BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kepemimpinan ....................................................................................................................... 5
2.2 Tipe dan Gaya Kepemimpinan ......................................................................................................... 5
2.3 Pencitraan.............................................................................................................................................. 7
2.4 Komunikasi Politik ............................................................................................................................. 8
2.5 Politik Pencitraan .............................................................................................................................. 10
2.6 Masa Kepemimpinan Presiden SBY .............................................................................................. 12
2.7 Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pendidikan, Pertahanan dan Keamanan, dan
Hubungan Internasional masa Presiden SBY ................................................................................ 15
2.8 Kelebihan dan Kekurangan masa pemerintahan SBY .................................................................. 20
2.9 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: Pemimpin Yang Berwibawa dan Bijaksana .............. 20
2.10 Tipe Kepemimpinan SBY .......................................................................................................... 21
2.11 Analisis Kepemimpinan SBY dalam Berbagai Teori ............................................................. 23
1
Bernadine dan Susilo Supardo Wirjana, Kepemimpinan, Dasar-Dasar dan Pengembangannya, (Yogyakarta:
CV. Andi offset, 2005), hlm. 3.
1
Dewasa ini kita telah mengetahui berbagai macam karekteristik pemimpin dengan
berbagai macam pula manajemen yang diperankan, sebagai pemimpin yang ideal tanpa
memiliki rasa kepentingan bersifat mementingkan sebagian pihak, tentunya figur seorang
pemimpin yang selalu membela keperluan rakyatlah yang kita harapkan. Sebagai bangsa
yang mayoritas dengan keberagaman agama, budaya, suku, dan ras kemudian melahirkan
bermacam pemikiran pola tingkah laku dan sifat, sebagai pemimpin harus dapat
menselaraskan kebergaman ini sehingga tidak ada yang merasa di kucilkan, inilah salah
satu tantangan yang berada dalam kondisi serba modernisasi.
Kepemimpinan berkaitan erat dengan politik. Kepemimpinan dianggap sebuah
jabatan yang memiliki kekuasaan yang luas, dan yang mayoritasnya dimiliki oleh orang
yang berpoltik. Melihat secara definisi, dalam Buku dasar-Dasar Ilmu Politik karya Prof.
Miriam Budiardjo politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah
kekuasaan (power) pengambilan kekuasaan (decision making), kebijakan publik (public
policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Dari hal tersebut dapat kita
lihat bahwasaannya kepemimpinan erat kaitannya dengan politik. Terlebih pemimpin
merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam sebuah organisasi atau Negara.
Kepemimpinan memiliki citra personalnya tersendiri.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, seorang pemimpin sangat diperlukan,
tetapi pemimpin juga lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat
yang dibawanya sejak lahir. Layaknya seorang pemimpin, SBY banyak mendapatkan
penilaian, kesan dan kritik publik. Dalam berbagai media dan kesan banyak pengamat,
SBY adalah sosok pemimpin yang peragu, lamban dan tidak desisive. Oleh karena itu,
menurut mereka, SBY dianggap tidak cocok untuk meminpin negara yang masih tertimpa
krisis seperti Indonesia.
Disisi lain, setelah memenangkan pemilu secara langsung SBY tampil sebagai
presiden pertama dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung. Pada awal
kepemimpinan SBY memprioritaskan pada pengentasan korupsi yang semakin marak di
Indonesia dengan berbagai gebrakannya salah satunya salah dengan mendirikan lembaga
super body untuk memberantas korupsi yakni, KPK. Dan dengan Terpilihnya Susilo
Bambang Yudhoyono atau yang terkenal dengan sebutan SBY, telah membuat babak baru
dalam perjalanan sejarah Indonesia. Beliau dilantik sebagai presiden keenam Republik
Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004 bersama wapresnya Jusuf Kalla yang kemudian
kembali terpilih di Pemilu 2009 bersama wapresnya Boediono. Bersama dengan
pasangannya, SBY memiliki komitmen untuk tetap melaksanakan agenda reformasi.
2
Program pertama pemerintahan SBY-JK dikenal dengan program 100 hari. Program ini
bertujuan memperbaiki sitem ekonomi yang sangat memberatkan rakyat Indonesia,
memperbaiki kinerja pemerintahan dari unsur KKN, serta mewujudkan keadilan dan
demokratisasi melalui kepolisian dan kejaksaan agung. Langkah tersebut disambut baik
oleh masyarakat. Secara umum SBY-JK melakukan pemeriksaan kepada pejabat yang
diduga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi kebebasan oleh presiden
melakukan audit dan pemberantasan korupsi. Hasilnya telah terjadi pemeriksaan
tersangka korupsi dan pejabat pemerintahan sebanyak 31 orang selama 100 hari. Artinya
SBY-JK sungguh memilki komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi.
