Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan


pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hirschsprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.

Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses
secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hirschsprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hirschsprung terjadi
pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan
tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 1


setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hirschsprung
diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu dengan pembedahan dan
colostomi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaiamana konsep dasar Hirschsprung ?


1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschsprung ?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum :

Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti
tentang sistem pencernaan berhubungan dengan Hirschsprung.
Tujuan Khusus :

1. Untuk memahami Konsep dasar Hirschsprung ?


2. Untuk membuat asuhan keperawatan Hirschsprung ?

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan tugas ini adalah :


1. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Asuhan
Keperawatan gangguan Sistem Pencernaan pada kasus Hirschsprung.
2. Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi,
karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan. (Betz &
Sowden, 1987 : 196).

Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 2005 : 220)

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir < 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik


karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 3


2. Pembagian Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.

2. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 2005 : 219).

3. Etiologi Hirschsprung
1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi
ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di
kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 )

1. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.


2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242)

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 4


4. Patofisiologi / pathway

Absensi ganglion Meissner dan Auerbach

Mual, muntah, Usus spastis dan Obstipasi, tidak


diare daya dorong tidak ada mekonium
ada

Distensi Gangguan
Nutrisi kurang Volume
abdomen hebat pola BAB
dari kebutuhan cairan tubuh
tubuh menurun

Perubahan status Gangguan rasa nyaman


kesehatan anak nyeri
Pembedahan

Koping keluarga
Resti gangguan Resiko injuri tidak efektif
integritas kulit

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 5


Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden).

5. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti
pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluasi
mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 6


 Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2. Muntah berisi-empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.

 Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh

(Betz, Sowden 2002 : 197)

6. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)

7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan dibawah
narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 7


3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.

(Ngatsiyah, 2005 : 220)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan bedah

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau
double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), bila umur bayi itu antara 6-12 bulan, 1 dari 3
prosedur berikut harus dilakukan :

1. Prosedur Duhamel : penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, menciptakan dinding ganda
yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik
tersebut.
2. Prosedur Swenson : Bagian kolon aganglionik dibuang kemudian dilakukan
anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi.
3. Prosedur soave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa. (Betz. Sowden 2002 : 197)

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 8


2. Penatalaksanaan keperawatan

Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan
adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan
dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi
serta mencegah terjadinya infeksi. (Ngastiyah 2005 : 220)

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 9


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG

A. PENGKAJIAN

 Identitas pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku/bangsa :
5. Agama :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan/pekerjaan :
8. Alamat :
9. Tanggal MRS :
10. No.Register :

 Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada
klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

 Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

 Riwayat kesehatan sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 10


 Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.

 Riwayat Nutrisi

meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.

 Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri.

 Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

 Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil,
warna kulit, edema kulit.

2. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

3. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 11


4. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

5. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan pembatasan
diit.

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan rencana
pembedahan.

5. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.

6. Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

C. Intervensi

Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan


eliminasi

Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Rasional
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Mengetahui warna dan konsistensi feses dan
menentukan rencana selanjutnya

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 12


Pantau jumlah cairan kolostomi Jumlah cairan yang keluar dapat
dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi
pola defekasi terganggu.

Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
pembatasan diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil
Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Kekurangan kortisol dapat menyebabkan
nyeri perut,mual dan muntah. gejala gastrointestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi dari
makanan.
Pantau masukan makanan dan timbang BB Untuk mengetahui asupan makanan yang
tiap hari. diberikan dan kestabilan BB.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Dapat memberikan nutrisi tanpa menambah
dan serat serta rendah lemak. kalori.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Makan yang berlebihan dapat menyebabkan
masukan. mual atau muntah.

Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi Rasional
Kaji terhadap tanda nyeri Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
langkah selanjutnya.
Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi
menggendong, suara halus, ketenangan rasa nyeri
Kolaborasi berikan obat analgesik Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang
kerjanya pada sistem saraf pusat

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 13


Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan
rencana pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.


Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan di
lakukan.

Intervensi Rasional
Evaluasi tingkat ansietas. Ketakutan pada prosedur diagnostik dan
kemungkinan pembedahan.

