Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Dengan memberatkan penyakit hati,resiko terjadinya ensefalohepati hepatik semakin


besar. Hal ini memicu pesatnya perkembangan pengetahuan terkait masalah ensefalohepati
hepatik serta kemajuan dalam diagnosis dan tata laksananya. Beragam studi terkait
diagnosis, tata laksana, serta pencegahan ensefalohepati hepatik menjadi besar di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, indonesia telah memiliki panduan penatalaksanaan
ensefalohepati hepatik yang di terbitkan oleh perhimpunan peneliti hati indonesia.

Pembahasan

A. Anemesa dan pemeriksaan


1. Anamesa
 Menanyakan indentitas dan data umum seperti nama, usia perkejaan,
agama, suku.
 Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi
lingkungan.
 Menanyakan adanya keluhan utama dan pernyerta.
 Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya
atau pengobatan sebelumnya, apa yang di lakukan untuk mengatasi
keluhannya sebelum ke dokter.
 Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit dahulu.
Pada kasus ensefalohepati hepatik

Ensefalohepatik hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada
penyakit hati aku dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga
berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran
tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya. Di Indonesia, prevelensi EH (grade 0)
tidak di ketahui dengan pasti karena sulitnya penegakan diagnosis, namun di perkirakan
terjadi pada 30%-84% pasien sirosis hepatis.
EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya; tipe A
berhubungan dengan gagal hati akut dan di temukan pada hepatitis fulmiman, tipe B
berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik
jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal, sekaligus
paling sering di temukan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Klasifikasi EH
minimal(EHM) dan EH overt. EH minimal merupakan istilah yang di gunakan bila di temukan
adanya defisit kongnitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekuatif
melalui pemeriksaan psikometrik atau elektrofisiologi., sedangkan EH overt terbagi lagi
menjadi EH Episodik (terjadi dalam waktu singkat dengan tingkat keparahan yang
berfluktuasi) dan EH persisten (terjadi secara progresif dengan gejala neurologis yang kian
memberat).

PATOFISIOLOGI ENSEFALOHEPATI HEPATIK

Beberapa kondisi berpengaruh terhadapat timbulnya EH pada pasien gangguan hati akut
maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan protein yang
tinggi, gangguan ginjal, pendarahan varises esofagus dan konstipasi), gangguan elektrolit
dan asam basa ( hiponatremia, hipokalsemia, aksi dosis dan Alkalosis),penggunaan obat
instan ( sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia,infeksi saluran kemih atau lainnya) dan
lain lainnya, seperti pembedahan dan alkohol. Faktor yang tersering yang mencetuskan EH
pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi dan pendarahan gastrointestinal berupa pecahnya
varises esofagus.

Terjadinya EH di dasari pada akumulasi berbagi toksin dalam peredaran darah yang
melewati sawat darah dan otak. Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang di
yakini beberan penting dalam terjadinya EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis
hati. Beberapa studi lain juga mengemukakan faktor pencetus lain .

Amonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease,
terutama bakteri gram negatif anaerob, enterobacteriaceae, proteus dan clostridium. Enzim
urease bakteri akan memecah urea menjadi Amonia dan Karbondioksida. Amonia juga di
hasilkan oleh usus besar dan usus halus melalui glatuminase usus yang memetabolisme
glutamin( sumber energi usus) menjadi glutamat dan Amonia. Pada individu yang sehat
Amonia juga di produksi oleh otot dan ginjal. Secara fisiologis Amonia akan dimetabolisme
menjadi urea dan glutamin di hati. Otot dan ginjal juga akan mendetoksifikasi Amonia jika
terjadi gagal hati dimana otot rangka memegang peran utama dalam metabolisme Amonia
melalui pecahan Amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase. Ginjal berperan dalam
prodksi dan eskresi Amonia, terutama di pengaruhi oleh keseimbangan asam basa tubuh.
Ginjal memproduksi Amonia melalui enzim glutaminase yang merubh glutamin menjadi
glutamat, bikarbonat dan Amonia. Amonia yang berasal dari ginjal di keluarkan melalui Urin
dalam bentuk ion Amonium (NH4+) dan urea ataupun diserap kembali ke dalam tubuh di
pengaruhi oleh pH tubuh. Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion Amonium
dan urea melalui Urin, sedangkan dalam kondisi Alkalosis, penurunan laju filtrasi glomerulus
dan penurunan perfusi periferal ginjal akan menahan ion Amonium dalam tubuh sehingga
menyebabkan hiperamonia.