Namun sisi lain, dalam konteks kepemimpinan nasional Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) tidak lepas dari label “pencitraan” pada setiap langkah politik
kepemimpinan beliau. Sebaliknya lawan politik beliau, seperti Ibu Megawati Soekarno
Putri menjadikan istilah “pencitraan” sebagai bahan untuk mengkritisi gaya
kepemimpinan SBY maupun institusi yang menjadi bawahan pemerintah. Sebagaimana
dilangsir di media, bahwa menurut Megawati bahwa konflik KPK vs Polri adalah bentuk
krisis pada penyelenggaraan negara. Artinya, telah terjadi tidak maksimalnya
kepemimpinan nasional serta rendahnya kapasitas untuk memimpin bangsa ini. Hal ini
semakin diperburuk oleh fakta dengan gaya kepemimpinan nasional yang cenderung
mementingkan menjaga citra diri, sementara sebenarnya bangsa berdaulat secara politik
adalah bangsa yang mampu menegakkan aturan hukum bangsanya.
Megawati Soekarno putri mengkritik keras pemimpin yang hanya mementingkan
untuk membangun citra. Seorang pemimpin seharusnya bekerja untuk menyejahterakan
rakyat. Hal itu itu berlaku bagi pemimpin di daerah."Ada selisih yang sangat jauh antara
citra dan realitas. Lebih lagi, hamper setiap pemimpin berlomba membangun citra diri.
"Lihatlah di televisi dan di berbagai media, semakin banyak menteri dan kementerian
yang lebih sibuk mengiklankan diri, ketimbang bekerja untuk mensejahterakan rakyat.
Bung Karno mengajarkan adagium politik “satunya kata dengan perbuatan, satunya mulut
dengan tindakan”. Hal ini menegaskan, penanda dari kepemimpinan yang berkualitas
praktis tidak di temukan dalam diri pemimpin bangsa saat sekarang ini.
Mengingat pada masa jabatannya, SBY yang berkelahiran di Tremas Pacitan, Jawa
Timur dinilai cukup baik. Namun memasuki masa jabatan kedua, kepemimpinan beliau
semakin diperhatikan dan diperhitungkan. Terlebih mulai bermunculan kasus-kasus yang
membuat orang dalam partai politiknya ini terlibat, khususnya pada kasus korupsi.politik
yang dikenal sebagai panggung berdhramatughi, membuat orang-orang di dalamnya
3
memang sulit di prediksi termasuk SBY sendiri. Karena anggapan masyarakat dunia
politik lebih pada pencapaian kekuasaan agar mendapatkan keuntungan sendiri.
Bahwasannya kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Dimana untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama
lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu
kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat-sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki
yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang
akan diterapkan. Bekal utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin
bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2
Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 110.
3
Ambar Teguh Sulistiyani, Kepemimpinan Profesional; Pendekatan Leadership Game, (Yogyakarta: Gava
Media, 2008), hlm. 16.
4
Ibid.
5
Harbani Pasolong, op. cit., hlm. 118.
5
1. Tipe Kepemimpinan Otokrasi
Pemimpin yang bertipe otokrasi, yaitu dalam mengambil keputusan dipusatkan dalam
pemimpin. Dalam hal ini pemimpin bebas untuk menentukan kebijakan dan menyusun,
mendefinisikan dan memodifikasi tugas-tugas sesuai dengan keinginannya. Pemimpin
otokrasi diwarnai perintah-perintah yang dirujukan dengan bawahan. Manfaat gaya
otokrasi ini dalam hal pengambilan keputusan yang terpusat pada pemimpin dapat
mengambil keputusan dengan cepat. Akan tetapi bagi pegawa yang tidak menguntungkan
karena keutusan yang diambil biasnya tidak sesiuai dengan kondisi sebenarnya. Hal ini
dapat menimbulkan ketidakpuasan ketergantungan pada pimpinan, maupun kepastian
terhadap tujuan organisasi.
2. Tipe demokratik
Pemimpin yang tipe demoratik populer ada era manajemen neo-klasik, pendekatan
yang digunakan yaitu partisipatif agar terwijud kerja sama dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi dengan memberdayakan bawahan dengan ikut serta dalam pengambilan
keputusan. Pendekatan ini membebaskan pimpinan dalam hal tanggung jawab
pengambilan keputusan. Tetapi pendekatan ini mengharuskan untuk mengakui kecakapan
para bawahan dalam mengajukan usul-usul dan ketegasn yang didasarkan pada latihan
dan pengalman mereka.
3. Tipe Karismatik
Pemimpin yang bertipe karismatik memiliki bebarapa hal yaitu : (1) kekuatan energi
yang sangat luar biasa, (2) memiliki daya tarik yang tinggi dan, (3) wibawa yang alami.
Sehingga ia mempunyai pengikut tanpa dimobilisasi. Bahkan ada yang menyebut
pemimpin karismatik diaanggap memiliki kekuatan gaib (supranatural power) dan
kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diberikan oleh sang pencipta.
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin yang bertipe laissez faire yaitu pemimpin yang memberikan kebebasan
kepada bawahannya untuk bertindak tanpa diperintahkan. Dalam artian bahwa
membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya. Pemimpin tidak ikut
berpatisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga semua kegiatan dan tanggung jawab
dilakukan oleh bawahan sendiri.