Jadwalkan istirahat adekuat. Membatasi kelemahan, menghemat energi


dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu memicu peningkatan kecemasan
klien.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Untuk mengurangi kecemasan orang tua
kepada orang tua. terhadap tindakan pembedahan.

Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami
injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi

Intervensi Rasional
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Pascabedah terdapat resiko rekuren dari
resiko injuri
hernia umbilikalis akibat peningkatan
tekanan intra abdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Perawat yang mengantisipasi resiko
peritonitis
terjadinya perforasi atau peritonitis. Tanda
gejala yang penting adalah anak rewel tiba-
tiba dan tidak bisa dibujuk atau diam oleh
orangtua atau perawat, muntah-muntah,

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 14


peningkatan suhu tubuh dan hilangnya bising
usus. Adanya pengeluaran pada anus yang
berupa cairan feses yang bercampur darah
merupakan tanda klinik penting bahwa telah
terjadi perforasi. semua perubahan yang
terjadi didokumentasikan oleh perawat dan
laporkan pada dokter yang merawat.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Tujuan memasang selang nasogastrik adalah
intervensi dekompresi akibat respon dilatasi
dan kolon obstruksi dari kolon aganglionik.
Apabila tindakan dekompresiini optimal,
maka akan menurunkan distensi abdominal
yang menjadi penyebab utama nyeri
abdominal pada pasien hirschsprung.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah seperti mencret atau ikontinensia
fekal, kebocoran anastomosis, formasi
striktur, obstruksi usus, dan enterokolitis
Pertahankan status hemodinamik yang Pasien akan mendapatkan cairan intravena
optimal sebagai pemeliharaan status hemodinamik
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong
untuk mulai berpartisipasi dalam ambulasi
dini.
Hadirkan orang terdekat Pada anak menghadirkan orang terdekat
dapat menpengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Antibiotik menurunkan resiko infeksi yang
akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan
dapat memperlama proses penyembuhan
pasca funduplikasi lambung

Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : suhu dalam keadaan normal

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 15


Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur,
luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.

Intervensi Rasional
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan adalah satu-satunya cara
setelah memberikan perawatan terbaik untuk mencegah penularan
o menggunakan sarung tangan untuk pathogen.
mempertahankan asepsis pada saat o sarung tangan dapat melindungi tangan
memberikan perawatan langsung pada saat memegang luka yang dibalut
atau melakukan berbagai tindakan.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi pembedahan dapat merupakan tanda awitan
kerja. komplikasi pulmonal, infeksi luka.

D. Implementasi

Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan
eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Implementasi
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Memonitor cairan yang keluar dari
kolostomi.
Pantau jumlah cairan kolostomi Memantau jumlah cairan kolostomi,Jumlah
cairan yang keluar dapat dipertimbangkan
untuk penggantian cairan.
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Memantau pengaruh diet terhadap pola
defekasi.

Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan


pembatasan diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil
Intervensi Implementasi
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Mendengarkan bising usus dan mengkaji
nyeri perut,mual dan muntah. adanya nyeri perut, mual dan muntah.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 16


Pantau masukan makanan dan timbang BB Memantau masukan makanan dan
tiap hari. menimbang BB setiap hari.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Memberikan diit cair, lebih lembut, tinggi
dan serat serta rendah lemak. protein dan serat serta rendah lemak.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Menekankan pentingnya tentang
masukan. menghentikan masukan karena makan yang
berlebihan dapat menyebabkan mual atau
muntah.

Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi Implementasi
Kaji terhadap tanda nyeri Mengkaji terhadap tanda nyeri untuk
mengetahui tingkat nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : Memberikan tindakan kenyamanan :
menggendong, suara halus, ketenangan menggendong, suara halus dan memberikan
ketenangan.
Kolaborasi berikan obat analgesik Berkolaborasi dengan tim medis memberikan
obat analgesik untuk mengurangi persepsi
terhadap nyeri.

Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak dan rencana pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan di
lakukan.

Intervensi Implementasi
Evaluasi tingkat ansietas. Mengevaluasi tingkat kecemasan orang tua.
Jadwalkan istirahat adekuat Menjadwalkan istirahat adekuat untuk
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Memberikan pengetahuan tindakan
kepada orang tua. pembedahan kepada orang tua untuk
mengurangi kecemasan orang tua.

Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 17


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami
injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi.

Intervensi Implementasi
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Mengobservasi faktor-faktor yang
resiko injuri
meningkatkan resiko injuri.
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Memonitor tanda gan gejala perforasi atau
peritonitis
peritonitis.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Lakukan pemasangan selang nasogastrik.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Memonitor adanya komplikasi pascabedah.
Pertahankan status hemodinamik yang Mempertahankan status hemodinamik yang
optimal optimal.
Bantu ambulasi dini Membantu ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Menghadirkan orang terdekat untuk
mempengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Berkolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan antibiotik pasca bedah.

Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur,
luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.

Intervensi Implementasi
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan sebelum dan setelah
setelah memberikan perawatan. memberikan perawatan.
o menggunakan sarung tangan untuk o Menggunakan sarung tangan untuk
mempertahankan asepsis pada saat mempertahankan asepsis pada saat
memberikan perawatan langsung. memberikan perawatan langsung.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Mengobservasi suhu minimal setiap 4 jam
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi dan mencatat pada kertas grafik dan

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 18


kerja. melaporkan evaluasi kerja.

E. Evaluasi

1. Pola eliminasi berfungsi normal.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Nyeri pada abdomen berkurang atau hilang.
4. Kecemasan orang tua berkurang.
5. Rewel pasien berkurang dan mulai nyaman dengan terpasangnnya kolostomi.
6. Suhu pasien normal.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 19


BAB IV
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Hirschsprung

Hari/Tanggal : Minggu 24 Maret 2013

Waktu : 30 menit

Tempat : Balai Desa Karang Rejo

Sasaran : Warga Desa Karang Rejo

A. Tujuan instruksional umum


Setelah dilakukan penyuluhan, warga Desa Karang Rejo diharapkan mampu memahami
penyakit Hirschsprung dapat mengetahui penyebab, tanda dan gejala Hirschsprung dan
komplikasi penyakit Hirschsprung.

B. Tujuan instruksional khusus

Setelah dilakukan penyuluhan, warga diharapkan mampu :

1. Menyebutkan pengertian Hirschsprung.


2. Menyebutkan penyebab Hirschsprung.
3. Menyebutkan tanda dan gejala Hirschsprung.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 20


4. Menyebutkan komplikasi penyakit Hirschsprung.
C. Materi

Penyakit Hirschsprung yang meliputi :

1. pengertian Hirschsprung.
2. penyebab Hirschsprung.
3. Tanda dan gejala Hirschsprung.
4. Komplikasi penyakit Hirschsprung.

D. Metode

1. Ceramah
2. Diskusi / tanya jawab
E. Media

1. Power point.
2. LCD.
3. Laptop.
4. Leaflet tentang penyuluhan Hirschsprung.
F. Kegiatan Penyuluhan

NO
WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA

1. 3 menit Pembukaan :

 Membuka kegiatan dengan Menjawab salam


mengucapkan salam.
Mendengarkan
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dari Memperhatikan

penyuluhan
Memperhatikan
 Menyebutkan materi yang
akan diberikan

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 21


2. 10 menit Pelaksanaan :

 Menjelaskan tentang Memperhatikan


pengertian penyakit
Hirschsprung.
 Menjelaskan tentang Memperhatikan
penyebab, tanda-tanda dan
gejala penyakit
Hirschsprung.
 Menjelaskan Komplikasi Memperhatikan
hernia
3. 7 Menit Sesi Tanya jawab

 Memberi kesempatan Bertanya dan menjawab


kepada peserta untuk pertanyaan yang diajukan
bertanya
4. 8 menit Evaluasi :

 Menanyakan kepada peserta Menjawab pertanyaan


tentang materi yang telah
diberikan dan diberikan
reword kepada peserta yang
dapat menjawab pertanyaan.
5. 2 menit Terminasi :

 Mengucapkan terima kasih Mendengarkan


atas peran serta peserta.
 Mengucapkan salam
penutup Menjawab salam

G. Pengorganisasian

Pembawa acara : Elok Abqoriyah


Pemberi materi : Arinta Nilaviani

Observer : Elok Abqoriyah

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 22


Fasilitator : Arinta Nilaviani

H. Kriteria evaluasi

1. Evaluasi struktur
 Semua peserta hadir / ikut dalam kegiatan penyuluhan.
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Desa Karang Rejo
 Pengorganisasian penyuluhan dilakukan 2 hari sebelumnya.
2. Evaluasi proses
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
 Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai.
 Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3. Evaluasi hasil
 Peserta mengerti penjelasan yang telah diberikan.
 Jumlah peserta yang menghadiri penyuluhan + 50 %.

