Anda di halaman 1dari 6

JURNAL SAINS DAN PRAKTIK

JURNAL PSIKOLOGI
SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301
© 2014 Psychology Forum UMM, ISSN: 2303-2936
Volume 2 (3) 296-301

Laporan Kasus:
Terapi Kognitif Perilaku untuk Remaja dengan Gangguan
Tingkah Laku

Ida Karismatika RS Husada1

Abstrak Subjek adalah seorang remaja yang mengalami gangguan tingkah laku, misalnya perilaku tidak disiplin
dan berbohong, yang menjadi keluhan utama orang tua dan guru subjek. Gangguan tingkah laku
tersebut sudah berkembang semenjak usia anak-anak hingga saat ini menjalani usia remaja. Metode
asesmen untuk menegakkan diagnosis gangguan tingkah laku adalah wawancara dan observasi atas
perilaku sehari-hari subjek, baik dirumah maupun disekolah. Terapi kognitif-perilaku diterapkan kepada
subjek, melibatkan keikutsertaan orang tua dan pengawasan oleh terapis, yang bertujuan untuk
mengurangi gejala yang muncul pada remaja tersebut. Diketahui terapi kognitif-perilaku cukup dapat
mengurangi gejala gangguan tingkah laku, antara lain: berkata jujur dan meningkatkan kedisiplinan waktu
bermain subjek. Akan tetapi, kurangnya kemampuan manajemen diri subjek dan kurangnya peranan
orang tua dalam konsistensi menjalankan terapi mengakibatkan hasilnya kurang maksimal.

Kata kunci Remaja, gangguan tingkah laku, terapi kognitif-perilaku

Latar Belakang laki-laki dibandingkan perempuan (Ameri-


can Psychiatric Association, 2013). Di Inggris,
Remaja merupakan individu yang mengala- 7,4% laki-laki dan 3,2% perempuan usia 5-15
mi masa peralihan dari masa kanak-kanak tahun, menunjukkan gangguan tingkah laku
menuju masa dewasa. Remaja yang mendapat- (Joughin, 2003). Dalam penelitian terhadap
kan dukungan penuh dalam menjalani masa 70 juta anak dan remaja di Amerika Serikat
perkembangannya, akan mampu mencapai pada tahun 2005, Mash & Wolfe menemukan
seluruh tugas perkembangan dengan baik. Se- sekitar 6-16% anak laki-laki dan 2-9% anak
baliknya, remaja yang tidak mendapatkan du- perempuan yang menunjukkan permasalahan
kungan yang dibutuhkan bagi perkembangan- perilaku tersebut (Finch, Jr., Nelson III & Hart,
nya, diperkirakan memiliki risiko mengalami 2006). Penelitian berbasis komunitas yang di-
permasalahan. Beberapa penelitian menyebut- lakukan Lahey dkk menemukan prevalensi
kan, remaja berisiko mengembangkan perilaku gangguan tingkah laku sejumlah 2-10% dalam
menentang dan gangguan tingkah laku, yang populasi anak-anak dan remaja (Singh, et al.,
disebabkan oleh teknik pengasuhan yang tidak 2007). Gangguan tingkah laku terjadi diantara
efektif, ditolak oleh orang tua, disiplin yang 2% dan 8% anak dan remaja, dengan perban-
keras dan tidak konsisten serta hubungan ke- dingan laki-laki dan perempuan 4-10 banding
luarga yang buruk (Sells, Early & Smith, 2011). 1 (Scott, 2012).
Prevalensi gangguan tingkah laku mengalami Carr mengungkapkan beberapa aspek
peningkatan dari tahun ke tahun. Diperki- penting dalam hubungan orang tua dan anak,
rakan dalam satu tahun, prevalensi gangguan yang membuat remaja berisiko mengem-
tingkah laku berkisar antara 2% sampai le- bangkan gangguan tingkah laku, antara
bih dari 10% dengan jumlah lebih tinggi pada lain pengabaian, penganiayaan, perpisahan,
kurangnya kesempatan mengembangkan ke-
dekatan yang aman, perlakuan kasar dan di-
1 Korespondensi ditujukan kepada Ida Karismatika siplin yang tidak konsisten (“Parent-Training
Programmes”, t.t.). Interaksi yang buruk an-