Amonia akan masuk ke dalam hati melalui Vena porta untuk proses detoksifikasi.
Metabolisme oleh hati di lakukan di dua tempat, yaitu sel hati periportal yang
memetabolisme Amonia menjadi urea melalui siklus krebs-hen selir dan sel hati yang
terletak di Vena sentral dimana urea akan di gabungkan kembali menjadi glutamin. Pada
keadaan sirosis, penurunan massa hepatosit fungsional dapat menyebabkan menurunnya
detoksifikasi Amonia oleh hati di tambah adanya Sunting portosistemik yang membawa
darah yang mengandung Amonia masuk ke aliran sistemik tanpa melalu hati. Peningkatan
kadar amonia dalam darah menaikkan resiko Toksisitas amonia. Meningkatnya permebilitas
sawat darah otak untuk Amonia pada pasien sirosis menyebabkan Toksisitas Amonia
terhadap astrosit otak yang berfungsi melakukan metabolisme Amonia melalui kerja enzim
sintetase glutamin. Disfungsi neurologis yang DJ timbulkan pada EH terjadi akibat edema
serebri, dimana glutamin merupakan molekul osmotik sehingga menyebabkan
pembengkakan astrosit. Amonia secara langsung juga merangsang stres Oksidatif dan
nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraseluler yang menyebabkan
disfungsi mitokondria dan kegagalan produksi energi seluler melalui pembukaan pori-pori
transisi mitokondria. Amonia juga menginduksi oksidasi RNA dan aktivasi protein kinase
untuk mitogenesis yang bertanggung jawab pada peningkatan aktivitas sitokin dan respon
inflamasi sehingga mengganggu aktivitas pesignalan intraseluler.
BAGAIMANA GEJALA DAN CARA MENDIAGNOSIS ENSEFALOPATI HEPATIK?

Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan psikiatrik
nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan gangguan pada tes
psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan vidio spasial.
Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai memperlihatkan perubahan tingkah laku dan
kepribadian, seperti apatis, iritabilitas dan Disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi
motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat
memperlihatkan disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku tidak sesuai dan
fase kebingungan akut dengan agitator atau Somnolen, stupor, dan akhirnya jatuh ke dalam
koma.

TERAPI TERKINI ENSEFALOHEPATI HEPATIK

Tatalaksana EH diberikan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dasar penatalaksanaan EH


adalah indentifikasi San tata laksana doktor presipitasi EG, pengaturan keseimbangan
nitrogen, pencegahan perburukan kondisi pasien, dan penilaian rekurensi ensefalohepati
hepatik.

Tatalaksana faktor presipitasi

Beberapa faktor presipitasi dapat mencetuskan terjadinya EH, seperti dehidrasi, infeksi,
obat-obatin sedatif dan pendarahan saluran cerna. Pencegahan dan penatalaksanaan
terhadap faktor-faktor tersebut berperan penting dalam perbaikan RH. Pemberian laktulosa
dan konsumsi cairan perlu di pantau untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Pemberian
antibiotika spektrum luas diindikasikan pada keadaan infeksi, sebagai faktor presipitasi
tersering, baik pada saluran cerna maupun organ lain. Konsumsi alkohol dan obat-obatan
sedatif harus di hentikan sejak awal timbulnya manifestasi EH. Ligasi sumber pendarahan,
observasi cairan dan penurunan tekanan Vena porta perlu di lakukan Dengan tepat dan
cepat bila ditemukan pendarahan saluran cerna, terutama pecahnya varises esofagus.
Gangguan elektrolit juga menjadi salah satu pencetus EH pada pasien sirosis sehingga
membutuhkan penanganan yang adekuat.

Ditemukannya faktor presipitasi EH pada pasien semakin menguatkan diagnosis EH. Faktor
presipitasi dapat diindentifikasi pada hampir semua kasus EH Episodik tipe C dan sebaliknya
dievaluasi secara aktif dan ditata laksana segera saat di temukan.

