Anda di halaman 1dari 4

ASMA

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai oleh adanya
mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi akibat penyumbata saluran pernafasan (Depkes, 2014). Gejalah ini
berhubungan dengan derajat inflamasi yang berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang
derajatnya bervariasi dan serta reversible secara sepontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan.

Asma di Indonesia menurut Depatemen kesehatan (2014) terjadi tren kenaikan


kejadian asma secara nasional tahun 2007 ke tahun 2013 sebesar 1%. Prevalensi asma pada
anak berdasarkan usia kejadian asma pada anak <1 tahun terjadi kenaikan 0,4%. Sedangkan
anak usia 1-4 tahun mengalami kenaikan 1,8%.

Penyakit asma tidak dapat disembuhkan tetapi penderitanya dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol (Manggung, 2016). Asma sendiri di sebabkan oleh beberaa faktor yakni
fator genetik dan faktor pencetus. Faktor genetik merupakan bakat pada sesorang yang
ditandai dengan adanya gen tertentu pada seseorang, sedangkan faktor pencetus dapat di
golongkan menjadi faktor pencetus dari luar dan dalam tubuhnya (Aryani, 2010).

Penangan dan deteksi dini dalam penyakit asma dapat membantu menurunkan angka
kesakitan dan kematian. Bidan mempunyai andil dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat asma antara lain melalui peran bidan :

1. Bidan sebagai pelaksana

Bidan dalam mengkaji kasus dapat diperoleh dari identitas dan keluhan pasien.
Pengkajian pasien dengan asma antara lain pengkajian data dasar. Asma merupakan
penyakit keturunan, ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Asma
dapat kambuh sesuai dengan alergenya yang mempengaruhi. Pengkajian primer yaitu
keluhan yang dialami pasien antara lain suara wheezing, sesak nafas, takipnea, batuk-
batuk dengan sputum terutama pada malam atau menjelang pagi hari, penggunaan obat
aksesoris pernafasan dan irama pernafasan yang tidak teratur, serta sianosis terjadi
penurunan toleransi aktivitas fisik . Pengkajian sekunder didapatkan adanya alergi,
pemakaian obat asma yang sering kambuh dan terjadi kecemasan (Nugraheni et al.,
2015). Data awal dan pengkajian yang tepat dapat menentukan diagnosa yang tepat pula
dengan memperiotaskan masalah terlebih dahulu. Mendiagnosa asma pada anak tidak
mudah ditegakkan. Beberapa kreteria disepakati bahwa hiperreaktivitas bronkus tetap
merupakan bukti obyektik yang perlu untuk di diagnosa asma. (Akib, 2002). Setelah
diagnosis tersebut bidan bisa berperan sebagai kolaborasi dalam intervensi asuhan

2. Bidan sebagai eduktor dalam implementasi

Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi memegang peranan yang cukup


penting. KIE perlu ditekankan bahwa keberhasilan teapi dan tata laksana sangat
tergantung pada kerjasama yang baik antara keluarga (penderita) dan tenaga kesehatan.
yang menanganinya. Pemberian KIE meliputi penjelasan asama secara detail dengan
bahasa yang mudah dimengerti oleh kalangan non medis agar keluarga mengertahui apa
yang terjadi pada asma, kapan harus pergi kedokter, penangan pertama yang terjadi
apabila terserang asma dan sebagianya. Tata laksana tentang pencetus yang
menyebabkan rangsangan terjadinya rangsangan terhadap saluran respiratorik
(Liasanyah, 2014). Tidak ada keuntungan diperoleh dari obat asama terbaik yang ada
apabila tidak diketahui dan di gunakan pasien dengan benar (Matondang et al., 2009)

Pencegahan penyakit asma dapat dilakukan dengan kontrol lingkungan merupakan


upayah pencegahan untuk menghindari perjalanan alergen dan polutan, baik untuk mencegah
sensifitas maupun menghindari pencetus (Akib, 2002). Pada penelitihan umumya
menyatakan bahwa alergrn utama yang harus dihindari adalah tungau debu rumah, kecoak,
bulu hewan peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutan harus
dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok dirumah. Polutan yang
telah diidentifikasi berhubungan dengan eksaaserbasi asma adalah asap kendaraan, kayu
bakar, ozon dan SO2 (Nugraheni et al., 2015), makanan dan adiktif , obesitas, emosi stress
dan lainya (Liasanyah, 2014)
Penghindaran maksimal harus dilakukan ditempat anak biasa berada terutama kamar
tidur dan tempat bermain sehari-hari. Untuk indonesia walaupun belum ada data yang
menyokong agaknya harus menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.
Pencegahan komplikasi penatalaksanaan asma harus disokong oleh pengertian tentang
peran genetik, alergen polutan, inveksi virus, serta lingkungan sosial ekonomi dan psikologi
pasien dan keluarga. Pendidikan dan penjelasan tentang asma pada kelurga merupakan unsur
penting penatalaksanaan asma pada anak, perlu penjelasan sederhana tentang proses penyakit
dan faktor resiko, penghindaran pencetus, manfaat dan cara kontrol lingkungan cara
mengatasi serangan akut dan pemakaian obat yang benar serta hal yang lain yang semuanya
bertujuan untuk meminimalkan mobiditas fisik dan psikis serta mencegah disabilitas. Bila
ditangani lebih baik maka pasien asma dapat mempeoleh kualitas hidup yang sangat
mendekati anak normal dengan fungsi paru normal pada usia dewasa kelak walaupun tetap
menunjukan saluran nafas yang hiperresponsif (Liasanyah, 2014)
.

Daftar pustaka

Akib, A.A., 2002. Asma Pada Anak. Sari Pediatri, Vol 4 No2, pp.78-82.

Aryani, R., 2010. Anak Sehat Bebas dari Asma. Yogyakarta: Golden book.

Depkes, 2014. infodatin-asma. [Online] Available at: http://depkes.go.id [Accessed 3


November 2018].

Liasanyah, T.M., 2014. Pendekatan Kedokteran Keluarga Dalam Penatalaksanaan Terkini


Serangan Asma Pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala , Vol 14 No3.

Manggung, M.D., 2016. Faktor Resiko Kejadian Asma pada Anak di Kota Padang. arc Com
Health , Vol 3, pp.1-7.

Matondang, M.A., Lubis, H.M. & Daulay, R.M., 2009. Peran Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi pada Asma Anak. Sari Pediatri, Vol 10 No5.

Nugraheni, D., Agustin, W.R. & Fitriana, R.N., 2015. Peran Perawat Tentang Penangan
Asma Pada Anak Di IGD Pukesmas Sibela Mojosango Surakarta. Bechelor
Program In Nursing Science Kumala Husada Health Science College Of
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai