Anda di halaman 1dari 13

Nama : APRI WULANDARI

NIM : 1807052002

Kelas : 1A/ MPAI UAD

Judul :Pemikiran pembaharuan pendidikan KHA DAHLAN

Penulis : Wikanti

KHA Dahlan sebagai salah satu tokoh pembaharuan Pendidikan Islam


sangat dipengaruhi oleh gagasan modern dan reformis pembaru Mesir
Muhammad Abduh (1849-1905), yaitu dimaksudkan untuk memurnikan Islam di
Indonesia dari praktik-praktik khurafat tradisional yang tidak Islami. Dalam
rangka memajukan program pembaruannya, KHA Dahlan menyerukan agar kaum
Muslim kembali kepada Islam yang murni dan menafsirkan untur-unsur
kebudayaan Barat dalam kerangka ajaran Islam.
Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, KHA
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; yang pertama memberi pelajaran
agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan yang kedua mendirikan
sekolah-sekolah sendiri dimana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang
pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh
yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide beliau tentang model pendidikan
integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam
proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang
musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah
teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan
atau psikologi perkembangan.
Setelah melihat sepak terjang KHA Dahlan dalam gagasan dan praktek
pendidikan Islam melalui Muhammadiyahnya, kita tahu besar sekali jasa beliau
dalam meletakkan pelajaran agama sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah
pemerintah sampai saat ini dari pendidikan kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Gagasan KHA Dahlan selanjutnya dijadikan inspirasi bagi penetapan
bidang studi umum dan agama Islam yang wajib diberikan di sekolah dasar dan
diikuti oleh murid-murid yang beragama Islam. Pemikiran KHA Dahlan dalam
bidang pendidikan berangkat dari keinginan untuk mewujudkan manusia yang
mewakili kepribadian yang integral dan pengetahuan yang seimbang. Sehingga
dipandang pentingnya memberikan pengetahuan agama bagi mereka yang berada
di sekolah-sekolah umum dan pengetahuan umum bagi mereka yang selama ini
belum pernah mendapatkannya. Tampak jelas dalam kurikulumnya bahwa
kurikulum yang ditetapkan Dinas Pendidikan, pendidikan Muhammadiyah juga
mengkompromikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada sekolah
negeri pelajaran agama merupakan satu bidang studi, sedangkan di lembaga
pendidikan Muhammadiyah dibagi menjadi empat, yaitu pendidikan
aqidah/akhlak, pendidikan al-Qur’an/hadis, pendidikan tarikh dan pendidikan
fikih.
KHA Dahlan dapat dikatakan sebagai peletak dasar pemikiran
Muhammadiyah yang tidak bersikap apriori terhadap Barat. Ia melihat kemajuan
yang dibawa Barat dan ia berkeyakinan bahwa salah satu jalan untuk mengangkat
umat Islam adalah dengan mendidik mereka dalam lembaga pendidikan yang
mempunyai sistem tersendiri sebagai hasil pemikirannya. Lembaga-lembaga
pendidikan inilah yang kemudian menjadi sarana pelestarian hasil-hasil keputusan
tarjih.

Artikel II

Judul :PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBNU MISKAWAIH

Penulis : Kasno

Ibnu Miskawaih adalah orang yang representatif dalam bidang akhlak


(filsafat etika) dalam islam. terpengaruh dengan budaya asing, terutama Yunani,
namun usahanya sangat berhasil dalam melakukan harmonisasi antara pemikiran
filsafat dan pemikiran islam, terutama dalam bidang akhlak.

