Disusun Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN PERFORASI GASTER
Oleh :
Fenti Diah Hariyanti
115070201111002
( ) ( )
NIP. NIP.
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG
Anatomi Gaster
Lambung merupakan bagian yang paling lebar dari saluran pencernaan, mulai dari
esophagus sampai duodenum yang berfungsi sebagai tempat penampungan makan untuk
dicerna dan mengatur pengaliran hasil cerna ke usus halus. Kapsitas lambung kurang lebih
1,5 liter tetapi dapat dilebarkan 2 sampai 3 liter. Terletak di regio hypochondria kiri,
epigastrika, dan umbilikalis.
Ostium cardiakum terletak kurang lebih 3 cm di sebelah garis tengah, setinggi
vertebra thorakalis 11, dan 10 cm di sebelah dalam dari tulang rawan iga 7 kiri. Lubang ini
merupakan tempat yang paling tetap dari lambung. Pylorus letaknya relative tetap, yaitu
pada posisi berbaring terletak atau sedikit kanandari linea mediana setinggi vertebra
lumbalis 1, pada linea transpyloricum. Pylorus dapat turun hingga vertebra lumbalis 2atau 3
pada posisi berdiri, atau bahkan dapat bergeser 5 cm ke kanan pada lambung yang penuh.
Fundus letaknya paling superior di belakang iga ke-5 kiri di linea midclavikularis. Fiksasi
paling kuat di lambung terdapat pada cardia karena hubungannya dengan esophagus yang
tefiksasi pada diaphragm. Omentum minus juga membantu fiksasi pada tempatnya.
Gaster berhubungan dengan sejumlah organ yaitu, hepar pada bagian atas, kanan,
dan depan, diaphragm diatas, limpa kearah kiri, pancreas, ginjal dan glandula suprarenalis
kiri di belakang, pada bagian bawah dengan colon dan mesocolon/omentum majus, serta
dengan dinding depan abdomendan thorax ke depan.
Fisiologi Gaster
Secara umum gaster memiliki fingsi motorik dan fungsi pencernaan serta sekresi,
berikut adalah fungsi lambung:
1. Fungsi motorik
Fungsi reservoir. Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicerbakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot
polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin.
Fungsi mencampur. Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung.
Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang
dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik,
serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung diatur oleh
faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi manjadi fase sefalik, gastric dan intestinal.
1. Fase sefalik dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat melihat,
mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai oleh saraf vagus.
Sinyal neurogenik yang menyababkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau
pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk mensekresikan HCL,
pepsinogen dan menambah mucus.
2. Fase gasrtik dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga dapat
menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis reseptor-reseptor pada dinding lambung.
Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali ke lambung
melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pelepasan hormone gastrin, dan secara
langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung.
3. Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase intestinal
ini akan merangsang hormone enterooksintin untuk merangsang asam lambung setelah
makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan
lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan
balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh
sel G sehingga sekresi gastric akan berkurang. Pada pH di bawah 2,5 produksi gastrin
mulai dihambat.
B. DEFINISI
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebabnya
antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, trauma, perubahan pada
kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas. Perforasi dapat terjadi di rongga
abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam
lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran
cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum. Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan
berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke tempat perawatan dengan
gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %.
Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ.
Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel
injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi.
C. ETIOLOGI
Perforasi non-trauma
Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia, bayi baru lahir yang terimplikasi
syok dan stress ulcer, anti inflamasi non steroid dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut, serta faktor predisposisi termasuk ulkus peptik
Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster,
atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi usus.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan
sepsis.
D. PATOFISIOLOGI
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme lainnya karena
keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki
fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti
perforasi gaster. Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya
berada pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung
kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila kebocoran tidak
ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum, peritonitis kimia akan
diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat
asimptomatik untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial
lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya. Beberapa
bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada bagian distal dari usus
kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes
fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada
perforasi usus bagian distal.
Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir proses peradangan,
mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi kolon). Hypoksia yang
diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu
aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit
daripada granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk
abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan
diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis,
multiple organ failure dan shock.
PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu
diperhatikan.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi
dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang
berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa
menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir
dengan keadaan syok sepsis.
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
Inspeksi abdomen
Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus
atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.
Auskultasi abdomen
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit
di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuk pasien.
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.
Perkusi
Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pada pasien dengan
keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan
vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di
daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah
menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi
usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar,
sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah
informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.
Palpasi abdomen
Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu
dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan
defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding
perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang
meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih
prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi
gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan
abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi
berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus
mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat
pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti
menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus perforasi karena
trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain.
Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar
50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau
linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus.
Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah
di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara
bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan terjadinya peritonitis. Dilakukan foto polos abdomen dalam 3
posisi ataupun menggunakan kontras barium, yaitu:
Tiduran terlentang (supine), sina dari arah vertical dengan proyeksi anteroposterior
(AP). Pada posisi ini didapatkan pre-peritonela fat menghilang, psoas line
menghilang dan adanya kekaburan pada cavum abdomen.
Duduk atau setengah duduk (semi erect) atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP. Didapatkan free air pada subdiagfragma berbentuk
bulan sabit (semilunar shadow).
Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus=LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP. Didapatkan free air intra peritonela pada daerah perut yang paling tinggi letaknya
antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding abdomen.
Gambar 1. Gambar 2.
Gambaran udara bebas pada foto toraks. Gambaran radiologi perforasi gaster
Ekspertise Gambar 2:
Sebuah x-ray abdomen menunjukkan bayangan bulat yang abnormal di garis tengah
epigastrium dan tampak padat yang diinterpretsi sebagai gas intramural
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan gaster.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.
Gambar 3. USG perforasi gaster
Ekspertise:
Sebuah USG abdomen menunjukkan area echogenik yang berbentuk bola dan berbatas
tegas yang terletak di peritoneum
3. CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada
foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk
deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel
jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya
tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru
adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi
supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen.
Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi
decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa
omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu
diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga
seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik,
kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10
menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat
larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk
menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada
keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi
peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan
sampai 95%.
H. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah
adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi
lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan pada
kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini
dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis
purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi
dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat
dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:
1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Jangan berikan apapun secara oral.
3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan
antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan
mengurangkan komplikasi post operasi.
Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat
memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia. Contoh
antibiotik yang diberikan adalah seperti:
- Metronidazol
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa diberikan
sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy
category B drug).
- Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu
tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan
secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum
operasi adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C dalam kehamilan
(pregnancy category C drug).
- Cefoprazone
Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan
berikatan pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2 – 4 d
per hari. Juga merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan (pregnancy category
B drug).
Terapi Bedah
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:
- Koreksi masalah dasar secara anatomis.
- Koreksi penyebab peritonitis.
- Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi
fungsi sel darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi
gaster dan darah.
Preoperatif
Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan cairan
ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau
sebarang cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.
Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol.
Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.
Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus
kontinu (continuous infusion).
Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi
nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase
dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres
dengan nasogastric tube.
Post operatif
Menggantikan cairan secara intravena
Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor
dengan peritungan menggunakan CVP dan output urin.
Drainase nasogastric
Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.
Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar
antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum
pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering
terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan
dianjurkan pemberian secara intravena.
Analgesik
Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil
dengan interval yang sering.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi)
dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3) Abses abdominal terlokalisasi
4) Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram
negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia
berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin dan
prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
c) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari
gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
5) Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
6) Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek proteksi
oleh mukosa gaster
7) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
8) Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium
postoperatif:
a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
g) Riwayat delirium sebelumnya
h) Hipoksia
i) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien perforasi gaster biasanya kesadaran baik composmentis, terjadi
kelemahan dan terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri yang dirasakan
b. Sistem penglihatan
I : Biasanya pada pasien perforasi gaster konjungtiva pucat di curigai adanya
tanda-tanda anemia ( Tutik. 2010 : 53 ).
P : Pada palpasi tidak ditemukan kelainan pada penderita perforasi gaster.
c. Sistem pendengaran
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
gangguan.
P :Pada sistem pendengaran secara umum penderita perforasi gaster tidak
terdapat kelainan.
d. Sistem penciuman
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, fungsi penciuman tidak mengalami gangguan.
P :Pada palpasi hidung tidak terdapat kelainan.
e. Sistem Pernafasan
I : Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, frekuensi pernafasan normal.
P : Biasanya pada palpasi thorax tidak terdapat kelainan seperti nyeri tekan.
P : Biasanya perfusi area paru norma (sonor)
A :Biasanya auskultasi paru tidak terdapat suara tambahan
f. Sistem kardiovaskuler
I : Biasanya tudak terdapat kelainan, ictus kordis nampak pada ICS 4 – 5
mid klavikula sinistra , akan tetapi nampak tidaknya ictus kordis tergantung
pada gemuk atau kurusnya penderita.
P : Pada palpasi teraaba icyus kordis di ICS 4 – 5 mid klafikula sinistra.
Palpasi nadi biasnya melemah dan takikardi.
P : Pada perkusi jantung tidak terdapat kelainan, suara perkusi area jantung
redup.
A: Biasanya pada aukultasi jantung pada penderita perforasi gaster tidak
mengalami kelainan.
g. Sistem persyarafan
I : Kesadaran yang diamati berupa komposmentis, apatis, samnolen, bahkan
hingga coma pada perforasi gaster
h. Sistem pencernaan
I : Biasanya pada penderita perforasi gaster nampak menyeringai kesakitan
dan memegangi perut daerah ulu hati.
A : Bising usus menurun
P : Biasanya terdapat nyeri tekan daerah ulu hati ( epigastrium ).
P : Pada pemeriksaan perkusi untuk penderita perforasi gaster ditemukan
suara hipertimpani.
i. Sistem eliminasi
I :Pada eliminasi alvi terjadi gangguan defekasi akibat dari input yang tidak
adekuat.
j. Sistem muskuluskeletal
I :Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk
melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun namun pada
perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi
k. Integumen
I :Turgor kulit menurun akibat dehidrasi
3. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi, USG, CT-Scan
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
Ditandai dengan: hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, urine
pekat/menurun, berkeringat, hemokonsentrasi.
b. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemia.
Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Ditandai dengan: peningkatan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut,
gemetar, takikardi, kurang kontak mata, menolak, panik atau perilaku menyerang.
d. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.
Ditandai dengan: mengkomunikasikan gambaran nyeri, berhati-hati dengan
abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interpretasi/informasi.
Ditandai dengan: permintaan informasi, pernyataan salah konsep, terjadinya
komplikasi yang dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pasien mampu Nutritional management
perubahan status kesehatan keperawatan selama 4X24 mengidentifikasi dan 1. Awasi respon fisiologis
jam diharapkan pasien mengungkapkan gejala (takipnea, palpitasi,
dapat menyatakan rentang cemas pusing, sensasi
perasaan yang tepat, 2. Mengidentifiksi, kesemutan)
menunjukkan rileks dan mengungkapkan dan 2. Dorong pernyataan takut
laporan ansietas menurun menunjukan teknik untuk dan ansietas, berikan
sampai tingkat dapat mengontrol cemas umpan balik
3. Vital sign dalam batas 3. Berikan informasi yang
ditangani
normal akurat dan nyata tentang
NOC: 4. Postur tubuh, ekspresi apa yang dilakukan
1. Anxiety self control wajah, bahasa tubuh dan 4. Berikan lingkungan yang
2. Anxiety level tingkat aktifitas tenang untuk istirahat
3. Coping menunjukkan 5. Tunjukkan teknik
berkurangnya relaksasi
kecemasan
4. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Mampu mengontrol nyeri Teaching Disease Process
luka bakar kimia pada mukosa keperawatan selama 1X24 (tahu penyabab nyeri, 1. Catat keluhan nyeri
gaster, rongga oral jam diharapkan pasien mampu menggunakan (lokasi, lamanya,
dapat menyatakan nyeri teknik nonformakologi intensitas skala 0-10)
hilang dan menunjukkan untuk mengurangi nyeri, 2. Kaji ulang factor yang
postur tubuh rileks serta mencari bantuan) meningkatkan dan
mampu tidur/istirahat 2. Melaporkan bahwa nyeri menurunkan nyeri
berkurang dengan 3. Berikan makanan sedikit
dengan tepat
menggunakan tapi sering sesuai
NOC: manajemen nyeri indikasi
1. Pain level 3. Mampu mengenali nyeri 4. Bantu latihan rentang
2. Pain control (skala, intensitas, gerak aktif/pasif
3. Comfort level
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5 Kurang pengetahuan mengenai Setelah dilakukan tindakan 1. pasien dan keluarga Infection control
penyakit, prognosis dan keperawatan selama 1X24 menyatakan 1. Tentukan persepsi
kebutuhan pengobatan jam diharapkan pasien pemahaman tentang pasien tentang
berhubungan dengan kurang dapat menyatakan penyakit, kondisi, penyebab perdarahan
pemajanan/mengingat, pemahaman penyebab progmasis dan program 2. Berikan/kaji ulang
kesalahan interpretasi/informasi perdarahan sendiri dan pengobatan tentang etiologi
penggunaan tindakan 2. pasien dan keluarga perdarahan,
pengobatan, mulai mampu melaksanakan penyebab/efek
mendiskusikan perannya prosedur yang di hubungan perilaku pola
dalam mencegah jelaskan secara benar hidup, dan cara
kesembuhan, dan 3. pasien dan keluarga menurunkan
perpartisipasi dalam mampu menjelaskan resiko/factor pendukung
program pengobatan kembali apa yang di 3. Bantu pasien untuk
jelaskan perawat atau mengidentifikasi
NOC: timkesehatan lainnya hubungan masukan
1. Knowledge : disease makanan dan
process pencetus/hilangnya nyeri
2. knowledge : health epigastrik (menghindari
behavior iritan gaster)
4. Tekankan pentingnya
membaca label obat
dijual bebas dan
menghindari produk
yang mengandung
aspirin
5. Diskusikan tentang
pentingnya
menghentikan merokok