5. Tipe Paternalistik
Pemimpin yang bertipe peternalistik pada umumnya terdapat pada masyarakat yang
masih tradisional dan agraris, pemimpin yang bertipe peternalistik dapat dilihat dari: (1)
hubungan famili atau ikatan promodial, (2) adat istiadat yang sangat besar pengaruhnya
6
terhadap perilaku, (3) hubungan peribadi yang masih menonjol. Ciri utama masyarakat
tradisional yaitu rasa hormat yang tinggi kepada orangtua atau seorang yang dituakan.
Orang tua atau orang yang dituakan dihormati karena perilakunya dapat dijadikan teladan
atau panutan oleh orang lain.
2.3 Pencitraan
Pemaknaan citra merupakan hal yang abstrak. Dimana citra tidak dapat diukur secara
sistematis tetapi wujudnya bisa dirasakan baik positif maupun negatif. Penerimaan dan
tanggapan baik positif maupun negatif tersebut dating dari publik atau khalayak sasaran
pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Citra terbentuk atas proses
akumulasi dari tindakan maupun perilaku individu yang kemudian mengalami suatu
proses untuk terbentuknya opini public yang luas. Citra pada dasarnya berakar dari nilai-
nilai kepercayaan yang secara nyatanya diberikan secara individual dan merupakan
pandangan atau persepsi. Seorang tokoh populer (public figure) dapat menyandang citra
baik atau buruk. Kedua hal tersebut bersumber dari citra-citra yang berlaku dan terbentuk
dari halhal yang dilakukan tokoh tersebut baik bersifat positif maupun negatif. Pencitraan
pada diri seorang public figure terbentuk oleh pencitraan diri yang sengaja diolah
sedimikan rupa dengan harapan mendapat citra positif di mata publik atau masyarakat
luas. Akan tetapi pencitraan tersebut tidak selalu menghasilkan opini publik yang sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh pelaku pencitraan. Keberagaman latar belakang, status
sosial dan ekonomi, perbedaan pengalaman, serta aspek-aspek lain dapat mempengaruhi
pemaknaan akan pencitraan yang dibangun.
PR sebagai image maker, berperan untuk menciptakan suatu citra positif atau citra
yang baik bagi suatu organisasi maupun perseorangan. Citra dapat dibentuk melalui
penyelenggaraan suatu kegiatan atau event, penyebaran informasi melalui media, maupun
penampilan diri di tengah publik. Suatu event khusus diadakan sebagai ajang publikasi
dan sarana pencitraan. SBY dalam masa kampanyenya pun menyeting kampanyenya
tersebut secara luar biasa. Dimana kampanye tersebut dikemas sedemikian rupa hingga
menarik perhatian publik. Ketertarikan publik pada kegiatan yang diadakan tersebut
merupakan awal dari pembentukan citra diri SBY di mata publik. Dalam hal ini, belum
tentu citra yang terbentuk berdasarkan kegiatan tersebut langsung menimbulkan citra
positif yang diharapkan tim sukses SBY. Citra tersebut dapat terbentuk berdasarkan
pemikiran, pengetahuan, pengalaman, dan latar belakang publik yang ada. Pencitraan
pribadi, terkait dengan pembentukan pencitraan diri pada sosok pemimpin merupakan hal
7
penting yang menjadi program kampanye pada kegiatan politik pada umumnya. Dalam
upaya untuk pengenalan, pembentukan, maupun penguatan citra diri pada publik perlu
adanya suatu eksistensi diri sebagai politisi yang baik. Tokoh populer tidak otomatis akan
dipilih maupun disukai khalayak atau publik. Dikarenakan popularitas tidak selalu
berbanding lurus dengan elektabilitas. Oleh karena itu, pencitraan dalam hal ini sangatlah
dibutuhkan. Melalui pencitraan dapat didistribusikan informasi-informasi mengenai diri
tokoh tersebut.
Para pemimpin yang dikenal otentik pun tetap harus berupaya meng-up grade dirinya
dalam kompetisi politik langsung. Iklan hanyalah salah satu cara, sedangkan otentitas
kepemimpinan adalah proses. Menurut McGannon pemimpin yang otentik terlihat dari
track record-nya. Publik yang sadar akan melihat secara keseluruhan, menghitung plus-
minusnya.6 Sejalan dengan yang disampaikan oleh McGannon di atas, SBY dalam masa
kampanye maupun kepemimpinanannya pun selalu menggunakan pencitraan sebagai
salah satu strategi politiknya. Hal ini tentu saja merupakan suatu taktik politik SBY dan
timnya guna mengahadapi tekanan politik yang tidak berkesudahan. Akan tetapi,
pencitraan bukanlah suatu hal yang selalu berjalan sesuai yang diharapkan yaitu citra
positif. Pencitraan negatif pun dapat muncul sebagai akibat dari perbedaan latar belakang,
pengalaman, maupun pengetahuan sasaran –publik– yang berbeda-beda. Selain itu,
pencitraan negatif pun dapat muncul dari lawan politik. Dimana lawan politik membentuk
suatu taktik politik yang sering disebut sebagai black campaign. Pencitraan yang
dibangun oleh tim sukses SBY belum tentu akan menimbulkan pemaknaan pada publik
seperti yang diinginkan. Selain tergantung pada hal-hal yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat juga hal lain yang lebih pada sebab eksternal. Penyebab eksternal
tersebut misalnya melalui bangunan pencitraan dari lawan politik ataupun dari pihak di
luar politik.