Konsep-konsep etika dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran
dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup pribadinya dan situasi
zamanya adalah materi yang terdapat dalam Tahzib Al Akhlaq.(Hasan basri.
2009: 230)
Menurut Miskawaih, jiwa manusia memiliki tiga kekuatan yang
bertingkat, dari tingkatyang paling yang paling rendah disebutkan urutan sebagai
berikut:
1. An-Nafs al Bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
2. An-Nafs as-Sabu’iyah (nafsu binatang buas) yang sedang.
3. An-Nafs an-Nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.(Ahmad Azhar Basyir. 1983:
11)
Tujuan pendidikan menurut ibnu miskawaih adalah pencapaian akhlak
mulia dan meraih kebaikan, kebahagiaan dan kesempurnaan hidup.Dengan
demikian, tujuan pendidikan yang ingin dicapai Ibn Miskawaih bersifat
menyeluruh, yakni mencakup kebahagiaan hidup manusia dalam arti yang seluas-
luasnya.(Masduki Duryat. 2016: 19)
Ibn Miskawaih menyebut tiga hal pokok menjadi materi pendidikan
akhlaknya. Tiga hal tersebut adalah 1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh
manusia, misalnya shalat, puasa dan sa’i 2) hal-hal yang wajib bagi jiwa, misalnya
mengesakan Allah Swt. serta motivasi senang kepada ilmu dan 3) hal-hal yang
wajib bagi hubunganya dengan sesama manusia misalnya ilmu muamalat,
pertanian, perkawinan, saling menasehati, peperangan dan sebagainya. Ketiga
materi pokok tersebut dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
pemikiran (al ‘ulum al fikriyah) dan kedua, ilmu yang berkaitan dengan indera (al
‘ulum al bissiyat).(Masduki Duryat. 2016: 19-20)
Ibnu Miskawaih lebih mengutamakan metode nasihat atau tuntunan,
sanjungan dan pujian daripada jalan kekerasan. Baginya mendidik itu hendaknya
dilakukan berdasarkan asas-asas pendidikan yang tepat.(Abd. Rachman Assegaf.
2011: 7)
Kritik & Saran :
Artikel ini cukup menarik dalam pembahasananya tapi menurut saya artikel ini
belum cukup dalam soal mengorek apa hal yang mendasari timbulnya pemikiran
tersebut dan beberapa hal seperti strategi serta penerapan pendidikan yang baik
menurut beliau, saran saya adalah memperbanyak lagi refrensi tentang asal muasal
dan strategi yang digunakan agar dapat dikembangkan pada masa kini.

Artikel III

Judul : PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU SINA

Penulis : Saifurrahman

Konsep Pendidikan Ibnu Sina dalam banyak hal merupakan sintesis antara
pemikiran Yunani dan islam, karena beliau lahir dalam tradisi berfilsafat yang
sedang merebak dikalangan ummat islam.Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina,
yaitu:

a) Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang


menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual
maupun adab/akhlaq yang tertumpu pada faktor dasar (fitrah manusia) dan ajar
(pendidikan).
b) Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat
hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian
yang dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan
potensi yang dimilikinya.
Ibnu Sina mempunyai pandangan dasar tentang manusia sebagaimana
pandangan filosof Yunani tentang “dualitas” manusia yaitu tubuh dan
jiwa.Sehingga tujuan Pendidikan menurut Ibnu Sina seyogianya mengarah pada 2
hal: pertama, tujuan utama (ultimate goal) pendidikan adalah lahirnya manusia
sempurna (insan kamil), yaitu terbina seluruh potensi diri secara seimbang dan
menyeluruh. Kedua, tersedianya kurikulum yang menjadi fasilitator dalam
berkembangnya seluruh potensi manusia, meliputi dimensi fisik, intelektual dan
jiwa.Sedangkan tujuan pendidikan yang bersifat jasmani yang tidak boleh
ditinggalkan yaitu pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
seperti olah raga, tidur, makan, minum, dan menjaga kebersihan. Dengan
pendidikan jasmani diharapkan terbinanya pertumbuhan fisik seorang anak dan
mebantu perkembangan kecerdasannya. Melalui pendidikan budi pekerti anak
diharapkan membiasakan diri berlaku sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-
hari. Adapun pendidikan kesenian diharapkan seorang anak dapat mempertajam
perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya.
Ibnu Sina juga menyinggung tentang beberapa ilmu yang perlu dipelajari
dan dikuasai oleh seorang anak didik. Menurut Ibnu Sina kurikulum harus
didasarkan kepada tingkat perkembangan usia anak didik, yaitu fase 3-5 tahun, 6-
14 tahun, dan di atas 14 tahun.
Berbicara tentang mata pelajaran, Ibnu Sina membagi pelajaran kepada 2
(dua) kategori, yaitu pelajaran yang bersifat teoritis dan pelajaran yang bersifat
praktis atau pengetahuan terapan.
Metode yang ditawarkan Ibnu Sina adalah metode Talqin atau Talaqqi,
demonstrasi, pembiasaan, teladan, diskusi,magang,dan penugasan.Ibnu Sina
menginginkan seorang guru memiliki kompetensi keilmuan yang bagus,
berkepriba-dian mulia dan kharismatik sehingga dihormati dan menjadi idola bagi
anak didiknya.
Kritik & Saran :
Dengan membaca artikel ini saya dapat memahami cukup baik bagaimana
pemikiran ibnu sina, artikel ini berisi sangat padat informasi, tapi menurut saya
refrensi yang dicantumkan kurang luas.