I. LAMPIRAN

MATERI PENYULUHAN
a. Pengertian Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini
merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak
mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
b. Pembagian Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

 Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 23


 Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.

c. Penyebab Hirschsprung
Penyakit ini disebabkan tidak adanya sel syarat dinding usus, karena terhentinya
migrasi sel syaraf usus dari arah kepala menuju anus pada masa embrio (janin). Yang
terjadi pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan dalam pembentukan
sistem saraf usus. Tidak adanya ganglion usus ini mulai dari spinkter ani interna anus ke
arah proksimal (atas) dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan
setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa fungsi gangguan gerakan
usus.
d. Tanda-tanda yang di temui pada penderita Hirschsprung

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)


2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran
gas yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir


2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbuh kembang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.

e. Komplikasi Hirschsprung

Komplikasi pada pasien hirschsprung ada dua, yaitu komplikasi prabedah dan
komplikasi pascabedah. Komplikasi prabedah terdiri dari sepsis hingga perforasi.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 24


Perforasi terjadi berawal dari adanya usus yang mengalami distensi pada hirschsprung
yang mengakibatkan gangguan sirkulasi pada dinding usus, mulanya aliran vena yang
terganggu akibatnya terjadi perpindahan cairan dari vena ke jaringan, terjadilah edema.
Edema menyebabkan aliran arteri terganggu sehingga usus mengalami iskemik dan
akhirnya nekrotik. Akibat dari ini terjadi gangguan absorpsi dan gangguan barier.
Kuman-kuman yang ada di lumen usus mengadakan multiplikasi dan translokasi
menembus mukosa, submukosa dan otot usus. Jika kuman menyebar ke dalam aliran
darah terjadi viremia jika meluas terjadi sepsis, jika kuman menyebar ke cavum
peritoneum akan terjadi peritonitis.

Faktor predisposisi komplikasi pasca bedah antara lain :

1. Usia pasien saat dilakukan bedah definitif, makin muda usia pasien makin
sering komplikasi yang dijumpai.
2. Kondisi pasien pra bedah, keadaan umum pra bedah yang kurang baik
(misalnya, enterokolitis) cenderung menimbulkan komplikasi bedah.
3. Prosedur bedah yang digunakan.
4. Keterampilan spesialis bedah.
5. Perawatan pasca bedah.

Komplikasi pasca bedah, antara lain :


1. Kebocoran anastomosis
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada
garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan
ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur
atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis.
2. Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah
anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan.
3. Enterokolitis

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 25


Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi
parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis,
sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi
klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi
seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk.
Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat
menyebabkan nekrosis dan perforasi

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Pembagian Penyakit Hirschprung : Penyakit Hirschprung segmen pendek dan Penyakit
Hirschprung segmen panjang. Penyebab penyakit Hirschsprung karena ada kegagalan sel
neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada myenterik
dan submukosa dinding pleksus.

Manifestasi Klinis Hirschsprung: Konstipasi, Diare berulang, Tinja seperti pita, berbau
busuk, Distensi abdomen dan Gagal tumbuh. Komplikasi : Gawat pernapasan, Enterokolitis,
Striktura ani (pasca bedah), Inkontinensia (jangka panjang). Pemeriksaan Diagnostik dapat
berupa Foto abdomen, Enema barium, Biopsi rectal dan Manometri anorektal.

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 26


Daftar Pustaka

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianingsih (Fd),
Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-1 . Jakarta :
FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI

http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/

http://princerudias.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_27.html

Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 27


Sistem Pencernaan “HIRSCHSPRUNG” Page 28

Anda mungkin juga menyukai