6
Muhammad Alfan Mahyudin, Menjadi Pemimpin Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 148.
8
penerusan informasi dari suatu sumber kepada orang lain maupun publik. Komunikasi
dapat dikatakan sebagai suatu peciptaan kembali suatu gagasan. Hal tersebut dilakukan
melalui penggunaan simbol, slogan, tema, maupun hal-hal lain yang dapat
mengkomunikasikan kepada masyarakat atau publik. Komunikasi melukiskan evolusi
makna. Makna adalah sesuatu yang diciptakan, ditentukan, diberikan, dan bukan sesuatu
yang diterima. Jadi komunikasi bukanlah suatu reaksi terhadap sesuatu, juga bukan
interaksi dengan sesuatu, melainkan suatu transaksi yang didalamnya orang menciptakan
dan memberikan makna untuk menyadari tujuan orang-orang itu.7
Politik seperti komunikasi, dimana politik dan komunikasi sama-sama melibatkan
pembicaraan. Pembicaraan dalam hal ini memiliki arti yang luas, dimana pembicaraan
dilakukan melalui perkataan baik secara lisan maupun tertulis, simbol, gambar, gerakan,
sikap tubuh, dan hal-hal lain yang dapat diartikan sebagai bahasa baik verbal maupun
non-verbal. Politik adalah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut
proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan
keputusan berupa nilai, ide, dan norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau
kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. 8 Politik
dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang terorganisir dan tersistematis dengan tujuan
tertentu. Proses komunikasi politik yang terorganisir dan tersistematis dengan baik
berdasar pada proses komunikasi maupun pembicaraan yang terstruktur. Dari proses
komunikasi politik tersebut tercipta suatu proses penyaluran informasi. Komunikator
dalam komunikasi politik tersebut mengutarakan baik secara verbal maupun non-verbal
hal-hal tertentu dan dengan tujuan tertentu. Politik adalah pembicaraan; atau lebih tepat,
kegiatan politik adalah berbicara. Politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua
pembicaraan adalah politik. Akan tetapi hakekat pengalaman politik, dan bukan hanya
kondisi dasarnya, ialah bahwa politik adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.9
Dalam suatu organisasi politik maupun figur politik seperti sosok SBY, komunikasi
politik merupakan salah satu hal yang sangat penting. Perjalanan politik SBY tidak lepas
dari ‘kendaraan’ politiknya yaitu Partai Demokrat. Partai Demokrat yang membawa laju
karier SBY menuju RI I dengan tidak lepas dari kemelut politik yang ada. Beberapa hal
negatif maupun kontradikitif terjadi dalam tubuh Partai Demokrat. Mulai dari terdapatnya
7
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hlm. 6.
8
Budiharsono, Suyuti S, Politik Komunikasi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2003), hlm. 2.
9
Dan Nimmo, op. cit., hlm. 8.
9
fungsionaris Partai Demokrat yang juga merupakan bagian dari lembaga independen
negara hingga kasus korupsi yang membelit partai tersebut. Berbagai permasalahan yang
terkait dengan Partai Demokrat tentu saja menjadi citra negatif bagi SBY meskipun SBY
selalu dengan lantang mengutarakan “Katakan tidak pada korupsi”. Selain kasus korupsi
terdapat berbagai masalah pemerintahan yang kemudian menjadi permasalahan bagi SBY
yang juga dapat mempengaruhi pencitraan SBY. Seperti halnya masalah sosial, ekonomi,
maupun ketenagakerjaan. Komunikasi politik yang dilakukan SBY tentu tidak lepas dari
pro-kontra masyarakat maupun publik. Seperti halnya yang disampaikan oleh Effendi
Gazali, “Sekarang memang ibarat makan buah simalakama, dimakan bapak mati, tak
dimakan ibu yang mati. Pemerintah memang telah melakukan hal yang kurang antisipatif.
Ini mengindikasi bahwa komunikasi politik pemerintahan SBY selama ini sebetulnya
sangat amburadul”.10 Retorika maupun aksi SBY dalam menanggapi dan menangani
permasalahan pemerintahan maupun permasalahan yang menimpa diri atau partainya
menjadi suatu hal yang komples. Tindakan yang terkadang kurang antisipatif, tidak tepat,
maupun mengejutkan menjadi warna tersendri dalam komunikasi politik SBY. Mulai dari
retorikanya yang terkadang justru menimbulkan suatu kepanikan masyarakat hingga
aksinya yang mengejutkan dan tidak terduga. Tentu saja hal tersebut menimbulkan
pencitraan tersendiri dari masyarakat. Bangunan pencitraan dari komunikasi politik yang
dilakukan tersebut membentuk suatu opini masyarakat yang beragam.
10
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Komunikasi-politik-SBY-sangatamburadul, diakses pada Tanggal
16 Februari 2018, Pukul 09.56 WIB.
11
Sudrijanta, Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 234.
10
memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau tindakan, misalnya dengan
menekankan, mempertajam, memperlembut, mengagungkan, melecehkan, membelokkan,
atau mengaburkan peristiwa atau tindakan tersebut.