Artikel IV
Judul : PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN

Penulis : Apri Wulandari dan Andinia Rizky Sabili

Al- Ghazali berpendapat kemakmuran dan kejayaan suatu masyarakat atau


bangsa sangat bergantung pada sejauhmana keberhasilan dalam bidang
pendidikan dan pengajaran.pendidikan menurut al-Ghazali adalah proses
memanusiakan manusia sejak masa kejadiaanya sampai akhir hayatnya melalu
berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap, di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan
masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia
sempurna.
Menurut al-Ghazali, pendidikan dalam posesnya haruslah mengarah
kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan
manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu bahagia di dunia dan akhirat.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan
menurut al-Ghazali adalah sebagai berikut :

a) Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah mampuan dan


dengan kesadaran diri melaksanakan ibadah wajib dan sunnah.
b) Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.
c) Mewujudkan profesionalisasi manusia untuk mengemban tugas
keduniaan dengan sebaik-baiknya.
d) Membentuk manusia yang berakhlak mulia, suci jiwanya dari
kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
e) Mengembangkan sifat-sifat manusia utama sehingga menjadi manusia
yang manusiawi.
Al-ghazali sebagaimana dikutip oleh Zainudiin (1991: 63) berpedapat
bahwa guru seharusnya (1) mengikuti jejak Rasulullah saw dalam tugas dan
kewajibannya, (2) memberi kasih sayang terhadap anak didik, (3) menjadi teladan
bagi anak didiknya, (4) menjaga kode etik guru (pendidik).
Kurikulum pendidikan yang disusun al-Ghazali sesuai dengan
pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yakni mendekatkan diri kepada
Allah. Menurut Al-Ghazali, mendekatkan diri kepada Allah merupakan tolak ukur
kesempurnaan manusia dan untuk kesana ada jembatan yang disebut ilmu
pengetahuan. Jika ilmunya banyak dan sempurna, ia akan semakin dekat kepada
Allah. Evaluasi Pendidikan Menurut Al-Ghazali.

Kritik & Saran :


Artikel ini terkesan menggantung sehingga kurang memahami dalam uraian
dibawah artikel padahal menurut saya artikel awalnya terlihat cukup menarik
dengan penjelasan yang lengkap, saran saya harusnya penulis memahami kaiadah
penulisan artikel agar tidak terkesan artikel ini sebagai artikel kurang bahan.

Artikel V

Judul : PEMIKIRAN IBN KHALDUN

Penulis : Iswanto dan Heru

Ibn Khaldun membicarakan tentang pendidikan meliputi enam bagian


(Muhammad Kosim, 2012: 42), yaitu: (1) hakikat manusia, (2) Tujuan Pendidikan
Islam, (3) Kurikulum, (4) metode pendidikan (5) pendidik dan peserta didik (6)
lingkungan pendidikan.

Pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup


luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi
oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia
secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam
sepanjang zaman.

Ramayulis dan Samsul Nizar yang dikutip oleh Muhammad Kosim dalam
bukunya pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun mengatakan, bahwa tujuan
pendidikan menurut Ibn Khaldun mencakup tiga hal, yaitu tujuan peningkatan
pemikiran, peningkatan kemasyarakatan dan peningkatan segi rohaniah.
(Muhammad Kosim, 2012:58).