Tatalaksana farmakologis

Penurunan kadar Amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam tata laksana
EH. Beberapa modalitas untuk menurunkan kadar Amonia di lakukan dengan penggunaan
laktulosa, antibiotik, L-Ornithine L-aspartate, probiotik, dan berbagi terapi pontesial lainnya.

Non-absobable Disaccharides (laktulosa)


Laktulosa merupakan linu pertama dalam penatalaksanaan EH. Sifatnya yang kan satir
menyebabkan penurunan sintesis dan putar Amonia dengan menurunkan pH kolon dan juga
mengurangi iota ke glutamin. Selain itu, laktulosa di ubah menjadi monosakarida oleh flora
normal yang digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus
akan menekan bakteri lain menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam laktat dan
juga memberikan ion hidrogen pada Amonia sehingga terjadi perubahan molekul dari
Amonia (NH3) menjadi ion Amonium (NH4+) adanya ionisasi ini menarik Amonia dari darah
menuju linen.

Dari metaanalisis yang di lakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih dalam mengurangi
Amonia dibandingkan dengan penggunaan antibiotik. Akan tetapi, laktulosa memiliki
kemampuan yang lebih baik mencegah beritanya RH dan secara signifikan menunjukkan
perbaikan tes psikometri pada pasien dengan EH minimal.

Dosis laktulosa yang berikan yang diberikan 2x 15 -30 ml sehari dan dapat di berikan 3
hingga 6 bulan. Efek samping dari penggunaan laktulosa adalah menirunya persepsi rasa
dan kembung. Penggunaan laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode EH,
karena akan memunculkan faktor presipitasi lainnya, yaitu dehidrasis dan hiponatremia.

L-Ornithine L-Aspartate (LOLA)

LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, berkeja sebagai substrat yang
berperan dalam perubahan Amonia menjadi urea dan glutamine. LOLA meningkatkan
metabolisme Amonia di hati dan otot, sehingga menurunkan Amonia di dalam darah. Selain,
LOLA juga mengurangi edema serebri pada pasien dengan EH.

Probiotik

Probiotik di dedefinisikan sebagai suplementasi diet mikrobilogis hidup yang bermanfaat


untuk nutrisi pejamu. Amonia dan subtansi neurotosik telah lama di pikirkan beberapan
penting dalam timbulnya EH. Amonia juga dihasilkan oleh flora dalam usus sehingga
manipulasi flora usus menjadi salah satu strategi terapi EH. Melakukan studi terhadap feses
pasien EH minimal dan menemukan pemberian suplementasi sinbiotik(serat dan probiotik)
berhubungan dengan menurunnya jumlah bakteri patogenik E.coli, Fusobaterium, dan
staphylococcus dengan peningkatan pada lactobacillus penghasil nonurease.

TERAPI POTENSIAL LAINNYA

Beberapa obat lain seperti ini masih dalam penelitian, antara lain Amonia scavanger, cari
ayem chat cool, dan l-ornithine phenylacetaye (OP). Amonia scavenger ( natrium benzoat,
natrium fenilasetat, natrium fenilbutirat ) di gunakan untuk memintas siklus urea yang telah
tersaturasi penuh. Obat ini di berikan secara intervensi dan baru digunakan pada pasien EH.
Daftar Pustaka

1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departeman penyakit dalam UI;2008.
2. Lesmana LA, Nusi IA, Gani RA, Hasan I, Sanityoso A, Lesmana CRA, et al. Paduan
Pratik klinik penatalaksanaan ensefalofati hepatik di Indonesia 2014, Jakarta;
perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2014.
3. Mullen KD. The treatmen of patient with hepatik Encephalopathy: review of The la
test data freon EASL 2010. Gatroenteral hepatol. 2010;6(7):1-16.
4. Sharma V, Garg S, S A. Probiotics and liver disease. Perm J. 2023;17(4):62-7.
5. Wright G, Chatree A, jalan R. Management of Hepatic Encephalopathy . Int j Hepatol.
2011;2011.

Anda mungkin juga menyukai