Anda di halaman 1dari 2

Nama : Asmi Hidayanti

NIM : 1820161011

Kelas : 1B, D3 Keperawatan

APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING

SUKU BANGSA(SUKU MADURA KAUPATEN SUMENEP)

Fenomena Budaya Terkait Kesehatan:

Adanya pengaruh budaya (mitos) seputar kehamilan yang cukup kuat


mengakibatkan sebagian besar masyarakat lebih mempercayai budaya tersebut dari pada
anjuran tenaga kesehatan (dokter dan bidan). Mereka tetap melakukan pemeriksaan
kehamilan ke dukun karena menganggap bahwa dukun lebih mengerti posisi bayi
dalam kandungan dan dapat melakukan pemijatan perut yang mempermudah saat
persalinanKetika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan, mereka hanya ingin
diperiksa dan memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat. Oleh karena itu,
ketika akan bersalin sebagian masyarakat lebih memilih bersalin ke dukun daripada
bidan, karena bersalin ke bidan dianggap persalinan yang susah/sulit yang dalam bahasa
Madura “Malarat” sehingga akan menjadi aib cenderung malu (dilihat dan dibicarakan
banyak orang) bagi ibu hamil dan keluarga ibu. Selain karena latar belakang budaya,
hasil penelitian tersebut juga menyatakan beberapa alasan lain yang menyebabkan ibu
hamil tidak melakukan persalinan pada bidan, yaitu karena biaya persalinan bidan
mahal, keluarga yang ikut campur dalam memberi keputusan, takut operasi dan berobat
ke puskesmas, serta rendahnya pengetahuan kesehatan ibu hamil. Mitos atau pantangan
yang harus dilakukan oleh ibu hamil yaitu pantangan terhadap makanan yang berasal dari
sumber hewani (telur dan ikan laut) dan nabati (nanas, terong). Misalnya, nanas tidak boleh
dimakan khawatir menimbulkan rasa panas dan tidak boleh makan makanan pedas
karena khawatir bayinya sakit mata. Beberapa masyarakat sumenep mempercayai adanya
mitos atau pantangan tersebut karena khawatir akan mengalami keguguran dan biasanya
anjuran orang tua sering terkabul. Adanya mitos di daerah saya seputar kehamilan dan
persalinan,didukung bahwa walaupun kuat dalam beragama dan tekun beribadah,
masyarakat masih melakukan pantangan-pantangan makanan tertentu berkenaan dengan
kehamilan. Makanan yang dipantang yaitu sumber hewani dan nabati. Selain itu, ibu
hamil juga melakukan pantangan yang lain seperti duduk di tengah pintu dan duduk di
lantai tanpa alas/ tikar/ bangku kecil serta mereka masih percaya pada adanya gangguan
jin yang dapat mengancam keselamatan bayi dalam kandungan atau bayi yang baru saja
dilahirkan.

Fenomena Budaya Terkait Cara Perawatan:

perawatan kehamilan baik melalui konseling ataupun penyuluhan akan sulit


diterima secara terbuka dan sulit dipahami. Pada umumnya mereka masih terbelenggu
dengan tradisi dan menurut terhadap nasehat orang tua atau perintah sesepuh. Pekerjaan
mayoritas Sumenep yaitu tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga, sebagai
petani dan masyarakat yang berjualan atau berwiraswasta. Pekerjaan sebagai petani
merupakan pekerjaan yang menguras energi dan waktu sehingga mereka harus lebih
pandai mengatur waktu,kapan harus merawat kehamilan dan bekerja yang disesuaikan
dengan kondisi fisiknya. Mereka menganggap, hanya bekerja sebagai petani yang dapat
mereka kerjakan, karena itu merupakan sumber penghasilan utama untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Oleh karena itu, perlu kesadaran dari ibu hamil untuk terus
menjaga kehamilannya agar tetap sehat dan senantiasa tidak memaksakan diri bekerja
ketika kondisi tubuh sedang lemah / tidak sehat. Dikhawatirkan akan terjadi gangguan
terhadap kehamilannya seperti sering capek, anemia, dehidrasi, perdarahan dan
keguguran.

Selama masa kehamilan, pola tempat tinggal responden mayoritas tergolong keluarga
luas dengan alasan ikut suami, kasihan terhadap orang tua dan dikarenakan suaminya
merantau untuk bekerja. Diharapkan dengan pola tempat tinggal tersebut, mereka
mendapat ketenangan, diingatkan dan mendapat pertolongan dengan cepat dan segera
apabila ada permasalahan dengan kehamilannya. Pengaruh budaya atau adat istiadat yang
terdapat di lingkungan responden cukup kuat seperti adanya mitos seputar kehamilan dan
persalinan. Ini dikarenakan pendidikan yang rendah dan budaya generasi sebelumnya
serta kepatuhan terhadap anjuran orang tua.
Mereka tetap melakukan pemeriksaan kehamilan ke dukun karena menganggap
bahwa dukun lebih mengerti posisi bayi dalam kandungan dan dapat melakukan pemijatan
perut yang mempermudah saat persalinan. Ketika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan,
mereka hanya ingin diperiksa dan memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat.

Solusi dari perawat terhadap masalah Budaya yang ada:

1. Budaya dapat diterima


Karena seputar kehamilan yang cukup kuat mengakibatkan sebagian besar
masyarakat lebih mempercayai budaya tersebut daripada anjuran tenaga kesehatan
(dokter dan bidan). Mereka tetap melakukan pemeriksaan kehamilan ke dukun
karena menganggap bahwa dukun lebih mengerti posisi bayi dalam kandungan
dan dapat melakukan pemijatan perut yang mempermudah saat persalinan.
Ketika periksa kehamilan ke pelayanan kesehatan, mereka hanya ingin diperiksa
dan memastikan bahwa kondisinya sehat dan diberi obat. Oleh karena itu,
ketika akan bersalin sebagian masyarakat lebih memilih bersalin ke dukun
daripada bidan, karena bersalin ke bidan dianggap persalinan yang susah/sulit
yang dalam bahasa Madura “Malarat” sehingga akan menjadi aib cenderung malu
(dilihat dan dibicarakan banyak orang) bagi ibu hamil dan keluarga ibu. Selain
karena latar belakang budaya, hasil penelitian tersebut juga menyatakan beberapa
alasan lain yang menyebabkan ibu hamil tidak melakukan persalinan pada bidan,
yaitu karena biaya persalinan bidan mahal, keluarga yang ikut campur dalam
memberi keputusan, takut operasi dan berobat ke puskesmas, serta rendahnya
pengetahuan kesehatan ibu hamil.

Anda mungkin juga menyukai