Komponen utama kurikulum adalah tujuan, materi, metode dan evaluasi.


Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari
manusia pada waktu itu menjadi dua macam, yaitu al-‘ulum al-naqliyah dan al-
‘ulum al-aqliyah.Selain dua kategori di atas, Ibn Khaldun juga menganggap
penting ilmu alat. Yang masuk ketegori ini adalah ilmu yang berkaitan dengan
bahasa arab, yaitu ilmu nahwu, sharaf, bayan, dan sastra arab. (Muhammad
Kosim, 2012: 58)

Metode yang dianggap penting oleh Ibn Khaldun untuk dipakai dalam
pembelajaran, yaitu metode hafalan, metode dialog, metode widya wisata, metode
keteladanan, metode tikrar dan tadrij (pengulangan dan bertahap/berlatih).

Ibn Khaldun menjelaskan bahwa ada hal yang perlu diperhatikan oleh
guru, yaitu didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, seorang
pendidik hendaknya: Pertama: Memberikan problem-problem pokok yang bersifat
umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
Kedua: Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari
pengetahuan tadi, baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
Ketiga: Pada langkah ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik
secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan
bagaimapun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
(Ridha, 2002: 537)

Ibn Khaldun memiliki metode khusus dalam mengajarkan Al-Quran


kepada generasi muda Dari berbagai studinya pada berbagai masyarakat baik di
barat maupun di timur, beliau menyimpukkan bahwa bahasa arab sebagai ilmu
alat perlu dipelajarai terlebih dulu untuk memahami Al-Quran,sehingga orang
belajar Al-Quran tidak hanya membaca dan menghafalkannya saja, tetapi
mengetahui maknanya secara mendalam. (Muhammad Kosim, 2012: 96)
Ibn Khaldun menghendaki peserta didik menuntut ilmu yang mendapat
ridho Allah SWT, dan menjadi generasi yang religius. Ilmu yang dikembangkan
pun bukan bersifat antroposentris, tetapi teo-antroposentris dimana Allah SWT
sebagai pemilik ilmu dan alam semesta sebagai makhlukNya menjadi inspirasi
dan sarana untuk memperoleh berbagai macam ilmu.

Kritik & Saran :


Artikel ini cukup berkenaan dengan materinya tapi kurang dalam refrensi serta
tata cara penulisan artikel.

Artikel VI

Judul : PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD

IQBAL

Penulis : Yudi Candra

Menurut Iqbal, secara terpisah, makna dari kata pendidikan itu dipandang
sebagai suatu keseluruhan daya budaya yang mempengaruhi kehidupan
perorangan maupun kelompok masyarakat. Sedangkan makna kata Islam bagi
Iqbal, adalah agama yang perlu dan wajib mendapat tempat yang paling utama
dalam pendidikan (K.G Sayidain, 1986: 171).

Jadi menurut Iqbal, pendidikan itu tidaklah lengkap tanpa agama.


Dikarenakan pendidikan sendiri hanya mampu menangkap tanggapan sesaat dari
realitas yang ada, sedang agama mampu memahami realitas yang ada secara
penuh menyeluruh. Inilah pandangan hidup ala Iqbal.

Menurut K.G. Saiyidain, paling tidak ada delapan pandangan Iqbal tentang
pendidikan dalam rangka melaksanakan gagasan rekonstruksi pemikirannya, (i)
konsep individu, (ii) pertumbuhan individu, (iii) keseimbangan jasmani dan
rohani, (iv) pertautan individu dengan masyarakat, (v) kreativitas Individu, (vi)
pesan intelek dan intuisi, (vii) pendidikan watak, (viii) pendidikan sosial.

Kritik & Saran :


Artikel ini sangat menarik secara ringkas menyajikan dengan jelas, saran saya
perbanyak refrensi lagi.

Artikel VII

Judul : PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DALAM BINGKAI

REFORMASI PENDIDIKAN

Penulis : Istiqomah

Abduh menegaskan pendidikan merupakan masalah yang kompleks,


sehinggasegala sesuatu dapat dan sangat potensial untuk dibangun, sesuatu tiada
karena ilmu pengetahuan dan sesuatu itu ada juga karena ilmu pengetahuan.