296
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301

tara ibu dan anak dapat mempengaruhi anak ruhi lingkungan, individu/ kognitif mempenga-
dalam berbagai hal, yaitu modelling perilaku ruhi tingkah laku, begitu seterusnya (Santrock,
ibu yang tidak tepat dalam menjalin hubu- 2008).
ngan; anak mengembangkan tujuan yang ti- Penanganan terhadap gangguan tingkah
dak realistik dan kurangnya pengetahuan ten- laku subjek sudah dilakukan oleh orang tua
tang aturan sosial dalam berhubungan dengan dan guru di sekolah, namun belum berhasil
orang dewasa dan teman sebaya; membentuk membuat subjek berperilaku lebih baik, bah-
pola yang memaksa dalam hubungan orang kan perilaku subjek semakin parah dan su-
tua-anak yang dibawa dalam pergaulan teman lit diatasi. Belum ada usaha orang tua untuk
sebaya; kurangnya kehangatan dalam konsep membicarakan permasalahan remaja tersebut
diri anak (“Parent-Training Programmes”, t.t.). dengan terapis atau psikolog. Terapi kognitif-
Orang tua dari anak yang mengalami gangguan perilaku merupakan bentuk intervensi yang
tingkah laku, cenderung tidak konsisten dalam terbukti efektif dalam mengurangi gejala gang-
menggunakan peraturan, terus-menerus mem- guan tingkah laku, meningkatkan kurangnya
beri perintah, cenderung menanggapi perilaku pemahaman sosial dan pemecahan masalah
anak berdasarkan mood atau perasaan orang sosial, yang dialami banyak anak dan remaja
tua, bukan berdasarkan karakteristik perilaku dengan gangguan tingkah laku (Frick, 2001,
anak, kurang memantau keberadaan anak dan “Parent-Training Programmes”, t.t.). Terapi
kurang peduli terhadap perilaku sosial anak, kognitif-perilaku juga diterapkan dalam mena-
yang pada akhirnya membuat anak melawan ngani gangguan tingkah laku dan penyalahgu-
dan menentang orang tua (Scott, 2012). Selain naan substansi pada remaja (Donohue & Azrin,
itu, Salaam menyatakan bahwa permasalahan 2002). Terapi kognitif-perilaku menekankan
sosial dan penolakan dari kelompok teman se- teknik berpikir tertentu, yang dirancang untuk
baya, menjadi faktor penyebab munculnya ke- menciptakan perubahan berpikir, yang mam-
nakalan (Busari, 2013). pu merubah perilaku atau perasaan (Joughin,
Permasalahan tingkah laku yang dialami 2003).
oleh subjek dalam laporan ini telah berkem-
bang semenjak subjek masih berusia anak- Metode dan Hasil Asesment
anak, dengan penegakan diagnosis gangguan
tingkah laku onset remaja. Permasalahan
gangguan tingkah laku subjek tersebut dikare- Metode
nakan interkasi antara tingkah laku subjek,
proses kognitif dalam melakukan pengamatan Metode asesmen yang digunakan adalah wa-
dan modelling dari orang tua dan lingkungan wancara dan observasi yang bertujuan untuk
disekitarnya. Distorsi kognitif yang menyertai memperoleh informasi yang lengkap dan me-
gangguan tingkah laku tersebut adalah per- nyeluruh tentang kondisi subjek, berdasar-
sepsi dan keyakinan subjek untuk melaku- kan keluhan tentang permasalahan sub-
kan agresi verbal dan fisik terhadap orang jek. Wawan-cara dilakukan terhadap subjek,
lain, sekalipun orang lain tersebut bermaksud kedua orang tua subjek, guru wali kelas dan
bercanda. Subjek kesulitan mengontrol emosi guru bimbi-ngan konseling di sekolah subjek,
dan pikirannya ketika orang lain mulai menge- sedangkan observasi dilakukan dengan cara
jeknya, meskipun dengan maksud bergurau. mengamati perilaku subjek dalam situasi se-
Riwayat permasalahan subjek tersebut se- hari-hari, baik di sekolah maupun di rumah.
suai dengan pandangan Bandura yang meng-
gabungkan tingkah laku dan kognitif dalam Hasil Asesmen
proses belajar melalui pengamatan, dimana
tingkah laku pengamat dipengaruhi ketika me- Berdasarkan hasil wawancara dan observasi,
nyaksikan tingkah laku model (modeling), yang diperoleh keterangan bahwa subjek berjenis
lebih cepat daripada melalui proses trial dan kelamin laki-laki, seorang remaja berusia 14
eror melalui operant conditioning (Vasta, Haith tahun dan sedang menempuh pendidikan SMP
& Miller, 1992; Jordan & Porath, 2006). Ban- kelas tiga. Dalam keluarga, subjek merupa-
dura mengembangkan model timbal balik tiga kan anak pertama dari dua bersaudara dengan
faktor utama: tingkah laku, individu/ kognitif adik seorang perempuan berusia tujuh tahun.
dan lingkungan, dimana lingkungan mempe- Pendekatan teori belajar sosial Bandura ter-
ngaruhi tingkah laku, tingkah laku mempenga- hadap proses terbentuknya gangguan tingkah

297
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301

laku dikarenakan timbal balik tiga faktor uta- lebih dari satu tahun dan telah memenuhi tiga
ma: tingkah laku, individu/ kognitif dan ling- (atau lebih) kriteria gangguan tingkah laku
kungan, dimana lingkungan mempengaruhi menurut DSM-IV-TR (APA, 2013).
tingkah laku, tingkah laku mempengaruhi
lingkungan, individu/ kognitif mempengaruhi Diagnosis
tingkah laku, begitu seterusnya.
Pola asuh orang tua yang menjadi salah Aksis I 312.82 Conduct Disorder, Adoles-
satu penyebab gangguan tingkah laku subjek cent-Onset Type
antara lain: tidak konsisten dalam menerap- Aksis II V71.09 Tidak ada diagnosis
kan peraturan, adanya kekerasan fisik dalam Aksis III Tidak ada
menerapkan hukuman. Kedua orang tua sub- Aksis IV Problems with primary support
jek yang merupakan perokok, peminum alko- group
hol dan sering bepergian keluar rumah. Kedua Aksis V GAF = 61 (sekarang)
orang tua subjek memiliki riwayat masa muda
yang juga mengalami permasalahan tingkah
laku. Selain itu, pergaulan teman sebaya sub- Prognosis
jek adalah perokok, peminum alkohol, peng-
konsumsi obat terlarang dan sering pergi ke- Subjek memiliki prognosis yang cukup baik
luar rumah atau sekolah tanpa ijin. Subjek dimasa depan, khususnya dikarenakan gang-
pernah mendapatkan kekerasan fisik dari te- guan tersebut termasuk tipe onset remaja. Se-
man sebaya selama dua tahun, yang mem- lain itu, manajemen diri dibawah pengawasan
buat subjek mengembangkan perilaku agresif dan pendampingan, menjadi suatu bentuk lati-
dengan alasan untuk mempertahankan harga han bagi subjek, yang memperbesar kemung-
dirinya agar tidak diinjak-injak atau diremeh- kinan subjek mampu melakukannya secara
kan dan tidak dianggap sebagai pengecut. Ke- mandiri di masa yang akan datang. Keuntung-
kerasan fisik dari teman tersebut menjadi fak- an lain berasal dari kesadaran dari orang tua
tor pencetus munculnya distorsi kognitif yang telah melakukan kesalahan pola asuh sebagai
menyertai gangguan tingkah laku. Distorsi kog- salah satu faktor penyebab munculnya gang-
nitif tersebut berupa persepsi dan keyakinan guan tingkah laku subjek. Intensitas komuni-
bahwa subjek harus mempertahankan harga kasi yang cukup baik, meskipun dalam bentuk
diri, tidak diremehkan dan dianggap penge- yang kurang efektif, dapat memperbesar ke-
cut oleh orang lain, dengan melakukan agresi mungkinan berhasilnya proses pendampingan
verbal dan fisik dalam merespon sikap orang terhadap manajemen diri subjek.
lain, meskipun dalam situasi bercanda. Subjek Prognosis negatif yang dimiliki subjek
melakukan modelling perilaku orang tua dan masih bersumber pada modeling kebiasaan
teman sebaya yang berkembang menjadi gang- perilaku negatif orang tua, misalnya, meng-
guan tingkah laku dengan onset remaja. umpat, berkata kasar, memukul, merokok,
Beberapa gejala gangguan tingkah laku dan mengkonsumsi minuman beralkohol.
yang dialami subjek meliputi sering berbohong Sama halnya dengan kedisiplinan dalam ke-
terhadap orang lain termasuk terhadap orang luarga subjek, yang diterapkan secara tidak
tua dan teman dengan tujuan memanipulasi; konsisten. Ketika kedisiplinan tersebut diper-
pernah pindah sekolah akibat kasus perkelahi- baiki dan dilaksanakan secara konsisten, di-
an sekolah; sering memulai perkelahian ketika perkirakan mampu melatih subjek dalam hal
orang lain dianggap menentang atau mengejak manajemen waktu. Kebiasaan nenek meman-
subjek; memukul atau menendang orang lain jakan subjek juga sulit dirubah karena sudah
yang menentang peringatan verbal subjek; per- berlangsung lama semenjak subjek masih bayi.
nah mencuri satu stel baju di toko; sering ke-
luar rumah hingga larut malam meskipun dila- Intervensi dan Hasil
rang orang tua, sejak sebelum usia 13 tahun;
dua kali semalaman melarikan diri dari rumah Intervensi
saat orang tua tidak dirumah (meskipun de-
ngan pengawasan dari nenek); pernah membo- Penanganan terhadap gangguan tingkah laku
los sekolah yang paling lama dilakukan selama pada subjek remaja adalah menggunakan tera-
satu bulan, saat usia 13 tahun. Beberapa pola pi kognitif-perilaku, sebagai salah satu bentuk
perilaku subjek tersebut telah terjadi selama terapi psikologi yang berpusat pada pikiran