Politik pencitraan mengarah pada diskontinuitas antara citra politik dan realitas
politik, sehingga teknologi pencitraan mengkonstruksi semacam realitas kedua (second
reality) yang didalamnya kebenaran dimanipulasi. Sebuah strategi penyamaran tanda dan
citra. Citra politik menjelma menjadi kekuatan utama dalam mengendalikan wacana
politik sehingga di dalamnya kini tidak hanya terdapat kekuatan pengetahuan, tetapi juga
menjelmanya kekuatan citra (power/image) sebagai kekuatan politik. Bagi suatu kekuatan
politik, sikap sebuah media, entah netral atau partisipan, adalah menentukan, terutama
untuk tujuan-tujuan pencitraan dan opini publik. Sebab, di satu pihak ujung dari
komunikasi politik adalah mengenai citra ini, yang banyak bergantung pada cara media
mengkonstruksi kekuatan politik itu. Sedangkan di pihak lain, media massa mempunyai
kekuatan yang signifikan dalam komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak.12
Dalam dunia bisnis, citra atau merk produk tertentu menentukan laku tidaknya produk
tersebut di pasar konsumen. Apakah pencitraan itu sesuai dengan kualitas produknya dan
dapat menjual produk tersebut sebanyak-banyaknya. Tidak berbeda jauh dengan
pencitraan dalam dunia bisnis, politik pencitraan juga sangat penting agar politisi
mendapatkan perolehan suara atau dukungan masyarakat melalui berbagai cara, strategi,
dan media.
Pencitraan saat ini bukanlah hal yang asing di masyarakat. Khususnya pada dunia
politik saat ini, pencitraan merupakan aspek yang vital guna mendukung perolehan
jumlah suara, dukungan maupun simpati masyarakat. Oleh karenanya, banyak para elit
politik yang menggunakan pencitraan diri maupun kelompoknya guna memperoleh
dukungan masyarakat. Sebagai contohnya Presiden RI saat ini, Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY). SBY merupakan elit politik yang kentara sekali penggunaan politik
pencitraannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa SBY-lah elit politik yang paling perhatian
terhadap pencitraan akan dirinya.
Politik pencitraan SBY tentu menjadi strategi bagi SBY, akan tetapi terkadang hal
tersebut juga dapat menjadi senjata yang dapat menjatuhkan SBY. Lawan politik SBY
juga dapat menggunakan dan mengolah sedemikian rupa pencitraan SBY dengan tujuan
untuk menjatuhkan SBY. Dikarenakan citra merupakan suatu hal yang sulit untuk
12
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis
terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), hlm. 30.
11
dibangun namun mudah hancur dengan hal-hal tertentu yang menjadi titik kelemahannya.
Bukan saja SBY dan lawan politiknya saja yang peka terhadap pencitraan, media ataupun
masyarakat pun sekarang mulai sangat peka akan hal tersebut. Tulisan-tulisan di media,
suara masyarakat –surat pembaca– maupun buku-buku saat ini mulai kritis akan
pencitraan. Berbagai macam pencitraan sekarang menjadi hal yang tidak asing di
lingkungan masyarakat.
14
bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta
kalangan profesional.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21
Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY
mengumumkan pergantian Menteri Keuangan. Pada tanggal 18 Oktober 2011, Presiden
SBY mengumumkan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II, beberapa wajah baru
masuk ke dalam kabinet dan beberapa menteri lainnya bergeser jabatan di dalam kabinet.
2.7 Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pendidikan, Pertahanan dan Keamanan,
dan Hubungan Internasional masa Presiden SBY
a. Politik
a) Perkembangan Politik Masa SBY-JK
Pembentukan Kabinet Bersatu
1. Pada periode kepemimpinannya yang pertama, SBY membentuk kabinet
Indonesia Bersatu yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia
pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden
Muhammad Jusuf Kalla. Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada 21
Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009.
2. Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan
kabinet untuk pertama kalinya.
3. Pada 7 Mei 2007 Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet
untuk yang kedua kalinya
b) Perkembangan Politik Masa SBY-Boediono
1. Pembentukan Kabinet Bersatu jilid 2
Merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet
ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada
pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN,
PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung setelahnya, tim
sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan
profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh
Presiden SBY pada 21 Oktober 200 dan dilantik sehari setelahnya.
15
2. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri
Keuangan. Pergantian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja para
menteri keuangan.
3. Menganut konsep Trias Politika
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak
dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah,
kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur
kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang
berbeda. Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan
kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
b. Ekonomi
a) Perkembangan Ekonomi Masa SBY-JK
1. Mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan
Minyak (BBM).
2. Kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan
tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang
membutuhkan
3. Kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang
ada di Negara Indonesia
b) Perkembangan Ekonomi Masa SBY-Boediono
1. Kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan
pengurangan utang Negara.
2. Meningkatkan peluang lapangan pekerjaan dan peningkatan penyaluran
modal usaha.
