuk mereka.

Pendekatan ini sangat berbeda dari kelas tradisional


“kuliah”, di mana profesor memberikan fakta-fakta
mahasiswa dan konten lain yang siswa kemudian harus
menghafalkan dan ulangi pada tes. misalnya, siswa
tidak hanya harus terhubung sejarah pasca-Perang
Sipil untuk peristiwa terkini dan kehidupan mereka
sendiri, mereka juga harus membantu mengajar kelas
dan didorong untuk memberikan pandangan mereka
sendiri pada peristiwa sejarah. Akibatnya, mereka
menjadi sejarawan.

Otentik belajar juga merupakan pendekatan untuk


pembelajaran yang kokoh didasarkan pada penelitian
tentang belajar dan kognisi. Satu secara luas teori
belajar diadakan, konstruktivisme, mendalilkan bahwa
siswa belajar terbaik dengan terlibat dalam tugas-tugas
belajar otentik, dengan mengajukan pertanyaan, dan
dengan menggambar pada pengalaman masa lalu.
Singkatnya, untuk belajar terjadi bagi siswa, itu harus
dilakukan dengan cara dan di tempat yang relevan
dengan “nyata” kehidupan mereka, baik di dalam
maupun di luar kelas.

Pembelajaran otentik (authentic learning) adalah


sebuah pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
siswa menggali, mendiskusikan, dan membangun
secara bermakna konsep-konsep dan hubungan-
hubungan, yang melibatkan masalah nyata dan proyek
yang relevan dengan siswa (Donovan, Bransford &
Pallegrino, 1999). Istilah ‘otentik’ berarti asli, sejati, dan
nyata (Webster’s Revised Unabridged Dictionary,
1998). Pembelajaran ini dapat digunakan untuk siswa
pada semua tingkatan kelas, maupun siswa dengan
berbagai macam tingkat kemampuan.

belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang


memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi,
berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan
hubungan dalam konteks yang melibatkan dunia nyata
masalah dan proyek-proyek yang relevan dengan
peserta didik (Donovan, Bransford, & Pellegrino, 1999).
Istilah yang otentik didefinisikan sebagai asli, benar,
dan nyata (Webster’s Revisi lengkap Dictionary , 1998).
Kamus, 1998Jika belajar adalah otentik, maka siswa
harus terlibat dalam masalah belajar asli yang
mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat
koneksi langsung antara material baru yang sedang
dipelajari dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis
pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa.
Bahkan, sebuah “tidak adanya keterlibatan yang berarti
keturunan rendah di sekolah dan menghambat [belajar]
transfer” (Newmann, Secada, & Wehlage, 1995). Siswa
harus mampu menyadari bahwa prestasi mereka
peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke
pengalaman kelas, pengetahuan, keyakinan, dan
keingintahuan dan belajar otentik menyediakan sarana
untuk menjembatani elemen-elemen dengan kelas
belajar. Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta
hafalan dalam situasi abstrak atau buatan, tetapi
mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam
cara-cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan
sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah
kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan
menyentuh motivasi intrinsik mereka (Mehlinger, 1995).

instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh


berbeda daripada metode tradisional pengajaran.
Literatur menunjukkan bahwa pembelajaran otentik
memiliki beberapa karakteristik kunci.
• Belajar adalah berpusat pada tugas-tugas otentik
yang menarik bagi peserta didik.
• Siswa terlibat dalam eksplorasi dan penyelidikan.
• Belajar, paling sering, adalah interdisipliner.
• Belajar sangat erat hubungannya dengan dunia di luar
dinding kelas.
• Siswa menjadi terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan-order kemampuan berpikir lebih tinggi, seperti
menganalisis, sintesis, merancang, memanipulasi dan
mengevaluasi informasi.
• Siswa menghasilkan produk yang bisa dibagi dengan
pemirsa di luar kelas.
• Belajar adalah siswa didorong dengan guru, orang
tua, dan para ahli di luar semua membantu /
pembinaan dalam proses pembelajaran.
• Pembelajar menggunakan perancah teknik.
• Siswa memiliki peluang untuk wacana sosial.
(Donovan et al;., 1999 Newman & Associates, 1996;
Newmann et al;., 1995 Nolan & Francis, 1992).

2. Prinsip Pembelajaran Otentik


pengalaman belajar otentik menganut prinsip yaitu:
• Ruang kelas ber-berpusat. Pada berpusat-kelas
pelajar, fakultas memperhatikan apa yang siswa
membawa mereka ke dalam kelas, masing-masing
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan keyakinan.
Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan, terlibat
dalam wacana sosial, dan menemukan jawaban
mereka sendiri Dalam pengaturan ini, peran profesor
bergerak lebih dari seorang “konstruktor-co”
pengetahuan dari pemberi konten.. Marc Richards
pernyataan bahwa “Pada akhirnya, kita semua akan
sejarawan profesional, pelajar, dan guru bersama-
sama” menggambarkan bagaimana ia struktur kelas
untuk menjadi pembelajar berpusat. Juni Dodd juga
menegaskan bahwa peserta didik dia mengambil
tengah panggung di kedua membangun dan program
pengajaran dan mereka sendiri “mini” kursus.
• Mahasiswa adalah pembelajar aktif. Sama seperti
peran perubahan profesor, peran mahasiswa harus
berubah sehingga mereka melakukan lebih dari pasif
duduk dan mendengarkan ceramah profesor mereka.
Mereka harus menjadi peserta aktif dalam proses
pembelajaran, dengan menulis, membahas,
menganalisis dan mengevaluasi informasi. Singkatnya,
siswa harus mengambil tanggung jawab lebih untuk
pembelajaran mereka sendiri, dan menunjukkan
kepada profesor mereka dengan cara lain dari pada
ujian. mahasiswa Marc Geisler, misalnya, menunjukkan
pemahaman mereka tentang Shakespeare dengan
melakukan interpretasi kelompok mereka sendiri dan
kinerja Pekerjaan Bard’s. Tag Stan juga berpendapat
bahwa “siswa harus ditantang untuk membuat seni,
untuk membuat, untuk melakukan, dan untuk
berpartisipasi dalam humaniora melalui karya mereka
sendiri, bukan hanya dengan mempelajari apa yang
orang lain lakukan.”
• Ini menggunakan tugas yang otentik. Ini mungkin
tampak jelas, tetapi pengalaman belajar otentik harus
menggabungkan tugas-tugas otentik. Ini adalah tugas,
yang, sebisa mungkin, memiliki “dunia nyata” yang
berkualitas untuk mereka dan siswa menemukan orang
yang relevan dengan kehidupan mereka. siswa Juni
Dodd mengambil peran instruktur dalam Pengantar ke
kelas Pendidikan Jarak Jauh, bergiliran isi kursus
mengajar satu sama online lainnya, dan membuat
program mereka sendiri secara online berdasarkan
proses desain instruksional. Profesor Dodd bekerja
dengan masing-masing siswa untuk menyesuaikan
proyek ini berdasarkan kerja masa lalu mereka dan
pengalaman pendidikan serta potensi untuk pengiriman
aktual instruksi dalam kehidupan profesional mereka.

3. Ciri Pembelajaran Otentik


Pembelajaran otentik sangat berbeda dengan metode-
metode pembelajaran yang tradisional. Ciri-ciri
pembelajaran otentik:
• Belajar berpusat pada tugas-tugas otentik yang
menggugah rasa ingin tahu siswa. Tugas otentik
berupa pemecahan masalah nyata yang relevan
dengan kehidupan siswa;
• Siswa terlibat dalam kegiatan menggali dan
menyelidiki;
• Belajar bersifat interdisipliner;
• Belajar terkait erat dengan dunia di luar dinding ruang
kelas;
• Siswa mengerjakan tugas rumit yang melibatkan
kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis,
mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi
informasi;
• Siswa menghasilkan produk yang dapat dibagikan
kepada audiens di luar kelas;
• Belajar bersifat aktif dan digerakkan oleh siswa
sendiri, sedangkan guru, orangtua, dan narasumber
bersifat membantu atau mengarahkan;
• Guru menerapkan pemberian topangan (scaffolding),
yaitu memberikan bantuan seperlunya saja dan
membiarkan siswa bekerja secara bebas manakala
mereka sanggup melakukannya sendiri;
• Siswa berkesempatan untuk terlibat dalam wacana
dalam masyarakat;
• Siswa bekerja dengan banyak sumber;
• Siswa seringkali bekerja bersama dan mempunyai
kesempatan luas untuk berdiskusi dalam rangka
memecahkan masalah.

4. Kesimpulan
belajar otentik merupakan pendekatan pedagogis yang
memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi,
berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan
hubungan dalam konteks yang melibatkan dunia nyata
masalah dan proyek-proyek yang relevan dengan
peserta didik. Istilah yang otentik didefinisikan sebagai
asli, benar, dan nyata (Webster’s Revisi lengkap
Dictionary , 1998). Jika belajar adalah otentik, maka
siswa harus terlibat dalam masalah belajar asli yang
mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat
koneksi langsung antara material baru yang sedang
dipelajari dan pengetahuan mereka sebelumnya. Jenis
pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa.
Bahkan, sebuah “tidak adanya keterlibatan yang berarti
keturunan rendah di sekolah dan menghambat [belajar]
transfer” (Newmann, Secada, & Wehlage, 1995). Siswa
harus mampu menyadari bahwa prestasi mereka
peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke
pengalaman kelas, pengetahuan, keyakinan, dan
keingintahuan dan belajar otentik menyediakan sarana
untuk menjembatani elemen-elemen dengan kelas
belajar. Siswa tidak lagi hanya mempelajari fakta-fakta
hafalan dalam situasi abstrak atau buatan, tetapi
mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam
cara-cara yang didasarkan pada realitas. Kekuatan
sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah
kemampuan untuk secara aktif melibatkan siswa dan
menyentuh motivasi intrinsik mereka (Mehlinger, 1995).
instruksi Otentik akan mengambil bentuk yang jauh
berbeda daripada metode tradisional pengajaran.

5. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan
– Siswa tidak merasa jenuh terhadap pembelajaran
karena pembelaaran dapat terjadi dimana saja.
– Siswa mempunyai keterampilan yang lebih dalam
menganalisis wacana social
– Siswa mempunyai pengalaman belajar yang
mumpuni dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya
– Pembelajaran berpusat pada siswa, sehingga
memungkinkan siswa memahami materi secara utuh

b. Kekurangan
– Pembelajaran Otentik cenderung hanya dapat
dilakukan pada siswa yang memiliki taraf intelegensi
diatas rata-rata sehingga pembelajaran berjalan secara
aktif
– Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan
pembelajaran otentik, karena materi yang sesuai
dengan pembelajaran otentik bersifat studi social
– Memerlukan waktu, biaya, dan tenaga ektra dari
siswa untuk melaksanakannya.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelaj
aran-otentik-outentic-learning.html#ixzz2uZcbsNg1

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT)


Model Pembelajaran Numbered Head Together
(NHT)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT


Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi
pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya
kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara
aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-
kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari
materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan
masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah


satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28)
dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak
dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe
NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural


Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya
yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial
siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas,
aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam
kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran
kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan
oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai
berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan
pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran
(SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama
kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar
belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah
ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang
bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian
jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para
siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi
yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar
rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam
Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
1. Memperbaiki kehadiran
2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
4. Konflik antara pribadi berkurang
5. Pemahaman yang lebih mendalam
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
7. Hasil belajar lebih tinggi

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran


Numbered Heads Together adalah sebagai berikut :

Kelebihan:
– Setiap siswa menjadi siap semua
– Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
– Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang
kurang pandai.
Kelemahan:
– Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak
karena membutuhkan waktu yang lama..
– Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

KESIMPULAN
Model pembelajaran ini baik digunakan karena model
ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih siap dalam
menguasai materi serta belajar menerima
keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam
model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk
memecahkan suatu masalah.
Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang
cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model
atau metode mengajar masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut
untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-numbered-
head_21.html#ixzz2uZcgQ9Hv

Model Pembelajaran Inquiry

Model Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni


penciptaan situasi-situasi sedemikian rupa sehingga
siswa mengambil peran sebagai ilmuwan. Dalam
situasi-situasi ini siswa berinisiatif untuk mengamati
dan menanyakan gejala alam, mengajukan penjelasan-
penjelasan tentang apa yang mereka lihat, merancang
dan melakukan pengujian untuk menunjang atau
menentang teori-teori mereka, menganalisis data,
menarik kesimpulan dari data eksperimen, merancang
dan membangun model, atau setiap kontribusi dari
kegiatan tersebut di atas.

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto dalam


Trianto (2009) menyatakan bahwa, Inquiry merupakan
perluasan proses discovery, yang digunakan lebih
mendalam, inkuiry yang dalam bahasa
InggrisInquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,
penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang
dilakukan manusia untuk mencari atau memahami
informasi.

Gulo, (2005) menyatakan bahwa, strategi inkuiri berarti


suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri


adalah :

1. Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses


kegiatan belajar

2. Keterarahan kegiatan secara maksimal dalam


proses kegiatan belajar

3. Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa


tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Kondisi Umum yang merupakan syarat timbulnya
kegiatan inkuiri bagi siswa adalah :

1. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang


mengundang siswa berdiskusi.

2. Inkuiri berfokus pada hipotesis

3. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi,


fakta )

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan


guru adalah sebagai berikut:

1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif


dan bergairah berfikir.

2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa


mengalami kesulitan

3. Penanya , menyadarkan siswa dari kekeliruan


yang mereka buat

4. Administrator, bertanggungjawab terhadap


seluruh kegiatan kelas
5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk
mencapai tujuan yang diharapkan

6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan


organisasi kelas

7. Rewarder, memberikan penghargaan pada


prestasi yang dicapai siswa.

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa


secara langsung ke dalam proses ilmiah kedalam waktu
yang relative singkat, Hasil penelitian Schlenker dalam
joice dan weil (1992) menunjukkan bahwa latihan inkuiri
dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif
dalam berfikir kreatif dan siswa menjadi trampil dalam
memperoleh dan menganalisis informasi.

Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Inquiry

Strategi pembelajaran inquiry adalah rangkaian


kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari
suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2009).
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui
tanya jawab antara guru dan siswa.

Menurut Sanjaya (2009) bahwa strategi pembelajaran


inquiry, memiliki beberapa ciri utama, yaitu:

1. Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa


secara maksimal untuk mencari dan menemukan,
artinya strategi inquiry menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran siswa tidak
hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui
penjelasan guru secara verbal, akan tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi
pelajaran itu sendiri.

2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk


mencari dan menemukan jawaban sendiri yang sifatnya
sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat
percaya diri. Dalam strategi pembelajaran inquiry, guru
bukan sebagai sumber belajar tetapi sebagai fasilitator
dan motivator belajar siswa.
3. Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry
adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara
sistematis, logis dan kritis.

Strategi Pembelajaran Inkuri efektif apabila :

1. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan


sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin
dipecahkan.

2. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak


berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi,akan
tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

3. Jika proses pembelajaran berangkat dari ingin


tahu siswa terhadap sesuatu.

4. Jika akan mengajar pada sekelompok siswa yang


rata-rata memiliki kemamuan dan kemampuan berpikir.

5. Jika siswa yang belajar tak terlalu banyak


sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

6. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk


menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Prinsip–prinsip Penggunaan Inquiri

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam


penggunaan inquiri menurut Sanjaya (2009).

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual

Tujuan utama dari strategi inquiri adalah


pengembangan kemampuan berfikir. Dengan demikian
, strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil
belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena
itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran
dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan
sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran,
akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari
dan menemukan.

2. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses


interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi
siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan
lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi
berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber
belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau
pengatur interaksi itu sendiri.

3. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan


model inquiri adalah guru sebagai penanya. Sebab
kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan
pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses
berfikir.

4. Prinsip Belajar untuk Berfikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan


tetapi belajar adalah proses berfikir (learning how to
think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh
otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran
berfikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak
secara maksimal.

5. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran


yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai
hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas
guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis
dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukan.

Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Gulo (2005) menyatakan bahwa, inkuiri tidak hanya


mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh
potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional
dan keterampilan.

Secara umum proses pembelajaran SPI dapat


mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina


suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal
yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

a. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang


diharapkan dapat dicapai oleh siswa
b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus
dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada
tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan
setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan
merumuskan masalah sampai dengan merumuskan
kesimpulan

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan


belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan
motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa


siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-
teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu.
Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada
jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari
jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah
yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh
karena itu melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga
sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses
berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu


permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban
sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah
satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis)
pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban
dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring


informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis
yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang
sangat penting dalam pengembangan intelektual.
Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga
membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang


dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi
yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran
jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data
yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses


mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada
siswa data mana yang relevan.
Langkah – langkah menerapkan model pembelajaran
inquiry didalam kelas :

1. Membentuk kelompok-kelompok inkuiri. Masing-


masing kelompok dibentuk berdasarkan rentang
intelektal dan keterampilan-keterampilan social

2. Memperkenalkan topik-topik inkuiri kepada semua


kelompok. Tiap kelompok diharapkan memahami dan
berminat mempelajarinya.

3. Membentuk posisi tentang kebijakan yang bertalian


dengan topik, yakni pernyataan apa yang harus
dikerjakan. Mungkin terdapat satu atau lebih solusi
yang diusulkan terhadap masalah pokok.

4. Merumuskan semua istilah yang terkandung di


dalam proposisi kebijakan.

5. Menyelidiki validitas logis dan konsisten internal


pada proposisi dan unsur-unsur penunjangnya.

6. Mengumpulkan evidensi (bukti) untuk menunjang


unsur-unsur proposes
7. Menganalisis solusi solusi yang diusulkan dan
mencari posisi kelompok

8. Menilai proses kelompok.

Kemudian pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis


berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa
atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru
kepada siswanya.

Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:

1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri


dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan
dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan
pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam
menentukan permasalahan dan tahap-tahap
pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini
digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman
belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan
ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan
petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami
konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa
akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk
diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun
secara individual agar mampu menyelesaikan masalah
dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar


berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai
dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak
memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap
berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga
siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri.
Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-
pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat
menggiring siswa agar dapat memahami konsep
pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat
pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang
terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru
harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga
guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-
petunjuk dan scafoldingyang diperlukan oleh siswa.

2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).


Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa
yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan
inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini
menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti
seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan
permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan
menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang
prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit


diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali.
Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini
adalah adanya kemungkinan siswa dalam
memecahkan masalah open ended dan mempunyai
alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara,
karena tergantung bagaimana cara mereka
mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada
kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang
baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari
masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai


beberapa kelemahan, antara lain:
a. Waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu
relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah
ditetapkan dalam kurikulum,

b. Karena diberi kebebasan untuk menentukan


sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan
topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada
dalam kurikulum,

c. Ada kemungkinan setiap kelompok atau individual


mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan
membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil
yang diperoleh siswa,

d. Karena topik yang diselidiki antara kelompok atau


individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau
individual lainnya kurang memahami topik yang
diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu,
sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang
diharapkan.

3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan (modified free


inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi
dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu:
pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri
bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan
dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau
mempedomani acuan kurikulum yang telah ada.
Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat
memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki
secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan
pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk
dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun
bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri
terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi


memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih
dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa
dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun,
apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan
permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan
secara tidak langsung dengan memberikan contoh-
contoh yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam
kelompok lain.

Keunggulan dan Kelemahan SPI

1. Keunggulan :

a. SPI merupakan strategi pembelajaran yang


menekankan kepada pengembangan aspek kognitif
kognitif,afektif dan psikomotor secara
seimbang,sehingga pembelajaran melalui strategi ini
dianggap lebih bermakna.

b. SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk


belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

c. SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai


dengan perkembangan psikologi modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan.

d. SPI dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki


kemampuan diatas rata-rata.Artinya siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan
terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2. Kelemahan

a. SPI digunakan sebagai strategi


pembelajaran,maka akan sulit mengontrol kegiatan dan
keberhasilan siswa

b. Strategi ini sulit dalam merencanakan


pembelajaran oleh karena terbentur dalam kebiasaan
siswa dalam belajar

c. Kadang kadang dalam


implementasimnya,memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan
waktu yang telah ditentukan.

d. Selama ketentuan keberhasilan belajar ditentukan


oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran,maka SPI akan sulit diimplementasikan oleh
setiap guru.

Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Suchman

Berdasarkan uraian pembelajaran inkuiri umum, kita


dapat melihat bahwa waktu dan sumber yang tersedia
merupakan permasalahan dalam pembelajaran.
Menanggapi permasalahan ini, Richard Suchman
mengembangkan suatu pembelajaran inkuiri yang telah
dimodifikasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Suchman tentang model inkuiri ini menunjukkan bahwa
keterampilan inkuiri siswa meningkat dan motivasi
belajarnya juga meningkat.