298
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301

dan tingkah laku yang menyertai permasalah- main peran.


an psikologis sekaligus memusatkan perhatian Terapi kognitif-perilaku dalam laporan
pada kesadaran sosial dan pemecahan ma- ini bertujuan untuk mengurangi gejala gang-
salah dalam hubungan antar manusia (Busari, guan tingkah laku subjek yang dirasakan
2013). Intervensi spesifik dalam terapi kog- paling mengganggu menurut orang tua dan
nitif-perilaku pada remaja dengan gangguan pihak sekolah, antara lain: berbohong, mem-
tingkah laku dan penyalahgunaan substansi bolos kegiatan di sekolah, terlibat perkelahian
antara lain: (1) konseling timbal balik untuk dan keluar rumah hingga larut malam tanpa
meningkatkan komunikasi dan sikap saling izin orang tua. Berdasarkan beberapa kajian li-
melengkapi antara orang tua dan anak; (2) teratur dan hasil penelitian, terapis merancang
menetapkan sistem untuk membangun kon- terapi kognitif-perilaku sebanyak enam sesi
sekuensi tetap terhadap perilaku yang mun- pertemuan, termasuk follow-up.
cul; (3) mengontrol stimulus untuk mendorong Sesi pertama terapi, subjek didampingi
penggunaan lebih banyak waktu berperilaku orang tua, diberikan penjelasan mengenai be-
tidak nakal dan tidak menyalahgunakan sub- berapa bentuk gangguan tingkah laku yang
stansi, dengan tujuan membantu anak me- dilakukannya tersebut dan beberapa dampak
ngurangi waktu bersama dengan stimulus dari negatif dalam kehidupannya sehari-hari. Sesi
lingkungan yang menyebabkan berperilaku kedua berisi terapi kognitif dengan teknik kon-
nakal atau menyalahgunakan substansi; dan frontasi, untuk mengurangi pikiran-pikiran
(4) prosedur mengontrol sensasi untuk mem- maladaptif subjek, yang nampak dalam alasan
bantu anak mengurangi hasrat atau keinginan subjek melakukan berbagai gangguan tingkah
terlibat dalam aktifitas yang mengganggu atau laku. Sesi ketiga, subjek diminta untuk mem-
penggunaan obat terlarang (Donohue & Azrin, buat beberapa peraturan tentang berkata jujur,
2002). terutama dalam hal mendapatkan izin orang
Dalam salah satu penelitian yang menggu- tua untuk keluar rumah. Sesi keempat, me-
nakan terapi kognitif-perilaku untuk menangani ngevaluasi proses yang menjadi tugas pada sesi
gangguan tingkah laku pada remaja, terdapat sebelumnya dan memberikan latihan subjek
delapan minggu terapi yang berisi diskusi/ ce- menahan keinginan terlibat dalam perkelahi-
ramah, diskusi tentang tugas yang diberikan an. Sesi kelima bertujuan mengevaluasi proses
sebelumnya, kesimpulan dan pemberian tugas yang menjadi tugas pada sesi sebelumnya dan
untuk sesi selanjutnya (Busari, 2013). Delapan mengalihkan tugas evaluasi monitoring kepada
sesi terapi kognitif-perilaku dalam penelitian subjek dan orang tua serta terminasi proses
tersebut antara lain, sesi pertama berisi perke- terapi. Follow up dilakukan setelah satu ming-
nalan, sedangkan sesi kedua berisi penjelasan gu terapi diakhiri, untuk mengetahui adanya
tentang terapi kognitif-perilaku untuk mengu- kemajuan dan hambatan yang dialami subjek.
rangi gejala gangguan tingkah laku yang men-
jadi permasalahan. Sesi ketiga, mendiskusikan Hasil
akibat negatif dari gangguan tingkah laku. Sesi
keempat, peserta terapi menuliskan beberapa Beberapa hal yang telah dicapai setelah di-
pengalaman gangguan tingkah laku yang di- lakukan terapi kognitif-perilaku terhadap
alaminya. Sesi kelima, mengajarkan beberapa permasalahan gangguan tingkah laku subjek
macam keterampilan personal yang dibutuh- adalah adanya pemahaman subjek dan orang
kan remaja dalam memaknai hidup mereka. tua terhadap gangguan tingkah laku dan cara
Sesi keenam, partisipan diminta mengganti pena-nganannya. Mengenai pemikiran ma-
perilaku dan perasaan negatif menjadi posi- ladaptif tentang perilaku membolos kegiatan
tif. Sesi ketujuh, peserta diajarkan tentang sekolah dan melanggar tata tertib sekolah,
dapatnya pemikiran dan perilaku negatif dipe- subjek berkeinginan untuk tidak mengulangi-
lajari sekaligus dapat tidak dipelajari, belajar nya kembali di sekolah subjek yang baru (saat
tentang proses belajar dan proses lingkungan akhir sesi terapi, subjek sudah lulus dari SMP
luar dalam merubah pemikiran dan perilaku dan akan melanjutkan sekolah di SMK). Na-
mereka, bersungguh-sungguh mempelajari ke- mun tujuan tersebut belum dapat diketahui
sadaran sosial dan teknik pemecahan masalah keberhasilannya, karena saat terapi berlang-
dalam hubungan antar manusia. Sesi kedela- sung, subjek sedang tidak melakukan aktifitas
pan menyimak kembali sesi-sesi sebelumnya di sekolah. Mengenai pemikiran maladaptif
yang telah dilakukan berulang-ulang dan ber- tentang inisiatif memulai perkelahian un-