3. SBY Pro terhadap pemberantasan korupsi dengan dibentuknya KPK dan
juga secara konsisten memberantas Korupsi.
c. Sosial
a) Perkembangan Sosial Masa SBY-JK
1. Penurunan pengangguran terus menurun dari 9,9% pada tahun 2004 menjadi
8,5% pada tahun 2008
2. Penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4%
pada tahun 2008
3. Memperbaiki keadaan Aceh setelah porak poranda diterjang Tsunami pada
tahun pada 26 Desember 2004.
16
4. Presiden SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon, Sampit dan
juga di Aceh.
b) Perkembangan Sosial Masa SBY-Boediono
1. SBY menunjukkan usaha secara signifikan penanggulangan bencana baik
melalui aspek hukum nasional maupun aspek diplomasi dengan dunia
internasional
2. SBY telah membuat undang-undang mengenai pornografi dan pornoaksi.
3. Melaksanakan program-program pro-rakyat seperti : BLT, BOS, Beasiswa,
Jamkesmas, dan PNPM untuk dapat memperbaiki perekonomian rakyat.
d. Budaya
Dalam hal pelestarian budaya, dimasa pemerintahan SBY terlihat jelas
kemundurannya. Terutama dengan banyaknya warisan budaya asli Indonesia yang
diklaim oleh pemerintah Negara lain. Contohnya sebagai berikut :
1. Klaim Batik Jawa Oleh Adidas
2. Klaim Angklung oleh Pemerintah Malaysia
3. Klaim Gamelan oleh Pemerintah Malaysia
4. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
5. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
Namun di masa ini, terdapat keberhasilan dengan pengakuan dari UNESCO
bahwa batik Indonesia adalah warisan budaya Indonesia.
e. Pendidikan
a) Perkembangan Pendidikan Masa SBY-JK
1. Meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
2. Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang
sudah dimulai pada periode 2004-2009.
3. Membangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan
memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah.
4. Penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan
menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
b) Perkembangan Pendidikan Masa SBY-Boediono
1. Pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan
pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas
kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin
17
mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu,
kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras
2. Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi pilar
pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan
yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi,
bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.
3. Program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan
program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program
pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran
yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada
siswa.
4. Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang
pendidikan.
f. Pertahanan dan Keamanan
Dalam masa pemerintahan SBY, pertahanan dan keamanan sudah baik.
Namun pada pemerintahannya, banyak sekali teroris yang masuk ke Indonesia.
Misal, Amrozi, Imam samudera. Namun, dengan kerja keras dan bantuan dari
pemerintah misal Densus 88, terorisme mampu dibasmi. Peningkatan anggaran
pertahanan Indonesia secara signifikan telah ditunjukkan selama era kepemimpinan
Presiden SBY. Ini patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara cermat karena dengan
peningkatan anggaran pertahanan diharapkan semakin memperbaiki penyelenggaraan
sistem pertahanan negara. Kekayaan Angkatan Bersenjata RI sebagai kekuatan
sosial, bersama kekuatan sosial lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab
perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan dan memperjuangkan kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembinaan kemampuan ABRI sebagai kekuatan sosial diarahkan agar
Angkatan Bersenjata RI dalam kemanunggalannya dengan rakyat, mampu secara
aktif melaksanakan kegiatan pembangunan nasional, serta dapat meningkatkan
peranannya dalam memperkokoh ketahanan nasional. Di samping itu, operasi Bakti
ABRI merupakan peluang untuk menyumbangkan sesuatu yang berharga kepada
masyarakat.
18
Kelebihan bidang pertahanan dan keamanan :
a. Pemberantasan Terorisme,dengan membentuk pasukan khusus anti
terorisme atau Detasemen khusus 88 Anti Terorisme (Densus 88)
b. Anggaran pertahanan Indonesia ditingkatkan secara signifikan
Kekurangan bidang pertahanan dan keamanan
Banyak teroris yang masuk ke Indonesia, seperti Amrozi dan Imam Samudra
g. Hubungan Internasional
Secara keseluruhan banyak pihak yang memberikan penilaian pelaksanaan
Hubungan Internasional Indonesia pada masa pemerintahan SBY (2004-2014)
mengalami peningkatan dan perkembangan cukup signifikan. Hal ini antara lain
ditandai dengan berbagai “prestasi” yang dicapai dalam forum regional maupun
global. Dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, secara umum SBY menjalankan
kebijakan Hubungan Internasional dalam tiga program utama yaitu:
1. Pertama, pemanfaatan politik luar negeri dalam konteks optimalisasi diplomasi.
2. Kedua, peningkatan kerjasama multilateral dalam rangka meraih beragam
peluang internasional.
3. Ketiga, penegasan komitmen perdamaian dunia dalam rangka turut serta
menjaga ketertiban dunia dalam berbagai persoalan keamanan internasional.
Dalam konteks kerjasama regional. Misalnya pemerintah SBY telah
memperlihatkan komitmennya untuk senantiasa berkontribusi bagi terwujudnya
komunitas ASEAN 2013 dan memastikan kawasan Asia Tenggara tetap dalam
keadaan damai sesuai prinsip-prinsip yang terkandung dalam Treaty Of Amity And
Cooperation. Masih dalam konteks kerjasama regional, Indonesia kembali
memperlihatkan perannya dalam pembahasan pembentukan tatanan kawasan
(Regional Architecture Building) dengan ASEAN sebagai penggerak utama dan
dilakukannya penambahan keanggotaan East Asia Summit dengan diterimanya Rusia
dan Amerika Serikat secara bersamaan.
Sedangkan dalam konteks kerjasama global, pelaksanaan Hubungan
Internasional Indonesia dilaksanakan untuk memastikan pembangunan Global dan
mendorong terjalinnya kemitraan strategis dan situasi yang kondusif dalam mencapai
pembangunan dan kesejahteraan untuk semua. Dalam kaitan ini terlihat upaya
Indonesia untuk secara konsisten terus memperjuangkan kepentingan nasional,
regional, dan Internasional diberbagai forum multilateral. Sementara itu, SBY
19
melakukan kerjasama dalam Bali Democracy Forum dan kerjasama pemberantasan
kejahatan terorisme.
2.9 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono: Pemimpin Yang Berwibawa dan Bijaksana
Beliau ini presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa
menjadi presiden. Juga cukup bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat
membaik. Sayang tidak mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau
tidak leluasa mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di
20
parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground
parpol besar, beliau keliahatan kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya orang yang
tepat untuk memimpin, parlemennya dipenuhi oleh begundal-begundal oportunis yang
haus uang sogokan. Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan tentara dan ia
juga berlatar belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu tertarik kepada SBY
karena ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula berbusana. Penampilan semacam
ini meningkatkan citra SBY di mata masyarakat. SBY sebagai pemimpin yang mampu
mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari
anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan
tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi
selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia
dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.
22
Kesimpulannya adalah bahwa setiap pemimpin tentu mengharapkan sesuatu yang
terbaik untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Begitupun dengan SBY yang
mempunyai tipe kepemimpinan yang lebih dari satu dan tidak hanya seperti yang sudah
dijelaskan diatas tetapi lebih dari itu, seperti tipe supportif, partisifatif, instrumental dan
yang lainnya, kesemuanya itu disesuaikan dengan situasi, dan perkembangan zaman yang
ada. Intinya setiap pemimpin selalu mengharapkan agar wilayah yang dipimpinnya
tersebut dapat tercipta suasana yang aman, tentram dan damai sesuai dengan tujuan
bersama.
24
dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan,
pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.
Partisipasi yaitu perilaku pemimpin yang tinggi dukunagn dan rendah pengarahan
dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan
pengikut saling tukar menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
Komunikasi dua arah ditingkatkan, peran pemimpin adalah secara aktif mendengar.
Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada
pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan
untuk melaksanakan tugas.
Delegasi yaitu perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan
dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan
bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses
pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang
bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara
pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk
melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan
keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
d. Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dalam Persfektif Teori Kepemimpinan
Berprinsip
Gaya kepemimpinan yang ia jalankan sekarang, menurut Presiden merupakan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan era demokrasi. Presiden bahkan menegaskan, kalau
dirinya cenderung untuk mengalah, cenderung memilih melakukan berkompromi dan
membuat konsensus, karena ia tidak ingin kepemimpinan yang dijalankan menjadi
otoriter.
Di depan para peserta Indonesia Future Leaders Forum di Jakarta, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berbicara soal kepemimpinan. Bukan hanya kepemimpinan dalam
arti teoritis yang disampaikan Presiden, tetapi juga praktik keseharian yang ia jalankan
sepanjang tujuh tahun pemerintahannya Presiden mengakui bahwa kepemimpinan yang ia
jalankan bukan gaya kepemimpinan yang bisa dipakai oleh pemimpin yang lain. Setiap
pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinannya sendiri dan itu sangat tergantung dari
situasi dan tantangan yang dihadapi.
Presiden juga menguraikan bahwa dalam keyakinannya, tidak ada kewenangan yang
boleh didelegasikan. Oleh karena itu dirinya ikut turut campur tangan langsung atas setiap
25
kebijakan yang akan dikeluarkan kementerian. Ia ingin tahu secara detil landasan dari
kebijakan yang hendak diambil.Dengan gaya kepemimpinan seperti itu tidak usah heran
apabila kebijakan yang bersifat teknis pun sekarang ini begitu lamban dilakukan
kementerian. Kalau Presiden ingin tahu secara detil dan bahkan terlibat secara langsung,
wajar apabila proses pengambilan keputusan menjadi lebih panjang.
26
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi banyak
kemajuan di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan kebebasan
berpendapat. Namun, terdapat beberapa kemunduran juga. Kita tidak dapat melihat
kesuksesan suatu pemerintahan hanya dengan satu pandangan. Kita harus
memandang dari berbagai sisi. Jika dibandingkan dengan pemerintahan pada masa
Orde Baru, memang dalam beberapa bidang terlihat kemunduran. Tetapi bisa saja hal
ini dikarenakan pada masa Orde Baru kebebasan pers dikekang sehingga bagian
buruk pada Orde Baru tidak terlihat. Di masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono, musyawarah mufakat diutamakan. Sehingga pengambilan kebijakan
terkesan lambat. Meski begitu, musyawarah mufakat ini dilakukan untuk kepentingan
bersama. Sehingga dapat dikatakan, pada masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono telah cukup berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya dalam
hal demokrasi.