Dahlan dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa,


Suchman berkeyakinan bahwa siswa akan menyadari
tentang proses penyelidikannya dan mereka dapat
diajarkan tentang prosedur ilmiah secara langsung.
Selajutnya, Suchman berpendapat tentang pentingnya
membawa siswa pada sikap bahwa semua
pengetahuan bersifat tentative. Joyce dalam Trianto
(2009) menyatakan, bahwa teori Suchman dapat
dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengajak siswa membayangkan seakan-akan


dalam kondisi yang sebenarnya

2. Mengidentifikasi komponen-komponen yang


berada di sekeliling kondisi tersebut.
3. Merumuskan permasalahan dan membuat
hipotesis pada kondisi tersebut.

4. Memperoleh data dari kondisi tersebut dengan


membuat pertanyaan dan jawabannya “ya’ atau “tidak”.

5. Membuat kesimpulan dari data-data yang


diperolehnya.

Pembelajaran inkuiri dengan metode Suchman


menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
pada siswa sebagai alternative untuk prosedur
pengumpulan data.

Inkuiri Suchman seperti yang dikutip oleh Kardi dalam


Trianto(2009) mempunyai kelebihan, yaitu :

1. Penelitian dapat diselesaikan dalam waktu satu


periode pertemuan. Waktu yang singkat ini
memungkinkan siswa dapat mengalami siklus inkuiri
dengan cepat, dan pelatihan mereka akan terampil
melakukan inkuiri.
2. Lebih efektif dalam semua bidang di dalam
kurikulum.

Perbedaan utama antar inkuiri Suchman dengan Inkuiri


umum terletak pada proses pengumpulan data.

Suchman mengembangkan suatu motode penemuan


baru yang menuntun siswa mengumpulkan data melalui
bertanya, maka dari itu model pembelajaran inkuiri
menurut Schuman harus memperhatikan :

1. Struktur Sosial Pembelajaran. Suasana kelas yang


nyaman merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran inkuiri Suchman karena pertanyaan-
pertanyaan harus berasal dari siswa agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Kerja sama
guru dengan siswa, siswa dengan siswa diperlukan
juga adanya dorongan secara aktif dari guru dan
teman. Dua atau lebih siswa yang bekerja sama dalam
berfikir dan bertanya, akan lebih baik hasilnya jika
dibanding bila siswa bekerja sendiri.

2. Peran Guru. Pembelajaran inkuiri Suchman, peran


guru memonitor pertanyaan siswa untuk mencegah
agar proses inkuiri, tidak sama dengan permainan
tebakan. Hal ini memerlukan dua aturan penting, yaitu :
Pertanyaan harus dapat dijawab “ya” atau “tidak” dan
harus diucapkan dengan suatu cara siswa dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan
pengamatan; Pertanyaan harus disusun sedemikian
rupa sehingga tidak mengakibatkan guru memberikan
jawaban pertanyaan tersebut, tetapi mengarahkan
siswa untuk menemukan jawabannya sendiri.

3. Sintaks Pembelajaran Inkuiri. Dalam upaya


menanamkan konsep , misalnya konsep IPA Biologi
pokok bahasan saling ketergantungan pada siswa,
tidak cukup hanya sekedar ceramah. Pembelajaran
akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan
untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan
konsep-konsep dari fakta-fakta yang dilihat dari
lingkungan dengan bimbingan guru.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang


digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran
inkuiri yang dikemukakan oleh Eggen & Kauchak dalam
Trianto (2009). Adapun tahapan pembelajaran inkuiri
sebagai berikut:

Tahap Pembejaran Inkuiri

Fase Perilaku Guru

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masala


1. Menyajikan pertanyaan atau masalah
di papan. Guru membagi siswa dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk c


membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa da
2. Membuat hipotesis
yang relevan dengan permasalahan dan memproi
yang menjadi prioritas penyelidikan.

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk m


3. Merancang percobaan langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan d
membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah

4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi Guru membimbing siswa mendapatkan informasi m

Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompo


5. Megumpulkan dan menganilisis data
hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpu

Kesimpulan

Gulo dalam Trianto (2009) menyatakan bahwa, strategi


inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah


keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses
kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara
maksimal dalam proses kegiatan belajar ,
mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang
apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Namun
dalam penerapannya, pembelajaran inkuiri ini memiliki
kelemahan seperti adanya kesulitan dalam mengontrol
siswa, ketidaksesuaian kebiasaan siswa dalam belajar,
kadang memerlukan waktu yang panjang dalam
pengimplementasiannya, dan sulitnya dalam
implementasi yang dilakukan oleh guru bila
keberhasilan belajar bergantung pada siswa.

Langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai


berikut orientasi, merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis,
merumuskan kesimpulan.
Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-inquiry.html#ixzz2uZcmpOn0

Metode Pembelajaran Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS)

Metode ini diprogramkan pemerintah RI mulai tahun


1974. Regu yang dipimpin oleh Dr. A.S. Broto pada
waktu itu telah menghasilkan Metode SAS. Menurut
A.S. Broto khususnya disediakan untuk belajar
membaca dan menulis permulaan di kelas permulaan
SD. Lebih luas lagi Metode SAS dapat dipergunakan
dalam berbagai bidang pengajaran. Dalam proses
operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-
langkah berlandaskan operasional dengan urutan :
Struktural menampilkan keseluruhan; Analitik
melakukan proses penguraian; Sintetik melakukan
penggabungan kembali kepada bentuk Struktural
semula. Landasan linguistiknya bahwa itu ucapan
bukan tulisan, unsur bahasa dalam metode ini ialah
kalimat; bahwa bahasa Indonesia mempunyai struktur
tersendiri. Landasan pedagogiknya; (1)
mengembangkan potensi dan pengalaman anak, (2)
membimbing anak menemukan jawab suatu masalah.
Landasan psikologisnya : bahwa pengamatan pertama
bersifat global (totalitas) dan bahwa anak usia sekolah
memiliki sifat melit (ingin tahu).

Prosedur penggunaan Metode SAS

1. Mula membaca permulaan dijadikan dua bagian


Bagian pertama Membaca permulaan tanpa buku
Bagian pertama Membaca permulaan buku
2. Merekam bahasa anak melalui pertanyaan-
pertanyaan dari pengajar sebagai kontak permulaan.
3. Menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali
gambar diperlihatkan, muncullah kalimat anak-anak
yang sesuai dengan gambar.
4. Membaca kalimat secara structural
5. Membaca permulaan dengan buku
6. Membaca lanjutan
7. Membaca dalam hati
Segi baiknya
a. Metode ini dapat sebagai landasan berpikir analisis.
b. Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian
rupa membuat anak mudah mengikuti prosedur dan
akan dapat cepat membaca pada kesempatan
berikutnya
c. Berdasarkan landasan linguistik metode ini akan
menolong anak. menguasai bacaan dengan lancar.

Segi lemahnya
1) Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar
harus kreatif dan terampil serta sabar
Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk
kondisi pengajar saat ini.
2) Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk
pelaksanaan metode ini untuk sekolah sekolah tertentu
dirasa sukar.
3) Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajar di
perkotaan dan tidak di pedesaan
4) Oleh karena agak sukar menganjarkan para
pengajar metode SAS maka di sana-sini Metode ini
tidak dilaksanakan.
Teknik pelaksanaan Metode SAS ialah keterampian
memilih kata kartu kata dan kartu kalimat. Sementara
anak-anak mencari huruf, suku kata, kata., pengajar
dengan sebagian anak yang lain. Menempel-empelkan
kata kata yang tersusun menjadi kalimat yang berarti.
Begitu seterusnya sehingga semua anak mendapat
giliran untuk menyusun kalimat, membacanya dan yang
paling mengutpnya sebagai ketreampilan menulis.
Media lain selain papan tulis, papan panel, papn tali,
OHP (Over Head Projector) dapat juga digunakan.
Metode Struktural Analitik Sintetik
Menurut Supriyadi (1996) pengertian metode SAS
adalah suatu pendekatan cerita yang disertai dengan
gambar, yang didalamnya terkandung unsur struktur
analitik sintetik. Metode SAS menurut Djauzak (1996)
adalah suatu metode pembelajaran menulis permulaan
yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara
memulai mengajar menulis dengan menampilkan cerita
yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa
dengan siswa.
Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni
keterampilan menulis huruf, kartu suku kata, kartu kata
dan kartu kalimat. Proses operasional metode SAS
mempunyai langkah-angkah dengan urutan sebagai
berikut :

(1) Struktur yaitu menampilkan keseluruhan,

(2) Analitik yaitu melakukan proses penguraian,

(3) Sintetik yaitu melakukan penggabungan pada


struktur semula. Demikian langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam pembelajaran menulis permulaan
dengan metode SAS, sehingga hasil belajar itu benar-
benar menghasilkan Struktur Analitik Statis. (Subana :
176).

Kegiatan pembelajaran menulis permulaan dengan


metode Struktural
Analitik Sintetik (SAS) dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :

1. Guru bercerita atau berdialog dengan siswa.


2. Memperlihatkan gambar yang berhubungan dengan
isi cerita.
3. Menulis beberapa kalimat sebagai kesimpulan dari
isi cerita.
4. Menulis satu kalimat yang diambil dari isi cerita.
5. Menulis kata-kata sebagai uraian dari kalimat.
6. Menulis suku-suku kata sebagai uraian dari kata-
kata.
7. Menuliskan huruf –huruf sebagai uraian dari suku-
suku kata.
8. Mensintesiskan huruf-huruf menjadi suku-suku kata.
9. Menyatukan kata-kata menjadi kalimat.

Agar siswa memiliki kemampuan menulis, maka setiap


langkah tersebut
dilakukan oleh siswa dengan cara menyalin tulisan
yang ditulis guru dalam setiap
langkah pembelajaran.
Demikian langkah-langkah yang dilakukan dalam
menulis permulaan
dengan metode SAS sehingga hasil belajar ini benar-
benar menghasilkan struktur
analitik sintetik.
Bagaimana menunjukkan bahwa untuk menentukan
jenis tulisan yang
harus diajarkan pada saat siswa belajar menulis
permulaan bukan pekerjaan yang
sederhana. Guru harus dapat menentukan jenis tulisan
yang akan diajarkan.
Menurut Hagin (Lovitt, 1989 : 227), ada lima alasan
perlunya diajar
menulis huruf cetak lebih dulu pada awal belajar
menulis :
1. Huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya
sederhana.
2. Buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga
anak-anak tidak perlu
mengakomodasikan dua bentuk tulisan.
3. Tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca
daripada tulisan dengan huruf
sambung.
4. Kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih
mudah dieja karena huruf-huruf
tersebut berdiri sendiri-sendiri.
Dengan memperhatikan berbagai alasan tersebut di
atas maka alangkah
baiknya pada awal belajar menulis ini siswa diajar
menulis dengan menggunakan
huruf cetak lebih dulu
1. Pengertian Warga Negara
Warga Negara diartikan dengan orang-orang sebagai
bagian darisuatu penduduk yang menjadi unsur negara.
AS. Hikam mendefinisikan bahwa warga negara
merupakan terjemahan dari citizen adalah anggota dari
sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri.