299
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301

tuk mempertahankan harga diri, subjek masih terapi, yang ikut berperan dalam munculnya
belum mampu mengendalikan pemikiran dan permasalahan subjek.
keinginan tersebut ketika dihadapkan pada
situasi yang dapat memancing emosi dan ama- Kesimpulan
rahnya.
Subjek mengalami penurunan intensitas Terapi kognitif-perilaku terbukti dapat merubah
berkata bohong, yang ditunjukkan dengan ke- kondisi subjek menjadi lebih baik, ditunjukkan
mampuannya berkata jujur dalam menyampai- dengan berkurangnya gejala gangguan tingkah
kan pesan atau izin kepada orang tua, terutama laku. Peran orang tua dan lingkungan teman
keinginan untuk pergi keluar rumah. Subjek sebaya menjadi faktor penting bagi muncul dan
pernah satu kali berbohong kepada orang tua berkembangnya gejala gangguan tingkah laku.
saat menyampaikan izin untuk keluar rumah,
yaitu berbohong tentang tempat tujuan sub- Daftar Pustaka
jek yang sebenarnya. Mengenai jadwal jam
keluar rumah, subjek mengalami kemajuan American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic
namun belum sepenuhnya berhasil, karena and Statistical Manual of Disorders, fifth edition.
dalam 10 hari sesuai perjanjian, subjek hanya Washington: American Psychiatric Association.
mampu lima kali pulang tepat waktu. Subjek Busari, A. O. (2013). Cognitive behaviour therapy in
merasa kesulitan memenuhi jadwal yang su- the management of conduct disorder among ad-
dah dibuat karena merasa sedang menikmati olescents. Intech: open science, open minds, 45-
liburan sekolah, sehingga mencoba memuas- 63. Diperoleh dari http://cdn.interchopen.com.
kan diri berlama-lama diluar rumah. Kesulitan Donohue, B., & Azrin, N. H. (2002). Family be-
tersebut semakin diperburuk dengan peran havior therapy in a conduct-disordered and
orang tua yang kurang konsisten menerapkan substance-abusing adolescent, a case exam-
disiplin­dirumah. Sehingga reward berupa izin ple. Clinical Case Studies, 1(4), 299-323, doi:
keluar rumah jarak jauh di akhir minggu tetap 10.1177/153465002236506. Diperoleh dari
diberikan kepada subjek, meskipun subjek ti- http://web.unlv.edu.
dak mampu pulang tepat waktu selama lima Finch, Jr., A. J., Nelson III, W. M., & Hart, K. J. (2006).
hari berturut-turut sebagai syarat mendapat- Conduct Disorder: Description, Prevalence, and
kan reward tersebut. Etiology. Dalam Nelson III, W. M., Finch, Jr., A.
Faktor lain yang menjadi penghambat ke- J., & Hart, K. J., Conduct Disorders: A Practi-
berhasilan terapi adalah, mudahnya subjek tioner’s Guide to Comparative Treatments. New
mendapatkan fasilitas uang saku dan sepeda York: Springer Publishing Company, Inc.
motor untuk bepergian keluar rumah serta Frick, P. J. (2001). Effective interventions for chil-
handphone yang digunakan untuk meng- dren and adolescent with conduct disorder. Can
hubungi teman mainnya. Hal ini pernah di- J Psychiatry, 46(7), 597-608. Diperoleh dari
sampaikan saat psikoedukasi di sesi pertama http://www.psyc.uno.edu.
konsleing, namun orang tua subjek merasa Joughin, C. (2003). Cognitive behaviour therapy can
keberatan jika subjek akhirnya merepotkan be effective in managing behaviouran problems
orang tuanya dikarenakan tidak lagi and conduct disorder in pre-adolescent. Evidence
mengendarai sepeda motor, sehingga harus Network. Diperoleh dari http://www.barnardos.
mengantar jemput subjek karena jarak yang org.uk.
cukup jauh antara rumah dengan jalan raya Murphy, C. J., & Siv, A. M. (2011). A one year study
tempat lalu lintas angkutan umum. of mode deactivation therapy: adolescent resi-
dential patients with conduct and personality
Pembahasan disorder. The International Journal of Behavioral
Consultation and Therapy, 7(1), 33-40. Diper-
Kelebihan terapi kognitif-perilaku adalah ber- oleh dari http://www.baojournal.com.
pusat pada subjek, sehingga subjek terlibat Parent-training programmes, findings from research.
secara kognitif dan perilaku dalam mengatasi (t.t.). Conduct disorders: an overview. Diperoleh
permasalahannya. Sedangkan kekurangan dari http://www.rcpsych.ak.uk.
tersebut lebih kepada kurangnya menggunak- Scott, S. (2012). Conduct disorders. IACAPAP Text-
an potensi positif subjek dalam mengatasi ma- book of Child and Adolescent Mental Health.
salah, serta kurangnya keterlibatan lingkungan­ Geneva: International Association for Child and
sekitar (orang tua dan teman sebaya) dalam Adolescent Psychiatry and Allied Professions.

300
JURNAL SAINS DAN PRAKTIK PSIKOLOGI 2014, Volume 2 (3), 296-301

Diperoleh dari http://www.iacapap.org. Singh, N. N., Lancioni, G. E., Joy, S. D. S., Winton,
Sells, S. P., Early, K. W., & Smith, T. E. (2011). Re- A. S. W., Sabaawi, M., Wahler, R. G., & Singh, J.
ducing adolescent oppositional and conduct dis- (2007). Adolescents with conduct disorder can
orders: an experimental design using the par- be mindful of their aggressive behavior. Journal
enting with love and limits model. Professional of Emotional and Behavioral Disorders, 15(1),
Issues in Criminal Justice, 6(3 & 4), 9-30. Diper- 56-63. Diperoleh dari http://jpkc.ecnu.edu.cn.
oleh dari http://kucampus.kaplan.edu.

301

Anda mungkin juga menyukai