2. Beberapa tipe kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu (1) Tipe
Militeristik, dari segi pendidikan dan pengalaman inilah yang mengindikasikan
bahwa SBY memiliki gaya militeristik karena SBY merupakan lulusan AKABRI
terbaik dan mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, serta meraih pangkat
Jendral TNI tahun 2000. Meskipun cukup lama di dunia militer, SBY juga
berkembang dalam pendidikan sipil seperti memperoleh Master in Management dari
Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di
Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian. Pada 2005,
beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari
almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat
University di Thailand ilmu politik. Serta SBY dikenal aktif dalam berbagai
organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the
Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya
bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata
kepemerintahan di Indonesia. (2) Tipe Karismatik, Pak SBY jelas memiliki kharisma
yang berkarakter. Karakter seorang pemimpin masa depan yang mampu memimpin
27
rakyatnya dengan baik. Karisma yang ada dalam diri beliau adalah karisma yang
telah menyatu karena memiliki kepribadian yang unggul. Unggul dalam segala
bidang. Baik bidang ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial, ataupun pendidikan.
(3) Tipe Demokratis, Kepemimpinan SBY juga masuk dalam tipe demokratik
mungkin disebabkan karena tuntutan reformasi, situasi dan kondisi saat ini yang
semakin liberal. Dimana tipe pemimpin dengan gaya ini dalam mengambil keputusan
selalu mengajak beberapa perwakilan bawahan, namun keputusan tetap berada di
tangannya. Selain itu, dengan beberapa pendekatan teori kepemimpinan SBY dapat
diklasifikan, yaitu (1) Pendekatan sifat keberhasilan seorang pemimpin ditandai oleh
adanya kecakapan atau ciri-ciri ideal yang harus dimiliki oleh
pemimpin.Kepemimpinan susilo bambang yudhoyono menggambarkan sifat yang
demokratis dan tidak menunjukan sifat otoriter meskipun beliau memiliki latar
belakang seorang militer. (2) Pendekatan perilaku yang berwujud dalam masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sangatlah sentralistik dimana dalam masa
pemerintahan awalnya hanya janji manis namun teori pendekatan perilaku ini
mendukung peranan kebijakan yang notabennya berwujud perilaku yang sangatlah
indonesia harapkan pada masa jabatan beliau. (3) Teori pendekatan situasional Susilo
Bambang Yudhoyono sangat bijak dalam mengantisipasi persoalan dalam situasi
apapun. kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat
mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang di
pimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran agar makalah selanjutnya
dapat lebih sempurna. Adapun beberapa saran, yaitu:
1. Bahwasannya di Indonesia ini sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada
setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan
dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia di
seluruh elemen pemerintahan memiliki pemimpin yang sangat tangguh berkualitas
dan berbudaya tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung
pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah
tidak bisa memimpin dengan baik, maka pengikut pun tidak mau lagi mengikuti.
Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Dimana Makin kuat
yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
28
2. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan
dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Selain itu, pemimpin adalah teladan. Untuk menjadi teladan, seorang pemimpin yang
amanah perlu jujur dalam berucap, sederhana dalam bertindak, tegas dalam bersikap,
adil dalam memutuskan perkara, dekat dengan semua orang (kawan maupun lawan),
bersih dari image negatif, cepat dan tepat dalam mengambil keputusan, mampu
merealisasikan apa yang diucapkan/dijanjikan, jauh dari sifat egosentris dan yang tak
kalah penting adalah berjiwa besar terutama dalam hal mengakui kekurangan dan
kelemahan diri.
29
DAFTAR PUSTAKA
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit.
Mahyudin, Muhammad Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2009.
Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005.
S, Budiharsono, Suyuti. Politik Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo, 2003.
Sudrijanta. Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial. Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Sulistiyani, Ambar Teguh. Kepemimpinan Profesional, Pendekatan Leadership Game.
Yogyakarta: Gava Media, 2008.
Pasolong, Harbani. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta, 2010.
Wirjana, Bernadine dan Susilo Supardo. Kepemimpinan, Dasar-Dasar dan
Pengembangannya. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2005.
Internet
http://maslanpaloh.blogspot.com/2012/09/pemerintahan-dari-presiden-pertama.html, diakses
pada Tanggal 14 Februari 2018, Pukul 16.18 WIB.
http://www.freelists.org/post/ppi/ppiindia-Komunikasi-politik-SBY-sangatamburadul, diakses
pada Tanggal 16 Februari 2018, Pukul 09.56 WIB.
https://hasanthardiant.wordpress.com/2012/04/16/analisa-tipe-kepemimpinan-sby/, diakses
pada Tanggal 18 Februari 2018, Pukul 18.43 WIB.
http://www.slideshare.net/NisaIchaEl/sejarah-12-masa-pemerintahan-sby-makalah, diakses
pada Tanggal 18 Februari 2018, Pukul 16.50 WIB.
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=5805, diakses pada Tanggal
17 Februari 2018, Pukul 20.14 WIB.
http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2013/02/26/8787.html, diakses pada Tanggal 18
Februari 2018, Pukul 17.20 WIB.
30