Sementara itu, status warga negara Indonesia telah


dibicarakan dalam UU RI Pasal 4 no.12 tahun 2006,
yang menjadi warga negara Indonesia adalah:
1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau bersdasarkan perjanjian
pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara
Indonesia.
2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah dan ibu warga negara indonesia.
3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga
negara asing.
4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah
seorang warga negara asing dan ibu warga negara
Indonesia.
5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi ayahnya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan
kepada anak tsb.
6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari
setelah ayangya meninggal dunia dari perkawinan yang
sah dan ayahnya warga negara Indonesia.
7. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara Indonesia.
8. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari
seorang ibu warga negara asing yang di akui oleh
seorang ayah warga negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tsb berusia 18 tahun atau belum kawin.
9. Anak yang lahir di wilayah republik Indonesia yang
pada waktu lahir tidak jelas kewarganegaraan ayah
ibunya.
10. Anak yang baru lahir ditemukan di wilayah
Indonesia selam ayah dan ibunya tidak di ketahui.
11. Anak yang di wilayah Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak di
ketahui keberadaanya.
12. Anak yang dilahirkan diluar wilayah Indonesia dari
seorang ayah da ibu warga negara Indonesia yang
karena ketentuan dari negara tempat anak tsb
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak
yang bersangkutan.
13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah di
kabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian
ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau janji setia.
2.Asas Kewarganegaraan
Pada umumnya, asas dalam menentukan
kewarganegaraan dibedakan antara asas ius sanguinis
dan asas ius soli.
a. Ius soli
Asas ius soli adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau
negara tempat dimana ia dilahirkan.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, maka
ia akan menjadi warga negara A, walaupun
orangtuanya warga negara B. Asas ini di anut oleh
negara Inggris, Mesir Amerika Serikat dan lain-lain.
b. Ius sanguinis
Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang menurut pertalian darah
atau keturunan dari orang tsb.
Contoh : Seseorang yang dilahirkan di negara A, tetapi
orangtuanya warga negara B, maka orang tsb tetap
menjadi warga negara B.(asas ini dianut leh RRC)

3.Pengertian Pewarganegaraan (Naturalisasi)


Pewarganegaraan atau naturalusasi adalah
pemerolehan kewarganegaraan bagi negara asing
setelah memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Didalam UU
RI No.12 tahun 2006, permohonan pewarganegaraan
dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin.
2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah
bertampat tinggal di wilayah negara Indonesia paling
singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10
tahun tidak berturut-turut.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar
negara Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia
tahun 1945.
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana 1 tahun
atau lebih.
6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia, tidak menjadii
berkewarganegaraan ganda.
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan
tetap.
8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Didalam natuarlisasi istimewa dapat diberikan bagi
mereka (warga asing) yang telah berjasa kepada
negara RI. kemudian mereka mengucapkan sumpah
atau janji setia (tidak perlu memenuhi syarat sebagai
mana dalam naturalisasi biasa). Cara ini diberikan oleh
presiden dengan persetujuan DPR RI.

4.Problematika status kewarganegaraan


Apatride merupakan istilah untuk orang-orang yang
tidak mempunyai status kewarganegaraan. Sedangkan
Bipatride merupakan istilah yang digunaklan untuk
orang-orang yang mempunyai status kewarganegaraan
rangkap atau dengan istilah lain dikenal dengan
dwikewarganegaraan. Sementara yang dimaksud
dengan multipatride adalah istilah yang digunakan
untuk menyebutkan status kewrganegaraan seseorang
yang memiliki 2 atau lebih status kewarganegaraan.

Kondisi seseorang dengan status


dwikewarganegaraan, sering terjadi pada penduduk
yang tinggal di daerah perbatasan diantara 2 negara.
Dalam menentukan status kewarganegaraan,
pemerintah lazim menggunakan stelsel aktif dan stelsel
pasif.

Berkaitan dengan kedua stelsel tersebut, sesorang


warga negara dalam suatu warga negara pada
dasarnya mempunyai hak opsi dan hak repudiasi.
1. Hak opsi, adalah hak untuk memilih sesuatu
kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
2. Hak repudiasi, adalah hak untuk menolak sesuatu
kewarganegaraan (dalam stelsel pasif)
3. Cara Mendapatkan dan Kehilangan
Kewarganegaraan Indonesia
Pada umumnya ada 2 kelompok warga negara dalam
suatu negara, yakni warga negara yang memperoleh
status kewrganegaranya melalui stelsel pasif dikenal
juga warga negara by opertion of law dan warga negara
yang memperoleh status kewarganegaraannya melali
stelsel aktif atau dikenal dengan by registration.

1. Seseorang warga negara juga bisa kehingan


kewarganegaran Indonesia. UU RI No.12 tahun 2006
pasal 23, menyatakan bahwa seseorang bisa
kehiolngan kewarganegaraan indonesia apabila
memenuhi hal-hal berikut :
2. Memperoleh kewarganegaran lain atas kemauannya
sendiri.
3. Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaran
lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat
kesempatan untuk itu.
4. Dinyatakan hilang kewarganegaraanya oleh
Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah
kawin, bertempat tinggal diluar negeri, dan dengan
dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi
tanpa kewarganegaraanya.
5. Bertempat tinggal diluar wilayah negara Indonesia
selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka
dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan
sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap
menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu
5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan
Republik Indonesia di wilayah kerjanya meliputi tempat
tingal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik
Indonesia tersebut telah memberitahukan kepada yang
bersangkutan, sepajang yang tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan
Indonesia dapat memperoleh kembali
kewrganegaraannya apabila memenuhi syarat-syarat
seperti yang tertera dalam pasal 31 dan 32. UU RI No.3
tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 UU No. 62
tahun 1958 yaitu :
1. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan
karena 5 tahun berturut-turut tinggal diluar negeri tanpa
keterangan, dapat memperoleh kewarganegaraan RI
kembali jika ia bertempat tinggal di Indonesia
berdasarkan kartu ijin masuk dan menyatakan ingin
kembali menjadi warga negara Indonesia
2. Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan
Rikarna sebab lain, dapat memperoleh kembali
kewarganegaraan RI jika ia mlaporkan diri dan
menyatakan keterangan untuk kembali ke
kewarganegaaan RI kepada perwakilan RI dinegara
tempat tinggalnya dalam jangka waktu 1 tahun
terhitung sejak tanggal diundangkannya UU No.3 tahun
1976 pada 5 April 1976.
5.Kedudukan Warga Negara di Indonesia
Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia,
Kedudukan warga negara pada dasarnya adalah
sebagai pilar terwujudnya Negara. Sebagai sebuah
negara yang berdaulat dan merdeka Indonesia
mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain
di dunia, pada dasarnya kedudukan warga negara bagi
negara Indonesia diwujudkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan tentang kewarganegaraan, yaitu :

1. UUD 1945
Dalam konteks UUD 1945, Kedudukan warga negara
dan penduduk diatur dalam pasal 26 yaitu :
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang warga
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan UU sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang
asing yang tinggal di Indonesai.
3. Hal-hal mengenai warga negara penduduk di atur
dengan UU.
2. UU No. 3 tahun 1946
Undang-undang No.3 ialah tentang warga negara dan
penduduk negara adalah peraturan derivasi dibawah
dibawah UU 1945 yang digunakan untuk menegakan
kedudukan Negara RI dengan warga negaranya dan
kedudukan penduduk negara RI.

3. UU No. 62 tahun 1958


UU No.62 tahun 1958 merupakan penyempurnaan dari
UU tentang kewarga negaraan yang terdahulu. UU No.
62 tahun 1958 tenang kewarganegaraan RI merupakan
produk hukum derivasi dari pasal 5 dan 144 UUD RI
1950 yang sampai saat ini masih berlaku dan tetap
digunakan sebagai sumber hakum yang mengatur
masalah kewarganegaraan di Indonesai setelah kurang
lebih 48 tahun berlaku, dan saat ini dinilai sudah tidak
sesuai lagi. Pernasalahan kewarganegaraan yang
semakin kompleks ternyata tidak mampu ditampung
oleh undang-undang ini.

4. UU No.12 tahun 2006


RUU Kewarganegaraan yang baru ini memuat
beberapa subtansi dasar yang lebih revolusioner dan
aspiratif, seperti :
1. Siapa yang mnjadi warga negara Indonesia
2. Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan
Republik Indonesia
3. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia
4. Syarat dan tata cara memperoleh kembali
kewarganegaraan Republik Indonesia
5. Ketentuan pidana
6.Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
Warga negara adalah sama kedudukannya, hak dan
kewajibannya. Setiap individu mendapat perlakuan
yang sama dari negara. Ketentuan ini secara tegas
termuat dalam konstitusi tertinggi kita, yaitu UUD 1945
Bab X sampai Bab XIV pasal 27 sampai pasal 34.
berikut ini dijelaskan secara lebih rinci terntang
persamaan kedudukan warga negara, dalam
berbagai bidang kehidupan.

1. Persamaan kedudukan dalam hukum dan


pemerintah
Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga
negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pasal
ini juga memperlihatkan kepada kita adanya kepedulian
adanya hak asasi dalambidang hukum dan politik.

2. Persamaan atas pekerjaan dan penghidupan yang


layak bagi kemanusiaan (ekonomi)
Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini memencarkan
persamaan akan keadilan sosial dan kerakyatan. Ini
berarti hak asasi ekonomi warga negara dijamin dan
diatur pelaksanaanya.

3. Persamaan dalam hal kemerdekaan berserikat dan


berkumpul (politik)
Pasal 28 E ayat (3) menetapkan warga negara dan
setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Pasal ini mencerminkan
bahwa negara Indonesia bersifat demokratis dan
memberi kebebasan yang bertanggung jawab bagi
setiap warga negaranya untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam bidang politik.

4. Persamaan dalam HAM


Dalam Bab X A tentang hak asai manusia dijelaskan
secara tertulis bahwa negara memberikan dan
mengakui persamaan setiap warga negara dalam
menjalankan HAM. Mekanisme pelaksanaan HAM
secara jelas ditetapkan melalui pasal 28 A sampai
dengan pasal 28 J.

5. Persamaan dalam agama


Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa
“negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Berdasar pasal ini tersurat jelas bahwa begara
menjamin persamaan setiap penduduk untuk memeluk
agama sesuai dengan keinginannya. Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME dijalankan tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.

6. Persamaan dalam upaya pembelaan negara


Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.” Lebih lanjut, pasal 30 UUD 1945
memuat ketentuan pertahanan dan keamanan negara.
Kedua pasal tersebut secara jelas dapat kita ketahui
bahwa negara memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap warga negara yang ingin membela
Indonesia.

