Abstrak
Abtract
Tinjauan Teoritis
Multidrug resistant atau resistensi ganda adalah Mtb yang resisten minimal terhadap
rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan dua obat
yang sangat penting pada pengobatan TB yang telah diterapkan pada strategi DOTS.
Kurangnya dukungan pandanaan dan fasilitas seperti untuk terkultur dan sensitivitas yang
tidak tersedia sering menjadi hambatan utama dalam penaggulangan TB-MDR. Selain itu
guideline yang telah dikeluarkan oleh WHO seringkali disortir kembali untuk memilih
pengobatannya. Beberapa pendekatan program yang dipakai untuk manajemen kegagalan
pengobatan pasien dapat gagal dibeberapa sisi hal tersebut dapat dilihat setelah mengikuti
pencatatannya. Program untuk mengontrol tuberculosis dengan terapi lini pertama dan DOTS
dilakukan pada 467 pasien dengan BTA + di sebuah penjara. Setelah dilakukan observasi
dihasilkan kesimpulan bahwa efektivitas dari program DOTS dengan terapi lini pertama menurun
dari 85% target yang dibuat oleh WHO (Sharma SK dan Mohan A, 2004). masih lemahnya
kontrol pada infeksi TB di pusat-pusat kesehatan dan kurangnya pelatihan dari petugas kesehatan
juga menjadi risiko untuk terjadi TB-MDR (WHO, 2008). Kesalahan dan ketidak taatan dalam
penulisan resep oleh petugas kesehatan sering terjadi dan diremehkan sehingga hal tersebut juga
sulit untuk diprediksi. (Jain dan Dixit, 2008).
Faktor Obat
Dalam sebuah observasi yang dilakuakan diantara pasien TB-MDR, dari 35 pasien terdapat
kesalahan manajemen pada 28 pasien dengan rata-rata kesalahannya 3,93 tiap pasien. Kesalahan
paling banyak adalah pada penambahan obat yang tidak berhasil, kegagalan dalam
mengidentifikasi yang ada sebelumnya atau resistensi obat yang ada, inisiasi dari regimen primer
yang inadequat, kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengenali ketidaksesuaian obat dan
Faktor pasien
1. Usia
Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia san
resistensi OAT dan secara signifikan proporsi TB-MDR lebih tinggi diantara kelompok usia 45-
64 tahun. Faustini et all. Menemukan bahwa TB-MDR lebih sering ditemukan pada pasien
dibawah 65 tahun, namun hubungannya lemah. Studi lain yang dilakukan oleh Espinal et al.
menemukan bahwa TB-MDR lebih banyak ditemukan pada pasien dengan kelompok usia 35-64
tahun (Salih & Merza, 2010).
2. Riwayat migrasi
Telah ditemukan salah satu faktor yang berkonstribusi dalam peningkatan prevalensi
resistensi obat di beberapa negara. Adapaun faktor tersebut adalah tingginya angka migrasi yang
dipercaya dapat mengurangi akses terhadap pelayanan kesehatan dan pekerjaan dan kondisi
rumah yang tidak layak. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko untuk resistensi
OAT pada orang yang memiliki riwayat migrasi atau imigran adalah 3-10 lebih tinggi dari pada
yang non imigran. Pada penelitian lain, 50% dari kasus TB pada kelompok imigran memiliki
resistensi terhadap paling tidak satu obat, dan hampir 17% adalah TB-MDR (Salih & Merza,
2010). Penelitian yang dilakukan di Madrid, Spanyol menghasilkan riwayat migrasi (OR 1,32)
sebagai salah satu faktor yang berisiko terhadap TB-MDR, riwayat berpindah pindah penderita
TB dapat menyebabkan lalai dalam pengobatan (Johnson J et al,2003).
3. Jenis kelamin
Pada penelitian yang dilakukan di Perancis menunjukkan bahwa laki-laki lebih berisiko 2,8
kali untuk TB-MDR dibandingkan dengan perempuan. Sebenarnya tidak ada hubungan yang
jelas antara jenis kelamin dengan TB-MDR, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
laki-laki secara signifikan lebih berisiko untuk MDR. Hal tersebut diduga karena perempuan
dianggap lebih patuh terhadap pengobatan sehingga sedikit yang menerima pengobatan yang
inadequat (Salih & Merza, 2010).
5. Faktor lain
Menurut Sharma K dan Mohan penyebab yang paling kuat untuk terjadinya TB-MDR
adalah riwayat pengobatan TB, meskipun beberapa penderita TB-MDR tidak memiliki riwayat
pengobatan TB (Sharma K dan Mohan, 2006). Ketidak patuhan dalam pengobatan juga menjadi
faktor penting dalam berkembangnya resistensi obat (Jain dan Dixit, 2008). Menurut penelitian
case-control yang dilakukan di Madrid, Spanyol menghasilkan hasil yang signifikan pada faktor
risiko usia dengan kelompok usia 45-65 tahun (OR 3,24), riwayat pengobatan TB sebelumnya
(OR 3,44), infeksi HIV (OR 1,37), diabetes meiltus (OR 1,84) pasien dengan DM sering
cenderung lebih mudah untuk terjadi resistensi OAT (Ahmad M dan Muayad A, 2010). Studi
lainnya yang dilakukan di empat negara di Eropa menunjukkan bahwa beberapa faktor risiko
yang berpengaruh yaitu gangguan ketergantungan obat (OR 4,86), faktor pendapatan (OR 2,55),
kontak dengan penderita TB (OR 2,01) penderita dengan sputum (+) seringkali menginfeksi
anggota keluarganya khususnya anak-anak. Hal tersebut dikarenakan keluarga hidup dalam
kontak yang erat (Crofton dkk, 1998), dan faktor pekerjaan (OR 1,69).
Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa konsumsi rokok (OR 2,7) dan
alkohol (OR 5,1) juga menjadi faktor risiko dalam perkembangan resistensi terhadap OAT.
Riwayat konsumsi alkohol memang bukanlah faktor yang mencolok, banyak penderita TB
percaya bahwa konsumsi alkohol akan memperparah gejala dari TB (Johnson J dkk,2002).
Penelitian yang dilakukan di Peru (2011) menunjukkan bahwa orang yang belum menikah atau
single memiliki risiko untuk TB-MDR 3,77 kali dibandingkan dengan yang sudah menikah.
Selain itu penelitian yang dilakukan di Litvia menunjukkan bahwa penderita TB dengan IMT
<18,5 memiliki risiko untuk menjadi TB-MDR 2 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
memiliki IMT >=18,5. Menurut WHO, ada faktor-faktor lainnya yang juga dapat berpengaruh
terhadap kejadian TB-MDR yaitu kurangnya informasi, ketiadaan dana, sulitnya transportasi,
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pedekatan kuantitatif, desain studi yang digunakan adalah
desain Kasus-kontrol. Data yang dikumpulkan adalah melihat keterpaparan faktor-faktor risiko
dari kelompok kasus yaitu yang menderita TB-MDR dan pada kelompok kontrol yaitu yang
menderita TB non MDR. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh Penderita TB paru di
RSUP Persahabatan tahun 2013. Populasi studi dalam penelitian ini adalah penderita TB yang
berumur >15 tahun di RSUP Persahabatan tahun 2013. sampel penelitian ini berjumlah 150
sampel dengan rasio perbandingan antara kasus dan kontrol adalah 1:2. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan non probability sampling yaitu consecutive
sampling pada pasien penderita TB yang sesuai dengan kriteria yang berkunjung ke poli paru
dan poliklinik TB-MDR di RSUP Persahabatan Jakarta. Data yang dikumpulkan merupakan data
primer yang diambil melalui wawancara pada pasien TB-MDR dan non MDR dan data yang
didapat dari kartu pengobatan pasien TB. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis bivariat dan multivariat. Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk melihat
hubungan kemaknaan antara variabel independen dengan variabel dependen. Metode statistik
yang digunakan untuk melihat pemaknaan hubungan antara variable independen dan variable
dependen adalah dengan melakukan uji chi square ( X2 ). Sedangkan analisis multivariat
dilakukan dengan tujuan untuk melihat hubungan yang paling berpengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen. Metode statistic yang digunakan adalah dengan
melakukan uji regresi logistik.
Hasil Penelitian
Hubungan Faktor Sosiso Demografi, Perilaku dan Klinis Pasien Terhadap Kejadian TB-MDR Di
RSUP Persahabatan Tahun 2013
Status TB-MDR
Variabel Kategori TB-MDR TB non Total OR (95% CI) p-value
(%) MDR (%)
>45 tahun 25 (50,0) 36 (36,0) 61 2,0 (0,87-4,45) 0,100
Umur
30-45 tahun 12 (24,0) 27 (27,0) 39 1,3 (0,50-3,20) 0,620
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
Melakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan teknik
pengambilan sampel yang bisa digeneralisasi ke dalam populasi yaitu dengan propability
sampling. Selain itu perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk mengetahui lebih lanjut dan lebih
dalam tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB-MDR khususnya faktor
kepatuhan dalam pengobatan.
Dalam memberikan KIE kepada pasien TB dan keluarganya (atau PMO nya) tentang
kepatuhan minum obat lebih ditekankan lagi tentang konsekuensi kalau tidak patuh yaitu TB-
MDR baik dengan poster, membagikan leaflet maupun penyuluhan. Selalu mengontrol dan
memantau status gizi dan pola makan pasien TB setiap kali melakukan pemeriksaan atau setiap
kali mengambil obat. Serta memberikan konsultasi kepada pasien tentang efek samping obat
yang berpengaruh terhadap status gizi seperti kurang nafsu makan, mual dan diare. Jika perlu
Kepustakaan
Aditama TY dan Soepandi PZ. (2000). Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi
III. Jakarta: Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan.
Bailey Sarah dan Paul Grant. (2011). The Tubercular Diabetic: The Impact of Diabetes Mellitus
on Tuberculosis and Its Threat to Global Tuberculosis Control. Clinical Medicine.
11(4):344-7. 14 juni 2003. http://rcpjournal.org/content/11/4/344.full.pdf.
Baker Meghan et al. (2011). The Impact of Diabetes on Tuberculosis Treatment Outcomes: A
Systematic Review. BMC Medicine. 9:81. 4 Juni 2013.
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1741-7015-9-81.pdf.
Bashar M et al. (2001). Increased Incidence of Multidrug Resistant Tuberculosis in Diabetic
Patients on the Bellevue Chest Service, 1987 to 1997. CHEST. 120:1514-1519.
Brewer Thimoty F. (2011). Self-Reported Risk for Multiple-Drug Resistance among New
Tuberculosis Cases: Imlications for Drug Susceptibility Screening and Treatment. 11
Desember 2012.
http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0025861.pdf.
Burman WJ et al. (1997). Noncompliance with directly observed therapy for tuberculosis.
Epidemiology and effect on the outcome of treatment. CHEST . 111:1168–73.
Casal M, et al. (2005). A Case-Control Study for Multidrug Resistant Tuberculosis: Risk Factors
in Four European Countries. Microbial Drug Resistance. 11(1): 62-67. 12 Januari 2013.
http://www.mycobactoscana.it/Testi/MDR.pdf.
Crofton J, Horne N, Miller F. (1998). Tuberkulosis Klinik. Penerjemah : Moeljono et al. Jakarta :
Widya Medika.
Diande Souba, et al. (2009). Risk Factor for Multidrug Resistant Tuberculosis in Four Centers in
Burkina Faso, West Africa. Microba Drug Resistant.15(3): 217-221.
Garcia I Suarez, et al. (2009). Risk Factors for Multidrug Resistant Tuberculosis in A
Tuberculosis Unit in Madrid, Spain. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 28:325-330. 12 Januari
2013. http://link.springer.com/content/pdf/10.1007%2Fs10096-008-0627-y.pdf.
He Gaung Xue. (2012). Epidemiologi and Control of Multidrug Resistant Tuberculosis in China.
University of Amsterdam. . Thesis. 25 November 2012. http://dare.uva.nl/document/359424.
Jain A, Dixit P. (2008). Multidrug Resistant to Extensively Drug Resistant Tuberculosis : What is
Next?. J. Biosci. 33(4): 605-606. 22 Desember 2012.
http://link.springer.com/content/pdf/10.1007%2Fs12038-008-0078-8.pdf.
Johnson, Rabia. et al. (2006). Drug Resistance In Mycobacterium Tuberculosis. Curr Issues Mol
Boil. 8:97-111. 22 Desember 2012. medind.nic.in/iae/t03/i2/iaet03i2p105g.pdf.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes RI.
_____________________. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Jakarta: Kemenkes RI.
Khan Ahmad et al. (2013). Risk Factors in Development of Multidrug Resistant Tuberculosis in
The Hospitalized Patients. Journal of Army Medical Corps. 20 Januari 2013.
http://www.pafmj.org/showdetails.php?id=68&t=o.
Leimane, Veira. et al. (2005). Clinical Outcome of Individualised Treatment of Multidrug
Resistant Tuberculosis in Latvia: A Retrospective Cohort Study. The Lancet. 365: 318-326.
9456. ProQuest.
Masniari Linda, ZS Priyanti, Aditama TY. (2007). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesembuhan Pasien TB Paru. J Respir Indo. 27:176-183.
Sabri, Lubis. Hastono, Sotanto Priyo. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sharma SK, Mohan A. (2004). Multidrug Resistant Tuberculosis. Indian J Med Res 120. Oct
354-76. 20 Desember 2012. http://repository.ias.ac.in/69211/1/139-pub.pdf.
Sharma SK, Mohan A. Multidrug Resistant Tuberculosis : A Menace That Threatens To
Destabilize Tuberculosis Control. CHEST. 130(1): 261-272.
Sjahrurachman A. (2010). Diagnosis Multidrug Resistant Mycobacterium Tuberculosis. Jurnal
Tuberkulosis Indonesia. 7: 8-10.
USAID. (2008). Nutrition and Tuberculosis: A Review of Literature and Consideration for TB
Control Programs. Washington: USAID.
Valerie S, et all. (1993). Multidrug Resistant Tuberculosis in France 1992-4 : Two Case-Control
Studies. British Meical Journal. 317: 630-631.
World Health Organization. (2008). Guidelines for The Programmatic Management of Drug
Resistant Tuberculosis. Emergency Update 2008. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. (2009). Global Tuberculosis Report 2009. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. (2010). Global Tuberculosis Control 2010. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. (2011). Global Tuberculosis Report 2011. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. (2012). Global Tuberculosis Report 2012. Geneva: WHO Press.
Young Fiona et al. (2009). Diabetes and Tuberculosis: a Dangerous Liaison and No White Tiger.
Indian J Med Res. 130:1-4. 15 Januari 2013. http://icmr.nic.in/ijmr/2009/july/editorial1.pdf.
Zhang Qing et al. (2009). Tuberculosis Complicated by Diabetes Mellitus at Shanghai Pulmonary
Hospital, China. Jpn J Infection Diseases. 62:390-391. 15 Januari 2013.
http://www0.nih.go.jp/JJID/62/390.pdf.