Adapun perihal dan karakter seseorang yang ingin berkomitmen kuat


terhadap pembaharuan menurut Muhammad Abduh antara lain:
1. Iman yang kuat
2. Kemauan yang kokoh
3. Sungguh dan optimis
4. Menjadi teladan bagi orang lain
5. Lembut dan bersahaja dalam memperngaruhi orang lain
6. Mampu menjaga rahasia
7. Sanggup berkorban8. Managemen waktu
9. Hidup teratur. (Abduh, 2010: xvi)
Dalam mengejar ketertinggalan dan memperkecil dualisme pendidikan,
Muhammad ‘Abduh mempunyai pandangan bahwa sistem pendidikan Islam harus
lebih diberdayakan agar kualitas dan efektifitasnya dapat ditingkatkan, sehingga
pendidikan Islam dapat berkompetensi dengan pendidikan modern. meningkatkan
pemberdayaan sistem pendidikan Islam, Muhammad ‘Abduh menetapkan tujuan
pendidikan Islam yang dirumuskannya sendiri. yakni; tujuan hakiki dari
pendidikan adalah pendidikan akal dan jiwa dan menyampaikannya pada batas
yang memungkinkan anak didik menemukan kebahagiaan yang sempurna.
(Imarah, 1993: 29).

Muhammad Imarah mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan menurut


Muhammad Abduh adalah:

1) Terciptanya harmoni antara ilmu-ilmu keislaman yang merupakan

basis keimanan setiap muslim

2) Kedamaian hidup akhirat

3) Sarana kebahagiaan dunia

4) Pendidikan akal dan jiwa

5) Pembinaan akhlak.

Di antara metode yang digunakan Muhammad ‘Abduh adalah:


1) Metode Menghapal
2) Metode Diskusi
3) Metode Teladan
4) Metode Latihan
Pendidikan menurut Muhammad ‘Abduh hendaknya berusaha
menghasilkan manusia yang berakhlak mulia. Oleh karena itu pendidikan
harus menghasilkan insan-insan berakhlak mulia. Karena diantara hasil
yang akan dicapai dalam pendidikan adalah pembinaan akhlak mulia, maka
untuk mencapai tujuan ini sudah pasti guru sebagai tenaga pendidik harus
berakhlak mulia.

Kritik & Saran :


Artikel ini sangat menarik secara ringkas menyajikan dengan jelas, saran saya
perbanyak refrensi lagi.
Artikel VIII

Judul : TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM ERA

GLOBALISASI

Penulis : Amien Rais

Peran pendidikan Islam dalam menghadapi globalisasi diantaranya adalah:


a).Peningkatan mutu sumber daya manusia, b). Pengembangan ilmu sosial
profetik, c). Merekontruksi metode dan manajemen,d). Tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai, e). Terdapat kurikulum yang handal yang berwawasan
masa kini dan masa depan.
Globalisasi merupakan suatu tatanan di mana dunia begitu menjadi
terbuka dan transparan, sehingga ada kesan seolah-olah taka da lagi batas Negara.
Globalisasi ini dimulai dalam bidang informasi dan ekonomi yang kemudian
mempunyai implikasi pada bidang-bidang lainnya termasuk bidang pendidikan.
Era globalisasi ini telah masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan yang
menjadikan setiap bangsa menjadi bagian dari sistem nilai dunia.
Tantangan pendidikan Islam di era globalisasi diantaranya (1) Adanya
sistem pendekatan dan orientasi yang non Islami, (2) Pengaruh Sains dan
teknologi, (3) Penjajahan baru dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Upaya yang dilakukan untuk menjawab tantangan pendidikan Islam di era
globalisasi dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Islamisasi ilmu pengetahuan, (2)
Pendekatan pendidikan akhlak bagi para remaja, (3) Mengembangkan model
pendidikan karakter, (4) Meningkatkan sikap profesionalisme pendidik.
Kritik & Saran :
Artikel ini cukup berkenaan dengan materinya tapi kurang dalam penanaman
strategi serta pemikiran oleh para ahli dan refrensi.

Anda mungkin juga menyukai