7. Pesamaan dalam bidang pendidikan dan


kebudayaan
Pasal 31 dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang
sama dalam masalah pendidikan dan kebudayaan.
Kedua pasal ini menunjukan bahwa begitu konsen dan
peduli terhadap pendidikan dan kebudayaan warga
negara Indonesia. Setiap warga negara mendapat porsi
yang sama dalam kedua masalah ini.
8. Persamaan dalam perekonomian dan kesejahteraan
sosial
Persamaan kedudukan warga negara dalam
perekonomian dan kesejahteraan diatur dalam Bab XIV
pasal 33 dan 34. pasal 33 mengatur masalah
perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar
atas asas kekeluargaan dengan prinsip demokrasi
ekonomi untuk kemakmuran rakyat secara
keseluruhan. Selanjutnya pasal 34 memuat ketentuan
tentang kesejahteraan sosial dan jaminan sosial diman
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara (pasal 1) dan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak (pasal 3).

7Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara di


Indonesia
Dalam NKRI, semua warga negar mempunyai
kedudukan yang sama dalam bidang ekonomi, politik,
hukum, sosial, budaya, agama dan pertahanan
keamanan.
Berikut ini dijelaskan lebih lanjut wujud persamaan
kedudukan warga negara di indonesia dalam
berbagai bidang kehidupan.
1. Bidang ekonomi
Setiap individu memiliki kesamaan untuk melakukan
usaha ekonomi seperti berdagang, bertani, berkebun,
menjual jasa, dsb. Untuk memenuhi dan meningkatkan
taraf hidupnya.
2. Bidang budaya
Setiap warga negara mempunyai kesamaan hak dalam
mengembangkan seni, misalnya berkreasi dalam seni
tari, seni lukisseni musik seni pahat seni bangunan dsb.
3. Bidang politik
Setiap orang memiliki hak politik yang sama, yakni
individu berhak memilih, menjadi anggota salah satu
partai, atau mendirikan partai politik.
4. Bidang hukum setiap warga negara memiliki
kedudukan yang sama, yakni berhak untuk
mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara di
depan pengadilan, dsb.
5. Bidang agama setiap warga negara di berikan
kedudukan yang sama dalam memeluk agama,
menjalankan ibadah dan ritual keagamaannya,
berpindah agama ataupun belajar tentang agama tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun.
Sebagai warga negara yang baik serta guna
terwujudnya persamaan harkat dan martabat warga
negara sebagai manusia, secara bersama-sama kita
wajib saling menghargai , menghormati prinsip
persamaan kedudukan sesama warga negara.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/metode-
pembelajaran-struktural-analitik.html#ixzz2uZctBaXr

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang


menggambarkan prosedur sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
A. Pengertian pembelajaran terpadu
Menurut guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS)
Solo Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. (Pikiran
Rakyat, 11 April 2003) kurikulum terpadu adalah suatu
pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum
dengan cara menghapus garis batas mata pelajaran
yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu
merupakan
metode pengorganisasian pembelajaran yang
menggunakan beberapabidang mata pelajaran yang
sesuai.
Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu
dalam penggunaannya dapat saling dipertukarkan.
Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah
satu startegi pembelajaran berdasarkan pendekatan
kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan
atau membuat proses pembelajaran secara relevan
dan bermakna bagi anak (Atkinson, 1989:9dalam
Ahmad). Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam
pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan
inquiry, yaitu melibatkan siswa mulai dari
merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming
dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa didorong
untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari
hasil pengalamannya sendiri.

Collins dan Dixon (1991:6 dalam Ahmad) menyatakan


tentang pembelajaran terpadu sebagai berikut :
integrated learning occurs when an authentic event or
exploration of a topic in the driving force in the
curriculum.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya
anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam
mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar
proses dan isi (materi) lebih dari satu
bidang studi pada waktu yang sama.
Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan
kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya
yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya.
Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip
keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga
siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk
memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran terpadu juga
menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk
mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang
merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang
otentik.
Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya
agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini
dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara
terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan
yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan
kebutuhan perkembangan siswa.
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu
adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik
dalam intramata pelajaran maupun antarmata
pelajaran.
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran
terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri
yaitu :
1. berpusat pada siswa (student centered)
2. proses pembelajaran mengutamakan pemberian
pengalaman langsung
3. pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas.
Jadi, sesuai dengan pengertian-pengertian di atas,
bahwa dengan adanya pemaduan itu siswa akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara
utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi
siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada
pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui
pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan
antarkonsep dalam intramata pelajaran maupun
antarmata pelajaran. Pembelajaran terpadu tampak
lebih menekankan keterlibatan siswa dalam belajar,
sehingga siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran untuk pembuatan keputusan. Setiap
siswa memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan
agar dapat hidup di masyarakat dan bakal ini
diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar di
sekolah. Oleh karena itu pengalaman belajar di sekolah
sedapat mungkin memberikan bekal siswa dalam
mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini
disebut kecakapan hidup yang cakupannya lebih luas
dibanding hanya sekedar keterampilan.
B. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Pembalajaran terpusat pada anak
Pembalajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran
yang berpusat pada anak, karena pada dasarnya
pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada
siswa, baik secara individu maupun secara kelompok.
Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan manemukan
konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan
yang harus dikuasainya sesuai dengan
perkembangannya.
2. Menekankan pembentukan pemahaman dan
kebermaknaan
Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari
berbagai macam aspek yang membentuk semacam
jalinan antarskemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga
akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang
dipelajari siswa. Hasil yang nyata didapat dari segala
konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan
konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan
kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.hal ini
diharapkan dapat berakibat pada kemampuan siswa
untuk dapat menerapakan perolahan belajaranya pada
pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam
kehidupannya.
3. Belajar melalui proses pengalaman langsung
Pada pembelajaran terpadu diprogramkan untuk
melibatkan siswa secara langsung pada konsep dan
prisip yang dipelajari dan memungkinkan siswa belajar
dengan melakukan kegiatan secara langsung.
Sehingga siswa akan memahami hasil belajarnya
secara langsung dan kemudian siswa akan memahami
hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa
yang mereka alami, bukan sekedar informasi dari
gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator
yang membimbing kearah tujuan yang ingin dicapai.
Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta dan
informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
4. Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata
Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan
discovery inquiry (penemuan terbimbing) yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran
terpadu dilaksanakan dengan melihat keinginan, minat,
dan kemampua siswa sehingga memungkinkan siswa
termotivasi untuk belajar terus-menerus.
5. Sarat dengan muatan keterkaitan
Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada
pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa
dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari
sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga
memungkinkan siswa untuk memahami suatu
fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada
gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak
dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.

C. Tujuan Pembelajaran Terpadu


Pembalajaran terpadu dikembangkan selain untuk
mencapai tujuan pembalajaran yang telah
ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat :
1. Meningkatkan pemahaman konsep yang
dipelajarinya secara lebih bermakna,
2. Mengembangkan keterampilan menemukan,
mengolah, dan memanfaatkan informasi,
3. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan
baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam
kehidupan,
4. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti
kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai
pendapat orang lain,
5. Meningkatkan minat dalam belajar,
6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya.

D. Kemanfaatan Pembalajaran Terpadu


Ada beberapa manfaat dalam menggunakan
pembelajara terpadu, yaitu :
1. Memungkinkan anak mengekplorasi dan
mengekpresikan pengetahuan dan keterampilannya
melalui berbagai kegiatan.
2. Meningkatkan pemahaman anak secara
komprehensif.
3. Meningkatkan kecakapan berpikir anak
4. Banyak topik yang tertuang di setiap mata pelajaran
mempunyai keterkaiatan konsep dengan yang dipelajari
siswa.
5. Pada pembelajaran terpadu memungkinkan siswa
memanfaatkan keterampilannya yang dikembangkan
dari mempelajari keterkaitan antarmata pelajaran.
6. Pembelajaran terpadu melatih siswa untuk semakin
banyak membuat hubungan inter dan antarmata
pelajaran, sehingga siswa mampu memproses
informasi dengan cara yang sesuai daya pikirnya dan
memungkinkan berkembangnya jaringan konsep-
konsep.
7. Pembalajaran terpadu membantu siswa dapat
memecahkan masalah dan berpikir kritis untuk dapat
dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi
nyata.
8. Daya ingat (retensi) terhadap materi yang dipelajari
siswa dapat ditingkatkan dengan jalan memberikan
topik-topik dalam berbagai ragam situasi dan berbagai
ragam kondisi.
9. Dalam pembelajaran terpadu transfer pembelajaran
dapat mudah terjadi bila situasi pembelajaran dekat
dengan situasi kehidupan nyata.
10. Meningkatkan interaksi sosial anak.
11. Meningkatkan profesionalisme guru.

E. Model-model pembelajaran terpadu


1. Pembelajaran Terpadu Tipe Terhubung (Connected)
Connected Model adalah model pengembangan
kurikulum yang menggabungkan secara jelas satu topik
dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep
lainnya, satu kemampuan dengan kemampuan lainnya,
kegiatan satu hari dengan hari lainnya, dalam satu
mata pelajaran.
Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran
terpadu tipe terhubung (connected) :
Guru menghubungkan/menggabungkan konsep
matematika tentang uang dengan konsep jual beli,
untung rugi, simpan pinjam, dan bunga.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang
menyeluruh dan kemampuan/indikator yang
digabungkan;
2. kegiatan anak lebih terarah untuk mencapai
kemampuan yang tertera pada indikator;
3. siswa memperoleh gambaran secara menyeluruh
tentang suatu konsep sehingga transfer pengetahuan
akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok
dikembangkan terus-menerus;
4. siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas
dan luas dari konsep yang dijelaskan dan juga siswa
diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman,
tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan
secara bertahap.

b. Kekurangan
1. model ini belum memberikan gambaran yang
menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-
bidang pengembangan/mata pelajaran yang lain;
2. model ini kurang mendorong guru bekerja sama
karena relatif mudah dilaksanakan secara mandiri;
3. bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong
untuk menghubungkan konsep yang terkait karena
sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau
karena terfokus pada keterkaitan konsep, maka
pembelajaran secara global jadi terabaikan.

2. Pembelajaran Terpadu Model Jaring Laba-Laba


(Webbed)
Tahapan atau Langkah untuk membuat rancangan
pembelajaran terpadu dengan model jaring laba-laba di
TK, yaitu:
1. mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan
indikator setiapbidang pengembangan untuk masing-
masing kelompok usia;
2. mengidentifikasi tema dan subtema dan
memetakannya dalam jaring tema;
3. mengidentifikasi indikator pada setiap
kompetensi bidang pengembangan melalui tema dan
subtema;
4. menentukan kegiatan pada setiap bidang
pengembangan dengan mengacu pada indikator yang
akan dicapai dan subtema yang dipilih;
5. menyusun Rencana Kegiatan Mingguan;
6. menyusun Rencana Kegiatan Harian.
Contoh dari penggunaan pembelajaran terpadu model
jaring laba-laba (webbed) ini adalah : siswa dan guru
menentukan tema misalnya air, maka guru-guru mata
pelajaran dapat mengajarkan tema air itu ke dalam sub-
sub tema misalnya siklus air, kincir air, air waduk, air
sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam
mata pelajaran matematika, IPS, IPA, dan Bahasa.
a. Kelebihan
1. Siswa adalah diperolehnya pandangan hubungan
yang utuh tentang kegiatan dari ilmu-ilmu yang
berbeda;
2. faktor motivasi berkembang karena adanya
pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa;
3. siswa dapat dengan mudah melihat bagaimana
kegiatan yang berbeda dan ide yang berbeda dapat
saling berhubungan.

b. Kekurangan
1. kecenderungan untuk mengambil tema sangat
dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa;
2. seringkali guru terfokus pada kegiatan sehingga
materi atau konsep menjadi terabaikan;
3. memerlukan keseimbangan antara kegiatan dan
pengembangan materi pelajaran.

3. Pembelajaran Terpadu Model Integrated (Terpadu)


Integrated Model adalah model pengembangan
kurikulum yang menggunakan pendekatan lintas bidang
ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan
sikap yang tumpangtindih. Dalam konteks
pembelajaran TK, Integrated Model adalah model
pengembangan kurikulum yang menggunakan
pendekatan lintas bidang pengembangan. Model ini
berusaha memberikan gambaran yang utuh pada anak
tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang
terdapat dalam bidang-bidang pengembangan.
Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe
keterpaduan adalah : Pada awalnya guru menyeleksi
konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang
diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata
pelajaran misalnya: matematika, IPS, IPA dan Bahasa.
Selanjutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan dan
nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan
tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran.
a. Kelebihan
1. Guru akan dapat melihat gambaran yang
menyeluruh dari kemampuan yang dikembangkan dari
berbagai bidang studi/mata pelajaran;
2. memberikan kegiatan yang lebih terarah pada
tiap bidang pengembangan untuk mencapai
kemampuan yang telah ditentukan pada indikator;
3. siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan
dan hubungan timbale balik antar berbagai disiplin ilmu;
4. memperluas wawasan dan apresiasi guru.
b. Kekurangan
1. Cukup sulit dilaksanakan karena membutuhkan guru
yang berkemampuan tinggi dan yakin dengan konsep
dan kemampuan yang akan dikembangkan di
setiap bidang pengembangan;
2. kurang efektif karena membutuhkan kerjasama dari
banyak guru;
3. sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang
satu dengan yang lainnya, juga mencari keterkaitan
aspek keterampilan yang terkait;
4. dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata
pelajaran untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan
dan mencari tema.

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Terpadu

1. Kelebihan
Kelebihan tersebut didasari oleh beberapa alasan.
1. Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan
anak sehingga anak dengan mudah memahami
sekaligus melakukannya.
2. Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan
hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu
dengan mata pelajaran lainnya.
3. Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat
mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek
afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif.
4. Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis
kecerdasan siswa.
5. Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru
dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif
sebagai metode pembelajaran.
2. Kekurangan
1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki
kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang
handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani
mengemas dan mengembangkan materi. Secara
akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dan banyak membaca buku agar
penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang
kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka
pembelajaran terpadu akan sulit terwujud.
2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut
kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”,
baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan
analitik (mengurai), kemampuan asosiatif
(menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan
elaboratif (menggali dan menemukan). Bila kondisi ini
tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran
terpadu ini sangat sulit dilaksanakan.
3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran:
Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau
sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan
menunjang, memperkaya, dan mempermudah
pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga
akan terhambat.
4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes,
berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman
peserta didik (bukan pada pencapaian target
penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan
dalam mengembangkan materi, metode, penilaian
keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu
membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar
peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang
dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk
menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan
penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga
dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila
materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
6. Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu
berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang
kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan
kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka
guru berkecenderungan menekankan atau
mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai
dengan pemahaman, selera, dan latar belakang
pendidikan guru itu sendiri.
G. Cara/Strategi Pembalajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan dengan dua
cara yaitu memadukan siswa dan memadukan materi-
materidari matapelajaran-matapelajaran.
1. Integrasi melalui pemaduan siswa
Cara ini memadukan beberapa kelas menjadi satu
kelas, sehingga 1 pembelajaran kelas diikuti oleh lebih
dari satu tungkat usia siswa. Misalnya kelas 1 dan kelas
2 SD diajar matematika bersama-sama. Cara ini
tentunya memerlukan keahlian guru untuk memberikan
tugas yang bertingkat sehingga siswa belajar dari yang
mudah menuju tingkat yang lebih sulit. Siswa kelas 1
dapat belajar dari siswa yang lebih tua dan lebih
pengetahuannya, sedangkan siswa yang lebih tua
(kelas 2) dapat mengajarkan pengetahuannya kepada
siswa yang lebih muda.
2. Integrasi materi/mata pelajaran
Cara ini memadukan materi dari beberapa mata
pelajaran dalam satu kesatuan kegiatan pembelajaran.
Dalam 1 kegiatan pembelajaran siswa belajar berbagai
mata pelajaran misal matematika, Bahasa, IPA, dan
IPS. Cara ini biasanya dilakukan dengan memadukan
topik-topik (tema-tema) menjadi satu kesatuan tema
yang disebut tematik unit. Tematik unit merupakan
rangkaian tema yang dikembangkan dari suatu tema
dasar. Sedangkan tema dasar merupakan pilihan atau
kesepakatan antara guru dengan siswa berdasarkan
kajian keseharian yang dialami siswa dengan
penyesuaian dari materi-materi yang ada pada
kurikulum. Selanjutnya tema dasar tersebut
dikembangkan menjadi banyak tema yang disebut unit
tema (subtema).

H. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu


Pada dasarnya ada 2 tahap yang harus dilalui dalam
prosedur pembelajaran terpadu yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
1. Tahap Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah
rangkaian yang memuat isi dan kegiatan pembelajaran
yang bersifat menyeluruh dan sistematis, yang akan
digunakan sebagai pedoman oleh guru dalam
mengelola kegiatan belajar mengajar. Dalam
pembalajaran terpadu perencanaan yang harus
dilakukan seorang guru adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan tema dan unit-unit tema
Pemilihan tema ini dapat dating dari staf pengajar yaitu
guru kelas atau guru bidang studi dan siswa. Biasanya
guru yang memilih tema dasarnya dan dengan
musyawarah siswa memilih unit tema. Pemilihan tema
dasar yang dilakukan oleh guru dengan mengaju pada
tema dan materi-materi pada pokok bahasan pada
setiap mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum.
Tema dapat juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain,
yaitu tema yang dipilih merupakan consensus antar
siswa, misal dari buku-buku bacaan, pengalaman,
minat, isu-isu, yang sedang beredar di masyarakat
dengan mengingat ketersediaan sarana dan sumber
belajar yang sesuai dengan tingkat perkembanagn
siswa.
1) Tema dasar-Unit tema
Tema dapat muncul dari siswa, kemudian guru yang
mengorganisir atau guru melontarkan tema dasar,
kemudian siswa mengembangkan unit temanya.
2) Curah pendapat
Curah pendapat ini bermanfaat untuk memunculkan
tema dasar kemudian dikembangkan menjadi unit
tema. Setelah tema dasar dan unit tema dipilih maka
akan terbentuk jaring-jaring.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam


penentuan tema, yaitu :
• Penentuan tema merupakan hasil ramuan dari
berbagai materi di dalam satu atau beberapa mata
pelajaran.
• Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang terpadu dalam materi pelajaran,
prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman
belajar oleh para siswa.
• Tema disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa
sehingga asas perkembangan berpikir anak dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
• Tema harus bersifat cukup problematik atau popular
sehingga membuka kemungkinan luas untuk
melaksanakan pembelajaran yang beragam yang
mengandung substansif yang lebih luas yang apabila
dibandingkan dengan pembelajaran yang biasa.
Beberapa prosedur pemilihan tema adalah sebagai
berikut :
Model ke-1
Pada model ini tema sudah ditentukan atau dipilih oleh
guru berdasar pada beberapa kurikulum beberapa
mata pelajaran yang kemudian dapat dikembangkan
menjadi sub-sub tema atau unit tema.
Model ke-2
Pada model ini tema ditentukan bersama antara guru
dengan siswa. Meskipun demikian tema tidak boleh
lepas dari materi yang akan dipelajari.
Model ke-3
Pada model ini tema ditentukan oleh siswa dengan
bimbingan guru.
b. Langkah perencanaan aktivitas
Langkah perencanaan aktivitas di sini meliputi :
pemilihan sumber, pemilihan aktivitas, dan
perencanaan evaluasi. Evaluasi dalam pembalajaran
terpadu meliputi berikut ini :
1. Janis evaluasi yaitu evaluasi otentik.
2. Sasaran evaluasi berupa proses dan dan hasil
belajar siswa.
3. Aspek yang dievaluasi. Keseluruhan aspek
kepribadian siswa dievaluasi yaitu
meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4. Teknik-teknik evaluasi yang digunakan meliputi :
a. Observasi (mengamati prilaku hasil belajar siswa)
dengan menggunakan daftar cek atau skala penilaian.
b. Wawancara guru dan siswa dengan menggunakan
pedoman wawancara.
c. Evaluasi siswa
d. Jurnal siswa
e. Portofolio
f. Tes prestasi belajar (baku atau buatan guru)
c. Kontrak belajar
Kontrak belajar ini akan memeberikan arah dan isi
aktivitas siswa dan merupakan suatu kesepakatan
antara guru dan siswa.
2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Terpadu dan
Evaluasi
Pada tahap pelaksanan ini langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
a. Aktivitas siswa
Aktivitas dapat berupa : pengumpulan informasi baik
kelompok maupun individual, membaca sumber,
wawancara dengan narasumber, pengamatan
lapangan, eksperimen, pengolahan informasi, dan
penyusunan laporan.
b.Kulminasi (Sharing)
Kulminasi (Sharing) dalam bentuk penilaian proses
(merupakan dampak dari proses pembelajaran,
dampak pengiring, prosedur formal dan informal
terutama untuk memperoleh balikan) yaitu penyajian
laporan, diskusi dan balikan, unjuk kerja dan pameran,
serta evaluasi.

I. Kesimpulan
Jadi yang dimaksud dengan pembelajaran terpadu
adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik
dalam intramata pelajaran maupun antarmata
pelajaran. Disini dituntut keprofesionalan seorang guru
dalam mengkaitkan beberapa materi dalam satu mata
pelajaran atau bahkan dari berbagai macam mata
pelajaran. Guru sangat dituntut untuk berwawasan
yang luas, sehingga dalam mengkaitkan antar
beberapa mata pelajaran tidak terpisah-pisah,
melainkan menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-terpadu.html#ixzz2uZczpIaO

Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Tugas


MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
ATAU TUGAS
1. Pengertian

Pembelajaran berbasis proyek atau tugas adalah


metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam pengumpulan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.

Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-


based/task learning) membutuhkan suatu pendekatan
pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar
siswa didesain agar siswa dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik
termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata
pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna
lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk
bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya
dalam produk nyata (Buck Institue for Eduction, 2001).

Dalam pem bel ajaran berbasis proyek, siswa diberikan


tugas atau pro yek yang kompleks, cukup sulit,
lengkap, tetapi realistik dan kemudian di be rikan
bantuan secukupnya agar mereka dapat
menyelesaikan tugas. Di sam ping itu, penerapan
strategi pembel ajaran berbasis proyek/ tugas ini
mendo rong tumbuhnya kompetensi nurturant seperti
kreativitas, ke mandirian, tanggung jawab, keper
cayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis.

Dari berbagai karakteristiknya, Pembelajaran Berbasis


Proyek didukung teori-teori belajar
konstruktivistik.Konstruktivisme adalah teori belajar
yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada
ide bahwa peserta didik membangun pengetahuannya
sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri.

Dalam konteks pembaruan di bidang teknologi


pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
dipandang sebagai pendekatan penciptaan lingkungan
belajar yang dapat mendorong pebelajar mengkonstruk
pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman
langsung. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek
dibangun berdasarkan ide-ide pebelajar sebagai bentuk
alternatif pemecahan masalah riil tertentu, dan
pebelajar mengalami proses belajar pemecahan
masalah itu secara langsung.
Menurut banyak literatur, konstruktivisme adalah teori
belajar yang bersandar pada ide bahwa pebelajar
mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri di dalam
konteks pengalaman mereka sendiri (Murphy, 1997;
Brook & Brook, 1993, 1999; Driver & Leach, 1993;
Fraser, 1995). Pembelajaran konstruktivistik berfokus
pada kegiatan aktif pebelajar dalam memperoleh
pengalaman langsung (“doing”), ketimbang pasif
“menerima” pengetahuan. Dari perspektif konstruktivis,
belajar bukanlah murni fenomena stimulus-respon
sebagaimana dikonsepsikan para behavioris, akan
tetapi belajar adalah proses yang memerlukan
pengaturan diri sendiri (self-regulation) dan
pembangunan struktur konseptual melalui refleksi dan
abstraksi (von Glaserfeld, dalam Murphy, 1997).
Kegiatan nyata yang dilakukan dalam proyek
memberikan pengalaman belajar yang dapat
membantu refleksi dan mendekatkan hubungan
aktivitas dunia nyata dengan pengetahuan konseptual
yang melatarinya yang diharapkan akan dapat
berkembang lebih luas dan lebih mendalam (Barron,
Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, &
The Cognition and Technology Group at Vanderbilt,
1998).

Hal ini menunjukkan bahwa Pembelajaran Berbasis


Proyek, yang mendasarkan pada aktivitas dunia nyata,
berpotensi memperluas dan memperdalam
pengetahuan konseptual dan prosedural (Gagne,
1985), yang pada khasanah lain disebut juga knowing
that dan knowing how (Wilson, 1995). Knowing ‘that’
and ‘how’ is not sufficient without the disposition to ‘do’
(Kerka, 1997). Perluasan dan pendalaman pemahaman
pengetahuan tersebut dapat diamati dengan mengukur
peningkatan kecakapan akademiknya.

Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-


ide dan interpretasi siswa dalam belajar, dan
memberikan alternatif-alternatif melalui aplikasi, bukti-
bukti, dan argumen-argumen.

2. Katakteristik pembelajaran berbasis proyek / tugas

Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang


besar untuk memberikan pengalaman belajar yang
lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998).
Sedangkan menurut Buck Institute For Education
(1999)dalam Made (2000, 145) belajar berbasis proyek
memiliki karakteristik yaitu :

1. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka


kerja

2. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak


ditentukan sebelumnya

3. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil

4. Siswa bertanggunga jawab untuk mendapatkan dan


mengelola informasi yang dikumpulkan

5. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu

6. Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka


kerjakan

7. Hasil akhir berupa produk dan di evaluasi kualitasnya

8. Kelas memiliki atmosfir yang memberikan toleransi


kesalahan dan perubahan.

3. Ciri – ciri dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek


atau Tugas
Ada lima criteria apakah suatu pembelajaran berproyek
termasuk pembelajaran berbasis proyek , lima criteria
itu yaitu :

1. Keterpusatan ( centrality)

Proyek dalam pembelajaran berbasis proyek adalah


pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum
,didalam pembelajaran proyek adalah strategi
pembelajaran, pelajaran mengalami dan belajar konsep
– konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Model
ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana
siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan
melalui kerja proyek. Oleh karna itu, kerja proyek bukan
merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari
konsep yang sedang dipelajari , melainkan menjadi
sentral kegiatan pembelajaran dikelas.

1. Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PBL adalah berfokus pada pertanyaan


atau masalah , yang mendorong pelajar menjalani
(dalam kerja keras ) konsep-konsep dan prinsip-prinsip
inti atau pokok dari disiplin.
1. Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi


konstruktif dapat berupadesain, pengambilan
keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah,
deskoveri akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus
meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan

1. Bersifat otonomi pembelajaran

Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan


tanggung jawab pelajaran terhadap proyek

1. Bersifat realisme

Pembelajaran berebasis proyek melibatkan tantangan


kehidupan nyata , berfokus pada pertanyaanatau
masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya
berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang
sesungguhnya.

4. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek atau tugas

Berdasarkan kegiatan pengajar dan pelajar dalam


pendekatan PBL, maka PBL yang akan dibuat di dalam
lingkungan web terbagi dalam tiga tahapan yakni
persiapan, pembelajaran dan evaluasi, tetapi dari tiga
tahapan tersebut dapat dideskripsikan menjadi enam
tahapan sebagai berikut

1. Persiapan

Pengajar merancang desain atau membuat kerangka


proyek yang bermanfaat dalam menyediakan informasi
yang dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan
pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan
kerangka yang ada, dan menyediakan sumber yang
dapat membantu pengerjaannya. Hal ini akan
mendukung keberhasilan pelajar dalam menyelesaikan
suatu proyek dan cukup membantu dalam menjawab
pertanyaan, beraktifitas dan berkarya. Kerangka
menjadi sesuatu yang penting untuk dibaca dan
digunakan oleh pelajar. Oleh karenanya, pengajar
harus melakukan perannya dengan baik dalam
menganalisa dan mengintegrasikan kurikulum,
mengumpulkan pertanyaan, mencari web site atau
sumber yang dapat membantu pelajar dalam
menyelesaikan proyek, dan menyimpannya di dalam
web.

1. Penugasan/menentukan topik.

Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh


pengajar maupun pilihan sendiri, pelajar akan
memperoleh dan membaca kerangka proyek, lalu
berupaya mencari sumber yang dapat membantu.
Dengan berdasar pada referensi alamat web yang
berisi materi relevan, pelajar dengan cepat dan
langsung mendapatkan materi yang berkualitas yang
sesuai dengan kebutuhan proyek. Lalu pelajar
berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar
pada pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan
topik, dan mengembangkan gagasannya dalam
menentukan sub topik suatu proyek.

1. Merencanakan kegiatan.

Pelajar bekerja dalam proyek individual, kelompok


dalam satu kelas atau antar kelas. Pelajar menentukan
kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan
sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari
semua sub topik dan menyimpannya di dalam web.
Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus
mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggungjawab.
Sedangkan pengajar berkewajiban menyampaikan isi
dari rencana proyeknya kepada orang tua, sehingga
orang tua dapat ikut serta membantu dan mendukung
anaknya dalam menyelesaikan proyek.

1. Investigasi dan penyajian.

Investigasi disini termasuk kegiatan : menanyakan


pada ahlinya melalui e-mail, memeriksa web site, dan
saling tukar pengalaman dan pengetahuan serta
melakukan survei melalui web. Dalam
perkembangannya, terkadang berisi observasi,
eksperimen, dan field trips. Diskusi dapat dilakukan
secara sinkron dan asinkron melalui chating. Lalu
penyajian hasil dapat berupa gambar, tulisan, diagram
matematika, pemetaan dan lain-lain. Secara rutin,
orang tua dan pengajar berkomunikasi untuk
memantau kegiatan dan prestasi yang dicapai oleh
pelajar.
1. Finishing.

Pelajar membuat laporan, presentasi, halaman web,


gambar, dan lain-lain. Sebagai hasil dari kegiatannya.
Lalu pengajar dan pelajar membuat catatan terhadap
proyek untuk pengembangan selanjutnya. Peserta
menerima feedback atas apa yang dibuatnya dari
kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback
online disajikan untuk memungkinkan setiap individu
secara langsung berkomentar dan memberikan
kontribusi, dan agar dilihat dan bermanfaat bagi orang
lain.

1. Monitoring/Evaluasi.
Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek
yang dilakukan oleh tiap pelajar berdasar pada
partisipasi dan produktifitasnya dalam pengerjaan
proyek.

2. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis proyek / tugas adalah sebuah


metode penyajian bahan pembelajaran yang diberikan
oleh guru kepada peserta didik berupa seperangkat
tugas yang harus dikerjakan peserta didik, baik secara
individual maupun secara kelompok.

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan


efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan memberikan
kesempatan peserta didik melakukan sendiri kegiatan
belajar yang ditugaskan. empat prinsip berikut ini akan
membantu siswa dalam perjalana mereka menjadi
pembelajar mandiri yang efektif.

1. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang

Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru


pada saat mereka menggunakan pekerjaan kelas atau
pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat.
Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa
untuk kehilangan minat dan melalukan tindakan yang
tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin.

Kebanyakan guru setuju bahwa tugas pekerjaan kelas


dan pekerjaan rumah mandiri yang dapat
mempertahankan keterlibatan siswa memiliki tujuan
yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa
yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka
mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang
dibutuhkanuntuk menyelsaikan pekerjaan itu. Siswa-
siswa itu tetap berada dalam tugas selama pekerjaan
kelas dan menyelesaikan pekerjaan rumah apabila
mereka menyikapi tugas-tugas tersebut secar
bermakna.

Linda Anderson (1985) menunjukan bahwa guru jarang


menaruh perhatian pada tujuan pekerjaan kelas atau
strategi-strategi belajar yang telibat. Sebaliknya, guru
menekankan pada arahan-arahan procedural. Sebagai
contoh guru dpat menghabiskan waktu banyak
menjelaskan kepad siswa di mana menulis nama di
kertas atau bagaimana menyusun jawaban-
jawabannya. Sementar petunjuk-petunjuk tentang “apa
yang dilakukan” adalah penting guru tidak menyertakan
penjelasan tentang “mengapa” sesuatu harus
dikerjakan dan proses-proses pembelajaran yang
terlibat. Sebelum memberikan suatu tugas, guru
hendaknya mempertimbangkan cirri penting itu secara
seksama dan kemudian menyediakan waktu
cukupuntuk menjelaskan cirri penting itu kepada siswa.
1. Menganekaragamkan Tugas-tugas

Sama dengan kehidupan pada umumnya,


keanekaragaman menambah daya tarik tugas
pekerjaan kelas dan
pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap
terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-
tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan
monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan
cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas
beljar dan strategi-strategi kognitif yang telibat.
Membaca di dalam hati, laporan proyek-proyek khusus,
dan bahan-bahan multimedia menawarkn berbagai
macam cara untuk menyelesaikan pekerjaan mandiri.
Pilihan kemungkinan tidak terbatas dan tidak aka
alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang
sama dari hari ke hari.

1. Menaruh Perhatian pada Tingkat Kesulitan

Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-


tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu
bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan
yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas
tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja
secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki
tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil
tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas
yang diberikan guru terlalu mudah. Mereka menyikapi
tugas-tugas seperti sebagai pekerjaan yang tidak
menantang. Pada umumnya tugas yang baik perlu
memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan
siswa memandangnya sebagai sesuatu yang
menantang, namun cukup mudah sehingga
kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya
dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah
sendiri.

1. Memonitor Kemajuan Siswa

Akhirnya, merupakan hal penting bagi guru untuk


memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan
rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan
untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas
mereka dan proses-proses kognitif yang telibat.
Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan
siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik.
Pad saat beberfapa siswa diberikan pekerjaan kelas,
maka guru dapat bekerja dengan siswa lain.a
dianjurkan agar guru menyediakan waktu 5 atau 10
menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja
untuk memastikan apakah mereka memahami tugas
tersebut sebelum menangani siswa-siswa lain. Apabila
siswa bekerja dalam kelompok-kelompok, maka guru
hendaknya berada dalam kelompok-kelompok tersebut
secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang
bekerja secara mandiri. Meskipun mengoreksi tugas
menghabiskan waktu, hendaknya guru mengoreksi
pekerjaan yang dibuat siswa dan mengembalikan
kepda mereka dengan umpan balik.

Kompetensi yang dikembangkan selain kompetensi


disiplin ilmu (discipline-based competencies) dan
kompetensi interpersonal (interpersonal competencies )
dan kompetensi intrapersonal ( intrapersonal
competencies) dalam diri siswa. Kompetensi disiplin
ilmu berkaitan dengan pemahaman konsep, prinsip dan
teori dari disiplin ilmu. Kompetensi interpersonal
mencakup kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi,
berperilaku sopan dan baik, menangani konflik,
bekerjasama, membantu orang lain, dan menjalin
hubungan dengan orang lain dan masyarakat.
Kompetensi intrapersonal mencakup apresiasi terhadap
keragaman, melakukan refleksi diri, disiplin, beretos
kerja tinggi, membiasakan diri hidup sehat,
mengendalikan emosi, tekun, mandiri, dan mempunyai
motivasi.

Kompetensi yang telah diidentifikasi dari pebelajar ini


merupakan kompetensi yang amat penting untuk
keberhasilan hidupnya, dan sebagai tenaga kerja
merupakan kompetensi yang amat penting di tempat
kerja. Karena hakikat kerja proyek adalah kolaboratif,
maka pengembangan kompetensi tersebut berlangsung
di antara pebelajar. Di dalam kerja kelompok suatu
proyek, kekuatan individu dan cara belajar yang diacu
memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.

6. Keuntungan dan kelemahan dari pembelajaran


berbasis proyek atau tugas

è Keuntungan dari Belajar Berbasis Proyek adalah


sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi.

Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang


mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat
batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek.
Guru juga melaporkan pengembangan dalam
kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa
melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun
daripada komponen kurikulum yang lain.

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif


tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa
untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan
masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus
pada bagaimana menemukan dan memecahkan
masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan
lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks.

1. Meningkatkan kolaborasi.
Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan
siswa mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi ( Johnson & Johnson, 1989).
Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran
informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari
sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan
konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah
fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di
dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov,
1995).

1. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.

Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah


bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang
kompleks. Pembelajaran Berbais Proyek yang
diimplementasikan secara baik memberikan kepada
siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi
proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-
sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
tugas.

1. Increased resource – management skills


Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan
secara baik menberikan kepada siswa pembelajaran
dan praktik dalam pengorganisasian proyek dan
membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperi
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

è Kelemahan dari pembelajaran ini yaitu :

1. Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak


terpisahkan dengan masalah kedisiplinan , untuk itu
disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan
menfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah
.

2. Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan


untuk menyelesaikan masalah.

3. Memerlukan biaya yang cukup banyak

4. Banyak peralatan yang harus disediakan

Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran


berbasis proyek seorang peserta didik dapat mengatasi
dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam
menghadapi masalah , membatasi waktu peserta didik
dalam menyelesaikan proyek, meminimaliskan dan
menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat
dilingkungan sekitar , memilih lokasi penelitian yang
terjangkau yang tidak membutuhkan banyak biaya dan
waktu.

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-
pembelajaran-berbasis-proyek-
atau.html#ixzz2uZd5hMce

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN


(SERVICE LEARNING)

PEMBELAJARAN BERBASIS JASA-LAYANAN


(SERVICE LEARNING)

A. Pengertian

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah


satu bagian dari strategi pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/ CTL) merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel,
sehingga dapat diterapkan dari satu permasalahan atau
konteks, ke permasalahan atau konteks lainnya.

Jadi dalam pembelajaran kontekstual, siswa


diharapkan mampu memahami makna materi pelajaran
yang diajarkan oleh guru, sehingga siswa memiliki
ketrampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan
nyata berkaitan dengan materi yang diajarkan tersebut.
Kehidupan nyata siswa tersebut berkaitan dengan
kehidupan sosialnya, kehidupan pribadinya maupun
kehidupan budaya dari lingkungan siswa tersebut.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment).
Jadi pembelajaran kontekstual menitikberatkan pada
suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan
situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.
Salah satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual
ini dapat kita temui dalam pembelajaran berbasis jasa
layanan, yakni menempatkan siswa di dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal
siswa dengan materi yang sedang dipelajari.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang mengkombinasikan
jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur
berbasis sekolah, guna merefleksikan jasa-layanan
tersebut. Jadi menekankan hubungan antara
pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis.
Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu
penerapan praktis dari pengetahuan baru yang
diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas
terstruktur dan kegiatan lainnya.

B. Ciri-ciri
Seperti yang telah kita ketahui di atas, bahwa
pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah
satu bentuk nyata dari pembelajaran kontekstual. Oleh
karena itu, ciri-ciri pembelajaran berbasis jasa layanan
harus sesuai dengan cirri-ciri pembelajaran kontekstual.
Cirri-ciri tersebut antara lain:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (making


meaningful connections)
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah
jantung dari pembelajaran dan pengajaran kontekstual.
Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran
akademik, ilmu pengetahuan alam atau sejarah dengan
pengalamannya mereka sendiri, berarti mereka
menemukan makna, dan makna memberi mereka
alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran
dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar
menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL

2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (doing


significant works)
Pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas harus
punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat
mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa.

3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated Learning)


Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan
pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan
menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan
sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa.
Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi
kebebasan kepada siswa menggunakan gaya
belajarnya sendiri.
4. Bekerjasama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu
siswa bekerja secara efektif dalam kelompok,
membantu mereka memahami bagaimana mereka
saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative


thinking)
Pembelajaran kontekstual membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi,
berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah
suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan
sistematis dalam menilai, memecahkan masalah,
menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis
asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah
suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian
serta ketajaman pemahaman dalam mengembangkan
sesuatu

6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing


the individual)
Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya
mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual
dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian:
integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin,
motif berprestasi, dan sebagainya. Guru dalam
pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai
konselor dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan
dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan
dan kemampuannya.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high


standards)
Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa
berkembang secara optimal, mencapai keunggulan
(excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan,
asalkan dia dibantu oleh gurunya dalam menemukan
potensi dan kekuatannya.

8. Menggunakan penilaian yang autentik (using


authentic assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk
menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru
dalam situasi nayata untuk tujuan tertentu. Penilaian
autentik merupakan antitesis dari ujian standar,
penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa
untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

Penjelasan-penjelasan di atas merupakan ciri-ciri


pembelajaran kontekstual, dari ciri-ciri tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa pembelajaran berbasis jasa
layanan mengandung ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini


diwujudkan dengan kerjasama kelompok yang
dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari
pengetahuan yang baru diketahui siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui
kegiata yang beranfaat untuk memenuhi kebutuhan
dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan
tugas terstruktur).

C. Kesimpulan

Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan suatu


pendekatan pembelajaran yang mengkombinasikan
jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur
berbasis sekolah, guna merefleksikan jasa-layanan
tersebut. Jadi menekankan hubungan antara
pengalaman jasa-layanan dan pembelajaran akademis.
Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu
penerapan praktis dari pengetahuan baru yang
diperlukan dan berbagi keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan dalam masyarkat melalui proyek/tugas
terstruktur dan kegiatan lainnya.
Pembelajaran berbasis jasa layanan merupakan salah
satu bagian dari strategi pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(authentic assessment). Pembelajaran berbasis jasa
layanan mengandung ciri bahwa:

1. Melakukan hubungan yang bermakna, hal ini


diwujudkan dengan kerjasama kelompok yang
dilakukan dalam menyelesaikan tugas terstruktur.
2. Bekerja sama guna penerapan praktis dari
pengetahuan yang baru diketahui siswa.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti melalui
kegiata yang beranfaat untuk memenuhi kebutuhan
dalam masyarkat( jasa layanan yang berkaitan dengan
tugas terstruktur).

Sumber:
: http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pembelaj
aran-berbasis-jasa-layanan.html#ixzz2uZdA2G4Y
Report this ad

Report this ad

Share this:

 Twitter

 Facebook973

Loading...
Related

JURNAL ARTIKEL PGSDIn "??"

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BAHASA JAWA


KELAS IV SEMESTER 1In "MATERI AJAR SD"

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) PENDIDIKAN BATIK


KELAS IVIn "MATERI AJAR SD"

 M E T O D E B E L A J A R

Anda mungkin juga menyukai